Waspada, Jumat 14 Mei 2010

Page 31

Mimbar Jumat

WASPADA Jumat 14 Mei 2010

Nabi Musa Membongkar Kasus Di Kerajaan Fir’aun

Dato’ & Hati Oleh H.Syarifuddin Elhayat Firam Allah “ Hai Jiwa (hatinafsu) yang muthmainnah ( bersih),kembalilah kepangkuan Robbmu dengan penuh ketenangan lagi diredhoiNya (Allah). Maka masuklah dalam (kelompok) hamba-hambaKu (yang baik) dan masuklah ke dalam surgaKu.(QS 89:27-30), Jiwa,annafs sering diidentikkan dengan qolbu (hati).—hati (qolbu) menurut anatomi tubuh, adalah sebentuk organ yang terletak di dada sebelah kiri manusia,— sebutan itu tidak berbeda pada semua makhluk Allah yang punya organ tubuh. Hewan,— sapi misalnya,kerbau, kambing, merak,merpati,ular,kadal, hatta tungaupun konon punya organ hati. Tapi hati bagi manusia tidaklah dimaksudkan sama dengan hati dalam bentuk organ.—karena ketika kita sudah meninggal, seluruh jasad termasuk hati yang itu tuu,ya hancur di’gilas’ bumi.,—Memang Rasul pernah menyebut,di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, yang kalau dia baik maka baik (bagus)lah seluruh tubuh,tapi jika dia jelek (buruk) maka buruklah seluruh tubuh.— Alaa wa hiyal qolb,—Ketahuilah bahwa itu adalah hati. Kalulah teks hadis itu saja semata-mata kita pahami,- maka,—afwan tuan,— hampir tak bedalah kita dengan makhluk yang lain sebab daging yang dimaksudkan itu dalam beberapa saat akan membusuk lantas akan hancur,— padahal kita kata Allah,akan bermanfaat dihadapanNya ketika kita kembali dengan hati yang sejahtera (baik),--Qolbun saliim.—Lantas yang mana sesungguhnya hati yang dimaksud untuk seorang insane tu Nceek.- Qolbun,—hati,jiwa,-atau annafs itu,kata para ulama,—satu bentuk (anasir) yang sangat halus (lathifah),yang punya kemampuan untuk mendidik (robbaniyah) dalam jiwa (ruhaniyah) yang berasal dari Nur Allah (Nuroniyah) dan hati itu pulalah yang akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah untuk mendapat nik’mat atau azab Allah pada hari kemudian.Waahh- kalau itulah dia, ambepun sepakat itulah hati yang hakiki tu tuan, dan itulah yang sering disiram dengan zikir untuk menjadi hati yang tenang,—Alaaa bi dzikrillah Tathmainnul quluuub,— begitu kata Allah dalam alquran. Bicara tentang ‘kaji’ hati,ambe benar-benar terkesima mendengarkan pidato sambutan Dato Seri Syamsul Arifin Alhaj ketika menghadiri Hul (mengenang hari wafatnya) ke 86 pendiri Thariqat Naqsabandiyah di Asean, Allahyarham Syekh H.Abdul Wahab Rokan Al-Kholidi Naqsabandi di kota Thariqat Babussalam Langkat belum lama ini. Pesanpesan Thariqat dan kaitannya denagn hati yang bisa ambe tangkap kikhe-kikhe begian (begini):— Dalam hidup ini,tugas kita yang paling berat adalah menjaga hati.— memelihara hati,-sebab di hati tersimpan iman.— salah-salah kilik (menjaganya),iman bisa keluar digantikan sifat syiirik, dengki, iri, fitnah dan gunjing. Kunci hati agar tidak

terbuka oleh munkarat hanya satu,—kata Dato seri,—Berlaku Jujurlah pada hati,— kita terkadang banyak yang tidak jujur dengan kata hati,—Pagar hati mencapai ketenangannya adalah dengan siraman zikir,—Alaa Bidzikrillaah Tathmainnul quluuub,— ,Hati itu perlu dididik (‘disekolahkan’) dengan ibadah,- ketika sampai kepuncak akhir maka titel yang paling tinggi dari hati adalah Takwa Alallaah,-hati perlu dilatih untuk bermuhasabah dengan mgenali diri,— karena orang yang mengenal dirinya,niscaya akan bisa mengenal Allah (man ‘arafa nafsah faqod ‘arafa robbah,- ) Kalaulah itu sudah terjadi pada hati (qolbu) maka insanpun akan ‘fana’ sampai pada ‘maqom’ ma’rifat,—maka binasalah sifat baharu,—mata kasarpun hanya sebagai unair jasad sedang yangmelihat segala seuatunya adalah mata hati dengan basyirah yang tajam dan seluruh pakaian kehidupan akan berubah menjadi ibadah.- Dikasi ilmu tidak sombong pada ilmunya dan beribadahlah dia dengan ilmunya,—diberi jabatan,maka jabatan dijadikan ibadah, diberi kekuasaan tidak untuk ‘menguasai’ tapi menjadi paying pelindung, dikasi amanah maka amanah itu pula dijadikan sebagai sebagai penjaga dan pemelihara dirinya dalam berjuang.—hati bisa dijaga dengan amanah dan amanah akan baik kalau dijaga dengan hati.— Ya salaam,— pesan yang sangat-sangat bernash Dato Seri yang patut untuk kita tawajjuhkan tuaan. Kata guru ana syekh Aid Al-Qorni,cucilah hatimu dengan tujuh kali air kecintaan (mahabbah),dan putihkanlah kedelapan kalinya dengan kemaafan dan ampunan terhadap orang yang mencaci dan menzolimimu,sehingga engkaupun akan bisa hidup bahagia,berpikiran tenang,berperasaan senang dan berhati tenteram. Engkau harus menyembelih kalajengkingkalajengking dihati dengan ‘pisau’ kesabaran dan kelemahlembutan.pancunglah seigala kenagkuhan,iya dan hasad dengan pdang keimanan.-bersihkan pula ‘pekarangan’ ruh (annafs) dari sampah-sampah pemikiran yang menjijikkan dari bisikan-bisikan ide yang munkar mendatangkan maksiat dan dosa,- setelah itu, tanamilah taman jiwa dengan pohon-pohon hikmah dan siramilah dia dengan air kebaikan hingga berkuntum mekar dengan berbunga kehidupan hasanah. Karena itu jangan tertipu harta sebab dengan dan bersama harta itu pulalah Qorun terbenam ke perut bumi,janganlah tunduk kepada kedudukan dan kekuasaan sebab sebab karena beratnya kedudukan dan jabatan itulah yang membenamkan dan meruntuhkan kekuasaannya hingga tertencap keperut bumi yang dalam.Allaah, —Allaaah,—itulah hati.—hati itu pulalah yang perlu kita hidupkan agar kita tidak mati sebelum mati dan tetap hidup kendati sudah mati.—benarkan tuaan.- Biarlah orang berkata apa ya tuan,— yang penting kita bisa menjaga dan memelihara hati kita ya tokk.—Afwan Dato, patik hanya meneruskan titah.—

Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhantuhanmu?”. Fir’aun: “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuanperempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka”. (Q.S. al-A’raf ayat 127).

K

ebobrokan moral yang dibongkar oleh Nabi Musa di dalam kerajaan Fir’aun membuat Fir’aun bagaikan kebakaran jenggot. Padahal kebobrokan yang dibongkar oleh Nabi Musa tidak hanya tertuju kepada pribadi Fir’aun saja akan tetapi juga kolega-koleganya. Kolega-kolega inilah yang memprovokasi Fir’aun agar mengambil tindakan tegas terhadap Nabi Musa. Nabi Musa dituduh telah membuat kerusakan dalam kerajaan Fir’aun karena merubah opini yang selama ini sudah mengkristal di hati para koleganya. Pertama sekali yang mereka lakukan untuk mendiskreditkan Nabi Musa adalah sikapnya yang tidak tahu membalas budi karena Nabi Musa sendiri adalah sosok yang dibesarkan oleh Fir’aun. Ayat di atas menggambarkan bahwa insiatif untuk menghabisi Nabi Musa tidak murni datang dari Fir’aun kecuali hanya terpengaruh dengan bisikan-bisikan dari para koleganya. Sekiranya bisikan-bisikan ini tidak muncul kemungkinan besar Fir’aun tidak akan bernafsu untuk menghabisi Nabi Musa dan hal ini sudah terbaca oleh kolega-kolega Fir’aun. Untuk mempengaruhi Fir’aun menghabisi Nabi Musa maka para kolega mencari jalan lain. Para kolega Fir’aun menggunakan simbol kekuasaannya untuk menghabisi Nabi Musa karena dianggap tidak loyal. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Fir’aun secara pribadi tidak akan pernah tega menyakiti Nabi Musa dan karena itu para koleganya menghasut Fir’aunatasnama kekuasaannya. Lamanya Nabi Musa berada di bawah asuhan Fir’aun tentu saja membuat hatinya tertarik kepada Nabi Musa terlebih lagi bahwa Nabi Musa memiliki kecerdasan yang luar biasa. Nampaknya hal ini sudah terbaca oleh kolega-kolega Fir’aun sehingga mereka terus berupaya memprovokasinya. Menurut al-Thabari (w. 310 H) para kolega Fir’aun mencelanya karena tidak mengambil tindakan kepada Nabi Musa padahal Nabi Musa sudah mela-

Menangkap Pesan “Drama Sakralitas” Penciptaan Manusia (Menimbang Keberatan Argumentatif Malaikat)

Oleh Ahmad Sabban Rajagukguk

P

enciptaan manusia sekaligus pengangkatannya sebagai khalifatul ardhi (pemimpin di bumi) ternyata tidak berjalan dengan begitu saja. Melainkan penuh dengan ”perdebatan yang alot” – maaf penulis meminjam istilah demokrasi- antara Tuhan Sang Pencipta dengan para Malaikat sebagai ciptaaan Allah yang sangat taat kepadaNya. Ketaatan itu dapat dilihat dari pernyaataan, ”... padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Sebuah penegasan tauhid dan ketaatan pengabdian yang luar biasa para Malaikat kepada Allah Swt. Lebih lengkap drama sakralitas itu di abadikan Allah dalam alquran sebegai berikut:” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: ”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al Baqarah/2: 30). Pesan lain dari ayat diatas, adalah meskipun Malaikat diciptakan Allah sebagai mahluk yang paling taat, ternyata Malaikat merasa keberatan dengan penciptaan manusia. Alasan ini sangat argumentatif dimana Malaikat telah dizinkan Allah untuk memprediksi tentang masa depan pragmentasi kehidupan manusia. Masa depan pragmentasi yang dimaksud adalah kecenderungan manusia berprilaku destruktif dan saling bunuh – membunuh (kanibalisme) yang akan banyak menumpahkan darah. Spirit reaktif dari Malaikat yang “membantah” atas pengangkatan Adam as. sebagai kha-lifah bukan cemburu kepada manusia. Malaikat melihat bahwa manusia memiliki potensi untuk saling berbantah-bantahan, saling bunuh-bunuhan, melakukan perusakan lingkungan dan sebagainya. Sejarah kemanusiaan telah menunjukkan bahwa prediksi malaikat itu benar adanya. Perbantahan pertama yang terjadi sepanjang sejarah manusia di bumi adalah perbantahan antara Habil dan Qabil yang berakhir dengan terjadinya pembunuhan. Dalam sejarah juga tercatar bahwa sekitar 500 tahun yang lalu, tidak kurang dari 10.000 perang besar dan kecil yang dilakukan manusia. Perang itu tidak hanya merenggut nyawa, tetapi telah mengakibatkan kelaparan, kemiskinan, kerusakan lingkungan dan sebagainya. Manusia nyaris menjelma menjadi ”mahluk pemangsa yang tidak beradab dan buas”. Bahkan secara psikologis, perilaku jelek manusia itu berlanjut hingga sekarang. Saling membunuh, merusak lingkungan, dan perilaku jelek lainnya semakin mengkristal dalam kehidupan manusia seiring dengan munculnya sikap rakus pada diri manusia. Bahkan kerakusan manusia dapat dilihat lebih jauh dari munculnya pembantaian dan pembunuhan secara tragis yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu. Penculikan, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, sudah menjadi bagian dari pragmentasi yang menghiasi kehidupan manusia setiap saat. Kemajuan sains dan teknologi yang semakin canggih

menjadi acuan utama (the first oriented) bagi manusia, sedangkan persoalan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai agama tidak menjadi hal yang terlalu dipersoalkan. Jika praktek ini berjalan terus, dunia akan mengalami kehancuran. Sebab itu, firman Allah di atas hen-daknya dapat menjadi sprit sakralitas bagi manusia dalam menjalankan tugas kekhalifahannya di permukaan bumi. Tugas kekhalifahan tersebut adalah amanah yang harus dijalankan secara lurus (hanif). Jika tidak, bumi tidak akan pernah nyaman untuk dihuni oleh manusia. Alquran sesungguhnya telah menginformasikan, bahwa begitupun tegasnya AllahSwt. mengancam orangorang yang lalai, namun kenyataannya banyak manusia yang durhaka kepada perintah-Nya. Malah ada yang mengingkari sama sekali kehendak Tuhan yang telah dijanjikannya. Padahal di dalam keadaan dunia yang labil saat ini, tidak ada petunjuk dan hidayah yang diharapkan kecuali petunjuk dari Allah Rabbul ’alamin. Hal ini terjadi karena kecongkakan manusia yang tidak mau menerima kebenaran yang disampaikan Allah. Firman-NYA, ”Kami berfirman: ”Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah/ 2: 38). Begitulah, semenjak Adam as. turun ke bumi, maka bumi yang seharusnya dimakmurkan oleh umat manusia tapi menjadi medan peperangan, baik dalam bentuk pisik maupun psikis. Di samping itu dunia telah menjadi tempat penganiayaan dan penindasan. Untuk meminimalisir segala kerusakan dan perbedaan ego yang dilakukan oleh manusia sebagaimana diuraikan di atas, maka tahap awal adalah harus dilakukan reinterpretasi eksistensi manusia sebagai makhluk paripurna. Pesan penting dari drama sakralitas penciptaan manusia oleh Allah Swt., pengangkatan manusia sebagai wakil Tuhan adalah untuk mengelola bumi sesuai dengan ketentuannya sebagai bentuk pengabdian tertinggi dari manusia itu. Pesan yang belum tertangkap itu menjadikan manusia lupa akan jati dirinya. Apresiasi dan idealitas prilaku manusia saat ini nyaris jauh dari nilainilai kekhalifahan itu. Prediksi malaikatpun terhadap manusia yang disebut Allah sebagai khalifah ternyata benar adanya. Dengan potensi hawa nafsu dan keserakahannya, manusia telah melakukan pengrusakan di bumi, saling memerangi dan saling membunuh. Pragmentasi sadis ini, terdapat dibagian belahan bumi Allah ini seperti kekejian zionis Israel yang tidak pernah berhenti menindas, memerangi dan membunuh kaum muslimin di Negeri Pelestina. Prediksi Malaikat masih tetap mewarnai potret dinamika anak manusia di bumi Allah ini. Semoga saja, pesan kekhalifahan kita sebagai manusia dan manifestasinya segera merubah peradaban manusia kepada suatu tatanan yang lebih bermartabat, adil, makmur dan diridhai Allah Swt. Amin ●Penulis adalah: Dosen FS IAIN-SU, Dosen USU, Praktisi Perbankan Syariah dan Pengamat Sosial Budaya dan Keagamaan .

C9

Oleh Drs. Achyar Zein, M.Ag

kukan dua kesalahan besar. Pertama, Nabi Musa dituduh telah membuat kerusakan di kerajaan Fir’aun. Kedua, Nabi Musa dituduh tidak loyal terhadap Fir’aun dan ajarannya. Adapun dimaksud dengan membuat kerusakan menurut alBaghawi (w. 510 H) ialah upaya yang dilakukan oleh Nabi Musa memprovokasi kaumnya agar tidak mengikuti cara beribadah Fir’aun. Upaya inilah yang dipublikasikan oleh kolega-kolega Fir’aun sehingga lama-kelamaan Fir’aun juga terpengaruh dengan provokasi yang dilakukan oleh koleganya. Perlakuan Fir’aun Terhadap Nabi Musa Kerajaan Fir’aun digambarkan di dalam al-Qur’an sebagai kerajaan yang penuh dengan praktek-praktek kezaliman. Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan memecah-belah penduduknya. Kemudian Fir’aun tidak segansegan membasmi suatu etnis yang dianggap mengancam kekuasaannya. Oleh karena itu, al-Qur’an memasuk-kan Fir’aun ke dalam daftar orang-orang yang berbuat kerusakan (lihat, Q.S. al-Qashash ayat 4). Praktek ini tetap eksis karena yang melakukannya tidak hanya Fir’aun sendirian tetapi dibantu

oleh para koleganya. Kolega-kolega Fir’aun ini memiliki peran yang sangat besar di dalam kerajaan sehingga mereka dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan Fir’aun khususnya dalam mendiskreditkan Nabi Musa. Hal ini mereka lakukan adalah untuk mengeksiskan jabatan yang dipercayakan Fir’aun kepada mereka. Meskipun argumentasi yang dikemukakan oleh Nabi Musa tidak dapat terbantahkan namun Fir’aun dan koleganya tetap saja mencari dalih untuk menolaknya. Suara kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa mereka putar balik dan mereka dengan sengaja mencari-cari kesalahan Nabi Musa yang akhirnya dituduh telah melanggar kode etik. Nabi Musa adalah orang pertama yang berani membongkar kasus-kasus kezaliman di dalam kerajaan Fir’aun. Mulai dari makelar kasus, mafia hukum, tindakan korupsi sampai kepada pemusnahan etnis. Perbuatan Nabi Musa ini mereka anggap telah mencemarkan nama baik padahal belum dilakukan evaluasi tentang keakuratan laporan Nabi Musa. Dalih inilah yang mereka lakukan untuk mendiskreditkan Nabi Musa. Pertama sekali yang dilakukan oleh Fir’aun dan koleganya adalah mempengaruhi opini publik bahwa Nabi Musa adalah sosok yang tidak tahu membalas budi padahal Nabi Musa telah diasuh dan dibesarkan oleh Fir’aun. Tujuan yang ingin dicapai adalah agar masyarakat tidak terpengaruh dengan pernyataan Nabi Musa dan bahkan menganggapnya sama dengan pengasuhnya. Ketika opini publik ini tidak membuahkan hasil maka upaya berikutnya adalah mendiskreditkan Nabi Musa. Suara kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa dikonfrontir dengan para tukang sihir yaitu upaya yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kasus yang dibongkar oleh Nabi Musa. Upaya ini tetap saja

mengalami kegagalan karena para tukang sihir berbalik membela Nabi Musa. Nampaknya Fir’aun dan koleganya sudah mulai kehilangan akal untuk menghabisi Nabi Musa. Hal ini disebabkan semakin banyaknya arus bawah yang mendukung pernyataan Nabi Musa. Adapun upaya lain yang dilakukan adalah mencari-cari kesalahan Nabi Musa dengan menjeratnya melalui undangundang meskipun undang-undang tersebut belum pernah disahkan oleh Fir’aun. Fir’aun dan koleganya mengumumkan bahwa Nabi Musa adalah seorang tersangka meskipun materi yang dituduhkan tidak jelas dan Nabi Musa sendiri belum pernah diperiksa. Kemudian Nabi Musa dipublikasikan sebagai maling teriak maling. Publikasi inipun tidak banyak pengaruhnya karena masyarakat berpikir jika Nabi Musa berkasus tentu saja upaya yang dilakukannya sama dengan membunuh diri sendiri. Seharusnya Fir’aun berterima kasih kepada Nabi Musa karena berani membongkar praktek-praktek yang tidak baik di kerajaannya. Akan tetapi karena kuatnya pengaruh kolega-kolega Fir’aun yang akhirnya Fir’aun sendiri berbalik memusuhi Nabi Musa. Meskipun demikian, yang benar tetap benar meskipun butuh waktu dan pengorbanan untuk membuktikannya dan yang salah tetap salah dan pasti akan hancur meskipun berbagai dalih dilakukan mempertahankannya. Kesimpulan Keberadaan Nabi Musa dalam kerajaan Fir’aun sudah didesain oleh Tuhan karena yang paling tepat membongkar kezaliman dimaksud haruslah orang dalam sendiri. Sekiranya Nabi Musa bukan orang dalam maka dapat dipastikan bahwa dia akan kesulitan untuk membongkar kasus tersebut. ● Penulis adalah Dosen Fak. Tarbiyah IAIN-SU dan Pengurus el-Misyka Circle.

Standar Kompetensi Wartawan Dari Perspektif Komunikasi Islam

P

rofesi wartawan pada dasarnya mulia, karena tugas dan fungsinya sama seperti mubaligh atau da’i. Jika tugas seorang mubaligh atau da’i mengimbau atau mengajak umat dengan menyampaikan pesan-pesan agama, yang dalamnya juga terkandung sifat menghibur, memberikan informasi bahkan mempengaruhi, maka wartawan juga berfungsi sebagai penyampai informasi guna mencerahkan masyarakat dalam berbagai hal termasuk masalah agama.. Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. (QS al Baqarah: 25). Ayat ini sangat mendukung fungsi pers yakni; menyiarkan informasi (to inform) sebagai fungsi pers yang utama. Kemudian fungsi mendidik (to educate), pers adalah sebagai sarana pendidikan massa (massa education), majalah dan surat kabar memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Sedang fungsi ketiga adalah menghibur (to entertain). Bahwa surat kabar sering memuat hal yang bersifat menghibur untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel yang berbobot. Sedang keempat, pers mempunyai fungsi mempengaruhi (to influence), fungsi inilah yang menyebabkan pers memegang peranan paling penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam konteksi inilah dituntut seorang wartawan harus profesional, sehingga mampu melaksanakan dan menjalankan tugasnya dengan baik sebagaimana fungsi pers. Apalagi dalam kondisi bangsa Indonesia yang saat ini sedang mengalami penyakit krisis moral, keberadaan seorang wartawan ditutut bukan hanya mampu sebagai pengajar melalui informasi yang disampaikannya, tapi juga adalah sebagai pendidik. Artinya, jika seorang wartawan sudah memberikan pengajaran dengan berita atau tulisan yang ditampilkannya melalui media masa baik cetak mau-pun elektronik, sosoknya juga harus mampu sebagai pendidik yakni harus menjadi contoh di tengah-tengah masyarakat. Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu

Oleh H. Erwan Effendi

membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?(QS alBaqarah:44). Namun, di lapangan banyak kita temui bahwa seorang wartawan hanya baru sampai pada tingkat pengajaran. Dirinya setiap saat memberikan saran dan pendapat serta imformasi tentang kebaikan bahkan bersikaf amar ma’ruf nahi mungkar kepada pembaca. Akan tetapi, itu semua hanya pada tataran perkataan, belum sampai menyentuh pada tahapan implementasi. Padahal, yang paling baik itu jika seorang wartawan bisa menyamakan perkataannya dengan perbuatannya sebagaimana ayat Allah di atas. Sebab, jika sudah sampai pada tahapan implementasi dari apa yang disampaikan, maka derajat wartawan bersangkutan tidak hanya mulia di sisi Allah, akan tetapi juga di sisi manusia dihormai dan disegani. Secara sederhana amanah dapat diartikan sebagai kepercayaan yang lebih berkonotasi kepada kepercayaan Tuhan. Komunikator dituntut untuk menjaga amanah. Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diinformasikan. Kemudian sifat jujur dalam Al-Qur’an dikenal dengan istilah siddiq yang secara harfiyah artinya benar. Dalam konteks komunikasi Islam, berbohong merupakan sifat tercela sebab dapat menyesatkan individu dan masyarakat. Kemudian keakuratan informasi, bahwa informasi yang disampaikan haruslah benar-benar akurat, setelah diteliti secara cermat dan seksama. Dalam hal ini, wartawan harus senantiasa bersikap teliti dan hati-hati dalam menerima informasi, sehingga tidak merugikan dirinya dan orang lain. Firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada mu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan mu itu. (QS al-Hujarat: 6). Bebas bertanggung jawab, bahwa komunikasi yang Islam, wartawan mempunyai kebebasan dalam menerima dan menyapaikan informasi, baik secara lisan, tulisan atau pun isyarat. Wartawan juga tidak dapat memaksakan kehendaknya agar pesan-pesan yang disampaikannya dapat diterima orang lain (pembaca). Namun, kebebasan yang diberikan untuk menerima dan menyebarkan informasi tersebut, harus dibarengi dengan rasa tanggung jawab. Dalam arti, informasi yang disampaikan haruslah benar, secara penyampaiannya juga benar serta dapat mewujudkan maslahat kehidupan manusia. Kritik membangun, dimana komunikasi yang bersifat membangun sangat ditekankan dalam komunikasi Islam. Kritik membangun yang disampaikan oleh wartawan atau pun komunikan, dapat menjadikan bahan untuk perbaikan pada masa depan, dan dapat menghindari pengulangan kesalahan. Hal ini diisyaratkan Allah SWT: Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mena’ ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS al-Asar: 1-2). Di samping tindakan wartawan yang disuruh dalam islam, ada juga yang dihindari yakni; mengutuk orang lain, memandang remeh orang lain, membocorkan rahasia orang, mengumpat, memuji berlebihan, memberi salam kepada orang kafir, bertengkar, mengucapkan kata-kata kotor, berbisik antara dua orang, dan berkata kafir kepada seorang muslim. Prinsip komunikasi islam juga harus ditanamkan kepada wartawan sebagai bagian dari kompetensi sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an dan hadis. Di antaranya ialah; dimana wartawan setiap bertemu nara sumber khususnya yang beragama Islam harus memulai pembicaraan dengan mengucapkan assalamu ‘alaikum, berbicara dengan bahasa yang lemah lembut, begitu juga ketika berwawancara dengan nara sumber sekalipun nara

sumber itu memarahi atau tidak senang kepada kita seperti antara lain ditegaskan dalam suroh alImran ayat 159 artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhi diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian menggunakan perkataan dan bahasa yang baik dan benar yang dapat menyenangkan. Perinsip ini didasarkan pada firman Allah: Dan katakanlah kepada hamba-hamba Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. (Q.S. 17; 53). Menyebut hal-hal yang baik tentang diri orang lain, sehingga mereka akan merasa senang. Hal ini akan dapat mendorong pembaca untuk melaksanakan pesan-pesan yang disampaikan. Menggunakan hikmah dan nasehat yang baik seperti yang difirmkan Allah: Seruhlah (manusia) kepada jalan Tuhan mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik. (Q.S. an-Nahal: 125). Berlaku adil dalam menyampaikan informasi sebagaimana firman Allah: Dan apa bila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu) dan penuhilah janji Allah. (Q.S. al-An’am: 152). Menyesuaikan bahasa atau pesan yang disampaikan dengan keadaan pembaca sebagaimana firman Allah: Seruhlah (manusia) kepada jalan Tuhan mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik. (Q.S. an-Nahal: 125). Ayat ini mengisyaratakan paling tidak adanya tiga tingkat manusia, yaitu kaum intelektual, masyarakat menengah dan masyarakat awam yang harus diajak berkomunikasi atau yang akan membaca informasi yang disampaikan wartawan. Kompetensi itu tidak hanya semata dalam menentukan kualitas dalam penguasaan teknik operasional wartawan, tapi juga harus diisi dengan perbaikan etika dan moral dan hal akan sangat sangat baik jika dikombinasikan dengan nilai etika dan prinsip komunikasi Islam.. ● Penulis adalah: Wartawan Waspada dan Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Komunikasi Islam IAIN-SU


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.