Buletin Sidogiri Edisi 66

Page 58

Adapun ulama yang mengesahkan pernikahan wanita hamil di luar nikah karena perempuan tersebut tidak dalam ikatan pernikahan atau iddah dengan laki-laki lain. zina: hukum pernikahan yang dilakukan, hukum me-wathi’ setelah menikah dan status anak yang dikandung. Meskipun hukum berkenaan dengan persoalan ini tidak terbatas pada tiga persoalan tersebut, tapi tiga persoalan inilah yang sering menjadi topik diskusi di beberapa tempat. Dari itu, hanya tiga persoalan ini yang akan dibicarakan dalam tulisan ini. Menyinggung pernikahan wanita hamil di luar nikah, Imam Nawawi alam kitab Raudhah-nya, menghukumi sah pernikahan wanita hamil di luar nikah (zina), tanpa ada khilaf ulama. Khilaf baru berlaku setelah pernikahan, yaitu boleh dan tidaknya menjimak istri hamil karena zina sebelum melahirkan anak yang dikandung. Akan tetapi, Ibn Hajar dalam fatwanya mengemukakan perbedaan ulama mengenai pernikahan wanita hamil di luar nikah. Hanya saja, kata Ibn Hajar, menurut pendapat yang benar (shahih)—demikian pula pendapat Abu Hanifah—pernikahan tersebut dihukumi sah. Adapun ulama yang mengesahkan pernikahan wanita hamil di luar nikah karena perempuan tersebut tidak dalam ikatan pernikahan atau iddah dengan laki-laki lain.

56

BULETIN SIDOGIRI.EDISI 66.SHAFAR.1433

Jadi, tidak alasan untuk tidak mengesahkannya. Mengenai kehamilan yang ada pada dirinya tidak mengharuskan untuk melakukkan iddah, karena iddah dengan menunggu kelahiran hanya diberlakukan ketika sperma yang ditanamkan melalui jalan yang benar (muhtaram). Maksud dari muhtaram adalah seperma yang dikeluarkan oleh pihak laki-laki dibenarkan oleh syara’, seperti melalui pernikahan atau terjadinya wathi’ syubhat (keliru pasangan). Ketika perempuan yang dibuahi sperma melalui dua cara tersebut ternyata hamil maka ia harus menjalani iddah sampai melahirkan. Adapun wanita yang hamil karena perzinahan tidak dihukumi muhtaram sehingga ia tidak perlu menjalani iddah karena kehamilannya. Sekarang, jika mengikuti pendapat yang menghukumi sah, bagaimana hukum menggauli (wathi’) isteri yang sedang hamil sebelum melahirkan? Menurut pendapat yang shahih, sebagaimana Imam Nawawi dan Rafi’i, me-wathi’ istri yang hamil sebelum nikah adalah boleh. Imam Rafi’i mengatakan, kehamilan sebab zina tidaklah mulia (hurmah), sehingga jika wathi’ dilarang tentunya pernikahannya pun juga dilarang sebagaimana kasus dalam wathi’ syubhat. Pendapat lainnya, seperti Ibn al-Haddad dari kalangan madzhab Syafi’i tidak memperbolehkan menggauli istri yang hamil sebab zina. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Dawud adz-


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.