Waspada, Jumat 15 Oktober 2010

Page 26

Opini

C8

WASPADA Jumat 15 Oktober 2010

Pers,Kekerasan Dan Jurnalisme Damai Oleh Sugeng Satya Dharma Sejarah kehidupan bangsa ini sesungguhnya telah banyak dilumuri oleh kisah-kisah premanisme

P TAJUK RENCANA

S

Politik Pencitraan Misi Kemanusiaan

ama-sama musibah. Indonesia dilanda musibah banjir bandang di Wasior, Papua Barat dengan korban 200 orang lebih tewas/hilang, dengan 80 persen sarana infrastruktur kota rusak berat. Sementara Chile dilanda musibah runtuhnya tambang emas dan batubara tanpa korban jiwa. Wajar saja kalau pujian mengalir buat Presiden Chile Sebastian Pinera atas kepeduliannya terhadap 33 pekerja tambang yang sudah dua bulan lebih terkubur di bawah tanah sedalam hampir 700 meter. Memang luar biasa perhatian sang presiden untuk mengupayakan satu operasi penyelamatan menggunakan kapsul penyelamat bernama ‘Phoenix’ terbuat dari baja seberat 420 kg dengan tinggi 1,9 meter yang didisain khusus oleh teknisi Badan Antariksa Amerika (NASA) bersama teknisi ALChile. Berkat kesungguhan akhirnya kerja keras itu membuahkan hasil gemilang kemarin. Seluruh pekerja tambang berhasil diselamatkan dalam operasi kemanusiaan yang berlangsung sangat dramatis itu. Tidak sia-sia upaya sang presiden. Satu persatu para pekerja dapat diangkat ke permukaan. Peluk cium dan tangisan pun pecah. Siapa orang yang sangat berbahagia atas operasi penyelamatan 33 pekerja tambang itu? Tentu saja saja sang presiden. Popularitas Sebastian Pinera mendadak terkenal ke seluruh dunia. Apalagi media massa mengikuti sepak terjangnya, bahkan ia rela tidak cukup tidur sepanjang malam agar bisa melihat satu per satu penambang yang diselamatkan dengan menggunakan kapsul. Tak pelak lagi, empati yang ditunjukkan Pinera selama operasi penyelamatan itu turut melambungkan popularitasnya. Apalagi sang presiden termasuk salah satu orang terkaya di Chile pintar pula memanfaatkan media untuk menaikkan citranya sebagai pemimpin. Berkat upaya penyelamatan bersejarah itu citra Presiden Chile Sebastian Pinera melambung. Para pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Barack Obama memberikan pujian atas upaya kemanusiaan itu. Presiden Bolivia Evo Morales langsung bertemu Pinera dan ikut meIntisari ninjau operasi penyelamatan, karena satu di antara para pekerja tambang itu terdapat Bolivia. Pemerintah wajib warga Hemat kita, kalau musibah yang sama membantu para korban terjadi di Indonesia, sangat kecil kemungkinan upaya penyelamatan mencapai hasil makbencana banjir bandang simal, mengapa? Pertama karena operasi peWasior. Jauhkan politik nambangan tidak terencana dengan matang. di Chile terdapat ‘’bunker’’ keselamatan, pencitraan dalam misi Kalau lengkap dengan persediaan cadangan makanan dan minuman, serta obat-obatan, pada kemanusiaan. umumnya penambangan di Indonesia lebih didominasi amatiran alias tradisional, kecuali di Freeport, sehingga kalau terjadi musibah runtuh langsung tidak bisa diselamatkan lagi. Kedua, di Chile keselamatan penambang betul-betul diperhatikan. Sekalipun pengeboran untuk memasukkan kapsul ‘Phoenix’ akan menyebabkan lebih dari 4.000 ton batu dan reruntuhan jatuh ke terowongan langsung ke dasar dekat ‘’bunker’’ para pekerja tambang berlindung, tetap saja hambatan itu dapat diatasi. Jadi, meski drama kemanusiaan itu memakan waktu lama—dua bulan lebih—hasilnya ‘’happy ending’’. Lain halnya dengan yang dilakukan Presiden SBY di Wasior. Rombongan Presiden tiba Kamis (14/10) pagi dan langsung menuju TKP, menyaksikan dahsyatnya bencana banjir bandang di sana. Wasior sudah seperti kota mati. Keterlambatan SBY datang kem, lokasi bencanaWasior menimbulkan kritikan, apalagi kemudianPresidenmengeluarkanstatementdiJakartabahwabencanaitubukandiakibatkan penebangan hutan secara serampangan atau‘’illegal logging’’. Baru setelah dikritik banyak pihak SBY buru-buru mengunjungiWasior. Presiden pun langsung memerintahkan para pejabat mengerahkan alat-alat berat dan pasukan Zeni dari TNI untuk membantu proses pemulihan lokasi bencana banjir bandang tersebut. Sedih memang melihat nasib korban banjir bandang Wasior yang tidak ‘’terurus’’ meskipun sudah berlangsung sepekan. Pasokan bantuan terlambat dari pusat maupun daerah-daerah karena memang letaknya cukup jauh di Papua Barat sana. Hemat kita, tepat kalau Presiden menginstruksikan agar tanggap darurat penanganan banjir bandang di Wasior diperpanjang dua pekan dari rencana semula. Sebelumnya proses tanggap darurat banjir Wasior dijadwalkan berlangsung 10 hari, 8-18 Oktober. Dengan adanya penambahan waktu dua pekan maka proses tanggap darurat itu baru berakhir pada akhir Oktober nanti. Mudah-mudahan tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi pembangunan kembali kota Wasior, seperti sarana umum jalan, rumah penduduk, pendidikan, kesehatan dll segera dapat diwujudkan. Saat ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana(BNPB) menampung sedikitnya 4.771pengungsi.RibuanpengungsiitutersebardibeberapalokasipengungsiandiManokwari. Jumlah pengungsi terbanyak di kompleks Balai Latihan Kerja Manokwari 1.245 orang. Kemudian di Lapangan Kodim Manokwari 972 orang. 2.554 pengungsi lainnya tercatat melakukan pengungsian mandiri, atau kembali ke keluarga masing-masing di kawasan Manokwari. BNPB juga mendata 355 pengungsi ditampung di Nabire. 2.652 pengungsi lain bertahan di Wasior, tempat bencana banjir bandang terjadi. Kita berharap pemerintah serius membantu para korban Wasior, bukan untuk politik pencitraan semata. Tidak salah kalau kita mencontoh misi kemanusiaan yang sukses dilakukan Presiden Chile.+

Hubungi kami KANTOR PUSAT Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 4150858, Faks Redaksi: (061) 4510025, Faks Tata Usaha: (061) 4531010. E-mail Redaksi: redaksi@waspadamedan.com KANTOR PERWAKILAN Bumi Warta Jaya Jalan Kebon Sirih Timur Dalam No. 3 Jakarta 10340 Tel: (021) 31922216, Faks: (021) 3140817. Jalan Ratu Syafiatuddin No. 21 C Banda Aceh 23122 Tel & Faks: (0651) 22385 Jalan Iskandar Muda No. 65 Lhokseumawe Tel: (0645) 42109 Jalan Sutami No. 30 Kisaran. Tel: (0623) 41412

Penerbit: PT Penerbitan Harian Waspada Komisaris Utama: Tribuana Said Direktur Utama: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA, MM SIUPP: 065/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/198 tanggal 25 Februari 1988 Anggota SPS No. 13/1947/02/A/2002 Percetakan: PT Prakarsa Abadi Press Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 6612681 Isi di luar tanggung jawab percetakan Harga iklan per mm kolom: Hitam-putih Rp. 11.000,-, berwarna Rp. 30.000,Halaman depan hitam-putih Rp. 33.000,Halaman depan berwarna Rp. 90.000,Ukuran kolom: 40,5 mm E-mail Iklan: iklan@waspadamedan.com

ada 20 September 2002 sejumlah wartawan senior Indonesia mendeklarasikanperlunyajurnalisme damai di negeri ini. Inti deklarasi ituadalahmemintakepadapersIndonesia untuk lebih peduli dan prihatin terhadap nasib bangsa yang sudah tercabik-cabik ini. Permintaan ini mengingatkan bahwa pers Indonesia sesungguhnya memiliki peran sangat penting dalam membangun terciptanya kedamaian di masyarakat dan bukan sebaliknya. Jurnalisme damai adalah hal yang sangat mungkin. Sama mungkinnya dengan tugas wartawan sebagai anggota masyarakat dalammenumbuhkembangkan semangat persaudaraan. Jurnalisme damai memilih angle pemberitaan yang tidak provokatif dan kontroversial. Juga tidak memilih orang-orang, figur atau tokoh masyarakat yang bercenderungan provokatif dan kontroversial sebagai narasumbernya. Jurnalisme damai juga dituntut piawai dalam menggunakan kata atau bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jurnalisme damai paham betul bahwa tidaksemuatindakankekerasanataupembunuhandapatdisebutpembantaianatau pemusnahanetnis,dantidaksemuaterduga pembunuh layak diberi cap manusia kejam atau sadis. Jurnalisme damai perlu kita tumbuhkan mengingat tren terbaru yang muncul dalamerakebebasanpersIndonesiapasca reformasi adalah munculnya semangat “pemberitaan mengejar rating atau oplaag”.Semangatinidipicuolehpandangan yang sangat spesifik dan sempit bahwa pers adalah semata-mata industri. Dalam pers industry itu yang utama adalah bagaimana perusahaan pers bisa bertahan hidupsebagaiaktivitasbisnisbelaka.Maka, tak peduli dampak sosial dan psikologis yangditimbulkanakibatpemberitaanyang disajikannya, yang penting produk pers yang dihasilkan laku dan pemasang iklan datang berduyun-duyun. Dalam industry

pers yang demikian ini, jjurnalisme damai terkurung sekedar menjadi slogan kosong penghias bibir di forum-forum seminar. Pada 17 Maret 2003, pasca penyerangan kantor majalah Tempo oleh sejumlah orangyangdisebut-sebutanakbuahTomy Winata, slogan “lawan premenisme” dengantulisanberwarnahitam “bertebaran” di halaman depan hampir semua media cetak di Indonesia. Bahkan pengelola stasiun televisi menjadikan slogan itu inside di pojok kanan maupun kiri layar TV kita. Demikian pula stasiun radio. Para penyiar terus meneriakkan slogan melawan premanisme itu di sela-sela acara yang dibawakannya. Kiniaksipremanismeitu, dalam segala bentuk dan julukannya, marak kembali. Kantor polisi diserang, para pemuda saling bacok di jalan raya, suporter sepakbola adu jotos, tendang dan lempar. Ironisnyaperskitamemberitakansemuaperistiwa itu seperti tannpa beban. Bahkan sejumlah stasiun televisi negeri ini menayangkan“aksipremanisme”itusepertimenyajikan acara wisata kuliner. Para reporter stasiuntelevisitersebut,dengantatabahasa Indonesia yang“belepotan”, dengan paparan antara fakta dan opini yang tak jelas lagi batasannya, menyiarkan semua peristiwatersebuttanpareserve.Seolahsemakin banyak korban yang terkapar, semakin banyak darah yang tercecer, semakin hebatlah liputan itu. Ironis, memang. Sudah cukup lama Bahaya premanisme di negeri ini sesungguhnya sudah cukup lama menggerogoti jantung masyarakat, dan sudah berlangsung jauh sebelum reformasi bergulir. Bahkan sejak orde baru masyarakat hampirsetiapsaatmenjadibulan-bulanan

aksi premanisme. Hanya saja waktu itu pers tidak melakukan reaksi apa-apa kecuali sekedar memberitakannya sebagai fakta peristiwa belaka.Tapi kini nyaris tidak adasatupunperistiwayangterjadidinegeri ini, yang luput dari pemberitaan pers Indonesia. Ada nilai positif dari situasi ini, tentu saja.Tapi tak kurang pula nilai negatif yang ditimbulkannya. Positifnya adalah, dengan informasi tersebut masyarakat menjadi tahu apa yang sedang terjadi. Negatifnya,jikapem-beritaanitudisa-jikan tanpa reserve, maka pemberitaan tersebut justru dapat memicu munculnya peristiwa yang lebih besar lagi. Sejarah kehidupan bangsa ini sesungguhnya telah banyak dilumuri oleh kisahkisah premanisme. Mulai dari premanisme kuno di era Ken Arok dan Amangkurat I, sampai premanisme moderen dengan istilah keren “preman berdasi.” Sejarahw a n O n g Ho k Ham (alm) menyebut, berkembangnya gejala premanisme ini berhubungan erat dengan tidakadanyanegarasentral(pusat)dengan institusi kekuasaan yang kuat. Dalam konteks negara masa lampau, Ong Hok Hammelihatmunculnyakecen-derungan premanisme itu dikarenakan rakyat mendasarkan diri pada kharisma raja atau penguasa. Pada masa itu, untuk mempertahankan kekuasaan-nya para penguasa selalu menggunakan tangantangan jagoan (preman), terutama untuk menghabisi lawan-lawan politiknya. Di jaman moderen sekarang ini situasinya ternyata tidak jauh berbeda. Hanya saja dalam tatanan masyarakat moderen ada yang namanya hukum, dan polisi sebagaiaparatpenegakhukumditugaskan oleh negara menjadi payung untuk melindungi masyarakat.Tapi memang, seperti kata David H. Bayley dalam “Police For the Future”,di negara demokrasi di seluruh dunia, terdapat perasaan krisis tentang keamanan masyarakat. Puncak krisis itu adalah lahirnya polisi yang kre-dibilitas

dan akuntabilitasnya rendah. Polisi selalu berjanji melindungi dan mengayomi masyarakat, tapi janji itu tidak pernah benar-benar mampu dilaksanakan. Padahal polisi mendapat mandat penuh dari negara untuk menjaga dan bahkan memulihkan keseimbangan sosial yang terganggu. Sayangnya polisi sering mengabaikan mandat ini. Tapi salahkah polisi jika masyarakat dan negara justru membiarkan aksi premanisme terjadi di mana-mana? Mampukah polisi melawan semuaaksipremanismeitutanpadukungan penuh dari masyarakat dan negara? Memperburuk situasi Dalam konteks membangun jurnalisme damai ini, perlu diingat bahwa fakta memang penting untuk diurai dan peristiwa wajib dilaporkan. Namun uraian fakta yangterlalutelanjangdanlaporanperistiwa yang tidak mempertimbangkan kondisi sosial dan psikologis masyarakat justru akan memperburuk situasi. Sebenarnya, tidak masalah pers Indonesia menjadi industri, apalagi jika dikelola secara profesional, mematuhi kode etik jurnalistik dan dijalankan oleh orang-orang yang mengerti bahwa tugas membuat perusahaan penerbitan pers bukan sekadar mencari laba. Sayang, sebagian besar pers kita masih jauh dari nilai-nilaiprofesionalismedansikappatuh padaetikamaupunmoralitasitu.Ituadalah fakta yang terjadi dalam kehidupan pers kita sejak kebebasan diperolehnya. Perstidakhanyapentinguntukmendidik masyarakat, tapi juga penting mengajarkan betapa mulianya tugas menjalankan fungsi kontrol tanpa melukai perasaan, mencederai persaudaraan dan menghancurkanleburkan persatuan. Karena itu, yang dibutuhkan saat ini adalah kebebasan pers yang cerdik, beretika dan bermoral. Kebebasan pers yang tidak hanya maumengkritiktapimampupulamelakukanotokritik,perenungansertaintrospeksi diri. Pers yang mau peduli dan prihatin terhadap nasib bangsa yang sudah tercabik-cabik ini. Bagaimana? Penulis adalah Sekjen Multiculture Society dan Koordinator Gerakan Relawan Medan Hijau (Gerilya-Mu)

Premanisme; Perintah Tembak Di Tempat Oleh Sofyan Harahap Tahun 1980an awal masyarakat Indonesia, khususnya warga kota Medan,dibuat geger dengan bergelimpangannya mayat di berbagai tempat dengan luka tembakan

T

ak ada proses hukum atas kejadian ‘’the illegal killing’’ itu. Sebagian besar di antara korban penembak misterius (petrus) itu bertato, rambut gondrong, tanpa identitas jelas. Ada yang mengenalnya sebagai preman yang selalu menyusahkan, meresahkan warga di sekitarnya. Luar biasa dampak positif dirasakan oleh masyarakat saat awal petrus. Aksi premanisme langsung turun drastis di berbagaidaerah,termasukdiMedanmasa itu. Sulit menemukan preman‘kongkowkongkow’ di warung maupun di jalanan. Mereka bersembunyi, tiarap, karena takut terlacak para petrus. Masyarakat terlihat senang karena dapat beraktivitas lebih lancar, tidak ada lagi kutipan liar maupun pemalakan/pengompasan, apalagi ancamandanpenodongandarigerombolan preman yang umumnya dari kalangan anak muda tidak punya pekerjaan itu. Sayangnya aksi petrus di masa Orde Baru itu ternoda pada bulan-bulan berikutnya.Kalaupadatahunpertamaberjalan lancar, sekalipun jumlah korban cukup banyak reaksi masyarakat cenderung positif karena pada umumnya tepat sasaran. Memasuki tahun kedua baru mulai memunculkan pro dan kontra, karena di sejumlah kasus ternyata korbannya bukan preman, tetapi tokoh masyarakat, tokoh pemuda, bahkan berprofesi ustad dengan ‘’trackrecord’’bagus.Wajarsajakalaumuncul komplain dari sejumlah elemen masyarakat agar target petrus jangan sampai salah sasaran atau distop saja. Sebagian masyarakat mulai keras menghendaki aksi petrusdihentikandandilakukanpenyidikan terhadap kasus salah sasaran karena dinilai melawan hukum, melanggar hak hidup dan HAM. Momentum operasi petrus tersebut terjadi di zamannya Pangkopkamtib Laksamana Soedomo dan bersama Jenderal LB Moerdani yang dipercaya Pak Harto sebagai petinggi ABRI masa itu diduga sudah disusupi pihak ketiga, mendompleng kebijakan tak tertulis dari sang ‘’pendito’’ Pak Harto. Karena hanya perintah lisan untuk melakukan tindakan represif maka kelanjutan kasusnya semakin tidak jelas. Sekalipun di satu sisi ada positifnya namun di mata hukum jelas tidak dibenarkan. Hukum kita menganut asas praduga tak bersalah. Sehebat apapun kesalahan seseorang itu harus dibuktikan di pengadilan, tidak boleh diselesaikan di luarhukum,apalagimenggunakanhukum rimba ala‘’cowboy-cowboy’’an. Meskipun

positifnya tindak kejahatan premanisme menurundrastiskarenaberhasilmemaksa para tokoh premanisme itu mengibarkan benderaputih,menyerahkalah,danbertobat untuk kembali menjadi orang baikbaik di masyarakat. Namun di sisi lain, negatifnya, faktanya sejumlah orang tak berdosaikutmenjadikorban.Korbansalah tembakitupunramaidiberitakandimedia massa bahkan mendapat kecaman dari dunia internasional. Tembak di tempat Kini, aksi premanisme kembali kambuh, kian berkembang, semakin meresahkan masyarakat, bahkan melebar ke segala lini.Kalauduluhanyamemintauanguntuk makan dan minum-minum sebagai anak jalanan, sekarang semakin canggih, sudah terorganisir, punya kantor dan seragam menterengsehinggaposisitawarnyatinggi. Merekamintajatahbulananmengimbangi preman berdasi yang semuanya jelas mengganggu keamanan dan merugikan masyarakat. Karena itu wajar kalau masyarakat mengeluhkan tumbuh pesatnya kelompok premanisme. Siapayangtidakprihatinmelihatkasus Ampera. Bahkan aparat keamanan saja sudah tidak dianggap, sehingga ‘’genggeng’’ preman bebas berkeliaran menunjukkan kebuasannya. Mereka dengan seenaknya menggunakan senjata tajam dan senjata api, melakukan aksi anarkis, bunuh-bunuhan di depan umum. Sebelumnya juga terjadi berbagai aksi premanisme berbau SARA di Tarakan yang bermula dari pengompasan yang dilakukan preman kampung dari etnis Tidung asalTarakan Utara dengan suku Bugis dari Sulawesi. Nyaris terjadi perang besar antaretnisjikasajaPresidenSBYtidakturun tangan langsung memerintahkan PanglimaTNI, Kapolri, Gubernur segera mendamaikan pihak-pihak yang berseteru. Jauh sebelumnya lebih mengerikan di Sampit, Poso dll berlatar belakang agama namun bergaya premanisme. Tentunyakitaprihatinmelihatdampak kekerasandankerusuhanalapremanisme yang muncul di berbagai daerah. Maraknya kejahatan sosial dan kemanusiaan itu memang perlu dipelajari faktor penyebabnya, di mana oleh para ahli sampai pada simpulkan terkait kebutuhan ekonomi dan carut-marutnya penegakan hukum. Pada umumnya perilaku destruktif tidak terjadi seketika tapi biasanya merupakan akumulasi dari beberapa kejadian selama bertahun-tahun yang menimpa individu maupun kelompok. Justru itu

menjadi tanggung jawab pemerintah untukmengeliminirakarmasalahnyaagar tidak semakin melebar. Menurut hemat kita, tidak cukup hanya melakukan upaya penegakan hukum saja, tapi juga memberikan solusi berupa lapangan pekerjaan yang menjadi inti persoalan sejak dulu hingga sekarang ini —belum juga terpecahkan. Sulitnya lapangan pekerjaan merupakan faktor utama merebaknya aksi premanisme dan kerusuhan, terutama di kota-kota besar. Awalnya mereka bekerja di kampung, tapi lahan pertanian semakin sempit, menjadi buruh tani pun sudah susah, maka timbul keinginan,nekatmerantaukekota.Pastilah mereka mencari induk semang dan pada umumnya ditampung oleh rekan-rekan satu daerah.Yang beruntung bisa mendapat kerja di pemerintahan maupun swasta atau sebagai pedagang kakilima, kerja serabutan. Pokoknya bekerja dan halal. Namun bagi yang kurang beruntung, lapangankerjasulitdidapatsementaraperut tidak bisa diajak kompromi, akal sehat hilang,makamencarimakangayapreman pun dilakukan. Awalnya kecil-kecilan karena kelompoknya masih kecil, semakin besar jumlah kelompoknya gaya cari makannyasemakinsemakinberanidanmelebarkanwilayahnyakarenasudahmemiliki pengaruh di masyarakat. Tak pelak lagi aksi premanisme tidak akan mungkin dapat diberantas dengan tindakanrepresifsemata.Akarmasalahnya perlu mendapat perhatian kita semua, pemerintah dan elemen masyarakat, supaya dikaji dan ditanggulangi. Semua kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyatkecilpadaakhirnyaakanmelahirkan benih premanisme. Pun maraknya konflik etnismenunjukkanadanyapermasalahan dalampemerintahankitadipusatmaupun di daerah-daerah yang terkesan dibiarkan. Lantas, bagaimana dengan perintah tembakditempatyangdikeluarkanMabes Polri? Nanti dulu! Jangan cepat setuju dengan pemberian hak istimewa itu karena tanpa hak pun sudah sering dilakukan oknum polisi; main tembak!. Kita memang setuju, perlu dilakukan reaksi tegas dari aparat keamanan, tapi bukan main tembak, apalagi peluru yang digunakan berasal dari uang rakyat. Main tembak di tempat hanya boleh dilakukan kalau situasi dan kondisinya sudah benar-benar mendesak. Barulah perintah tembak di tempat itu menjadi keniscayaan, tapi itu pun dengan syarat dan catatan. Artinya, tidak boleh disalahgunakan karena bakal menimbulkan masalah baru, menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum kita. Oleh karena itu, kita harap-harap cemas mendengar Polri mengeluarkan Prosedur Tetap (Protap) tentang penanggulangan anarki. Memang sudah waktunya aparat keamanan, dalam hal ini jajaran Polri, bertindak tegas terhadap para preman dan perusuh yang melawan hukum.

Penutup Aksi premanisme pada umumnya tumbuh subur di negara-negara miskin, termasuk Indonesia, sehingga negaralah yang bertanggung jawab karena telah menjadikan mereka menjadi preman dan memicu terjadinya tindak kriminalitas. Begitu juga dengan kesenjangan sosial yang semakin melebar, menimbulkan jarakdankecemburuansosialantarakelompok kaya dengan kelompok miskin merupakan kesalahan pemerintah yang tidak berpihak para rakyat miskin. Wajar saja kalau komunitas migran, pemasok premanisme semakin tumbuh di kota. Melihat maraknya premanisme dengan perilakunya yang merugikan banyak pihak di masyarakat, maka sangat wajar kalau Polri melakukan operasi terhadap premanisme dan perusuh agar keberadaanpenyakitmasyarakatitubisadisembuhkan karena premanisme identik dengan penyakit menular. Perlu kita ingatkan! Hak istimewa polisi itu jangan sampai disalahgunakan. Apalagi zaman sudah berubah, tidak masanya lagi aksi-aksi ala ‘’petrus’’ dihidupkan di era globalisasi, demokrasi dan keterbukaan informasi saat ini. Penulis adalah wartawan Waspada.

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * Gubsu canangkan rencana PDT tiga bulan - Tiga bulan nengok apa? * 150.000 warga Medan kehilangan hak berobat gratis - Ini akibat kaya ngaku miskin, he...he...he * Gangguan keamanan goyang pemerintah - Pemerintah goyang, awak pun tersungkur

oel

D Wak

WASPADA

Dewan Redaksi: H. Prabudi Said, H. Teruna Jasa Said, H. Azwir Thahir, H. Sofyan Harahap, H. Akmal Ali Zaini, H. Muhammad Joni, Edward Thahir, M. Zeini Zen, Hendra DS. Redaktur Berita: H. Akmal Ali Zaini. Redaktur Kota: Edward Thahir. Redaktur Sumatera Utara: M. Zeini Zen. Redaktur Aceh: Rizaldi Anwar. Redaktur Luar Negeri: H. Muhammad Joni. Redaktur Nusantara & Features: Gito Agus Pramono. Plt. Redaktur Opini: Dedi Sahputra. Redaktur Ekonomi: Armin Rahmansyah Nasution. Redaktur Olahraga: Johnny Ramadhan Silalahi. Redaktur Minggu/Humas: Hendra DS, Redaktur Agama: H. Syarifuddin Elhayat. Asisten Redaktur: Rudi Faliskan (Berita) Zulkifli Harahap, Muhammad Thariq (Kota Medan), Feirizal Purba, H. Halim Hasan, Diurna Wantana (Sumatera Utara), T. Donny Paridi (Aceh), Armansyah Thahir (Aceh, Otomotif), Austin Antariksa (Olahraga, Kreasi), Syafriwani Harahap (Luar Negeri, Popular, Pariwisata), Hj. Hoyriah Siregar (Ekonomi), T. Junaidi (Hiburan), Hj. Erma Sujianti Tarigan (Agama), Hj. Neneng Khairiah Zein (Remaja), Anum Purba (Keluarga)), Hj. Ayu Kesumaningtyas (Kesehatan). Sekretaris Redaksi: Hj. Hartati Zein. Iklan: Hj. Hilda Mulina, Rumondang Siagian (Medan), Lulu (Jakarta). Pemasaran: H. Subagio PN (Medan), Zultamsir (Sumut), Aji Wahyudi (NAD). Wartawan Kota Medan (Umum): H. Erwan Effendi, Muhammad Thariq, Zulkifli Harahap, David Swayana, Amir Syarifuddin, Ismanto Ismail, Rudi Arman, Feirizal Purba, Zulkifli Darwis, H. Abdullah Dadeh, H. Suyono, Ayu Kesumaningtyas, M. Ferdinan Sembiring, M. Edison Ginting, Surya Effendi, Anum Purba, Sahrizal, Sulaiman Hamzah, Sugiarto, Hasanul Hidayat, Aidi Yursal, Rustam Effendi. Wartawan Kota Medan (bidang khusus): H. Syahputra MS, Setia Budi Siregar, Austin Antariksa, Dedi Riono (Olahraga), Muhammad Faisal, Hang Tuah Jasa Said (Foto), Armansyah Thahir (Otomotif), Dedek Juliadi, Hajrul Azhari, Syahrial Siregar, Khairil Umri (Koran Masuk Sekolah/KMS). Wartawan Jakarta: Hermanto, H. Ramadhan Usman, Hasriwal AS, Nurhilal, Edi Supardi Emon, Agus Sumariyadi, Dian W, Aji K. Wartawan Sumatera Utara: H. Riswan Rika, Nazelian Tanjung (Binjai), H.M. Husni Siregar, Hotma Darwis Pasaribu (Deli Serdang), Eddi Gultom (Serdang Bedagai), H. Ibnu Kasir, Abdul Hakim (Stabat), Chairil Rusli, Asri Rais (Pangkalan Brandan), Dickson Pelawi (Berastagi), Muhammad Idris, Abdul Khalik (Tebing Tinggi), Mulia Siregar, Edoard Sinaga (Pematang Siantar), Ali Bey, Hasuna Damanik, Balas Sirait (Simalungun), Helmy Hasibuan, Agus Diansyah Hasibuan, Sahril, Iwan Hasibuan (Batubara), Nurkarim Nehe, Bustami Chie Pit, Sapriadi (Asahan), Rahmad Fansur Siregar (Tanjung Balai), Indra Muheri Simatupang (Aek Kanopan), H. Nazran Nazier, Armansyah Abdi, Neirul Nizam, Budi Surya Hasibuan (Rantau Prapat), Hasanuddin (Kota Pinang) Edison Samosir (Pangururan), Jimmy Sitinjak (Balige), Natar Manalu (Sidikalang), Arlius Tumanggor (Pakpak Bharat)Parlindungan Hutasoit, Marolop Panggabean (Tarutung), Zulfan Nasution, Alam Satriwal Tanjung (Sibolga/Tapanuli Tengah), H. Syarifuddin Nasution, Balyan Kadir Nasution, Mohot Lubis, Sukri Falah Harahap (Padang Sidimpuan), Sori Parlah Harahap (Gunung Tua), Idaham Butarbutar, Syarif Ali Usman (Sibuhuan), Iskandar Hasibuan, Munir Lubis (Panyabungan), Bothaniman Jaya Telaumbanua (Gunung Sitoli). Wartawan Aceh: H. Adnan NS, Aldin Nainggolan, Muhammad Zairin, Munawardi Ismail, Zafrullah, T. Mansursyah, T. Ardiansyah, Jaka Rasyid (Banda Aceh), Iskandarsyah (Aceh Besar), Bustami Saleh, M. Jakfar Ahmad, Jamali Sulaiman, Arafat Nur, M. Nasir Age, Fakhrurazi Araly, Zainal Abidin, Zainuddin Abdullah, Maimun (Lhokseumawe), Muhammad Hanafiah (Kuala Simpang), H. Syahrul Karim, H. Ibnu Sa’dan, Agusni AH, H. Samsuar (Langsa), Musyawir (Lhoksukon), Muhammad H. Ishak (Idi), HAR Djuli, Amiruddin (Bireuen), Bahtiar Gayo, Irwandi (Takengon), Muhammad Riza, H. Rusli Ismail (Sigli), T. Zakaria Al-Bahri (Sabang), Khairul Boang Manalu (Subulussalam), Zamzamy Surya (Tapak Tuan), Ali Amran, Mahadi Pinem (Kutacane), Bustanuddin , Wintoni (Blangkejeren), Khairul Akhyar, Irham Hakim (Bener Meriah), Tarmizi Ripan, Mansurdin (Singkil), Muhammad Rapyan (Sinabang).

Semua wartawan Waspada dilengkapi dengan kartu pers. Jangan layani dan segera laporkan ke pihak berwajib atau ke Sekretaris Redaksi bila ada oknum yang mengaku wartawan Waspada tetapi tidak bisa menunjukkan kartu pers yang sah, ditandatangani Pemimpin Redaksi


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.