UKPM KRONIKA JURNAL EDISI 2

Page 1

Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 i


iiVol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

JURNAL KRONIKA Jurnal Ilmiah Mahasiswa Volume 1, No. 2 Juli-Desember 2014 JURNAL KRONIKA adalah jurnal ilmiah yang ditulis oleh anggota UKM Kronika dan mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro yang dikelola oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kronika, salah satu unit kegiatan mahasiswa yang terdapat di kampus STAIN Jurai Siwo Metro.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 iii

SUSUNAN REDAKSI Penanggung Jawab: Hemlan Elhany, M.Ag Redaktur: Saiful Ansori Penyunting: Imam Mustofa, M.Si Didik Kusno Aji N, M.Si Suhairi, S.Ag, MH Wahyu Setiawan M.Ag Editor: Ahmad Surya Atmaja Sekertariat: Muhammad Ridho Kahfi Anwari Nita Karlina Tata Letak dan Desain Cover: Bambang Wahyudi Tata Usaha: Imam Solihin

Alamat Redaksi: Gedung UKM Lantai 2 Kampus STAIN Jurai Siwo Metro, Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Iringmulyo Metro Timur 34111 Email: kronikanews@ymail.com, web: kronikastain.com Telp: 0877-9889-5842


ivVol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

DAFTAR ISI Susunan Redaksi Daftar Isi Pengantar Redaksi Aprina Chintya: 117 Mewujudkan Lingkungan Kampus Yang Islami Muadil Faizin: 135 Kota Metro Sebagai Kota Pendidikan Isnaini Fungki Ardiyati: 149 Studi Komparatif Perlindungan Anak Menurut Fiqih dan Hukum Positif

Eko Andika: 185 Peranan Baitul Maal Wattanwil (BMT) sebagai Alternatif Pengentasan Kemiskinan (Studi terhadap Upaya Baitul Maal Wattanwil (BMT) dalam Menumbuhkan Kemandirian Ekonomi Masyarakat)

Akhmad Junaedi: 205 Analisis Pendapat Madzhab Hanafi Tentang Wanita Menikah Tanpa Wali dalam Kitab Al-Mabsuth


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 v PENGANTAR REDAKSI Jurnal ilmiah mahasiswa KRONIKA merupakan jurnal yang menjadi wadah kreasi ilmiah bagi mahasiswa STAIN Jurai Siwo Metro. Jurnal Volume 1, No. 2 Juli-Desember 2014 ini terdapat 5 tulisan dari mahasiswa berbagai prodi. Lahir dari gagasan pengurus UKM Kronika yang ingin memiliki produk penerbitan ilmiah yang selama ini di STAIN belum ada jurnal ilmiah khusus mahasiswa. Pada Tahun 2014 ini terdapat 2 Volume yaitu No. 1 Januari-Juni dan No. 2 Juli-Desember 2014. Pedoman penulisan dalam jurnal ini redaksi menggunakan format penulisan jurnal yang ditetapkan oleh tim jurnal Akademika yang dikelola oleh P3M STAIN Jurai Siwo Metro. Sehingga mudah dibaca dan dimengerti karena bahasa yang lugas dan padat serta ilmiah. Proses pengumpulan naskah dilakukan oleh tim dengan mengajak dan mengadakan kompetisi menulis jurnal kepada mahasiswa STAIN dan terseleksi 5 tulisan yang menurut tim penilai layak untuk diterbitkan. Kelima naskah tersebut membahas dengan tema yang berbeda-beda dari berbagai keahlian dan studi penulis. Nasakah yang pertama ditulis oleh Aprina Chintya dengan judul Mewujudkan Lingkungan Kampus yang Islami. Naskah selanjutnya oleh Muadil Faizin tentang Metro sebagai Kota Pendidikan. Disusul oleh penulis ketiga yaitu Isnaini Fungki Ardiyati, ia membahas tentang Studi Komparatif Perlindungan Anak Menurut Fiqih dan Hukum Positif. Penulis yang keempat yaitu Eko Andika dengan judul Peranan Baitul Maal Wattanwil (BMT) Sebagai Alternatif Pengentasan Kemiskinan (Studi Terhadap Upaya Baitul Maal Wattanwil (BMT) dalam Menumbuhkan Kemandirian Ekonomi Masyarakat). Dan yang terakhir ditulis oleh Akhmad Junaidi tentang Analisis Pendapat Madzhab Hanafi tentang Wanita Menikah Tanpa Wali dalam Kitab Al-Mabsuth.


viVol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Para penyunting dalam jurnal ini terdiri dari pembina dan staf ahli UKM Kronika yaitu Imam Mustofa, M.Si, Didik Kusno Aji N, M.Si, Suhairi, S.Ag, MH, Wahyu Setiawan M.Ag . Kami selaku tim penyusun sangat berterimakasih atas kerjasama dan dukungan dari pembina, penanggungjawab dan para penyunting, karena berkat kerjasama tersebut jurnal ini dapat diterbitkan dengan baik. Semoga uraian dari berbagai hasil penelitian ini dapat menjadi pemecahan masalah yang muncul dalam kehidupan mahasiswa dan masyarakat masa kini, khususnya yang terkait dalam tulisan ini. Amin.

Metro, November 2014

Redaksi


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 vii PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN *tolong dibuatkan dari percetakan



Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 117

REVITALISASI NILAI-NILAI KEISLAMAN: SEBUAH UPAYA MEWUJUDKAN KAMPUS ISLAMI Oleh: Aprina Chintya ABSTRAK

Seiring waktu, budaya dan nilai-nilai Islam terkikis kali. Budaya Timur yang sebelumnya memuji dan bangga, kini menjadi terkikis dan bergeser posisinya dengan budaya Barat. Tidak hanya nilai-nilai budaya semakin hilang, cara berpikir dan ideologi bangsa ini semakin bingung. Kami diperlakukan dengan hedonisme dan sekularisme bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Masalah utama dari penelitian ini adalah bagaimana nilai Islam yang berlaku di perguruan tinggi Islam di Indonesia. Penelitian ini bertujuan dalam menggambarkan nilai Islam di seluruh perguruan tinggi Islam di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam hich data yang diperoleh dengan observasi dan Dokumentasi. Penulis menggunakan metode studi kasus dengan penulis sebagai peserta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk membawa nilai Islam di perguruan tinggi Islam, perlu compromy oleh kuliah, mahasiswa dan pemangku kepentingan. Kita juga harus terus dengan universitas lain, seperti Universitas Al-Azhar, Islam Madinah University, dan Internatioanal Islam Universiy Malaysia (IIUM). Kata kunci: Islam Islam perguruan tinggi, nilai, mahasiswa, kuliah. A. PENDAHULUAN Seiring berkembangnya zaman, budaya dan nilai-nilai keislaman yang ada semakin tergerus zaman. Kebudayaan Timur yang sebelumnya disanjung-sanjung dan dibanggakan, kini menjadi terkikis dan tergeser kedudukannya oleh budaya Barat. Tidak hanya nilai-nilai budaya saja yang kian hilang, cara berfikir dan ideologi bangsa ini pun semakin tak tentu arah. Kita disuguhi hedonisme dan sekulerisme yang bertolak dengan nilai-nilai keislaman. Ajaran Islam yang seharusnya ditegakkan dan dijadikan acuan dalam segala aspek kehidupan manusia, kini tergeser dengan perkembangan zaman yang membawa umat Islam


118Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

justru jauh dari ajaran agama Islam. Gaya berpakaian dan hijab yang stylish, modis, dan gaya jilboobsjelas-jelas melanggar syari’at adalah satu dari sekian banyak contoh tergerusnya nilai-nilai keislaman, terutama di lingkungan kampus. Jika hal ini dibiarkan, maka kedepannya nilai-nilai keislaman akan semakin pudar bahkan hilang ditelan zaman. Bisa kita lihat bahwa pada dasarnya pendidikan merupakan jalan yang dapat kita tempuh sebagai pembelajaran dan pemberian nilai-nilai dasar kepada para penerus bangsa ini. Dengan kampus yang islami, pemimpin lembaga dan pengajar yang menegakkan nilai-nilai keislaman serta peraturan yang disiplin didalamnya, tentu akan menghasilkan output yang baik, yang mampu bertahan meksipun terus-menerus dihadapkan dengan budaya hedonisme dan sekulerisme. Tulisan ini hanya mengkritisi kondisi dan potret kampus Islam yang ada di Indonesia saat ini. Pemandanganpemandangan yang tidak islami, mulai dari pakaian, penampilan, pergaulan, kebersihan dan kurangnya pengamalan ilmu “menghiasi” kehidupan berbagai “kampus islam” tersebut. Atas dasar inilah, sebagai penulis saya ingin memaparkan dan menjelaskan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan lingkungan kampus yang Islami. Penelitian ini menggunakan metode case study, dimana sang peneliti secara mendalam akan mengeksplorasi kejadian, peristiwa, aktivitas, proses atau satu individu atau lebih. Dalam penelitian ini, dikumpulkan melalui metode observasi dan dokumenter dimana peneliti juga bertindak sebagai partisipan. Secara umum, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menghidupkan kembali nilai-nilai keislaman keislaman di lembaga perguruan tinggi islam. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan contoh bagaimana seyogyanya nilai-nilai keislaman diterapkan pada kampus islam. Bagi dosen diharapkan penelitian ini menjadi bahan bacaan yang mendorong dosen agar memberikan teladan yang baik bagi mahasiswa. Sementara itu, bagi lembaga, diharapkan


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 119

penelitian ini dapat menjadi acuan dalam membuat kebijakan mengenai cara berpakaian mahasiswa, larangan merokok, dan aturan-aturan lain yang diperlukan.

B. KAJIAN TEORI 1. Kampus Sebagai Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan islam di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, memiliki sejarah yang panjang, yaitu sejak agama itu diperkenalkan dalam kawasan tersebut. Sebagaimana di Timur Tengah, kajian keislaman di Indonesia pada awalnya diselenggarakan di masjid aatau mushala. Dengan kata lain, masjid atau mushala juga berfungsi menyelenggarakan pendidikan islam, yang semula berfungsi sebagai tempat ibadah shalat.1Ini menunjukkan bahwa para tokoh agama dan cendekiawan Indonesia saat itu benar-benar perduli terhadap pendidikan. Mendekati abad ke-20 M, barulah beberapa tokoh muslim Indonesia menggagas pendirian lembaga pendidikan tinggi yang focus pada pengkajian islam. Namun demikian, hingga tahun 1970-an minat pemuda muslim untuk melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah khususnya di Universitas Al-Azhar, tetaplah tinggi. Mulai tahun 1980-an, pemuda muslim banyak juga yang melanjutkan perkuliahannya di bidang keislaman di universitasuniversitas bertradisi barat. McGill University, Montreal, Kanada, adalah salah satu universitas yang terpenting sebagai tempat tujuan belajar mereka. Bahkan, para lulusannya telah memberikan kontribusi tersendiri bagi corak pemikiran islam di Indonesia, khususnya upaya menghidupkan kembali paham rasionalis yang pernah berkembang oleh paham Mu’tadzilah. Meski minat mahasiswa muslim untuk melanjutkan pendidikan di bidang kajian islam di luar negeri

dan Ervan Nurtawab, “Diskursus Keislaman di Lembaga Pendidikan TInggi: Kajian Islam di Sps UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”, dalam Tapis, Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2011, (Metro: Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STAIN Jurai Siwo Metro), h. 1 1Syarifuddin


120Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

sangat tinggi, perguruan tinggi agama islam di Indonesia tetap menjadi primadona.2 Perguruan tinggi agama islam di Indonesia pertama kali didirikan oleh persatuan guru agama islam (PGAI) pada akhir tahun 1940 di Padang, Sumatera Barat dengan nama Sekolah Islam Tinggi, dan Mahmud Yunus sebagai pimpinan pertamanya. Lembaga tersebut terdiri atas dua fakultas, yaitu Syari’ah dan Pendidikan Bahasa Arab. Pendirian perguruan tinggi agama ini bertujuan untuk mendidik kader muda islam agar menjadi ulamayang handal dalam membina umat islam. Lembaga ini berjalan lancar hingga tentara Jepang masuk ke kota Padang pada maret 1942. Kemudian pada tahun 1951, Yayasan Wakaf Perguruan Tinggi Islam Jakarta mendirikan Perguruan Tinggi Islam Jakarta, dengan Prof. Dr. Hazairin sebagai dekan pada ahun 1958. Pada tahun 1959, perguruan tinggi islam ini berubah nama menjadi Universitas Islam Jakarta (UIJ) dan memiliki dua fakultas, yaitu Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, dan Fakultas Ekonomi dan Perusahaan.3 Sejarah perguruan tinggi islam memang memakan waktu yang sangat panjang. Hingga saat ini, perguruan tinggi islam terus berkembang, dan jumlah mahasiswanya terus meningkat tajam. Keinginan pemuda-pemudi muslim untuk belajar dan mengkaji ilmu-ilmu keislaman nampaknya semakin besar. Pada dasarnya, kampus adalah daerah lingkungan bangunan utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua kegiatan belajar-mengajar dan administrasi berlangsung.4Kampus merupakan suatu komunitas intelektual. Sebagai orang Islam, tentu kita sangat mendambakan kampus islami. Yang dimaksud dengan kampus islami adalah kampus yang menerapkan nilai-nilai Islam, baik dalam segi muatan pendidikan, perilaku insan kampus maupun lingkungan. Hal ini tercermin dari 2Ibid. 3Ibid, 4Tri

tth), h. 226

h, 3 Rama K, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung,


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 121

paradigma dan perilaku civitas akademika kampus itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari.5 Jumlah lembaga pendidikan saat ini, memang banyak dan kita memang boleh bangga dengan banyaknya lembaga pendidikan tinggi yang ada saat ini. Ini merupakan salah satu bukti bahwa kita mulai sadar dan perduli akan pentingnya pendidikan. Tapi, apakah kita merasa cukup dengan kuantitas kampus tanpa mengimbangi dengan kualitas dan nilai-nilai? Tentu jawabannya adalah tidak. 2. Tujuan dan Hakikat Pendidikan Islam Dilihat dari segi tujuan Islam diturunkan tidak lain adalah untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Tujuan tersebut mengandung implikasi bahwa Islam sebagai agama wahyu mengandung petunjuk dan peraturan yang bersifat menyeluruh, meliputi kehidupan duniawi dan ukhrawi, lahiriah dan batiniah, jasmaniah dan rohaniah.6 Ajaran-ajaran islam ini besifat kekal dan abadi dan dapat dijumpai dalam al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah banyak dikaji oleh para ahli.7 Sebagai agama yang mengandung tuntutan komprehensif, Islam membawa sistem nilai-nilai yang menjadikan pemeluknya sebagai hamba Allah yang bisa menikmati hidupnya dalam situasi dan kondisi serta dalam ruang dan waktu yang receptif (tawakal) terhadap kehendak Khaliknya. Kehendaknya seperti tercermin didalam segala ketentuan syari’at islam serta akidah yang mendasarinya. Ajaran islam tidak hanya menyediakan ajaran-ajaran komprehensif dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum agama (fiqh), dogma (tauhid), dan etika (akhlaq), akan tetapi juga dalam masalah-masalah yang berkaitan Kampus Islami di Indonesia,www.islamulia.com, pada 8 Maret 2012 diakses pada 6 April 2014 6 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 6 7Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 35 5Anonim,Mewujudkan


122Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

dengan hubungan manusia dan masalah-masalah keduniawian.8 Situasi dan kondisi, ruang dan waktu dimana umat manusia dapat menghayati dan mengamalkan kehidupannya sesuai dengan kehendak Khaliknya, meliputi aspek-aspek mental psikologis dan materiil-fisiologis. Suatu kehidupan yang bahagia dan sejahtera, rohaniah dan jasmaniah, didunia dan akhirat. Dalam segi kehidupan individual, kebahagiaan demikian baru tercapai bilamana ia dapat hidup berdasarkan keseimbangan (equilibrium) dalam kegiatan fungsional rohaniahnya disuatu pihak serta keseimbangan dalam kehidupan fungsional anggota-anggota jasmaniah dilain pihak yang mewujudkan suatu pola keserasian hidup dalam diri dan masyarakat serta lingkungannya secara menyeluruh. Keseimbangan dmeikian dalam istilah psikologi kepribadian disebut dengan homeostatika internal dan eksternal. Suatu pola kehidupan yang ideal yang bisa dicapai melalui proses kependidikan islam.9 Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, tujuan pendidikan islam pada dasarnya adalah memberikan pengajaran atau pemahaman terhadap ajaran-ajaran islam pada peserta didik dan membentuk keluhuran budi pekerti sebagaimana misi Rasulullah sebagai pengemban perintah menyempurnakan akhlak manusia, untuk memenuhi kebutuhan kerja.10 Pendidikan Islam diperlukan sebagai suatu upaya dalam pengembangan pikiran, penatan perilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini,

A.S. Hikam, Islam, Demokratisas, Dan Pemberdayaan Civil Society, (Jakarta: Erlangga, 1999), h. 23 9Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam.,h. 35 10Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 74 8Muhammad


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 123

serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya.11 Pendidikan, secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik untuk mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan sesuai dengan ajaran Islam, maka harus berproses melalui sistem kependidikan Islam, baik melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikuler.12 Suparlan menyatakan bahwa pendidikan sebagai satu sistem terdiri atas beberapa komponen yang masing-masing komponen mempunyai hubungan yang saling kait-mengkait, tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta saling pengaruhmempengaruhi, yang semuanya diarahkan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.13 Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas) dan pengalamannya.14 Dan keempat potensi esensial ini menjadi tujuan fungsional pendidikan islam. Oleh karenanya, dalam strategi pendidikan Islam, keempat potensi dinamis yang esensial tersebut menjadi titik pusat dari lingkaran proses kependidikan islam sampai kepada tercapainya tujuan akhir pendidikan yakni manusia dewasa yang mukmin atau muslim, muhsin, dan muhlisin mutakin.15 3. Potret Kampus Islam di Indonesia Di berbagai kampus (terutama kampus Islam) di Indonesia, tidak jarang kita menemukan para insan kampus HD, Islam & Aspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 241 12 M. Arifin, Ilmu Pendidikan.,h. 22 13Suparlan, dkk, PAKEM: Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Bandung: Gresindo, 2008), h. 18 14 Moh. Fadhil al Djamaly, Nahwa Tarbijjatin Mukminatin, (Tunis: matba’ah al-ittihad al-‘aam al-tunisiyah al-syghly, 1977), h. 85 15 M. Arifin, Ilmu Pendidikan., h. 23 11Kaelany


124Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

berperilaku tidak islami dalam aktivitas sehari-harinya. Mahasiswi yang mengaku dirinya muslim namun berpakaian bertentangan dengan syariat Islam seperti berpakaian ketat, tipis/transparan, menampakan aurat dan lekuk tubuh dan norak. Bahkan suka memakai blue jeans seperti orang laki-laki. Sedangkan mahasiswa berpenampilan dengan model rambut gondrong, memakai gelang dan kalung, berpakaian awutawutan, tidak beda dengan penampilan preman. Cara mahsisiwi dan mahasiwa berpakaian dan berpenampilan ala artis jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam. Begitu pula sering terjadi tawuran mahasiswa semakin mencoreng kampus yang notabenenya merupakan institusi pendidikan moral. Selain itu, pergaulan antara laki-laki dan perempuan juga sangat memprihatinkan. “Pergaulan bebas� mewarnai kehidupan di kampus, baik di kantin, taman, tempat parkir maupun ruang kuliah. Pacaran dan khalwat menjamur di mana-mana. Bahkan yang lebih memalukan, terjadinya kasus mesum (zina) justru di kampus yang notabenenya tempat pendidikan moral, yang dilakukan oleh oknum pasangan lawan jenis calon intelektual kita. Ini akibat percampuran (ikhtilath) antara laki-laki dan perempuan dalam satu ruang kuliah, sehingga batasan antara lawan jenis sulit dijaga. Hubungan akrab antara laki dan perempuan dianggap suatu hal yang wajar. Bahkan mereka tidak merasa malu dan canggung berboncengan ria dan mesra dengan lawan jenisnya yang bukan muhrim dengan sepeda motor, baik di dalam maupun di luar kampus. Suasana ini pun diperparah dengan fenomena insan kampus yang sibuk dengan aktivitasnya pada saat azan berkumandang, baik di kantin, ruang kuliah, maupun kantor. Mereka lebih rela meninggalkan panggilan shalat berjamaah daripada meninggalkan aktivitasnya tersebut. Padahal masjid atau mushalla terletak sangat berdekatan dengan lokasi aktivitas mereka. Selain itu, kondisi kampus yang tidak asri dan pemandangan kotoran binatang yang bertebaran di kawasan kampus serta toilet/WC yang jorok dan menebarkan bau yang tidak sedap semakin menambah kesan buruk citra


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 125

kampus kita. Padahal, kita tahu bahwa kesehatan adalah segala-galanya. Faktor kebersihan merupakan faktor terpenting dalam kesehatan. Bahkan para mahasiswa pun kerap mendengar pesan-pesan al-Quran dan Hadits tentang kewajiban menjaga kebersihan. Sayangnya, ilmu tersebut tidak diaplikasikan dalam realita kehidupannya. Inilah potret negatif kehidupan sebahagian besar kampus dan perguruan tinggi Islam di Indonesia yang terlihat tidak ada bedanya dengan kampus umum. Bahkan justru kampus umum yang lebih banyak menerapkan nilainilai ajaran islam. Sungguh memprihatinkan. Kalau begini kondisinya, mustahil kita mengharapkan mahasiswa menjadi sosok intelektual yang cerdas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi agama dan umat. Seharusnya, selain menjadi tempat menimba ilmu bagi mahasiswa, kampus juga tempat pembinaan akhlak. Mahasiswa diharapkan menjadi teladan yang baik bagi keluarga dan masyarakatnya. Pengetahuan yang diperoleh selama menimba ilmu di kampus diharapkan dapat diaplikasi dalam kehidupan mereka, bukan sekedar teori belaka. Persoalan lain, berkaitan dengan silabus mata kuliah yang kurang berkualitas, sehingga banyak mahasiswa yang tidak paham syariat dengan baik terutama persoalan aqidah. Sebagai “kampus islam” seharusnya lebih mengfokuskan kepada ilmu-ilmu syar’i secara mendalam, integratif dan konprehensif, terutama mata kuliah aqidah dan al-Quran sejak dari semester pertama sampai semester akhir. Agar mahasiswa memahami syari’at dengan baik dan menguasai ilmu-ilmu syar’i, sehingga melahirkan manusia yang cerdas di bidang imtak (iman dan takwa) dan imtek (ilmu dan teknologi). 4. Mencontoh Kampus Islami di Luar Negeri Untuk mewujudkan kampus Islami, maka ada baiknya kita bercermin kepada kampus-kampus terkemuka di negeranegara lain yang menerapkan nilai-nilai Islam. Sebagai contoh, kita ambil potret kehidupan kampus Universitas AlAzhar, Kairo-Mesir, Universitas Islam Madinah-Arab Saudi,


126Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

dan International Islamic University Malaysia (IIUM). Ketiga kampus merupakan kampus yang paling banyak diminati oleh umat Islam dari berbagai negara, karena pendidikannya yang berkualitas dan islami. Maka, sudah sepatutnya kita mencontohnya dan menerapkannya di kampus kita.16 Al-Azhar merupakan lembaga pendidikan islam yang telah dikenal sebagai universitas tertua didunia, yang sejak itu telah mengajarkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu agama seperti fiqih, Al-Qur’an, hadis, tasawuf, bahasa Arab, nahwu, sharaf, dan lain-lain. Sedangkan ilmuilmu umum yang diajarkan meliputi ilmu kedokteran, matematika, logika, sejarrah, dan lain-lain.17 Kampus al-Azhar merupakan kampus Islam yang tertua di dunia yang menerapkan sistem pendidikan berdasarkan nilai-nilai Islam. Silabus al-Azhar dibuat oleh para ulama yang sekaligus menjadi tenaga pengajar. Sistem perkuliahan diterapkan dengan memisahkan antara mahasiswa yang laki dengan yang perempuan. Kampus banin (laki-laki) terpisah jauh dengan kampus banat (perempuan). Begitu pula dengan asrama mahasiswanya. AlAzhar mewajibkan pula para mahasiswanya untuk berpakaian muslim/muslimah sesuai standar syar’i. Penguatan ‘ulum syar’iyyah (ilmu-ilmu keislaman) sangat ditekankan di al-Azhar. Mata kuliah Aqidah, Fiqh, Ushul Fiqh, Hadits, Tafsir, Akhlak dan Bahasa Arab menjadi skala prioritas dengan jam belajar yang banyak, baik di kampus agama maupun kampus umumnya. Mahasiswa diwajibkan menghafal al-Quran setiap tahunnya 2 juz bagi mahasiswa asing (ajaanib). Maka, untuk menyelesaikan studinya mereka harus punya hafalan minimal 8 juz, sedangkan mahasiswa yang berasal Mesir dan negara Arab lainnya wajib hafal 30 juz, apapun disiplin ilmunya. Maka jangan heran bila jebolan (alumni) Fakultas Kedokteran, Tehnik dan sebagainya dari kampus ini mampu menghafal 30 juz al-Quran. Itu sebabnya kampus al-Azhar sejak dulunya

Mewujudkan Kampus... Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 97 16Anonim,

17Abuddin


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 127

banyak melahirkan para ulama dan cendekiawan muslim yang handal dalam bidangnnya.18 Pemandangan kampus Islami seperti diatas juga kita jumpai di Universitas Islam Madinah. Kampus ini bahkan lebih ketat penerapan nilai keislamannya. Pada saat azan berkumandang, semua aktivitas belajar dan administrasi kantor berhenti total. Mahasiswa dan dosen diwajibkan shalat berjamaah di masjid atau mushalla setiap fakultas. Sistem perkuliahan dipisahkan antara laki dan perempuan. Selain kampus mereka yang berbeda, asramapun berjauhan. Aturan larangan merokok, musik dan lagu diterapkan, karena tidak sesuai dengan dengan syariat Islam. Begitu pula dengan aturan pakaian, mesti sopan dan islami. Pakaian dan penampilan insan kampus wajib sesuai dengan ketentuan syariat Islam, termasuk masalah kebersihan. Mahasiswa yang melanggar aturan akan dikenakan sanksi administrasi seperti teguran, pemotongan beasiswa bahkan bisa dipulangkan ke negerinya. Maka, suasana yang islami, bersih dan nyaman menjadi ciri khas kampus Universitas Islam Madinah. Kampus ini bebas dari asap rokok dan virus pacaran/khalwat. Di kampus ini pula kita tidak menemukan mahasiswa berpenampilan dan berpakaian preman yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti pakai gelang, kalung, anting, pakaian tidak islami, dan sebagainya. Perkelahian atau tawuran antara mahasiswa pun tidak pernah terjadi, terlebih lagi sikap tidak sopan terhadap dosennya. Tidak pula kita jumpai konser musik/lagu dan mahasiswa berboncengan dengan lawan jenisnya di dalam atau di luar kampus. Suasana islami ini sangat terasa, sesuai dengan denyut kehidupan kota Madinah yang islami. Silabus kampus Madinah dikonsep oleh para ulama besar yang pakar dalam bidangnya. Mata kuliah seperti Akidah, Tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh dan Bahasa Arab merupakan mata kuliah wajib dengan jumlah jam kuliah 4 SKS mulai dari tahun awal sampai tahun akhir secara komprehensif dan berkesinambungan. Disamping itu, 18Ibid.


128Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

mahasiswa diwajibkan menghafal al-Quran setiap tahunnya 2,5 juz. Untuk menyelesaikan studinya di kampus ini wajib hafal minimal 10 juz, kecuali Fakultas Tafsir 30 juz. Begitu pula pendidikan akhlak sangat ditekankan. Para dosen yang mayoritasnya para ulama senantiasa mendidik para mahasiswanya dengan nilai-nilai Islam dengan penuh keikhlasan dan sungguh-sungguh. Akhlak mereka yang mulia menjadi contoh bagi mahasiswa. Di luar waktu kuliah, mahasiswa sibuk menghadiri halaqah (pengajian) ilmu syar’i di masjid Nabawi atau di masjid lainnya yang diasuh oleh para ulama besar. Dengan hasil tarbiyah para ulama itulah, maka tidak mengherankan banyak alumni dari kampus madinah menjadi da’i dan ulama sekembali mereka ke tanah air masing-masing. Mereka menjadi sosok intelektual yang cerdas akal dan akhlak, mencintai ilmu dan para ulama.19 Begitu pula sistem pendidikan islami diterapkan oleh kampus Internatioanal Islamic Universiy Malaysia (IIUM). Meskipun ada percampuran laki-laki dan perempuan dalam ruang belajar, namun pergaulan mereka tetap terjaga dalam batas-batas tertentu. Tempat duduk laki-laki dan perempuan tetap diberi batasan. Sedangkan di luar ruang kuliah diterapkan model pemisahan antara laki dan perempuan, seperti pemisahan asrama yang berjauhan, komplek olah raga, kolam renang, tempat duduk di pustaka, ruang internet dan IT, dan sebagainya. Untuk mendukung kehidupan bersyariat di kampus, berbagai aturan pun diberlakukan, seperti larangan khalwat/pacaran, wajib berpakaian islami, dan larangan merokok di dalam kampus. Maka, banyak kita jumpai pamflet yang bertuliskan “no dating”, “no couple” dan “no smoking” di kawasan kampus. Itu sebabnya kita jarang menemukan mahasiswa yang merokok, berpakaian ala artis dan berboncengan naik sepeda motor dengan lawan jenisnya. Bagi yang melanggar aturan diatas akan dikenakan sanksi. Kebersihan dan keindahan kampus sangat diperhatikan.

19Ibid.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 129

Maka wajar bila kampus IIUM identik dengan suasana indah, bersih dan nyaman.20 Silabus kuliah IIUM merupakan konsep para ulama dari berbagai negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). Islamisasi pengetahuan (Islamization of knowledge) merupakan salah satu misi dari kampus ini, sehingga pengetahuan umum dapat bernuansa dan bersumber dari nilai keislaman. Halaqah al-Quran diwajibkan sebagai mata kuliah wajib, selain program tahfiz. Kampus yang mahasiswanya berasal dari lebih 90 negara ini menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar. Tanpa menguasainya, maka jangan berharap dapat diterima kuliah di IIUM. Dengan ketatnya persaingan yang ada, maka dapat dipastikan bahwa orang yang berada disana adalah orang-orang cerdas dan sangat disiplin.21 Baik di kampus Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir, Universitas Islam Madinah-Arab Saudi, dan International Islamic University Malaysia (IIUM), ketiganya merupakan Universitas yang sangat baik dalam hal penerapan nilai-nilai keislaman. Ketiganya dapat dijadikan sebagai contoh dalam mewujudkan lingkungan kampus yang sesuai dengan nilainilai keislaman. 5. Mewujudkan Lingkungan Kampus Yang Islami Jika kita ingin mewujudkan lingkungan kampus yang islami, maka kita tidak terlepas dari pendidikan islam, pemimpin lembaga pendidikan, pendidik dan mahasiswa. Pendidikan islam memegang pengaruh yang cukup besar dalam mewujudkan lingkungan kampus yang islami. Tidak hanya menekankan pada mahasiswa saja, pendidikan islam ini juga tentu ditekankan kepada dosen selaku para pengajar/pendidik yang menanamkan pendidikan islam itu sendiri, sekaligus memberi contoh yang baik (sebagai uswatun hasanah) kepada para mahasiswa. Dengan menanamkan pendidikan islam maka akan terbentuk individu-individu islami yang berakhlakul karimah, santun 20Anonim, 21Ibid.

Mewujudkan Kampus‌


130Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

dan rajin. Jika pendidikan ini sudah tertanam, maka tidak akan ada lagi hal-hal yang kurang baik akan dilakukan oleh dosen selaku tenaga pendidik/pengajar maupun mahasiswa. Pemimpin suatu lembaga pendidikan (ketua/rektor) juga memegangi peranan yang sangat penting dalam mewujudkan suatu lingkungan kampus yang islami. Pemimpin disini tidak hanya bertugas untuk memimpin, mengerahkan seluruh personil dan memanfaatkan seluruh sumber daya yang terdapat dilembaga pendidikannya untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan saja, melainkan juga pemimpin harus memiliki aqidah, ibadah serta muamalah yang lebih baik dibanding para personilnya, supaya dalam melaksanakan tugasnya dapat menjadi teladan bagi seluruh personil dan warga yang ada dilembaga pendidikannnya. Ia harus bisa menjadikan kampusnya sebagai kampus yang islami dengan cara memberikan teladan dan menanamkan pendidikan islam bagi mahasiswamahasiswanya. Ia harus adil, tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap bawahannya, karena hal ini akan mengundang kekecewaan dari berbagai pihak.22 Tak kalah pentingnya, untuk mewujudkan cita-cita mewujudkan lingkungan kampus yang islami, maka stakeholder juga harusditerapkan berbagai program kegiatan dalam mendorong upaya tersebut. Kegiatan-kegiatan seperti pembinaan keagamaan mahasiswa, yang meliputi kegiatan pembinaan baca Al-Quran, Pesantren Ramadhan, pembentukan karakter keislaman, menekankan mahasiswi untuk berbusana muslimah, dan lain sebagainya. Untuk tingkat dosen dan karyawan, hendaknya lembaga secara berkala mengadakan pembinaan dalam bentuk Pengajian Darul Arqam, pendalaman al-Islam, dan membiasakan menghentikan semua kegiatan ketika waktu azan tiba dan langsung mengerjakan shalat berjamaah.23

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 146-147 23 M. Irwan Ariefyanto, “Trade Mark Kampus Yang Islami�, www.republika.co.id Pada 8 Maret 2012 diakses pada 6 April 2014 22


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 131

Dalam kaitannya dengan pendidik dan peseta didik, maka pemimpin suatu lembaga pendidikan berkewajiban untuk meningkatkan mutu baik mutu tenaga pengajar, maupun mutu mahasiswa itu sendiri. Kewajiban membaca buku merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidik dengan mahasiswa. Bentuk kegiatan lain dapat dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas mutu pendidik salah satunya dengan mengadakan pelatihan yang diadakan oleh lembaga pendidikan itu sendiri.24 Namun, dibalik kemudahan dalam proses belajar mengajar tentu ada hambatan terutama dalam pengelolaan perguruan tinggi selain karena ketidakprofesionalan, yaitu kekurangan biaya. Inilah yang menyebabkan mutu beberapa perguruan tinggi kebanyakan bermutu rendah. Memang tidak semua perguruan tinggi yang bermutu rendah adalah seperti itu. Pada dasarnya itu disebabkan kurang diterapkannya profesionalisme dalam pengelolaan perguruan tinggi, termasuk kurang profesional pengurusnya.25 Pendidik memiliki tugas untuk mendidik dan mengajar. Pendidik atau dosen harus bisa menjadi pembaharu ilmu, menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran dan selalu memberikan nasihat dan ilmu yang dibutuhkan oleh para muridnya, dan yang tak kalah pentingnya pendidik harus memberikan teladan yang baik bagi para muridnya. Bila dosen telah melaksanakan tugasnya dengan baik, maka akan tercipta suatu lingkungan kampus yang islami, sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Yang perlu menjadi catatan bagi para pendidik adalah metode mengajar. Sebagaimana yang diungkapkan daradjat Zakiah: “Proses belajar mengajar sebagai program pendidikan yang terdiri dari interaksi dan komunikasi antar gur dan sumber belajar lainnya dengan murid. Salah satu faktor yang

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 118 25Ibid, h. 119 24


132Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

berpengaruh dalam proses belajar mengajar adalah cara penyampaian (metode) mengajar guru.�26 Jika pendidik menggunakan metode mengajar yang baik dan menyenangkan, maka mahasiswa sebagai peserta didik akan merasa nyaman dan mudah menyerap informasi yang disampaikan dosen selaku pendidik. Mahasiswa akan semangat dan termotivasi untuk belajar dengan giat. Oleh karena itu, seorang pendidik seyogyanya menggunakan berbagai tekhnik mengajar, sehingga ia dapat menemukan metode mengajar mana yang tepat dan sesuai dengan peserta didiknya. Selain menggunakan metode mengajar yang tepat, pendidik juga hendaknya memiliki kelengkapan administrasi belajar yang baik. Kelengkapan administrasi ini adalah kelengkapan yang menunjang aktivitas belajar mengajar yang meliputi: silabus mata kuliah, absensi mahasiswa, alat tulis maupun kelengkapan-kelengkapan lain. Jika pendidik tidak memiliki kelengkapan administrasi ini, maka kegiatan mengajarpun menjadi tidak optimal. Selanjutnya, mahasiswa adalah kunci yang akan menentukan berhasil tidaknya pendidikan islam. Mahasiswa sebagai peserta didik harusnya memiliki keinginan yang kuat untuk menggali ilmu, bersikap hormat dan sopan kepada siapapun, rajin dan ulet baik dalam ibadah maupun belajar, menyayangi sesama dan juga mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang telah didapat. Jika antara pemimpin lembaga pendidikan, dosen dan mahasiswa ini telah berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka kehidupan kampus yang islami tentu akan terwujud. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kampus yang islami, diperlukan kerjasama dan kesadaran dari semua warga kampus untuk menjadikan kampusnya sebagai kampus yang islami dengan berbagai cara sebagaimana yang penulis tuliskan diatas.

26Daradjat

1992), h. 47

Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara,


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 133

C. SIMPULAN Semua kampus islam dan perguruan tinggi Islam di Indonesia, harus berupaya mewujudkan kampus islami di lingkungannya masing-masing. Mengingat label Islam yang dicantumkan kepada kampus-kampus tersebut mempertaruhkan nama Islam sebagai agama rahmatan li ‘alamin. Baik-buruknya gambaran masyarakat tentang kampus islam, tentu tergantung pada bagaimana lingkungan kampus tersebut. Syariat-syari’at Islam harus diterapkan dalam kehidupan kampus, demi tercipta kampus islami yang kita dambakan. Antara pemimpin lembaga pendidikan, dosen dan mahasiswa harus bersama-sama berupaya agar kehidupan kampus yang islami tentu akan terwujud. Pemimpin suatu lembaga pendidikan berkewajiban untuk meningkatkan mutu baik mutu tenaga pengajar, maupun mutu mahasiswa itu sendiri. Pendidik atau dosen bertugas mengajar dan harus bisa menjadi pembaharu ilmu, menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran dan selalu memberikan nasihat dan ilmu yang dibutuhkan oleh para muridnya, dan yang tak kalah pentingnya pendidik harus memberikan teladan yang baik bagi para mahasiswanya. Selanjutnya, mahasiswa sebagai peserta didik harusnya memiliki keinginan yang kuat untuk menggali ilmu, bersikap hormat dan sopan kepada siapapun, rajin dan ulet baik dalam ibadah maupun belajar, menyayangi sesama, berpakaian yang islami dan juga mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang telah didapat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kampus yang islami, diperlukan kerjasama dan kesadaran dari semua warga kampus untuk menjadikan kampusnya sebagai kampus yang islami dengan berbagai cara sebagaimana yang penulis paparkan diatas.


134Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 D. REFERENSI

Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2006 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2012 , Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: Rajawali Press, 2010 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994 Anonim,Mewujudkan Kampus Islami di Indonesia,www.islamulia.com, pada 8 Maret 2012 diakses pada 6 April 2014 Daradjat Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1992 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008 Kaelany HD, Islam & Aspek-aspek Kemasyarakatan, Jakarta: Bumi Aksara, 2000 M Irwan Ariefyanto, “Trade Mark Kampus Yang Islami”, www.republika.co.id Pada 8 Maret 2012 diakses pada 6 April 2014 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2011 Moh. Fadhil al Djamaly, Nahwa Tarbijjatin Mukminatin, Tunis: matba’ah al-ittihad al-‘aam al-tunisiyah al-syghly, Muhammad A.S. Hikam, Islam, Demokratisas, Dan Pemberdayaan Civil Society, Jakarta: Erlangga, 1999 Suparlan, dkk, PAKEM: Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Bandung: Gresindo, 2008 Syarifuddin dan Ervan Nurtawab, “Diskursus Keislaman di Lembaga Pendidikan TInggi: Kajian Islam di Sps UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”, dalam Tapis, Vol. 11 No.1 Januari-Juni 2011, Metro: Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STAIN Jurai Siwo Metro Tri Rama K, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Agung, tth


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 135

KOTA METRO SEBAGAI KOTA PENDIDIKAN Oleh: Mu’adil Faizin ABSTRAK

Memiliki visi yang menjadi sebuah kebutuhan semua pihak adalah salah satu jalan yang cukup baik untuk mempersatukan sebuah komunitas. Visi tersebut akan menjadi salah satu semangat bersama menuju perbaikan jika itu bisa berjalan dengan baik. Kota Metro dalam hal ini memiliki visi yang cukup bijak dan cerdas, visi yang berkaitan dengan keadaban yang bahkan semua pasti membutuhkanya yaitu kota pendidikan. Permasalahanya adalah bukan kepada kecepatan legalitas Kota Metro menjadi kota pendidikan, namun sesiap apakah Kota Metro Menjadi kota pendidikan dan kenyataan lapangan berbentuk seperti apa. Harus ada upaya-upaya Kota Metro untuk selalu mengawal visi tersebut. Upaya tersebut seperti; pertama, menyatukan visi antara pemerintah kota, warga, institusi pendidikan dan yang lainya dalam mensukseskan visi kota pendidikan. Kedua, yang perlu dilakukan Kota Metro adalah mensinergikan kebijakan-kebijakan pembangunan kepada visi kota pendidikan. Dengan kata lain fokus terhadap pembangunan yang mendukung berjalanya visi. Ketiga, menjaga program kerja agar dapat berjalan dengan baik secara maksimal. Perlunya peningkatan advokasi dan penjagaan yang serius terhadap program kerja yang sudah mengarah pada visi kota pendidikan. Keempat, menjaga lingkungan agar terhindar dari wacana atau pengaruh yang tidak memiliki substansi kepada visi kota pendidikan. Kelima, menginovasi platform dan program kerja untuk mengakomodir pendapat dan mencari gagasan baru yang lebih baik. Jika kelima langkah solusi tersebut dapat dijalankan maka Kota Metro memiliki potensi yang lebih besar untuk menjadi kota tersohor kualitasnya sebagai kota pendidikan. Kata kunci: Kota, visi, keadaban, langkah


136Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

A. PENDAHULUAN Hari Sabtu tanggal 22 Desember 2012 menjadi hari yang sangat istimewa bagi Kota Metro karena pada tanggal tersebut dilakukan pencanangan Kota Metro sebagai Kota Pendidikan inklusi. Pencanangan dilakukan di depan Rumah Dinas Wali Kota Metro dalam bentuk penandatanganan Prasasti oleh Gubernur Lampung Sjahroedin SZP. Tanggal tersebut merupakan salah satu catatan sejarah Kota Metro. Sebuah kepatutam bagi kita masyarakat Kota Metro untuk selalu mengingat dan mendukung keberjalanan program Kota Metro sebagai Kota Pendidikan. Ada baiknya juga kita mengingat pernyataan Ketua DPD RI Irman Gusman. “Ini baik sekali, apalagi saat ini kita ingin ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan.” Komentarnya tentang visi Kota Metro sebagai kota pendidikan saat setelah berkunjung di Aula Pemerintah Kota Metro pada tanggal 27 Januari 2012.27 Menjadi sebuah motivasi yang memiliki cita rasa berbeda pada saat itu bagi kami mahasiswa Kota Metro ketika melihat keresmian Kota Metro sebagai kota pendidikan inklusi. Visi yang cukup lama dihembuskan dan akhirnya mendapati legalitas secara struktural kepemerintahan. Restu kepemerintahan yang bukan hanya restu secara emosional keramahtamahan namun restu struktural secara kebijakan. Kami mahasiswa Kota Metro memandang hari tersebut menjadi hari yang sangat bersejarah dan cukup bermakna. Bergulir dari generasi ke-generasi kami mahasiswa mendiskusikan dan mengkaji secara keilmuan tentang visi Kota Metro sebagai kota pendidikan yang kemudian akan sering disebut sebagai visi unggulan inklusi Kota Metro. Pada saat itu kami merasa akan ada hembusan semangat baru untuk mendukung visi tersebut dengan berbagai upaya dan kacamata yang barangkali berbeda-beda, namun tetap memiliki 27“Metro

dinilai Cocok sebagai Kota Pendidikan”www.tribunlampung.co.id pada 27 Januari 2012 diakses pada 30 Mei 2013.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 137

tujuan kontribusi yang sama. Ada banyak pernyataan yang mengarahkan bahwa Pemerintah Kota Metro perlu mengkaji setiap kebijakan kekinianya demi mendukung visi tersebut. Sampai saat ini, penulis sendiri menganggap perlu adanya pengkajian ulang visi Kota Metro sebagai kota pendidikan melihat garis besar aspek etika pebangunan dalam kebijakan daerah. Upaya tersebut merupakan salah satu langkah pelipurlara setelah melihat fenomena nyata Kota Metro. Betapa tidak, kita akan merasa miris ketika melihat ada banyak anak-anak diusia yang seharusnya menjalani tingkat wajib pendidikan namun justru harus mengais kehidupan di pinggirpinggir jalan, selain itu tak sedikit siswa-siswi Kota Metro yang berada di keramaian kota secara terang-terangan merokok, nongkrong dan berpacaran usai jam sekolah atau bahkan pada saat seharusnya masih jam sekolah. Maka perlu adanya pengkajian ulang visi tersebut dengan melihat aspek etika pembangunan dalam kebijakan daerah sebagai upaya memperbaharui semangat perwujudan yang lebih optimal Kota Metro sebagai kota pendidikan. B. KAJIAN TEORI Sejatinya kota pendidikan adalah kota yang memiliki perhatian lebihterhadap pendidikan jika dibandingkan dengan kota yang tidak memiliki visi unggulan “pendidikan�. Berangkat dari kaidah sederhana ini, maka realisasi dan pengejawantahan dari kota pendidikan adalah kota yang memiliki perhatian lebih atau menitik tekankan tehadap hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan berbagai hal yang dapat memajukannya. Tak hanya berkaitan dengan sarana dan prasarana seperti gedung dan bangunan yang memadai, namun juga tenaga pendidik yang kompeten dan terspesialisasi pada bidang yang di ampu, bukubuku yang mendukung pengetahuan dan kapasitas dari peserta didik di luar pengetahuan yang diperoleh indoor (didalam kelas), dan peserta didik yang mempunyai motivasi tinggi untuk belajar


138Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

yang didorong oleh rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Setidaknya keempat unsur dalam pendidikan ini, merupakan suatu sistem yang terintegrasi satu dengan yang lain juga harus berjalan seiring sejalan serta saling memberikan keseimbangan pada prosesnya. Bukan merupakan sebuah kepatutan, jika unsurunsur tersebut saling terpisah, tidak saling mendukung satu sama lain. Ambil sebuah contoh saja, ketika sebuah institusi pendidikan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai. Gedung tempat belajar dengan kualitas terjamin, tenaga pengajar yang profesional, didukung dengan buku-buku yang memadai dan layanan internet yang sudah tersedia. Namun di lain sisi, peserta didik tidak punya motivasi belajar maka output yang diinginkan kurang sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal kependidikan, perihal peningkatan kualitas pendidikan menjadi pokok pembahasan yang tidak berujung dan selalu menjadi permasalahan untuk diperdebatkan oleh pelaku pendidikan. Hal tersebut dikarenakan tidak terjaminya kesiapan dalang maupun pelakon pendidikan yang berawal oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Misalnya dalam hal kebijakan pemerintah menaikkan nilai standarisasi kelulusan siswa setiap tahunya. Kenaikan standarisasi kelulusan ini seakanakan menjadi monster yang sangat menakutan bagi siswa maupun guru yang tidak memiliki kesiapan mental terhadap kemampuan mereka.28 Tak bisa kita pungkiri perihal pendidikan selalu berkaitan dengan mental dan rasa percayadiri. Maka dalam mengambil kebijakan pendidikan, penting juga melihat aspek kesiapan beserta cara mempersiapkanya. Dalam hal ini Kota Metro untuk mewujudkan visi kota pendidikan, perlu adanya kesiapan mental baik bagi masyarakat setempat, institusi yang bersangkutan dan pemerintahan kota menyandang kota pendidikan tersebut. Demi M.Joko Susilo, Pembodohan Siswa Tersistematis, (Yogyakarta: Pinus, 2009), h. 86. 28


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 139

mengantisipasi kecacatan visi tersebut oleh fenomena nyata yang ada pada Kota Metro saat ini. Jangan sampai saat Kota Metro tersohor di luar wilayah dengan visi kota pendidikanya namun fenomena nyata membuat pengamat kecewa dan menanyakan seberapa jauh kesiapan mental Kota Metro menyandang kota pendidikan tersebut. Menjadi sebuah kekecewaan yang membahayakan jika itu tidak diantisipasi, karena sejauh ini Kota Metro tercatat menjadi salah satu dari beberapa kota tujuan dalam menimba ilmu dengan peminat yang cukup banyak. Ada beberapa hal yang perlu Pemerintah Kota Metro lakukan demi perwujudan visi kota pendidikan berjalan dengan optimal dan maksimal, yaitu; 1. Membenahi Segi Karakter Mental Masyarakat Kota Metro Membicarakan sebuah masyarakat sosial, kita tidak bisa berlari jauh dari sebuah komunikasi yang diharapkan efektiv. Komunikasi yang harus berjalan dengan baik antara Pemerintah Kota Metro dengan masyarakat Metro dalam menyatukan visi kota pendidikan. Wacana atau percakapan dianggap sebagai produk dari proses interaksi, karena suatu realitas sosial tidak hadir serta merta secara objektif di luar pengaruh unsur-unsur sosial, melainkan terekontruksi melalui percakapan yang cenderung bersifat tatap muka diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses interaksi.29 Sering kita mendapati misalnya dalam sebuah tim, tidak akan bisa bekerja dan beriringan dengan baik ketika tim tersebut tidak bisa berkomunikasi dengan baik atau tidak menemukan satu sisi yang mereka bisa merasa untuk memperjuangkanya. Tentu ini juga terjadi pada satuan masyarakat sosial seperti kepemerintahan Kota Metro. Soyomukti, Komonikasi Politik, (Malang: Intrans Publishing, 2013), h. 59. 29Nurani


140Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Kekuasaan pada dasarnya bisa memaksa jika sebuah kepemerintahan merupakan wujud pribadi yang berfungsi untuk membentuk tatanan masyarakat yang seimbang, maka menjadi keharusan baginya untuk bersikap memaksa. Paksaan itu merupakan hasil kesepakatan rakyat yang menyerahkan kepemilikan umumnya jika diperlukan pemerintah untuk kepentingan umum. Setelah itu, pemerintah tidak berhak menuntut individu yang tidak terkait dengan kepentingan umum. Meski demikian, Rousseau tidak menyetujui jika penyerahan kewenangan rakyat pada penguasa adalah wujud penyerahan hak dan kebebadan belaka. Kontrak sosial bermakna penyerahan untuk mewujudkan kebebasan itu sendiri. Karena rakyat menyadari apa dan bagaimana seharusnya mereka hidup dalam tatanan sosial yang baik. Karena itu, penguasa perlu melakukan kontrak sosial yang berbentuk interaksi langsung. Hal ini ditujukan agar keputusan publik melahirkan kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama.30 Sebuah wilayah kepemerintahan tentu perlu adanya dialog publik yang mewacanakan dan mengkomunikasikan visi bersama daerah tersebut. Ada baiknya jika terdapat interaksi-interaksi yang akan membuat masyarakat sadar dan merasa bahwa visi tersebut perlu diperjuangkan bersama-sama karena dampak negativ maupun positivnya akan didapati secara bersama pula. Hal ini sejalan dengan teori Interaksionisme simbolik yang mana sangat menekankan arti pentingnya “proses mental� atau proses berpikir bagi manusia sebelum mereka bertindak. Tindakan manusia itu seharusnya sama sekali bukan stimulus-respons, melainkan stimulus-proses berpikir-respons. Jadi, terdapat variabel antara variabel stimulus dengan respons yang menjembatani yaitu proses berpikir atau pencerdasan bagi manusia.31 Fahri Hamzah, Negara,Pasar dan Rakyat, (Jakarta: Faham Indonesia,2010), h. 27. 31 Yesmil Anwar Adang, Kriminologi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 117. 30


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 141

Jika dalam masyarakat terdapat pihak yang belum bertindak sejalan dengan visi pemerintah kota maka perlu adanya pencerdasan dan pembentukan kesadaran pada masyarakat tersebut. Namun kesadaran tersebut tentu memerlukan sebuah proses komunikasi yang berkelanjutan. Sehingga masyarakat mengetahui kewajiban dan haknya dalam hal mewujudkan visi kota pendidikan.

2. Sinergisasi Pembangunan Kepada Visi Saat kita ingin memiliki lahan perladangan yang subur maka kita akan terpikirkan oleh pendistribusian bahan-bahan pertanian seperti; pupuk kimia, air atau pupuk kompos. Kita tidak akan mungkin secara spontan terpikirkan oleh bahan-bahan material seperti; besi, semen, kayu dan lain sebagainya. Maka sebenarnya jika kita menyadari pikiran alam bawah sadar kita yang terbentuk oleh hal-hal yang sudah biasa terjadi, memiliki keterkaitan dengan logika kebenaran pada kenyataan yang kita hadapi. Dan kita tidak boleh menyia-nyiakan kesadaran berpikir yang seperti itu. Pemerintah Kota Metro dalam hal pembangunan dan tata kota seyogyanya lebih peka terhadap kesadaran akan hal-hal yang bersifat sederhana seperti itu. Ada baiknya dalam mewujudkan visi kota pendidikan maka pembangunan dan tata kota lebih memperhatikan dan memfokuskan pada pendukungan pendidikan. Etika pembangunan sebuah kota akan menjadi lebih bermanfaat jika mengandung unsur pembangunan kebudayaan. Dalam hal ini Kota Metro sudah termasuk yang melakukanya. Karena Kota Metro memiliki visi kebudayaan atau bisa disebut keberadaban yaitu visi membentuk kota yang memiliki karakter pendidikan sehingga akan termashur dalam definisi kota pendidikan. Ada nilai-nilai tertentu yang mungkin kita harapkan, dan karenanya bisa dibentuk dalam suatu proses dialektis. Pertanyaanya kemudian adalah bagaimana hal itu dapat


142Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

terwujud? Pembangunan yang memberi ruang kebebasan manusia, pembangunan yang tidak hanya mampu mengejar pertumbuhan, kesejahteraan material, tetapi juga pembangunan yang melihat kebutuhan-kebutuhan di luar material, yang mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi semua.32 Jika pembangunan dimaknai sebagai perluasan ruang kebebasan manusia sehingga pembangunan harus mampu menghilangkan segala macam hambatan ke arah pencapaian kebebasan tersebut, maka pembangunan harus mampu memenuhi kebutuhan fisik dan psikis sekaligus. Dengan demikian, jika pembangunan gagal meraih tujuan-tujuan itu, maka pembangunan tersebut dinyatakan gagal. Tidak menjadi soal, apakah suatu pembangunan direncanakan oleh pemerintah (stateled development) ataukah dikendalikan oleh pasar (market-driven development). Penulis berpendapat perlu adanya pengkajian ulang dari semua program kerja pembangunan dan tata kota terhadap apa saja yang akan dibangun dan ditata di Kota Metro. Jangan sampai pembangunan tersebut tidak memiliki keterkaitan yang substansi terhadap visi kota pendidikan. Melihat fenomena nyata yang sekarang ini terjadi, Kota Metro juga bisa juga disebut kota usaha, karena ada banyak pembangunan-pembangunan yang bahkan diberi anggaran yang cukup besar atau mungkin jauh lebih besar mengarah pada perdagangan dan usaha jika dibandingkan dengan anggaran yang diperuntukan perihal pendidikan. Meski tidak secara langsung namun ini bisa menjadi batu sandungan bagi Kota Metro untuk mengenakan sandangan kota pendidikan secara utuh. Selain itu perlu adanya, pembatasan izin usaha bagi usahausaha yang tidak bersubstansi terhadap visi. Terlebih lagi jika usaha tersebut memiliki tempat yang justru strategis berdekatan

32

h.194.

Budi Winarno, Etika Pembangunan, (Yogyakarta: CAPS, 2013),


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 143

dengan lingkungan lembaga-lembaga pendidikan atau tempat beraktivitas para pelajar dan mahasiswa. Usaha-usaha seperti; karaoke, kave, atau rumah susun. Alangkah baiknya jika tempattempat tersebut jika merupakan sebuah toko buku, perpustakaan, atau layanan apa saja yang memiliki visi pendidikan. 3. Penjagaan Secara Maksimal Pada Program Yang Sudah Mengarah Kepada Visi Pendidikan Kota Metro dalam mewujudkan visi kota pendidikan, sudah cukup baik dalam berupaya dengan beberapa programnya. Dimana program tersebut sudah berjalan, hanya memerlukan dukungan dan optimalisasi daya dukung perwujudanya. Ada beberapa program Kota Metro yang jika bisa berjalan dengan baik akan membuahkan hasil yang baik saat ini, contoh seperti; alokasi jam belajar, dan rumah pintar di setiap kecamatan. Kedua program tersebut terhitung baik dan bermutu, akan tetapi kenyataan di lapangan belum bisa sepenuhnya sesuai dengan harapan. Mengenai alokasi jam belajar, tidak ada asas kepastian atau advokasi khusus untuk mengamankan dan pengamatan program tersebut berjalan, sehingga pmerintah kota belum tentu bisa memastikan berapa warga yang melaksanakan program tersebut dan berapa yang sering bandel dengan program tersebut. Begitu juga dengan rumah pintar, perlu adanya pendampingan atau penjagaan terhadap program tersebut sehingga rumah pintar di setiap kecamatan benar-benar terurus dan layak dimanfaatkan. Penulis berpendapat, ada baiknya jika setiap program yang sudah searah dengan visi kota pendidikan, selalu dikawal atau didampingi agar dapat berjalan dengan baik dan ada kejelasan secara realitas bahwa program tersebut penting maka pemerintah kot benar-benar memperhatikan berjalanya program tersebut. Ada beberapa contoh misalnya; mengadakan advokasi secara menyeluruh kepada seluruh warga terkait jam belajar oleh pihak yang ditunjuk pemerintah kota atau yang berwenang. Jadi semua rumah warga Kota Metro setiap jam belajar dalam beberapa


144Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

waktu diawasi atau dikunjungi oleh delegasi pemerintah kota, apakah itu Pol-PP atau pengurus RW atau yang lain. Kemudian rumah pintar, ada baiknya jika di rumah pintar tersebut ada beberapa petugas dari pemerintah kota yang bertanggung jawab menjaga sehingga setiap hari jika warga memiliki minat untuk berkunjung, dapat berkunjung dengan nyaman tanpa merasa ragu apakah rumah pintar tersebut dapat dimanfaatkan atau tidak, karena sejauh ini rumah pintar di setiap kecamatan lebih sering tertutup daripada terbuka pintunya. 4. Penjagaan Lingkungan Pendidikan Terhadap Karakter Selain Mengarah Pada Pendidikan Perhatian terhadap lingkungan juga perlu diperhatikan, karena jika kita membaca kembali perihal pendidikan, akan ada keterkaitan yang erat antara peserta didik dengan lingkungan sekitar. Psikologis seseorang akan sangat terpengaruh oleh karakter atau budaya tempat sekitar orang tersebut berada. Seperti halnya seorang anak dia akan menjadi pribadi yang sangat tempramen jika lingkungan sekitar yang dia sering berada juga terdapat orang-orang yang tempramen, atau terdapat gambar-gambar yang mengarah pada mengumbar amarah. Dalam hal ini Kota Metro perlu menyelamatkan kelurusan para peserta didik atau pendidik yang seyogyanya memiliki kepribadian yang sejalan dengan adab orang-orang terdidik. Maka sudah menjadi kewajaran jika pemerintah Kota Metro selektif terhadap reklame, gambar-gambar, bacaan, atau apa-apa saja yang akan sering dibaca oleh pihak yang diharapkan berkepribadian kependidikan. Ada baiknya jika wilayah sekitar institusi-institusi pendidikan di Kota Metro terdapat pemandangan yang searah dengan visi kota pendidikan, baik pemandangan yang sengaja diatur ataupun yang tidak sengaja, contoh kecilnya seperti; akan lebih baik jika sepanjang jalan Ahmad Yani yang mengarah pada mayoritas institusi pendidikan terdapat himbauan atau reklame


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 145

yang berbunyi “mari giat membaca, belajar dan berdo’a menuju kota pendidikan�, bukan justru terdapat iklan rokok atau iklan kongser band yang cukup jelas bahwa tidak ada kaitan secara substansial terhadap visi pendidikan. Terlebih lagi itu di sekitar pelajar dibawah umur, menjadi tamparan keras bagi pendidik yang berjuang agar anak didiknya tidak dewasa sebelum waktunya.

5. Inovasi Platform Dan Program Kerja Setiap manusia memiliki proses berpikir yang berbeda-beda, memiliki pendapat yang berbeda, dan tidak semua orang dapat memandang satu hal dengan pandangan yang sama. Sehingga tidak semua orang dapat menerima segala sesuatu utuh secara mentah tanpa proses berpikir.33 Penkonsolidasian pemikiran adalah salah satu pola mendasar yang menjadi sebuah solusi bagi orang-orang yang memiliki perbedaan berpikir. Pemikiran yang berbeda dengan thesis lalu dikomparasikan dengan antithesis maka akan menjadi konklusi yang baru bersifat inovatif. Dalam hal ini Kota Metro memerlukan proses yang lebih giat untuk memperbaharui atau menginovasi keterkaitan program kerja, kepentinganya, dan kenyataan di lapangan demi berjalanya program tersebut dengan baik atau akan membuahkan banyak orang yang mendukung dan merasa wajib melaksanakan program tersebut. Maka yang diperlukan adalah platform yang bisa menyatukan program kerja dan pelaksananya. Pemimpin yang baik sebenarnya tak memerlukan visi panjang kali lebar namun adalah sosok pembawa platform yang jelas. Platform dalam ilmu IT memiliki arti suatu unsur terpenting atau tempat untuk membawa software-software, misalnya windows xp adalah platform yang paling sederhana untuk pengguna komputer pemula. Maka semakin platform kita bentuk 33Nurani

Soyomukti, Komonikasi Politik., h.59.


146Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

memiliki kapasitas kerja yang baik dan jelas kerangka programnya, akan membuahkan hasil program-program yang bisa berjalan dengan baik dan bermanfaat. Platform akan membawa program-program yang sesuai dengan arah dan kerangkanya, sehingga tak hanya tujuanya yang jelas namun skala dan priodiknya dapat diperjelas. Potensi membuat program kerja yang baru selalu terbuka asalkan program tersebut bermanfaat dan memiliki publikasi yang optimal. Penulis berpendapat bahwa pasti akan ada banyak ide perbaikan jika saja semua orang yang berkecimpung dalam pendidikan diberi kesempatan untuk berdialog atau berdiskusi bersama. Selain menimbulkan rasa tanggungjawab namun adanya inovasi semakin memiliki potensi yang besar. Misalnya contoh; jika Kota Metro merasa terlalu berat dan berspekulasi yang besar terkait membuat toko buku, karena mustahil mendapatkan kontraktor yang hanya melihat visi tanpa melihat potensi kepastian laba. Maka dapat menjadi jalan keluar jika pemerintah kota bekerjasama dengan pelajar atau pemuda untuk menjadi agen penjual buku-buku secara online dengan blog atau situs masing-masing. Ini merupakan sebuah inovasi kecil yang menjadi jalan keluar juga upaya merangkul para pemuda dalam mewujudkan visi kota pendidikan, dan pasti masih ada banyak yang akan muncul menjadi solusi ketika banyak proses konsolidasi pemikiran. C. SIMPULAN Dari pembahasan yang sudah dipaparkan oleh penulis, kita bisa mengambil kesimulan bahwa sebenarnya Kota Metro sebagai kota pendidikan memiliki potensi yang cukup baik untuk bisa mensukseskan visi tersebut. Melihat sarana prasarana, minat kota tujuan menimba ilmu dan institusi pendidikan yang memiliki angka akumulatif cukup banyak. Namun dalam menjalankan program, menjaga berjalanya program, kefokusan perhatian, dan pengkaitan terhadap subjek-


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 147

subjek pendidikan yang terbilang kurang maksimal. Sehingga perlu adanya langkah-langkah yang akan menjadi solusi bagi perbaikan seperti dalam penjelasan. Memaksimalkan proses berjalanya program adalah hal yang lebih penting jika dibandingkan dengan proses membuat program, oleh sebab itu pemerintah Kota Metro memerlukan kerjasama dan penyatuan visi bersama dengan semua elemen masyarakatnya. D. REFRENSI Adang,Yesmil Anwar, Kriminologi, Bandung: PT Refika Aditama. Hamzah, Fahri, Negara,Pasar dan Rakyat, Jakarta: Faham Indonesia,2010. Susilo, M.Joko, Pembodohan Siswa Tersistematis, Yogyakarta: Pinus, 2009. Soyomukti, Nurani, Komonikasi Politik, Malang: Intrans Publishing, 2013. Winarno,Budi. Etika Pembangunan, Yogyakarta: CAPS, 2013.


148Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 149

STUDI KOMPARATIF PERLINDUNGAN ANAK MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF Oleh: Isnaini Fungki Ardiyati

ABSTRAK Anak adalah “buah hati sibiran tulang�demikian ungkapan masyarakat melayu dalam mengekspresikan begitu pentingnya eksistensi seorang anak anak bagi kelangsungan hudup mereka. Anak seyogyanya dipandang sebagai aset berharga suatu bangsa dan negara dimasa mendatang yang harus dijaga dan dilindunngi hak-haknya. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga tangan anak-anaklah kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan. Semakin modern suatu negara, seharusnya semakin besar perhatianya dalam menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak dalam rangka perlindungan. Perlindungan hukum bagi anak mempunyai spektrum yang cukup luas. Dalam berbagai dokumen dan pertemuan internasional terlihat bahwa perlunya perlindungan hukum bagi anak dapat meliputi berbagai aspek, seperti: perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak ,perlindunggan anak dalam proses peradilan, perlindungan anak dari segal bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan, pelacuran, pornografi, perdagangan, penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak dan melakukan kejahatan dan sebagainya. Kata kunci: Anak, Fiqih dan Hukum A. PENDAHULUAN Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti


150Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

digambarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.34 Tujuan pernikahan antara lain disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Rum ayat 21:  

Artinya: “Sebagian dari ayat-ayatku Allah yaitu Allah menjadikan dari diri kalian beberapa isteri dengan tujuan agar kalian bisa menjadi tenang dan kemudian aku Allah menjadikan pada kalian (suami isteri) saling menyayangi. Sesungguhnya demikian itu menjadi ayat bagi qaum yang berfikir.”35

Berdasarkan ayat di atas, tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. Hal tersebut sesuai dengan fitrah manusia yang selalu membutuhkan ketenangan. Selain tujuan yang tersebut dalam ayat di atas, pernikahan mempunyai tujuan lain yaitu: 1. Memperoleh ketenagan hidup yang penuh cinta dan kasih sayang (sakinah, mawadah wa rahmah), 2. Reproduksi (penerusan generasi), 3. Pemenuhan kebutuhan biologis (seks), 4. Menjaga kehormatan, 5. Ibadah.36 Berdasarkan pemaparan di atas, salah satu tujuan pernikahan adalah reproduksi. Dalam Islam sebagaimana dikenal menganjurkan agar memperbanyak keturunan dan me-makruhkan pembatasannya. Bahkan kita dapat temukan bahwa al-Quran

34

Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan 1, (Yogyakarta: Academia, Tazzafa, 2004), h. 18. 35 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Tafsir Al-Quranul Majid AnNuur, (Semarang, PT .Pustaka Riski putra, 2000), h.3168. 36 Ibid., h. 38.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 151

menilai anak itu sebagai hiasan hidup di dunia, yang mana ini adalah salah satu tujuan dari pernikahan.37

Al-Quran menjelaskan bahwa anak adalah amanah (suatu yang dipercayakan) sekaligus fitrah. Artinya anak sebagai amanah yang dititipkan pada orang tua untuk dijaga dan dipelihara kelangsungan hidupnya dengan sebaik-baiknya supaya dia tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang terdidik, bermoral dan mempunyai akhlaq yang paripurna (karimah).38 “Anak juga merupakan tunas, potensi dan generasi penerus citacita bangsa, memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara dimasa mendatang. Sebab dengan anaklah nama kita akan terus ada”.39 Al-Quran surat Al-Isra’ ayat 31 menjelaskan:  

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. Tafsir ayat di atas menjelaskan bahwa, anak dalam hal ini termasuk rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Allah melarang orang tua membunuh anaknya karena takut miskin, dan Allah menjanjikan akan memberi rezeki,karena hal itu menandakan sudah hilangnya rasa kasihan dalam hatinya, dan lagi anak-anak mereka sama sekali tidak memiliki kesalahan dan dosa.40

37

Abdullah al-Habsyi, et all, Hak-hak Sipil dalam Islam, (Jakarta: Al-Huda, 2005), h.61. 38 Gandhi Lapian & Hetty A. Geru, Trafiking Perempuan dan Anak, (Jakarta: Yayasan Obor, 2006), h. 106. 39 Abu Huraerah, Child Abuse, (Bandung: Nuansa,2007), h. 11. 40 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2004), h . 445.


152Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Anak mendapatkan jaminan perlindungan, baik dalam Fiqih maupun hukum positif. Hal ini menguatkan fitrah bahwa anak sangat membutuhkan perlindungan baik lahir maupun batin. Mengenai perlindungan anak dalam hukum positif, penulis mengacu pada Undang-undang perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2002. Alasan penulis mengacu pada Undang-undang ini karena Undang-undang ini memasukkan secara luas topik-topik yang semuanya sangat penting untuk keberadaan anak, hak-hak dasar anak atas lingkungan keluarga, pengasuhan yang sehat dengan kualitas pendidikan yang baik serta perlindungan dari keadaan yang membahayakan semisal pelecehan, perdagangan, penggunaan obat-obatan terlarang. Lebih jauh lagi, UndangUndang ini menyediakan perlindungan khusus bagi anak yang terjebak dalam keadaan khusus semisalanak-anak yang tengah berhadapan dengan hukum , pengungsi anak, anak-anak dari kelompok minoritas.41 Berdasarkan perlindungan dan jaminan dari aturan hukum di atas, maka mempunyai anak harus betul-betul direncanakan sesuai dengan kemampuan orang tuanya untuk memenuhi hak anak tersebut. Jangan sampai karena permasalah orang tua yang sampai menimbulkan perceraian, orang tua tega mengeksploitasi anak (melacurkan anak atau menjual anak) karena ketidakmampuan orang tua dan diterima anak dengan kepatuhan.42 B.

KAJIAN TEORI 1. Perlindungan Anak dalam Fiqih

Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge), tetapi dapat ditelaah dari sisi pandang sentralistis kehidupan. Sepertinya, agama, hukum dan sosiologi yang menjadikan

41

Komnas Perlindungan Anak, “Mengenal Lebih Dekat UU no. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak�, Jurnal, (Jakarta, 2006). 42

Gandhi Lapian & Hetty A. Geru., h.107.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 153

pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. 43

Pengertian anak menurut fiqih berbeda dengan pengertian anak yang dikemukakan bidang disiplin ilmu hukum, sosial, politik, dan hankam. Pengertian anak dalam fiqih yaitu anak merupakan amanah (petaruh) Allah yang wajib dilindungi baik lahir maupun batinnya.44 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6: Artinya:



“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu .” Ayat di atas memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu antara lain dengan meneladani Nabi dan peliharalah juga keluarga kamu yakni isteri dan anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu sekalian terhindar dari api neraka.45 Perlindungan anak, termasuk juga hak-hak anak adalah meletakan hak anak kedalam status sosial anak dalam kehidupan masyarakat sebagai bentuk perlindungan terhadap kepentingankepentingan anak yang mengalami masalah sosial. Perlindungan dapat diberikan kepada hak-hak anak dalam berbagai cara. Proses perlindungan anak tersebut sebagai proses educational terhadap ketidak pahaman atau ketidak mampuan anak dalam melakukan suatu tugas-tugas sosial kemasyarakatan. Perlindungan anak dapat diberikan dengan cara yang sistematis,

43

Maulana Hasan Wadong, “Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak”, (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 1. 44 Hasbi Ash Shiddiqy, Al Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), h 386. 45 M. quraish Sihab, Tafsir Al- Misbah Volume 14, (Jakarta:Lentera Hati, 2002), h, 326.


154Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

melalui serangkaian program, stimulasi, latihan, permainan dan juga pendidikan sekolah maupun bimbingan agama.46

Yusuf Qardlawi menjelaskan: Fiqih meletakan segala sesuatu baik berupa hukum, aturan dan perbuatan dalam porsinya secara adil mendahulukan hal-hal yang utama berdasarkan timbanga syar’i yang benar, sehingga tercapai tujuan syariat (maqosid asy- syari’at). Adapun tujuannya yaitu merealisasikan maslahah umat di dunia dan akhirat.47 Pengertian tentang maqosid as-Syari’ah mutlak diperlukan dalam rangka pengembangan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan menjawab persoalan-persoalan hukum. Maqashid as-syari’ah secara etimologi (bahasa) terdiri dari dua kata, yakni maqasid dan syari’ah. Maqashid, adalah bentuk jamak dari maqsủd, yang berarti “kesengajaan atau tujuan” Syari’ah. Secara bahasa berarti “jalan menuju air.”48Terkait dengan tujuan hukum Islam, Juhaya S. Praja menjelaskan bahwa tujuan-tujuan hukum Islam itu sesuai dengan fitrah manusia dan fungsi-fungsi daya fitrah manusia dari semua daya fitrahnya. Secara singkat fungsi tersebut untuk mencapai kebahagiaan hidup dan mempertahankanya. Para pakar filsafat hukuum Islam menyebutnya dengan istilah al-tahsil wa al-ibqa. Oleh karena itu, tujuan hukum Islampun al-tahsil wa al-ibqa atau mengambil maslahat serta sekaligus mencegah kerusakan yang biasa disebut jabl al-mashalih wa daf al-mafasid.49. Secara terminologis, dalam periode-periode awal, syari’ah merupakan al-nusus al-muqaddasah, dari al-Qur’an dan hadis yang mutawatir yang sama seklai belum 46

Maulana Hasan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000), h. 36. 47 Abdurahman Kasdi, Maqosid Syari’ah dan Hak Asasi Manusia (Studi Komparatif antara HAM Perspektif Islam dan Perundang-Undangan Modern, Jurnal,(Yogyakarta, 2001). 48 La Jamaa, Dimensi Ilahi dan Dimensi Insani dalam Maqosid AsySyari’ah, Jurnal, (Ambon, 2011). 49 Anas Rudiansyah, Pencatatan Perkawinan Menurut Teori Maslahah AlSyatibi, Jurnal, (Banjarbaru, 2013).


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 155

dicampuri oleh pemikiran manusia. Dalam wujud seperti ini syari’ah disebut al-tariqah almustaqimah. Muatan syari’ah dalam arti ini mencakup ‘amaliyah,khuluqiyah. Dalam perkembangan sekarang terjadi reduksi muatan arti syariah, dimana aqidah tidak masuk lagi dalam pengertian syariah.

2. Konsep Perlindungan Anak dalam Fiqih Istilah fiqih ada istilah yang disebut dengan hadhanah. Hadhanah berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti antara lain: pemeliharaan, mendidik, mengatur, mengurus segala kepentingan atau urusan anak-anak yang belum mumayyiz (belum dapat membedakan baik dan buruk sesuatu atau tindakan bagi dirinya). Hadhanah menurut bahasa bearti meletakan sesuatu didekat tulang rusuk atau pangkuan, karena ibu waktu menyusukan anaknya meletakan anaknya dipangkuanya, seakanakan ibu disaat itu melindungi anaknya damn memelihara anaknya sehingga hadhanah dijadikan istilah yang maksudnya “pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.”50 Ulama fiqih mendefinisikan hadhanah sebagai tindakan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupu perempuan atau yang sudah besar tapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikan, menjaganya dari sesuatu yang menyakitkan dan merusaknya, mendidik jasmani rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menhadapi hidup dan memikul tanggung jawab.51 Dasar hukum hadhanah (pemeliharaan anak) adalah firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 66:

50

Tihami dan Sobari Sahrani, Fiqih Munakat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h 215. 51 Ibid, h216.


156Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014





Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu .” Ayat ini memerintahkan orang tua untuk memelihara keluarganya dari api neraka denga berusaha agar seluruh anggota keluarga dapat melaksanakan perintah-perintah dan laranganblarangan Allah SWT, termasuk anggota dalam ayat ini adalah anak.52 Pemeliharan anak juga terdapat dalm firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 233:  Artinya: “Adalah kewajiban ayah untuk memberi nafkah dan pakaian untuk anak dan istrinya.”53 Mengasuh anak yang masih kecil hukumnya wajib, sebab mengabaikan berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil pada bahaya kebinasaan. Hadhanah merupakan hak bagi anakanak yang masih kecil, karena ini membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusanya dan orang yang mendidiknya. Dalam kaitanya ini, terutama ibunya lah yang berkewajiban melakukan hadhanah. Rasulullah SAW bersabda: “engkaulah ibu yang berhak terhadap anaknya.” 3. Jenis-jenis Perlindungan Anak a. Hukum dan Dasar Hukum Hadhonah 52

Ibid. h 326. Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), h.328. 53


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 157

Para ulama menetapkan bahwa pemeliharaan anak itu hukumnya adalah wajib, sebagaimana wajib memeliara selama berada dalam ikatan perkawinan. Mengasuh anak bagi ibu berlangsung selama masa pengasuhan, kemudian dialihkan kepada bapak setelah anak menjadi seorang yang mampu untuk mencukupi dari kasih sayang dan tanggung jawab ibu sepenuhnya.54 Adapun dasar hukumnya mengikuti perintah Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6:  

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Ayat di atas merupaka perintah untuk menjaga anggota keluarga (istri dan anak) dari api neraka, jarena mereka adalah tanggung jawabmu dengan membimbing dan mendidik mereka. Ayat ini walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka saja. Ayat ini tertujukepada perempuan dan laki-laki )ibu dan ayah).55 Ayat ini orang tua diperintahkan Allah SWT untuk memelihara keluarga dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarga itu melaksanakan perintah-perintah dan larangan–larangan Allah SWT, termasuk anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak.56 Untuk membiayai anak dan istri yang tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 233:

54

Amir Syafiuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Ungdang Perkawinan,(Jakarta: Kencana,2011), h. 328. 55 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010), h.326-327. 56 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2000), h.176.


158Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014



Artinya: “Adalah kewajiban ayah untuk memberi nafkah dan pakaian untuk anak istrinya.”. Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku selama ayah dan ibu masih terikat dalam tali perkawinan saja, namun juga berlanjut setelah terjadinya perceraian. b. Rukun dan Syarat Hadhonah Pemeliharaan atau pengasuhan anak itu berlaku antara dua unsur yang menjadi rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua yang mengasuh yang disebut hadhin dan anak yang diasuh madhun. keduanya harus memenuhi syarat yang ditentukan untuk wajib dan syahnya tugas pengasuhan. Setelah terjadinya perceraian dan keduanya harus berpisah, maka ibu atau ayah berkewajiban memelihara anakya secara sendiri-sendiri.57 Ayah dan ibu yang akan bertindak sebagai pengasuh disyaratkan hal-hal sebagai berikut: 1) Beragama Islam. Ini adalah pendapat yang dianut oleh jumhur ulama, karena tugas pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan yang akan mengarahkan agama anak yang akan diasuh. Kalau diasuh oleh orang yang bukan Islam dikhawatirkan anak yang diasuh akan jauh dari agamanya.58 Adb Rahman Qhazali mengatakan bahwa: Orang yang menjaganya perlu mempunyai rasa kasih sayang, kesabaran, mempunyai keinginan agar anak itu baik (saleh) dikemudian hari. Disamping itu harus memiliki syarat-syarat yang cukup untik melakukan tugas

57

Amir Syafiuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Ungdang Perkawinan, h.328. 58 Ibid.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 159

ini, dan yang memiliki syarat-syarat tersebut adalah wanita, tepatnya dalah ibu dari anak-anak. 59 2) Sudah dewasa. Orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan tugas yang berat ini, oleh karenanya belum dikenai kewajiban dan tindakan yang dilakukan itu belum dinyatakan memenuhi persyaratan. 3) Berfikir sehat. Orang yang kurang akalnya seperti idiot tidak mampu berbuat untuk dirinya sendiri dan dengan keadaan itu tentu tidak akan mampu berbuat untuk orang lain. 4) Adil dalam arti menjalankan agama secara baik, dengan meninggalkan dosa besar dan menjauhu dosa kecil. Kebalikan dari adil dalam hal ini adalah fasiq yaitu tidak konsisten dalam beragama. Orang yag komitmen agamanya rendah tidak dapat diharapkan untuk mengasuh dan memelihara anak yang masih kecil.60 c. Yang Berhak Melakukan Hadhonah

Seorang anak pada permulaan hidupnya sampai umur tertentu memerlukan orang lain untuk membantunya dalam kehidupanya, seperti makan, pakaian, memebersihkan diri, bahkan sampai pada pengaturan bangun dan tidur. Oleh karena itu orang yang menjaganya perlu mempunyai rasa kasih sayang, kesabaran, dan mempunyai keinginan agar anak itu menjadi baik (shaleh) di kemudian hari.61 Adapun dasar urutan orang-orang yang berhak melakukan hadhonah ialah: 1) Kerabat pihak ibu yang didahulukan atas kerabat pihak bapak jika tingkatanya dalam kerabat adalah sama. 2) Nenek perempuan didahulukan atas saudara perempuan karena anak merupakan bagian dari kakek, kerena itu nenek lebih berhak dibanding saudara perempuan.

59

Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, h.329. Amir Syafiuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Ungdang Perkawinan, h. 220. 61 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, h. 217. 60


160Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

3) Kerabat sekandung didahulukan dari kerabat yang bukan sekandung dan kerabat seibu didahulukan atas kerabat sebapak.

Dasar urutan ini adalah urutan kerabat yang ada hubungan mahram dengan ketentuan bahwa pada tingkat yang sama pihak ibu didahulukan atas pihak bapak. Apabila kerabat yang ada hubungan mahram tidak ada maka hak hadonah pindah kepada kerabat yang tidak ada hubungan mahram.62 d. Macam-macam Perlindungan Anak dalam Fiqih Pemeliharaan anak atau hadhonah sangat erat kaitannya dengan pemberian perlindungan terhadap anak. Dalam fiqih hadhonah yang barkaitan dengan perlinungan, dintaranya: 1) Perlindungan Agama Seorang pria dan wanita yang berjanji dihadapan Allah SWT untuk hidup sebagai suami istri bersedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu anak-anak yang akan dilahirkan, ini berarti calon ayah dan ibu siap bersedia untuk menjadi orang tua, dan kewajiban orang tua adalah mendidik anak-anaknya. Sebab anak adalah perhiasan dan amanah yang wajib dijaga dengan sebaik-baiknya.63 Firman Allah SWT dalam surat Al-kahfi ayat 46 menjelaskan:  

Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

62

Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, h.180-181. Astrida, “Peran dan Fungsi Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak” Jurnal, (banyuasin, 2009). h.2. 63


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 161

Ayat di atas paling tidak mengandung dua pengertian. Pertama, mencintai harta dan anak merupakan fitrah manusia, karena keduanya dalah perhiasan dunia yang dianugerahkan sang pencipta untuk hambanya. Penyebutan “harta” didahulukan atas “anak” dalam ayat ini karena harta lebih menonjol dalam fungsinya sebagai hiasan hidup, selain harta menjadi penolong bagi orang tua dan anak-anaknya dalam segenap waktu. Kedua, hanya harta dan anak yang shaleh yang dapat dipetik manfaanya. Anak harus dididik menjadi anak yang shaleh yang member manfaat bagi sesamanya.64 2) Perlindungan Fisik/ Kesehatan Seorang anak dirawat dan diasuh oleh kedua orang tuanya bertujuan agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Tumbuh kembang naak dilihat dari dua segi, yakni kesehatan dan keindahan. Islam sungguh telah menunjukan aturan keislaman bagi ibu untuk menunaikan pemberian susu kepada anaknya selama dua tahun (sempurna), Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqarao ayat 233: 

 

 

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan 64

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy, Tafsir al-Quran, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), h.2416.


162Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.�

Ayat di atas menjelaskan bahwa menyusui anak wajib hukumnya bagi para ibu, mengingat bahwa air susu ibu adalah sautama-utamanya air susu. Semua dokter berpendapat demikian. Anak terbentuk dari darah si ibu dikala si anak di dalam kandungan. Setelah anak lahir, darah itu berpindah kepada air susu yang menjadi makanan si anak. Air susu ibulah yang sangat berpadanan bagi makanan si anak. Secara lahiriah, bahwa wajib bagi ibu menyusui anaknya, kecuali jika ada udzur yang menghalangi seperti sakit dan sebagainya dan tiak nada halangan mencari pengganti aair susu ibu kalau tidak mendatangkan mudharat. Sebab, wajib di sini berdasarkan maslahat, bukan ta’abud (ibadat). Menyusui anak adalah hak ibu, karena si ayah tidak boleh menghalangi si ibu walaupun telah ditalak. Ayah wajib memberi makan dan pakaian yang cukup kepada ibu (isteri) yang menyusui dan dapat melayani kebutuhan anaknya dengan sebaik-baiknya. Ibu dan ayah mempunyai hak yang sama atas anaknya. Mereka dapat melepaskan anak dari penyusuan sebelum usianya cukup dua tahun atau sesudahnya, yaitu apa bila keduanya telah sepakat dan sama-sama rela (meridhai). Perlindungan fisik terhadap anak berawal dari adanya larangan aborsi, Berawal dari aborsi, janin si calon bayi tidak bisa mendapatkan haknya untuk hidup. Ulama Fiqih memberikan argument mengenai aborsi, yaitu: Mengenai hukum aborsi yang disengaja para ulama sepakat melarang atau mengharamkan aborsi setelah ditiupkan ruh pada janin (setelah usia kandungan 4 bulan atau 120 hari). Sebelum usia tersebut para ulama berbeda pendapat:


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 163

a. Menurut ulama Hanafiyah diperbolehkan menggugurkan kandungan yang belum berusia 120 hari, dengan alasan bahwa sebelum janin usia 120 hari atau 4 bulan belum ditiupkan ruh. Dengan demikian kehidupan insaniyah belum dimulai. Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat makruh apabila pengguguran tersebut tanpa udzur, dan jika terjadi pengguguran maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan dosa. b. Madzhab Malikiyah mengharamkan aborsi sejak terjadinya konsepsi atau bertemunya sel telur dengan sperma di rahim ibu. Sebagian ulama Malikiyah lainnya berpendapat bahwa dimakruhkan aborsi ketika usia kandungan 40 hari. Dan apabila telah mencapai usia 120 hari (4 bulan), maka haram hukumnya melakukan aborsi.

c. Pendapat yang sama dengan ulama Malikiyah dikemukakan oleh al-Ghazali dan ulama Dhahiriyah yang mengharamkan aborsi sejak masa konsepsi. Dan menurut al-Ghazali mutlak keharaman tersebut. d. Madzhab Syafi’iyah berpendapat dimakruhkan aborsi ketika usia kandungan belum sampai 40 hari, 42 hari atau 45 hari. Disamping itu, ulama Syafi’iyyah juga mensyaratkan adanya kerelaan kedua belah pihak. Dan apabila usia kandungan lebih dari 40 hari, maka hukumnya haram. e. Menurut Romli, diperbolehkan aborsi sebelum ditiupkan ruh dan dilarang ketika usia kandungan 120 hari atau telah ditiupkan ruh. f. Menurut Madhab Hanabilah sebagaimana pendapat ulama Hanfiyah memperbolehkan aborsi ketika usia kendungan belum sampai 120 hari atau sebelum ditiupkan ruh. Apabila lebih dari 120 hari atau telah ditiupkan ruh maka hukumnya haram. Tindak aborsi boleh dilakukan apabila benar-benar dalam keadaan terpaksa, dalam kondisi darurat, seperti demi menyelamatkan ibu. Maka pengguguran kandungan diperbolehkan. Dan nyawa ibu lebih diutamakan mengingat ia


164Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

sebagai sendi keluarga yang telah mempunyai kewajiban, baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama makhluk. Sedangkan janin sebelum ia lahir dalam keadaan hidup, maka ia belum mempunyai hak dan kewajiban.65 Dalam hal hukum aborsi, melarang aborsi dianggap lebih aman, karena ada kehawatiran kalau aborsi dibolehkan akan dijadikan sebagai peluang bagi pelaku seks di luar nikah mencari jalan keluar. Bila aborsi dibolehkan sama dengan memberikan kesempatan untuk melakukan perzinahan atau seks bebas.66 Anak merupakan amanah yang harus dijaga. Islam secara total melarang adanya pembunuhan, dan itu menunjukan bahwa kehidupan adalah milik tuhan. kehidupan merupakan amanat yang telah diberikan tuhan kepada hambanya untuk waktu tertentu, dengan demikian manusia dapat memanfaatkan sebaik mungkin. Kehidupan tidak dimaksudkan untuk dimanjakan atau dilupakan dengan cara yang serampangan. 3) Perlindungan Atas Nama baik Setiap orang memiliki hak untuk melindungi kehormatan dan nama baiknya dari fitnah. Adanya tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan atau usah-usaha yang disengaja untuk memfitnah dan memeras mendapat perlidungan dan perlawanan keras. Allah SWT berfirman dalam surat al-Hujrat ayat 11-12: 









65

Maria Ulfa Ansor, “Aborsi dalam Perspektif Fiqih Kontemporer”,Jurnal, (Jakarta, 2011), h. 8 66 Ricky Sugianto, “Aborsi Menurut Usul Fiqih”, Jurnal, (Kertosono, 2010).


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 165

Artinya: “11.Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Ayat di atas menjelaskan tentang larangan untuk tidak menghina segolongan yang lain, baik dengan membeberkan keaiban atau menertawakanya (ucapan, isyarat maupun dengan mencibir), karena bias jadi orang yang dihina itu lebih baik disisi Allah SWT dari pada yang menghinanya. Juga dilarang memanggil dengan panggilan yang yang fasik, sebab panggilan itu adalah panggilan yang tidak disukai dan mereka itulah yang menganiaya pada diri sendiri akibat perbuatanya. 4) Perlindungan Pendidikan Orang tua memiliki kewajiban untuk memenuhi hak pendidikan atas anaknya. Dengan pendidikan, anak dapat mengembangkan potensi-potensi dan bakat yang ada pada dirinya, sehingga ia akan menjadi generasi yang kuat, kuat dari faktor psokologis maupun fisiologis. Allah SWT berfirman dalam surat al-Isra ayat 36:  Artinya:




166Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”

Ayat di atas memerintahkan kalian untuk tidak mencari sesuatu yang kalian tidak mengetahuinya, baik perbuatan maupun ucapan. Para mufassir berpendapat dalam menafsirkan firman ini: Ibn Abbas: janganlah kalian menjadi saksi, melainkan menjelaskan apa yang dilihat oleh matamu, didengar oleh telingamu, dan diingat oleh ingatanmu. Qatadah : jangan kamu megatakan “aku mendengar” padahal kamu belum mendengar. Jangan kamu berkata “aku melihat” padahal kamu belum melihat, dan jangan kamu berkata “aku telah mengetahui”, padahal kamu belum mengetahui. Ada yang mengatakan larangan disini adalah menetapkan sesuatu hanya dengan persangkaan, juga larangan musyrik menganut keyakinan yang hanya berdasarkan hawa nafsu. Karena Allah SWT akan menanyai kepada semua anggota tubuhmu dari apa yang kamu lakukan.67 5) Perlindungan Ekonomi Islam mewajibkan bapak memberi nafkah kepada anakanaknya selama mereka masih lemah untuk bekerja dan berusaha. Pemberian nafkah tersebut merupakan tanggung jawab dan pahalanya seperti pahala bersedekah yang merupakan jalan aman untuk ke surga dan mendapat derajat yang utama.68 Islam mengharamkan adanya pembunuhan anak karena takut untuk member nafkah. Bagi ayah yang menanggung nafkah anakanaknya, karena tiadalah binatang melata kecuali Allah SWT yang member rizekinya.69 Allah SWT berfirman dalam surat al-Isra’ ayat 31: 

Artinya:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan 67

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy,Tafsir al-Quran., h. 2324-2325. Ali Yusuf as-Subkti, Fiqih Keluarga, (Jakarta; Amzah, 2012), h. 282. 69 Ibid, h. 283. 68


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 167

juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.�

Ayat di atas menerangkan bahwa salah satu keburukan masyarakat jahiliyah adalah membunuh anak-anak perempuan antara lain karena faktor kemiskinan. Allah SWT telah menganugerahkan kepada semua hamba-Nya rezeki sesuai dengan kebutuhan masing-masing, maka ayat ini melarang pembunuhan itu dengan menyatakan: Dan di samping larangan sebelumnya janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kamu takut kemiskinan akan menimpa mereka. Jangan khawatir tentang rezeki mereka dan rezeki kamu. Bukan kamu sumber rezeki, tetapi Kami-lah sumbernya, karena itu kami yang akanmember yakni menyiapkan sarana rezeki kepada mereka dan kepada kamu, dan kalian supaya berusaha untuk memperolehnya. Sesungguhnya membunuh pada mereka aalah dosa yang besar.70 e. Masa Hadhonah Tidak terdapat ayat-ayat Al-Quran da hadist yang menerangkan dengan tegas tentang masa hadhonah, hanya terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan tentang ayat tersebut. Karena itu para ulama berijtihad dengan berpedoman kepada isyarat-isyarat itu. Seperti menurut mahzab Hanafi: hadhanah anak laki-laki berakhir pada saat anak itu tidak lagi memerlukan penjagaan dan telah dapat mengurus keperluan sehari-hari seperti maka, minum, mengatur pakaian, membersihkan tempatnya dan sebagainya. Sedangkan masa hadhonah wanita berakhir apabila ia telah baligh atau telah datang masa haid pertamanya. Pengikut mahzab Hanafi yang terakhir menetapkan bahwa masa hadhonah itu berakhir pada umur 19 tahun bagi laki-laki dan 11 tahun bagi wanita.71 4. Perlindungan Anak dalam Hukum Positif a. Konsep Pelindungan Anak dalam Nomor 23 Tahun 2002

70 71

Undang-undang

Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy,Tafsir al-Quran, h,456. Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Keluarga, h.185.


168Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia. Hal perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memeberi jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.72 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 dalam pasal 3 dijelaskan bahwa tujuan perlindungan anak yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.73 b. Jenis-jenis Perlindungan Anak Mengenai jenis-jenis perlindungan anak, terdapat beberapa pasal dalam Undang-undang perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2002 tentang penyelenggaraan perlindungan, diantaranya: 1) Perlindungan Agama Agama adalah ajaran yang mengatur tata keimanan kepada tuhan yang maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan manusia serta lingkungan. Agama merupaka merupakan simbol dan sesuatu yang sakral untuk manusia.74 Sudah banyak aturan dan Undang-undang yang mengatur tentang kebebasan beragama. Keberadaan agama serta kebebasan serta perlindungan memeluk agama juga telah diatur oleh Undang-undang perlindungan anak Nomor 22 Tahun 2002. Telah tertulis dalam Pasal 42 dan 43: “Setiap anak mendapat perlindungan untuk ibadah menurut agamanya. Sebelum anak dapat menentukan pilihanya, agama yang dipeluk anak mengikuti

72

Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),

h.107. 73

Redakasi Sinar Grafika, Undang-undang Perlindungan Anak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 5. 74 Toha Yahya, Islam dan dakwah, (Jakarta: Almawardi Prima, 2004), h. 15.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 169

agama orang tuanya.” 75Seorang anak dapat menentuka agama pilihanya apabila anak tersebut telah berakal dan bertanggung jawab serta memenuhi syarat-syarat dan tata cara sesuai dengan ketentuan agama yang dipilihnya dan ketentuan dan perundangundangan yang berlaku. 76Untuk menjamin perlindungan anak dalam memeluk agama, maka negara, pemerintah, masyarakat, keluarga , orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya. Perlindungan anak dalam memeluk agamanya meliputi: pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan agama bagi anak.”77 Peran orang tua dalam membentuk kepribadian (dalam beragama) seorang anak sangantlah penting, tanpa bimbingan dan arahan orang tua kepribadian anak akan sulit terbentuk dengan baik. Sehingga agama sangat menekankan kepada umatnya untuk membina anak-anaknya kearah yang baik sesuai dengan ajaranajaranya. 2) Perlindungan Kesehatan Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/ atau masyarakat.78Dalam undang-undang perlindungan anak juga terdapat pasal-pasal yang melindungi anak dalam hal kesehatan. Untuk menjamin perlindungan hak anak terhadap kesehatan, maka pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan yang komperhensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara optimal 75

Sinar Grafika, Undang-undang Perlindungan Anak (UU RI NO. 23 Th 2002), (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 17. 76 Darwan Prinst, “Hukum Anak Indonesia”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h.159. 77 Sinar Grafika, , Undang-undang Perlindungan Anak (UU RI NO. 23 Th 2002). h.17. 78 Yunita, “Eksistensi Kesehatan, dalam http://eksistensikesehatan.blogspot.com/2013/05/pengertian-kesehatan-secaraumum.html, 03 Febuari 2014, 10:59.


170Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

didukung oleh peran serta masyarakat. Upaya tersebut meliputi upaya: promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Khusus bagi keluarga yang tidak mampu upaya tersebut diselenggarakan secara cuma-cuma dan pelaksanaan ketentuan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara prinsip orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Jika mereka tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut, maka pemerintah wajib memelihara. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/ atau menimbulkan kecacatan serta wajib melindungi anak dari upaya transpalasi organ tubuhnya untuk pihak lain, seperti: a) Pengambilan organ tubuh anak dan/ atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak; b) Jual beli organ dan/ atau jaringan tubuh anak; c) Penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizing orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.79 Hak asuh bagi anak dalam hal kesehatan perlu diperhatikan, yaitu sejak anak di dalam kandungan sampai ia lahir dengan dipilihkan makanan serta minuman yang baik, halal dan sehat demi kelangsungan pertumbuhan anak. Dengan kasih sayang, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang baik dan sehat, sehingga tumbuhlah manusia yang baik. Dengan memperhatikan makanan dan minuman dan kesehatanya, berarti akan menciptakan menusia yang sehat dan kuat jasmani serta rohaninya.80 3) Perlindungan Pendidikan Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, karena pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Pendidikan secara sederhana dapat diartikan 79

Sinar Grafika, Undang-undang Perlindungan Anak (UU RI NO. 23 Th 2002), h. 18. 80 Astrida, Peran dan Fungsi Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak� Jurnal, h. 5.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 171

sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan, karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.81 Dalam pelestarian pendidikan serta menjamin hak anak dalam pendidikan, maka pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. 4) Perlindungan Sosial Perlindungan Sosial merupakan jaminan sosial yang perlu disediakan untuk seluruh masyarakat. Sejalan dengan amanat amandemen UUD 1945, UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Indonesia saat ini tengah mengembangkan kebijakan-kebijakan perlindungan sosial yang lebih komprehensif untuk menjangkau seluruh penduduk.82 Komitmen Indonesia dalam perlindungan social juga terefleksi dalam Undang-undang perlindungan anak Tahun 2002. Bahwa dalam hal ini Undang-undang mewajibkan Pemerintah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga. Yang dimaksud di dalam lembaga adalah melalui sistem panti pemerintah maupun swasta. Sedangkan di luar lembaga adalah sistem asuhan keluarga atau perseorangan. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut lembaga dapaya mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait. Pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan dilakukan oleh menteri sosial. 5) Perlindungan Khusus

81

Sofyan Tsauri, “Hakekat Pendidikan”, Jurnal, (Bandung, 2011). Organisasi Perburuhan Internasional, “Penilaian Landasan Perlindungan Sosial Berdasarkan Dialog Nasional di Indonesia: Menuju Landasan Sosial Indonesia,” Jurnal, (Jakarta: 2013). 82


172Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Perlindungan anak seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta dapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan tersebut bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpertisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.83 Perlindungan yang diberikan terhadap anak bukanlah perlindungan yang asal-asalan, melaikan perlindungan yang intensif juga terdapat perlindungan khusus yang diberika kepada anak. Dalam perlindungan khusus ini, Undang-undang mewajibkan pemerintah dan lembaga Negara lainya untuk bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat dan anak yang diketegorikan sebagai berikut: a) Anak yang berhadapan dengan hukum Perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonlfik dengan hukum dan korban tindak pidana. Mereka menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Perlindungan khusus terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dilakukan melalui: 1. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-ahak anak; 2. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini; 3. Penyediaan sarana dan prasarana khusus; 4. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; 5. Pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang brhadapan dengan hukum; 83

Sinar Garfika, Undang-undang Perlindungan Anak (UU RI NO. 23 Th 2002), h.22.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 173

6. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; 7. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media masa dan untuk menghindari lebelitas.84 Perlindungan khusus anak bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dilakukan melalui:

1. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga; 2. Upaya perlindungan dari pembaritaan identitas melalui media masa untuk menghindari lebelisasi; 3. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik maupun mental, maupun sosial; 4. Pemberian eksebilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. b) Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok minoritas dan terisolasi dilakukan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk dapat menikmati budaya sendiri, da menggunakan bahasanya sendiri. Selain itu, melarang segala tindakan yang dimaksud untuk menghalang-halangi pelaksanaan hak-hak anak tersebut. c) Anak tereksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Perlindunngan terhadap anak yang dieksploitasi tersebut dilakukan melalui: 1. Penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkiatan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/ atau seksual; 2. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan

84

Ibid, h. 23.


174Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

3. Pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan mayarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secraa ekonomi dan/ atau seksual.85

Untuk melindungi kepentingan anak tersebut undangundang melarang setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud Undangundang ini. d) Anak yang diperdangangkan e) Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adikdtif lainya (napza). Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainya (nazpa), dan terlibat dalam produksi dan pendistribusiannya, dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Undang-undang melarang setiap orang untuk dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi dan pendistribuan nazpa tersebut. f) Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan anak dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, penjegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Undang-undang melarang setiap orang yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta dalam melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan anak tersebut. g) Anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya:

85

Ibid, h.24.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 175

1. Penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan 2. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi. Undang-undang melarang setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta dalam melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud Undangundang.

h) Anak yang menyandang cacat Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat dilakukan melalui upaya: a. Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; b. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus; dan c. Memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainya untuk mencapai integritas sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu. Undang-undang melarang setiap orang memperlakukan anak dengan mengabaikan pandangan mereka secara diskriminasi, termasuk lebelitas dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anakanak yang menandang cacat. i) anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dari penelantaran dilakukan melalui pengawasan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Undang-undang melarang setiap orang untuk menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran tersebut. Perlakuan khusus juga diberikan kepada anak-anak dalam situasi darurat seperti: 1. Anak yang menjadi pengungsi; 2. Anak korban kerusuhan; 3. Anak korban bencana alam; 4. Anak dalam situasi konflik bersenjata


176Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

5. Analisis Komparatif perlindungan Anak Menurut Fiqih dan Hukum Positif Anak adalah amanat Allah Swt yang harus senantiasa dipelihara. Apapun statusnya, pada dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Namun, pada kenyataannya betapa banyak anak yang terlantar, tidak mendapatkan pendidikan karena tidak mampu, bahkan menjadi korban tindak kekerasan. Hidupnya tidak menentu, masa depan tidak jelas dan rentan terhadap berbagai upaya eksploitasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Untuk mengatasi masalah-masalah ini, banyak upaya dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak tersebut. Hal inilah yang penulis bahas dalam skripsi ini dari perspektif Fiqih dan hokum positif. 1. Konsep dan Implementasi Perlindungan Anak Menurut Fiqih Syari’at Islam merupakan piranti perlindungan anak dari tindak eksploitasi. Hukum Islam sebagai salah satu norma yang dianut dalam masyarakat perlu dijadikan landasan dalam mengkaji persoalan perlindungan anak. Elastisitas hukum Islam dengan prinsip “Shalih li Kulli Zaman wa Makan” dan prinsip “ al-Hukmu Yadurru ma’al Illati Wujudan wa ‘Adaman” menghendaki dilakukannya analogi dan interpretasi baru sesuai dengan konteks fenomena kejahatan yang terjadi pada anak saat ini. Nilai transedental yang melekat pada norma hukum Islam, merupakan kelebihan tersendiri yang menyebabkan penganutnya lebih yakin bahwa jika ajaran agama dipahami dengan baik, maka akan disadari pula betapa agama tidak menghendaki terjadinya tindak kekejaman sesama manusia. Nilai-nilai penegakan keadilan, pencegahan kezaliman, dan perlunya kerjasama dalam mengatasi masalahmasalah sosial merupakan misi kemanusiaan yang dibawa agama. Namun demikian, nilai-nilai tersebut perlu senantiasa diaktualkan dan diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan terbaru modus kejahatan. Antisipasi normatif hukum Islam urgen dilakukan, karena tindak kekerasan terhadap anak banyak diwarnai aksi perlakuan sadis, tidak berprikemanusiaan, atau tidak lagi ada


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 177

rasa kasih sayang pada diri pelaku. Padahal Rasulullah SAW menekankan perlunya kasih sayang dan saling menghargai di antara sesama. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “Dari Anas bin Malik menuturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “tidak termasuk golongan umatku mereka yang (tua) tidak menyayangi yang muda, dan mereka yang (muda) tidak menghormati yang tua.” (HR. Al-Nasaiy). Mahmud Mahdi alIstanbuli menegaskan, bahwa hati yang kosong dari rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak- anak, pertanda hati tersebut kasar dan keras. Perlakuan dari hati yang kasar dan keras hanya akan menyebabkan anak- anak tumbuh dalam kubangan kebodohan dan kemalangan, karena memang sudah menjadi tabiat anak- anak sejak mereka dilahirkan selalu membutuhkan bimbingan, arahan, perhatian, dan asuhan.86 Orang tua seharusnya menyayangi anaknya dengan segala prilaku, pemberian, termasuk dalam memerintahkan anaknya. Suatu perintah harus dilandasi kasih sayang, bukan amarah, kebencian, sehingga cenderung bersifat eksploitatif. Begitu juga sebaliknya, anak seharusnya menghormati orang tuanya dengan tulus dan ikhlas, bukan karena keterpaksaan. Jika benar orang tua mencurahkan kasih sayangnya, maka ia tidak mungkin memaksa anaknya melakukan sesuatu, apalagi hal itu bertentangan dengan kemaslahatan dirinya. Begitu juga sebaliknya, anak tidak akan mudah menentang orang tua, jika ia benar-benar ingin memberikan penghormatan kepada orang tuanya. Kedurhakaan anak atau orang tua tidak akan terjadi dalam keluarga yang penuh dengan kasih sayang timbal balik. Pandangan Fiqih, anak adalah karunia sekaligus amanah (petaruh) Allah yang wajib dilindungui baik lahir maupun batinnya.87 Oleh karena itu, orang tua harus menjaga dan memeliharanya dengan baik. Islam mengecam tradisi jahiliyah yang tega membunuh anak-anak mereka karena kesulitan ekonomi. Dalam QS. al- An’am (6): 151, Allah Swt berfirman : 86

Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Nisa’ Haula al-Rasul, diterjemahkan oleh Ahmad Sarbaini denganjudul Isteri -isteri dan Puteri -puteri Rasulullah Saw serta Peranan Beliau terhadap Mereka (Cet. II; Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2003), h. 231. 87 Hasbi Ash Shiddiqy, Al Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), h 386.


178Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

 

 

Artinya: “ Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” 2. Konsep dan Implementasi Perlindungan Anak Menurut Hukum Positif Di Indonesia perlindungan anak selain di atur dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak, juga terdapat dalam peraturan perundang-undangan lain yaitu: a. Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya pasal 28 B ayat (2). b. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. c. Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak e. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 179

f.

Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk- Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. g. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tenang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk membahas masalah perlindungan anak, penulis lebih banyak merujuk kepada Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebab Undang-undang inilah yang lebih fokus pada persoalan perlindungan anak. Isi dari undangundang tersebut tidak seluruhnya diuraikan, tetapi hanya yang dianggap paling penting dan relevan untuk kondisi hukum dan perkembangan anak sekarang ini. Konsideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, antara lain menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan hak anak yang merupakan hak asasi manusia. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Untuk mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya.88 Penjelasan resmi Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002, menyebutkan bahwa meskipun Undang-Undang Nomor 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan kepada anak, masih diperlukan undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur antara lain: Pasal 1 mengenai: 88

Sinar grafika, Undang-undang perlindungan Anak (UU RI No. 23 Th. 2002), h. 1.


180Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

a. Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. b. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. c. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. d. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar. e. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi, dan/atau seksual, anak diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (nafza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Pandangan fiqih mengenai anak-anak perlu mendapat perhatian khusus, berupa pembinaan, pendidikan, dan perlindungan hukum. Anak-anak termasuk golongan orang lemah dari segala aspek. Oleh karena itu, perlindungan yang diberikan kepadanya melebihi perlindungan terhadap orang dewasa. Hukuman yang diberikan terhadap orang yang melakukan kejahatan pada anak-anak dapat diperberat, mengingat kondisi anak-anak yang lemah, sehingga seharusnya lebih dilindungi. Apapun yang dilakukan oleh anak-anak belum dikenai beban hukum. Sehingga kalaupun


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 181

anak itu diberikan sanksi, maka sanksinya harus bersifat pendidikan, tidak melampaui batas kemampuan anak, dan harus mempertimbangkan efeknya terhadap perkembangan jiwa anak. Konsep dan Implementasi perlindungan anak dalam fiqih dilakukan dalam proses dan pemberian hukum kepada anak yang lebih bersifat pendidikan. C. SIMPULAN Anak adalah karunia sekaligus amanah yang tidak hanya harus dijaga namun juga dilindungi baik lahir maupun batinya. Perlindungan yang diberikan kepada anak sangan banyak dan beragam, dan juga sudah banyak lembaga-lembaga yang memberikan atau membetuk aturan-aturan dalam memberi perlindungan kepada anak. Kaitanya dengan hal ini, penulis menggunakan perlindungan dari fiqih dan juga Undang-undang perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2002. Mengenai perlindunagn anak, Fiqih menganjurkan orang tua untuk lebih cermat dan hati-hati dalam memberikan bimbingan, arahan, perhatian, asuhan dan perlindungan kepada anak dan menyayangkan adanya tindakan yang dilandasi dengan amarah dan kebencian yang bersifat eksploitatif. Di dalam Undang-undang perlindungan anak, Negara menjamin kesejahteraan warga negaranya termasuk anak-anak. Untuk mencapai kesejahteraan tersebut perlu adanya jalan, yaitu dengan adanya jaminan perlindungan yang diberikan kepada anak. Dalam khal ini bagi asiapa saja yang mengabaikan atau dengan sengaja mengabaikan, pemerintah tidak segan-segan memebrikan hukuman serta denda terhadap orang tersebut. D. REFERENSI Khoiruddin Nasution, Hukum Academia, Tazzafa, 2004)

Perkawinan 1,

(Yogyakarta:

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur, (Semarang, PT .Pustaka Riski putra, 2000) Abdullah al-Habsyi, et all, hak-hak Sipil Dalam Islam, (Jakarta: AlHuda, 2005)


182Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Gandhi Lapian & Hetty A. Geru, Trafiking Perempuan dan Anak, (Jakarta: Yayasan Obor, 2006) Abu Huraerah, Child Abuse, (Bandung: Nuansa,2007), h. 11. M. Quraish Shihab, tafsir al-misbah, (Jakarta: lentera hati,2004), h . 445. Komnas Perlindungan Anak, “Mengenal Lebih Dekat uu no. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak”, Jurnal, (Jakarta, 2006). Maulana Hasan Wadong, “Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak” , (Jakarta: Gramedia, 2000) Hasbi Ash Shiddiqy, “Al Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang) M.

quraish Sihab, “ Tafsir (Jakarta:Lentera Hati, 2002)

Al-

Misbah

volume

14”,

Maulana Hasan Wadong, “Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak”, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000) Abdurahman Kasdi, “ Maqosid Syari’ah dan Hak Asasi Manusia (Studi Komparatif antara HAM Perspektif Islam dan Perundang-Undangan Modern”, Jurnal,(Yogyakarta, 2001). La Jamaa, “ Dimensi Ilahi dan Dimensi Insani dalam Maqosid Asy-Syari’ah”, Jurnal, (Ambon, 2011). Anas Rudiansyah, “Pencatatan Perkawinan Menurut Teori Maslahah Al-Syatibi”, Jurnal, (banjarbaru, 2013). Tihami dan Sobari Sahrani, “Fiqih Munakat Kajian Fiqih Nikah Lengkap”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010) Amir Syarifudin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih dan Undang-Undang Perkawinan” (Jakarta: Kencana, 2011), h.328. Amir Syafiuddin, “Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Ungdang Perkawinan”,(Jakarta: Kencana,2011), h. 328. Tihami dan Sohari Sahrani, “Fiqih Munakahat”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010), h.326-327.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 183

Abd. Rahman Ghazaly, “ Fiqih Munakahat”, (Jakarta: Kencana, 2000), h.176. Astrida, “Peran dan Fungsi Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak” Jurnal, (banyuasin, 2009). h.2. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shidieqy, “Tafsir al-Quran”, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), h.2416. Maria Ulfa Ansor, “ Aborsi dalam Kontemporer”, Jurnal, (Jakarta, 2011).

Perspektif

Fiqih

Ricky Sugianto, “Aborsi Menurut Usul Fiqih”, Jurnal, (Kertosono, 2010). Ali Yusuf as-Subkti, “ Fiqih Keluarga”, (Jakarta; Amzah, 2012) Aziz Syamsuddin, “Tindak Pidana Khusus”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) Redakasi Sinar Grafika, “Undang-undang Perlindungan Anak”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) Toha Yahya, “ Islam dan dakwah”, (Jakarta: Almawardi Prima,2004) Sinar Grafika, “Undang-undang Perlindungan Anak (UU RI NO. 23 Th 2002)”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) Darwan Prinst, “Hukum Anak Indonesia”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) Yunita, “Eksistensi Kesehatan,” dalam http://eksistensikesehatan.blogspot.com/2013/05/penger tian-kesehatan-secara-umum.html, 03 Febuari 2014, 10:59. Sofyan Tsauri, “Hakekat Pendidikan”, Jurnal, (Bandung, 2011). Organisasi Perburuhan Internasional, “Penilaian Landasan Perlindungan Sosial Berdasarkan Dialog Nasional di Indonesia: Menuju Landasan Sosial Indonesia,” Jurnal, (Jakarta: 2013). Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Nisa’ Haula al-Rasul, diterjemahkan oleh Ahmad Sarbaini dengan judul Isteri isteri dan Puteri -puteri Rasulullah Saw serta Peranan


184Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Beliau terhadap Mereka (Cet. II; Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2003) Sinar grafika, “Undang-undang perlindungan Anak (UU RI No. 23 Th. 2002), (Jakarta: Redaksi Sinar Grafika, 2012)


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 185


186Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

PERANAN BAITUL MAAL WATTANWIL (BMT) SEBAGAI ALTERNATIF PENGENTASAN KEMISKINAN (STUDI TERHADAP UPAYA BAITUL MAAL WATTANWIL (BMT) DALAM MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN EKONOMI MASYARAKAT) Oleh: Eko Andika ABSTRAK

Kemiskinanadalah masalah seriusyang dihadapioleh negara Indonesia, meskipun banyakupaya telah dilakukanoleh pemerintah, tetapi tingkatkemiskinan masihsangat tinggi. Penelitian inipada dasarnyabertujuan untuk mengetahuibagaimanalembaga keuanganIslamsbgperbaikanmetode alternatifkemiskinan, di sampingmetode lainyang telahdiupayakanolehpemerintah. Lembaga keuanganIslammemilikiperan dankedudukanyang sangat penting. Lembaga keuangansyariahmerupakan lembagayangberhubungan dengan keuanganyangkegiatan, pengumpulandan penyalurandanakepada masyarakat. Oleh karena itu, danayang adadi masyarakatyang dikelolasedemikian rupadan kembalidisalurkankemasyarakat sehinggaekonomimasyarakatterutamamasyarakat miskinterusberputar. Masyarakatdanayang adatidakakan stagnan. Dengan demikianlembaga keuanganIslamdapatdikatakan sebagailembagadapatdijadikan sebagaimetode alternatifpeningkatankemiskinan. Lembaga keuangansyariahtidak hanyamenghimpundanmenyalurkandanamasyarakat yang adil, tetapi jugamemberikan kemudahankepada masyarakat, danjugamengelola danmenyalurkandalam bentukzakat, Infaq danShadaqahdaridan juga dalambentuk lainyangmembantumasyarakat miskinkhususnya. Kata kunci: Kemiskinan, Lembaga KeuanganIslam, PeningkatanKemiskinan, Metode Alternatif, danMiskinSociety.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 187 A. PENDAHULUAN Kemiskinan merupakan fenomena yang sudah tak asing lagi dijumpai, sebab kemiskinan merupakan masalah berkelanjutan yang terjadi di Indonesia. Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin pada hari selasa tanggal 1 juli 2014 mengatakan bahwa terhitung sampai Maret 2014 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan bulan Maret tahun 2013 sebanyak 28,17 juta orang.89 Tak sedikit upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meminimalisir masalah kemiskinan, seperti program beras untuk rakyat miskin (Raskin), BLT (bantuan langsung Tunai) serta program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin namun faktanya kemiskinan masih enggan beranjak dari negeri tercinta ini. karena pemberian bantuan yang diberikan oleh pemerintah justru hanya memanjakan dan membuat masyaarakat memiliki ketergantungan yang pada akhirnya dapat memperburuk mental masyarakat. Krisis ekonomi yang melanda bangsa ini juga merupakan faktor lain yang ikut mendukung kemiskinan. Bahkan dampak krisis ekonomi dan moneter di tahun 1997/1998 telah merambah dunia perbankkan , hal ini mengakibatkan banyaknya usaha perbankkan yang gulung tikar atau melakukan ekspansi usaha seperti, merger90 , akuisisi91, maupun konsolidasi92.

89http://www.harianterbit.com/read/2014/07/01/4536/0/29/BPSlaim-Jumlah-Penduduk-Miskin-di-Indonesia, diakses pada 19 Juli 2014. 90 Merger menurut Baridwan dalam Elfa Murdiana, Hukum Dagang (Internalisasi Hukum Dagang dan Hukum Bisnis Di Indonesia), (Yogyakarta: CV. Idea Press, 2013) di uraikan bahwa merger merupakan penggabungan perusahaan. 91 Akuisisi / take over adalah tindakan pengambil alihan saham perusahaan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum, secara sebagian atau secara keseluruhan guna menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan yang dapat dilakukan secara eksternal maupun internal.


188Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Ditengah terpaan krisis ekonomi yang melanda eksistensi perbankkan, terdapat fakta mengejutkan yang memperlihatkan eksisnya perbankkan syari’ah walau diterpa krisis ekonomi. Sejak tahun 1997/1998 pegiat perbankkan mulai melirik konsep yang diterapkan di perbankkan syari’ah untuk dijadikan wacana kedepan dalam memperbaiki sistem perbankkan yang telah ada. Perbankkan syari’ah merupakan lembaga keuangan yang dijalankan dengan prinsip-prinsip syari’ah93 melalui penawaran produk yang dimiliki, perbankkan syari’ah mampu membantu pemenuhan kebutuhan masyarakat yang juga didukung dengan sistim bagi hasil94 yang dilaksanakan. Susksesnya perbankkan syari’ah diikuti oleh kemunculan beberapa lembaga keuangan baik makro maupun mikro. Bila dalam skala makro ditunjukkan dengan munculnya bank bank konvensional yang berlebel syari’ah, maka dalam skala mikro muncul Baitul Mall Wattanwil (BMT)95 yang merupakan bentuk badan usaha dibawah naungan dinas Koperasi. Saat ini keberadaan BMT menjadi sangat familiar dimasyarakat sebab BMT hadir dengan memberikan kemudahankemudahan dalam melakukan transaksi kauangan. BMT juga Konsolidasi adalah peleburan 2 perusahaan atau lebih menjadi satu dengan nama baru Contoh : pembentukan Bank Mandiri yang berasal dari peleburan empat Bank BUMN yang sedang sekarat akibat dampak krisis moneter 1997/1998, yaitu Bank BDN, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor, dan Bank Bapindo. 93 Prinsip syari’ah ini adalah prinsip yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Prinsip-prinsip ini juga dikenal sebagai prinsip-prinsip Islam. 94 Sistem bagi hasil dikenal dengan sistem profit and lost sharing artinya bahwa adanya kesepakatan pembagian hasil /keuntungan yang nisabnya disepakati pada awal akad setelah dikurangi biaya bank sedangkan lost sharing merupakan sistem bagi kerugian 95 BMT memiliki peran sebgai Baitul Mal (Rumah Harta) yaitu menerima dan mengoptimalkan distribusi titipan dana zakat,infak dan sedekah, peran lainnya adalah sebagai Baitul Tanwil yaitu rumah pengembangan harta melalui pengemanbangan usaha produktif dan investasi untuk meningkatkan kualitas ekonomi usaha mikro dan kecil. 92


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 189

memiliki produk produk yang serupa dengan perbankan syari’ah bahkan dalam operasionalnya BMT memiliki fungsi sosial dan ekonomi dalam menumbuhkan budaya produktif masyarakat dengan penuh tanggungjawab. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti hendak memberikan suatu deskripsi komprehensif mengenai upaya yang dilakukan oleh BMT sebagai lembaga keuangan syari’ah mikro yang semakin dinamis dan merakyat, dan pada kenyataannya BMT telah banyak menghadirkan inovasi yang membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup melalui produk simpanan dan pembiayaan yang ditawarkan. Dan inilah yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini yang diharapkan mampu menjadi wacana dalam melakukan pembenahan sistem operasional suatu lembaga keuangan. B.

KAJIAN TEORI 1. Penawaran Produk dan Sistem Operasional Baitul Maal Wattanwil Sebagai Lembaga Keuangan Syari’ah Mikro Lembaga keuangan merupakan salah satu pilar dalam proses inter mediasi keuangan. Lembaga keuangan bergerak dalam skala makro maupun mikro. Pada skala mikro, lembaga keuangan hadir untuk melayani masyarakat menengah dan kecil. Salah satu contohnya adalah BMT (Baitul Mall Wa Tanwil). Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah, BMT mempunyai dua sisi kelembagaan yang berbeda, tidak hanya berorientasi pada pengelolaan yang profit tetapi juga mempunyai peran sosial sehingga BMT pada satu sisi menjadikan dirinya dikelola secara profesional mengikuti prinsip bisnis, disisi lain tetap membawa misi sosial pada masyarakat, keberadaan BMT ditengah-tengah masyarakat sangatlah dibutuhkan untuk mengangkat derajat para pengusaha kecil/mikro yang tidak terjangkau oleh lembaga perbankan dalam layanan permodalan. Sebagai lembaga bisnis, BMT memfokuskan pada usahanya di sektor keuangan, yakni simpan-pinjam dengan pola syari’ah.


190Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Pengelolaan ini hampir mirip dengan usaha perbankan yaitu menghimpaun dana dari anggota – masyarakat (Funding) dan menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan (Lending). Bila dibandingkan dengan lembaga keuangan yang sifatnya konvensional letak perbedaannya adalah pada akad yang dilaksanakan serta prinsip yang mendasari aktivitas tersebut. BMT bukan Bank tetapi lembaga keuangan non Bank, maka tidak tunduk pada aturan perbankan. BMT sering dikatakan sebagai Pahlawan Ekonomi Rakyat, karena seluruh aktivitas keuangan yang dilakukan ditujukan untuk kemaslahtan dan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat ekonomi kecil dan menengah dimana jumlahnya sangat dominan di negeri ini. inilah yang disebut sebagai motor penggerak ekonomi rakyat, dimana peran ini dilengkapi dengan sistem syari’ah yang melandasinya. Sebagai motor penggerak ekonomi rakyat , BMT menawarkan produk jasa keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, dalam perannya BMT diharapkn mampu menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat melalui produk jasa keuangan yang ditawarkan seperti murabahah, mudharabah, maupun musyarakah sesuai dengan peruntukkan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai bukti bahwa BMT ikut menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat yaitu tergambar dalam prinsip utama BMT yaitu: a. Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT, dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syari’ah dan muamalah islam kedalam kehidupan nyata. b. Keterpaduan (kaffah) dimana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif, progresif, adil, dan berakhlak mulia. c. Kekeluargaan (kooperatif) d. Kebersamaan e. Kemandirian,


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 191

f. Profesionalisme, dan g. Istiqamah: konsisten, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tak pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju ketahap berikutnya, dan hanya kepada Allah berharap.96 Adapun produk yang ditawarkan oleh BMT dibagi menjadi tiga kelompok yaitu produk menghimpun dana menyalurkan dana dan produk jasa.97 Penjelasan selengkapnya sebagai berikut: a. Produk Menghimpun Dana 1) Prinsip Wadi’ah Prinsip wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai yang meminjam. 2) Prinsip Mudharabah Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpanan bertindak sebagai shohibul mal dan lembaga keuangan syariah BMT sebagai mudharib. b. Produk Penyaluran Dana Produk penyaluran dana di lembaga keuangan syariah BMT dapat dikembangkan dengan tiga model yaitu transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli, transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa, dan transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil. 1) Prinsip Jual Beli Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 453-454. 97 Disarikan dari Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), cet II. dan Muhammad Syafi’i Antonio, BankSyariahdari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema Insani Pres). 96


192Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan unruk transfer of property dan tingkat keuntungan lembaga keuangan syariah di depan dan menjadi harga jual barang. 2) Prinsip Ijarah Transaksi Ijarah dilalandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi, pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya terletak pada objek transaksinya, jika jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya dapat berupa jasa atau manfaat barang. 3) Prinsip Syirkah Prinsip syirkah dengan basis pola kemitraan untuk produk pembiayaan lembaga keuangan syariah BMT dioperasikan dengan pola musyarakah98dan mudharabah.99 c. Produk Jasa Produk jasa dikembangkan dengan akad ar-rahn, alwakalah. Akad yang dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut: ialah rahn (gadai) digunakan untuk memberiikan jaminan pembayaran kembali kepada lembaga keuangan syariah dalam meberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria, diantaranya milik nasabah sendiri, jelas ukuran, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar. Sedangkan wakalah Kerja sama dalam suatu usaha oleh dua pihak dengan ketentuan umum diantaranya ialah; semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama,dan setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan. Kerugian dan hasil di bagi sesuai dengan kesepakatan awal. 99 Kerja sama yang dilakukan oleh shohibul mal yang memberikan dana dengan mudharib yang memiliki keahlian sehingga dapat menjalankan dana, dana harus diserahkan secara tunai dapat berupa uang atau barang. Hasil disepakati lebih awal. Jika terdapat kerugian maka lembaga keuangan selaku shohibul mal menanggung segala kerugian kecuali akibat kelalaian dan pemyimpangan pihak nasabah atau mudharib. 98


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 193

(mewakilkan) nasabah memberikan kuasa kepada lembaga keuangan syariah BMT untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti jasa tranfer atau pembelian suatu barang.100 Bila dicermati beberapa produk yang ditawarkan oleh BMT dalam penjelasan diatas ketiga produk tersebut merupakan suatu alur yang saling terkait yang menggambarkan adanya prinsip kesejahteraan dari oleh dan untuk anggota yaitu melalui penghimpunan dana lalu disalurkan dimana penyaluran tersebut dapat dipilih produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat seperti Mudharabah, Musyarakah, Pembiayaan Murabahah, Piutang Ijaroh dan Pembiayaan Qordhul Hasan, yang kesemua produk ini dipercaya mampu meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat melalui usaha yang dilakukan.101 Sistim operasional Baitul Maal Wattanwil dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam yang didalamnya tidak mengenal konsep bunga uang. Selain itu, dalam sistem operasional BMT untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal istilah peminjaman uang karena dalam prinsip ekonomi Islam menggunakan konsep kemitraan/kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sebab peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun. 2. Prinsip Syari’ah dalam Aktivitas BMT Lembaga keuangan syari’ah didirikan dengan tujuan mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syari’ah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis terkait. Adapun yang dimaksud dengan prinsip syari’ah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan Suwiknyo, Analisis Laporan Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. I, h. 20-38. 101 Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), Cet. I, hlm. 39-90. 100


194Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syari’ah.102 Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, pada dasarnya sistem ekonomi memiliki tiga ciri mendasar, yaitu: Prinsip keadilan, Menghindari kegiatan yang dilarang, dan Memperhatikan aspek kemanfaatan.103 Andri Soemitra menambahkan bahwa prinsip syari’ah yang dianut oleh lembaga keuangan syari’ah juga dilandasi oleh nilainilai keseimbangan, dan keuniversalan. Nilai-nilai keadilan harus tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antara lembaga keuangan syari’ah dan nasabah. Kemanfaatan tercermin dari kontribusi maksimum lembaga keuangan syari’ah bagi pengembangan ekonomi nasional disamping aktifitas sosial yang diperankan. Kesimbangan tercermin dari penempatan nasabah sebagai mitra usaha yang berbagi keuntungan dan resiko secara berimbang. Keuniversalan tercermin dari dukungan bank syari’ah yang tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan dalam masyarakat dengan prinsip Islam sebagai rahmatin lil alamiin. Prinsip utama yang dianut oleh lembaga keuangan syari’ah dalam menjalankan usahanya adalah: Bebas dari maysir, gharar, haram, riba dan batil. 1. Maysir (spekulasi) Maysir secara umum bermakna judi, mengundi nasib dan setiap kegiatan yang sifatnya untung-untungan. Maysir merupakan transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Secara ekonomi, pelarangan maysir membuat investasi ke sektor produktif makin terdorong karena tidak ada investasi yang digunakan ke sektor judi dan spekulatif. Andri Soemitra, op.cit, h. 35-36. Zainuddin Ali, Hukum Perankan Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 20-21. 102 103


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 195

Perjudian merupakan bentuk investasi yang tidak produktif karena tidak terkait langsung dengan sektor riil dan tidak memberikan dampak peningkatan penawaran agregat barang dan jasa 2. Gharar Yang dimaksudkan dengan gharar suatu yan tidak diketahui pasti, benar atau tidaknya.104 Gharar dapat terjadi pada transaksi yang obyeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaaannya, atau tidak dapat diserahkan saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syari’ah. Secara ekonomi, pelarangan gharar akan mengedepankan transparansi dalam bertransaksi dan kegiatan operasional lainnya dan menghindari ketidakjelasan dalam berbisnis. 3. Haram Dalam aktivitas ekonomi, setiap orang diharapkan untuk menghindari semua yang haram, baik haram zatnya maupun haram selain zatnya. Secara ekonomi, pelarangan haram akan menjamin investasi hanya dilakukan dengan cara dan produk yang menjamin kemaslahatan manusia. 4. Riba Riba adalah penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas dan waktu oenyerahan, atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima memlebihi pokok pinjaman klarena berjalannya waktu (nasiah). Secara ekonomi, pelarangan riba membuat arus investasi lancar dan tidak terbatas oleh tingkat suku bunga yang menghambat arus investasi ke sektor produktif. Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Peransuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 46. 104


196Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

5. Bathil Dalam aktivitas ekonomi tidak boleh dilakukan dengan jalan yang bathil seperti mengurangi timbangan, mencampurkan barang rusak diantara barang yang baik dan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, menimbun barang, menipu atau memaksa.105 Zainul Arifin menambahkan, bahwa dalam prinsip-prinsip ekonomi Islam perlu dipahami bahwa kekayan merupakan amanah dari Allah dan tidak dapat dimiliki secra mutlak. Selain itu, didalam harta tersebut terdapat bagian orang-orang miskin yang meminta-mnta maupun yang tidak memintaminta.106 3. Teori Sibernetika Sosial Talcot Parson Masyarakat merupakan suatu totalitas yang memilikim dua macam lingkungan yaitu ultimate realy dan fisik organik , dan untuk menghadapi kedua lingkungn tersebut masyarakat harus mengorganisir diri kedalam 4 subsistem demikian Talcot Parson mengatakannya : 1. Fungsi adaptasi (adaptation) dilaksanakan oleh subsistem ekonomi. Misalnya dengan melaksanakan produksi dan distribusi barang dan jasa. 2. Fungsi pencapaian tujuan (goal attainment) dilaksanakan oleh subsistem politik. Misalnya melaksanakan distribusi distribusi kekuasaan dam memonopoli unsur paksaan yang sah (negara). 3. Fungsi integrasi (integration) dilaksanakan oleh subsistem hukum dengan cara mempertahankan keterpaduan antara komponen yang beda pendapat/konflik untuk mendorong terbentuknya solidaritas sosial. Andri, 36, 37, 38. Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah: Lingkup, Peluang, dan Prospek, (Jakarta: Alvabet, 1999), h. 98. 105 106


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 197

4. Fungsi mempertahankan pola dan struktur masyarakat (lattent pattern maintenance) dilaksanakan oleh subsistem budaya menangani urusan pemeliharaan nilai-nilai dan norma-norma budaya yang berlaku dengan tujuan kelestarian struktur masyarakat dibagi menjadi subsistem keluarga, agama, pendidikan.107 Diantara keempat subsistem tersebut, ekonomi menempati kedudukan paling kuat, diikuti subsistem politik, subsistem sosial (termasuk hukum didalamnya), subsistem budaya. Melihat dari sudut pandang yang berbeda subsistem budaya justru yang paling kaya, kemudian subsistem sosial, subsistem politik, dan subsistem ekonomi. Antar seluruh subsistem tersebut saling mempengaruhi dan saling mendominasi. Keempat subsistem (pranata) ini bekerja secara mandiri. Namun saling bergantung satu sama lain untuk mewujudkan keutuhan dan kelestarian sistem sosial secara keseluruhan.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kemiskinan Sebagai Masalah Utama Negara Krisis yang berjalan hingga kini telah membawa dampak yang mendalam pada kemiskinan, pengangguran, dan daya beli, sehingga amatlah sulit bagi berjuta-juta orang dan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dampak tersebut sangatlah parah terutama karena bertepatan dengan terjadinya depresiasi besar-besaran kurs valuta asing dan musim kemarau panjang. Kedua hal tersebut mengakibatkan kenaikan yang tinggi pada harga barang-barang tradable dan harga pangan. Inflasi meningkat tajam selama sembilan bulan pertama tahun 1998, yang membuat pendapatan riil masyarakat menurun tajam. Kemerosotan pendapatan riil itu akan mengakibatkan masyarakat atau penduduk secara ekonomi menjadi miskin.

Teguh Prasetyo dkk, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, (Pustaka Pelajar, 2007 , Yogyakarta), h. 132. 107


198Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Memahami luas dan dalamnya dampak krisis pada penghasilan rumah tangga dan pasar tenaga kerja sangat penting bagi penyusunan strategi kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Perkiraan mengenai luasnya dampak sangat bermacammacam. Menurut angka-angka yang dikeluarkan pemerintah dan beberapa badan internasional (khususnya ILO) ada 80-90 juta orang miskin sejak pertengahan sampai akhir tahun 1998. Ini suatu angka yang mengejutkan. BPS juga memperkirakan penduduk miskin akan mencapai sekitar 39 %. Angka ini menunjukkan kenaikan hampir empat kali dari 22 juta jiwa yang diperkirakan miskin pada tahun 1966, sesuai dengan angka statistik berdasarkan data Susenas. Kalau hal ini bisa diterima, maka angka kemiskinan sudah meningkat sebesar 40 %, kira-kira sama besarnya dengan yang tercatat pada tahun 1976, dan lebih dari dua kali yang tercatat selama dasawarsa terakhir. Menurut perkiraan yang lebih realistis, jumlah orang miskin absolut tanpa akses pangan yang cukup dan pengeluaran untuk kebutuhan nonpangan pada tingkat yang sangat mendasar mungkin meningkat sebesar 25 hingga 30 % atau sekitar 30-40 juta orang, dan angka kemiskinan mungkin meningkat sebesar 12 hingga 15 persen pada tahun 1998. Sementara itu, bank dunia, yang memanfaatkan gabungan hasil survei dari Family Life Survey dan Susenas, dan UNICEF (1999) menggunakan data yang lebih baru dan memprediksi angka kemiskinan di Indonesia berkisar antara 12-14 %.108 Ironisnya, data yang pasti tentang GNP atau penghasilan perkapita orang-orang yang beragama Islam tidak kita miliki. Belum lagi diambil tingkat GNP kelompok elite umat Islam yang

Anggito Abimanyu, Ekonomi Indonesia Baru (Kajian dan Alternatif Solusi menuju Pemulihan), (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 129-131. 108


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 199

akan memborong nilai rata-rata yang lebih separuh jumlah uang yang dimiliki oleh umat Islam.109 Kemiskinan merupakan penyebab sekaligus akibat dari rendahnya tingkat pembentukan modal dari suatu negara. Masyarakat suatu negara terbelakang tercekam oleh kemiskinan.110 Luasnya dan sejauh mana kemiskinan yang melanda disetiap negara tergantung pada dua faktor, yaitu tingkat pendapatan rata-rata pendapatan nasional dan tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan itu. semakin tidak merata distribusi pendapatan, maka akan semakin luas kemiskinan. 2. Fungsi BMT sebagai Lembaga Keuangan Islam BMT sebagai lembaga keuangan Islam hadir dalam rangka memfasilitasi masyarakat menengah kebawah dalam memperbaiki perekonomiannya melalui usaha yang dilakukan. Selain itu BMT juga memiliki peran untuk menjauhkan masyarakat dari praktik riba, melakukan pembinaan usaha kecil, melepaskan ketergantungan pada rentenir serta menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan merata. 111 Dalam melaksanakan peran tersebut BMT akan difungsikan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, pemberi dan pencipta likuiditas, menjadi sumber pendapatan melalui lapangan kerja yang diberikan dan sebagai pemberi informasi pada masyarakat mengenai peluang dan resiko yang ada di lembaga BMT ini.112 109 A. Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 9. 110 M.L. Jinghang, The Economic Of Development And Planning, Alih Bahasa: D. Guritno dalam Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 35. 111 Nurul Huda, M.Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta, Kencana, 2010), Cet 2 , h.365. 112Ibid.


200Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Menilik peran mulia yang di emban oleh BMT selaku Lembaga keuangan Islam, maka tak dapat dipungkiri bahwa BMT merupakan lembaga yang ikut berperan serta membangun ekonomi bangsa melalui pembinaan serta pendanaan bagi usahausaha kecil di masyarakat. Melalui sistem bagi hasil yang seimbang yang didasarkan pada prinsip syari’ah BMT telah berusaha memberika wacana pembelajaran pada masyarakat mengenai pola pembagian hasil /keuntungan yang ditentukan nisabnya oleh kedua belah pihak dengan kesepakatan diawal. 3. Upaya Baitul Mall Wa Tanwil Dalam Menumbuhkan Kemandirian Ekonomi Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat teratasi secara tuntas oleh pemerintah walau berbagai upaya telah banyak dilakukan. Modal merupakan faktor utama penyebab kemiskinan namun pada hakikatnya faktor yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan ini, adalah kurang mampunya masyarakat menyerap informasi yang diperoleh untuk dapat mengolah dan memanfaatkan energi yang dimiliki. Sebagai lembaga keuangan Islam yang memiliki fungsi intermediasi, BMT mendasari segala kegiatannya dengan prinsip ekonomi secara syari’ah yang semata-mata untuk memberikan kebahagiaan hidup manusia didunia dan diakherat kelak dengan jalam mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah kemuhdaratan. Dengan kata lain hukum Islam bertujuan untuk kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani, individual maupun sosial.113 Dalam kaitannya dengan tujuan tersebut maka Islam menganjurkan agar seluruh umat manusia dapat menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan hart. dalam kaitannya dengan aktivitas BMT adalah merupakan wujud implementasi dari tujuan hukum untuk menjaga harta dari hal bathil. 113Ibid.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 201

Wujud dari menjaga harta seseorang dari hal bathil adalah dengan menghindarkan segala perbuatan yang mengandung maysir, gharar, haram , riba sehingga dalam aktivitasnya BMT menekankan pada pola aktivitas yang menumbuhkan semangat dan kemandirian ekonomi. Pada BMT penawaran yang diberikan bukan hanya ditekankan pada materi semata namun produkproduk yang ditawarkan berbasis kebutuhan masyarakat untuk kesejahteraan. Adapun produk-produk BMT tersebut adalah Wadi’ah, Mudharabah, Murabahah, Musyarakah, Qardul Hasan, Rahn, dan Wakalah, yang kesemuanya terurai dalam produk simpanan, pembiayaan maupun jasa. Kesemua produk yang ditawarkan di BMT merupakan produk yang bebas dari unsur maysir, gharar, haram, riba dan batil. Semisal pada produk Murabahah atau jual beli, nasabah sebagai pembeli akan mengajukan pembiayaannya untuk membeli suatu barang akan direalisasikan dalam bentuk barang pula bukan uang. Kemudian BMT sebagai penjual harus merinci dan menerangkan secara jujur tidak disertai dengan unsur gharar untuk kemudian ditetapkanlah margin untuk barang tersebut yang diketahui masing-masing pihak. Di wilayah pedesaan pembiayaan murabahah menjadi salah satu jenis pembiayaan primadona selain mudharabah. Dalam fungsinya BMT sebagai lembaga keuangan Islam yang berperan dalam melakukan pembinaan bagi usaha kecil, peran pembiayaan murabahah menjadi sangat membantu masyarakat dalam mengembangkan usaha yang dilakukan. Contohnya seperti yang dilakukan oleh petani di wilayah tulang bawang lampung yang secara kelompok mengajukan pendanaan untuk pembelian alat pertanian dan pupuk bagi. Begitupun pada pembiayaan mudharabah yang dititik beratkan pada aspek permodalan, masyarakat terbantu dengan pendanaan bagi pengembangan usahanya. Profit sharing yang diterapkan menjadikan masyarakat semakin antusias terhadap keberadaan BMT.


202Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Bila dikaji berdasarkan teori sibernetika sosial Talcot Parson maka kemiskinan sebagai masalah sosial dianggap telah merusak tatanan dalam masyarakat. Oleh karenanya Talcot Parson menempatkan ekonomi sebagai tatanan sosial paling tinggi artinya bahwa ekonomi merupakan energi yang mampu merusak atau memperbaiki tatanan sosial. Kemiskinan juga merupakan bagian dari masalah ekonomi yang sangat mempengaruhi hubungan sosial dalam suatu masyarakat sebagaimana yang dikatakan oleh Talcot Parson yang menggambarkan tentang sistem sosial. Parson menjelaskan bahwa dalam suatu masyarakat memiliki sub sistem yang saling mempengaruhi dengan fungsi yang melekat pada sub sistem tersebut. Sub sistem yang paling utama dalam sistem sosial parson adalah mengenai sub sistem ekonomi, kemudian politik, sosial dan budaya. Talcot Parson melihat bahwa sub sistem ekonomi berfungsi sebagai adaptasi, artinya bagaimana masyarakat itu dapat memanfaatkan sumber daya di sekitarnya dengan baik. Apabila subsistem ekonomi telah terjalin dengan baik, maka diperlukan sub sistem politik yang berfungsi sebagai goal persuance (pencapaian tujuan). Goal persuance berarti setiap warga masyarakat selalu mempunyai kebutuhan untuk mengetahui ke arah mana tujuan masyarakat itu digerakkan. Dengan politik, masyarakat dihimpun untuk menentukan satu tujuan bersama. Setelah kedua sub sistem tersebut terjalin dan berkorelasi satu sama lain, maka sub sistem sosial yang berfungsi sebagai integritas dan sub sistem budaya yang berfungsi pattern maintenance (mempertahakan pola) barulah dijalin. Integrasi berarti proses-proses / hubungan di dalam masyarakat yang diintegrasikan menjadi satu sehingga masyarakat merupakan satu kesatuan. Sementara itu, tanpa pattern maintenance masyarakat tidak dapat berintegrasi dan berdiri sebagai satu kesatuan. Ketika pihak masyarakat mendatangi BMT, maka pihak BMT akan menanyai kebutuhan nasabahnya dan menggunakan produk


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 203

yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, ketika ada nasabah yang menginginkan untuk membuka usaha, maka pihak BMT akan mengarahkan produk pembiayaan apa yang sesuai dengan kebutuhan nasabah tersebut. Dari sinilah nantinya akan terjadi akad yang didalamnya mencantumkan kesepakatan yang dibuat antara ppihak nasabah dengan BMT terkait dengan masalah pengembalian, profit low sharing, dan lain-lain yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Dan menariknya, pihak BMT tidak hanya sebatas memberikan dana kepada masyarakat, melainkan juga bertindak sebagai pengawas, demi memantau usaha yang dijalankan oleh nasabah tadi. Dengan adanya pengawasan seperti itu, tentu kita dapat melihat bahwa produk-produk yang ditawarkan BMT mampu meningkatkan kemandirian masyarakat. Mengingat BMT memiliki fungsi sebagai baitul maal dan baitul tanwil. Masyarakat tidak hanya diam, melainkan juga aktif berperan dalam mengembangkan usaha yang secara tidak langsung mampu mengurangi angka kemiskinan yang ada. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa salah satu fungsi hukum adalah tools of sosial control. Untuk mengontrol prilaku masyarakat, bisa dilakukan dengan cara pembenahan ekonomi. Karena sesuai dengan teori sibernatika Talcott Parson masalah utama yang dirasakan masyarakat adalah masalah ekonomi. Melihat kompleknya permasalahan kemiskinan saat ini, upaya-upaya yang dilakukan BMT sebagai lembaga keuangan mikro ini juga harus dibarengi dengan upaya pemerintah. Bila dikaitkan kembali dengan teori sibernatika permasalahan yang ada dalam masyarakat ini disebabkan oleh permasalahanpermasalahan ekonomi. Oleh karena itu, cara yang harus dilakukan dengan meningkatkan atau membenahi masalah perekonomian. Selain upaya yang telah dilakukan BMT, maka pemerintah harus melakukan upaya-upaya lainnya. BMT telah berupaya meningkatkan kemandirian masyarakat dengan tidak


204Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

memanjakan masyarakat hanya dengan memberikat bantuanbantuan semacam BLT, JPS atau Raskin saja. Selain itu, upaya meningkatkan kemandirian melalui produk-produk BMT ini juga telah meminimalisir terjadinya masalah korupsi. D. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan penulis sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang ada, lembaga keuangan khususnya BMT memiliki peranan yang sangat penting dalam mengatasi masalah kemiskina. Kemiskinan bukan hanya masalah sosial, melainkan juga merupakan bagian dari masalah ekonomi yang sangat mempengaruhi hubungan sosial dalam suatu masyarakat sebagaimana yang dikatakan oleh Talcot Parson yang menggambarkan tentang sistem sosial. Parson menjelaskan bahwa dalam suatu masyarakat memiliki sub sistem yang saling mempengaruhi dengan fungsi yang melekat pada sub sistem tersebut. Melihat kompleknya permasalahan kemiskinan saat ini, upaya-upaya yang dilakukan BMT sebagai lembaga keuangan mikro ini juga harus dibarengi dengan upaya pemerintah. Bila dikaitkan kembali dengan teori sibernatika permasalahan yang ada dalam masyarakat ini disebabkan oleh permasalahanpermasalahan ekonomi. Oleh karena itu, cara yang harus dilakukan dengan meningkatkan atau membenahi masalah perekonomian. BMT hadir sebagai lembaga keuangan mikro yang tidak hanya mampu menjadi penyalur ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqah) saja, melainkan juga sebagai penumbuh kemandirian ekonomi masyarakat. BMT merupakan lembaga keuangan Islam yang berperan dalam melakukan pembinaan bagi usaha kecil, peran pembiayaan murabahah menjadi sangat membantu masyarakat dalam mengembangkan usaha yang dilakukan.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 205 E. REFERENSI A Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Meneropong Prospek Berkembangnya Ekonomi Islam), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013. Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: Kencana, 2009. Anggito Abimanyu, Ekonomi Indonesia Baru (Kajian dan Alternatif Solusi menuju Pemulihan), Jakarta: Gramedia, 2000. Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Peransuransian Syari’ah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006. M.L. Jinghang, The Economic Of Development And Planning, Alih Bahasa: D. Guritno dalam Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Muhammad Syafi’i Antonio, BankSyariahdari Teori Kepraktik, Jakarta: Gema Insani Prees. Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2005. Nurul Huda, M.Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta, Kencana, 2010. Suwiknyo, Analisis Laporan Keuangan Syariah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Teguh Prasetyo dkk, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, Pustaka Pelajar, 2007, Yogyakarta. Zainuddin Ali, Hukum Perankan Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah: Lingkup, Peluang, dan Prospek, Jakarta: Alvabet, 1999.


206Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

ANALISIS PENDAPAT MADZHAB HANAFI TENTANG WANITA MENIKAH TANPA WALI DALAM KITAB AL-MABSUTH

Oleh: AKHMAD JUNAEDI

ABSTRAK Jumhur Ulama mensyaratkan adanya wali nikah dalam akad perkawinan dan wanita tidak boleh mengawinkan dirinya sendiri. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa sah wanita menikah tanpa wali. Adapun metode penulisan ini terdiri dari: pengumpulan data dengan menggunakan jenis penelitian studi kepustakaan (library reseach). Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analisis, dan menggunakan analisis data kualitatif. Selain itu digunakan pula metode deduktif dan metode induktif. Hasil penelitian: Menurut Madzhab Hanafi dalam kitab AlMabsuth menjelaskan bahwa perempuan boleh menikah tanpa wali, akan tetapi dengan syarat harus sudah dewasa dan calon suami harus sekufu.. Madzhab Hanafi berbeda pendapat dengan ulama yang menyatakan bahwa pernikahan harus dengan wali. Ini dikarenakan Madzhab Hanafi berpendapat bahwa hadits la nikaha illa bi wali yang digunakan jumhur ulama untuk menentukan keharusan wali dalam pernikahan masih terdapat permasalahan tentang sanad dan matannya. Sehingga Madzhab Hanafi berpendapat hadits tersebut tidak termasuk dalam hadits mutawatir. Perbedaan pendapat madzhab Hanafi dalam menentukan pernikahan wanita tanpa wali karena konsep kehati-hatian dalam kemaslahatan wanita tersebut. Akan tetapi Madzhab Hanafi sepakat bahwa pernikahan


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 207

wanita tanpa wali adalah sah. Akan tetapi dengan adanya perbedaan pendapat dalam Madzhab Hanafi menunjukan bahwa tujuan wali adalah untuk mengarahkan kepada kebahagiaan wanita yang menikah. Kata Kunci: Madzhab Hanafi, menikah, wali.

A. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sunatullah yang berlaku bagi semua makhluk Allah SWT. baik manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan. Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya114. Bagi manusia, perkawinan adalah sunatullah yang sifatnya sangat sakral. Allah berfirman dalam QS. Adz-Dzariat: 49 yang berbunyi: (۴٩: ‫ )اﻟﺬّارﯾﺖ‬ Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.115

Perkawinan merupakan salah satu ajaran yang penting dalam Islam. Begitu pentingnya sehingga al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang baik secara langsung maupun tidak langsung membahas mengenai masalah perkawinan. Bahkan Allah telah menunujukan kepada kita semua bagaimana kekuasaan Allah dalam menciptakan pasangan. Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I,( Bandung : Pustaka Setia, 1999), h. 9 115 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Media Cipta), h. 521 114


208Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Kemudian dalam QS. Yasiin: 36, yang berbunyi: ) ( ۳۶ : ‫ﻳﺲ‬

Artinya: “Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.116 Perkawinan merupakan suatu jalan yang dipilih Allah bagi manusia untuk memiliki keturunan dan menjaga kelestarian hidupnya. Kemudian masing-masing pasangan siap melakukan peranan yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Firman Allah SWT. QS. An-Nisaa’ : 1, yang berbunyi :  ‫) اﻟﻨﺴﺎء‬ ( ۱: Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.117. 116Ibid, 117Ibid,

h. 312 h. 122


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 209

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban suami istri. Dari salah satu syarat pernikahan adalah adanya seorang wali nikah baik dari wali nasab maupun wali hakim. Mengenai masalah wali, Indonesia adalah negara yang banyak menggunakan pemikiran dari Imam Syafi’i, karena itu dasar hukum yang dipakai di Indonesia adalah kitab-kitab karangan Imam Syafi’i yang telah di bukukan menjadi KHI dan dipakai sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah pernikahan di negara Indonesia.

Karena Rosulullah SAW bersabda : ‫ ﻓَِﺎ ْن َد َﺧ َﻞ ﺑِﻬَﺎ ﻓَـﻠَﻬَﺎ‬،ٌ‫ ﻓَﻨِ َﻜ ُﺤﻬَﺎ ﺑَﺎ ِﻃﻞ‬،ٌ‫ ﻓَﻨِ َﻜ ُﺤﻬَﺎ ﺑَﺎ ِﻃﻞ‬،ٌ‫َﺖ ﺑِﻐَﯩْ ِﺮ اِ ْذ ِن َوﻟِﻴﱢـﻬَﺎ ﻓَﻨِ َﻜ ُﺤﻬَﺎ ﺑَﺎ ِﻃﻞ‬ ْ ‫اَﻳﱡﻤَﺎ ا ْﻣ َﺮاَةٍ ﻧَ َﻜﺤ‬ (‫اﻟْ َﻤ ْﻬ ُﺮ ﺑِﻤَﺎ ا ْﺳﺘَ َﺤ ﱠﻞ ِﻣ ْﻦ ﻓـَﺮِْﺟﻬَﺎ ﻓَِﺎ ْن اِ ْﺳﺘَ َﺠﺮُوْا ﻓَﺎ ُﺳﻠْﻄَﺎُن َوﻟِ ُﻲ َﻣ ْﻦ َﻻ َوﻟِ َﻲ ﻟَﻪُ)رواﻩ اﻟﺨﻤﺴﺔ ةاﻻاﻟﻨﺴﺎئ‬ Artinya: Perempuan mana saja yang kawin tanpa izin walinya maka perkawinannta batal. Perkawinanya batal, perkawinanaya batal. Apabila suami telah melakukan hubungan seksual maka si perempuan telah sudah berhak mendapatkan mas kawin lantaran apa yang telah ia buat halal pada kemaluan perempuan itu. Apabila wali-wali itu enggan maka Sultanlah (pemerintah) yang menjadi wali bagi orang yang tidak ada walinya.118 Berdasarkan Hadis diatas jelas bahwa suatu pernikahan akan sah apabila ada wali yang hadir pada saat ijab dan qobulnya. Apabila wali tidak ada, maka pernikahanya itu batal atau tidak Al-Asyqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram,( Jakarta: Gema Insani, 2013) h. 430. 118


210Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

sah. Inilah yang dipakai oleh Imam Syafi’i untuk menjadi dasar bahwa salah satu dari rukun pernikahan adalah adanya wali, baik itu wali nasab maupun wali hakim.119. Imam Malik berpendapat wali adalah syarat untuk mengawinkan perempuan bangsawan, bukan untuk mengawinkan perempuan awam. Sedangkan menurut Imam Syafi’i berpendapat bahwa wali nikah dari pihak perempuan merupakan suatu rukun dalam pernikahan. Sehingga apabila ada perempuan yang masih gadis menikah tanpa adanya wali maka pernikahanya tidak sah. Sedangkan madzhab Hanafiah tidak mensyariatkan wali dalam suatu perkawinan. Perempuan yang telah berakal menurutnya boleh mengawinkan dirinya sendiri, tanpa wajib adanya wali dan dua orang saksi. Imam Hanafi (Nu’man bin Tsabit) sebagai pendiri madzhab Hanafi yang diikuti oleh para Ulama Hanafiah dalam kitab Al-Mabsuth berpendapat:

‫ﺴﻬَﺎ ﺟَﺎ َز‬ َ ‫َﺖ ﻧَـ ْﻔ‬ ْ ‫َﺖ ﺑِ ْﻜﺮًا ا َْو ﺛَـ ْﻴﺒًﺎِ اذَا َزﱠوﺟ‬ ْ ‫َواَ َﺧ َﺬ اَﺑـ ُْﻮ َﺣﻨِْﻴـ َﻔﺔَ رَِﺣ َﻤﻪُ ﷲُ ﺗَـﻌَﺎﻟَﻰ ﺳَﻮَاءٌ ﻛَﺎﻧ‬ ‫ﺢ‬ ٌ ‫َﺤ ْﻴ‬ ِ‫ح ﺻ‬ ُ ‫ ﻓَﺎاﻧﱢﻜَﺎ‬. ‫ج َﻛﻔَﻮأً ﻟَﻬَﺎ او ﻏﻴﺮ ﻛﻒ‬ ُ ‫ﱠﺰو‬ ْ ‫ح ﻓِﻰ ﻇَﺎ ِﻫ ِﺮ اﻟِﺮوَاﻳَِﺔ ﺳَﻮَاء ﻛَﺎ َن اَﻟ‬ ُ ‫اﻟِﻨﻜَﺎ‬ 120

‫َﻻ ْﻋﺘِﺮَاض‬ ِْ ‫ا ﱠِﻻ اَﻧﱠﻪُ اِذَا ﻟَ ْﻢ ﻳَ ُﻜ ْﻦ َﻛﻔَﺆًا ﻟَﻬَﺎ ﻓَﻠ ِْﻼ َْؤﻟٍﻴَﺎ ِء َﺣ ﱡﻖ ا‬

Artinya: ”Abu hanifah mengambil pendapat tersebut dan berkata meskipun seorang wanita tersebut baik ia gadis ataupun janda, ketika ia melakukan sendiri akad nikahnya, maka nikahnya diperbolehkan. Ghozali, Abdul Rahman, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2010) h. 56. 120 Imam As-Sarkhosi, Al-mabsuth li Syamsiddini, Juz 5, (Beirut, Libanon: Darul ma’rifat) h.10. 119


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 211

Dalam satu riwayat sah nikahnya meskipun calon suaminya sekufu ataupun tidak. Kecuali apabila ia melakukan perkawinan dirinya sendiri itu dengan orang yang tidak kufu (tidak sepadan) maka wali berhak membatalkanya.�

Pendapat Imam hanafi di atas diikuti oleh Abu Yusuf murid Imam Hanafi. Pendapat Madzhab Hanafi dalam kitab AlMabsuth di atas, menunjukan bahwa mengenai pernikahan wanita tanpa wali Ulama Hanafiah berbeda pendapat. Perbedaan pendapat Madzhab Hanafi tersebut berpengaruh dalam penentuan tentang peran wali dalam pernikahan. pendapat Madzhab Hanafi di atas menimbulkan masalah dalam rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam suatu.

B.

KAJIAN TEORI 1. Rukun dan Syarat Pernikahan Para ulama Hanafi sepakat bahwa yang menjadi rukun dalam pernikahan adalah ijab dan Qobul. Sedangkan mengenai syarat pernikahan Madzhab hanafi menjadi beberapa bagian. Dianataranya adalah: a. Syarat sah pernikahan. Madzhab Hanafi membagi sarat sah pernikahan ada dua yaitu syarat sah orang yang berakad dan syarat yang berhubungan dengan berjalanya akad. b. Mengenai syarat sahnya orang yang berakad Madzhab Hanafi sepakat bahwa orang yang menikah harus berakal yang jelas dan nyata. Sehingga menurut Ulama Hanafiah tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh orang gila ataupun anak kecil yang tidak berakal. c. Mengenai syarat yang berhubugan dengan berjalanya akad yaitu akad nikah harus dilakukan dalam satu majelis. d. Syarat dalam hal berlanjutnya pernikahan yaitu orang yang melakukan pernikahan harus baligh. Oleh karena itu


212Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

pernikahan anak kecil yang berakal sah dalam melakukan akad pernikahan, akan tetapi anak kecil yang berakal dan belum baligh tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan pernikahan. Karena Madzhab Hanafi sepakat bahwa Syarat untuk melanjutkan pernikahan adalah Baligh.1

2.

Ketentuan Wali a. Pengertian Wali Nikah Pengertian wali menurut berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata ‫ وﻟﻲ‬di mana dalam kamus Al Munawwir, kata tersebut diartikan sama dengan ‫ ﻗﺮب‬yang berarti dekat. Sejalan dengan pemaknaan di atas, apa yang diungkapkan oleh Mahmud Yunus dalam kamus Arab-Indonesia bahwa kata wali berasal dari ‫ )وﻟﻲ ﯾﻠﻲ وﻟﯿﺎ( ﻓﻼﻧﺎ‬yang diartikan melindungi, amat dekat kepada si pulan, mengikutinya, mengiringinya tanpa batas.2 Pengertian wali menurut istilah, wali dapat berarti penjaga, pelindung, penyumbang, teman, pengurus, dan juga digunakan dengan arti keluarga dekat. Seperti yang telah disinggung di atas wali ada yang bersifat umum dan khusus. Kewalian umum adalah mengenai orang banyak dalam satu wilayah atau negara, sedang kewalian khusus ialah mengenai pribadi seseorang atau hartanya. Perwalian menurut Ulama Hanafiah tidak hanya menyangkut masalah pengampuan bagi sesorang yang belum cakap dalam urusanya baik masalah pribadi ataupun dalam masalah perkawinan. Sehingga Ulama Hanafiah mendefinisikan wali ialah orang yang berhak dan berkuasa untuk melakukan perbuatan

Bakar Al Kasani, Bada’us Shana’i, Juz 3, (Libanon :Dar Al Kutub Al ilmiyah, tt), h. 325. 2Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, ( Jakarta: Hida Karya Agung, 1989) h. 506-507. 1Abu


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 213

hukum bagi orang yang berada di bawah perwaliannya menurut ketentuan syari’at.3

Dalam Ensiklopedi Islam di Indonesia dibahas tentang wali, yaitu wali hakim. Yang dimaksud dengan wali hakim ialah wali dalam suatu perkawinan bagi wanita yang tidak ada walinya, maka hakim setempat menjadi walinya.4 Kemudian Sayid Sabiq dalam karangannya Fiqh Sunnah , disebutkan, wali nikah adalah suatu yang harus ada menurut syara’ yang bertugas melaksanakan hukum atas orang lain dengan paksa.5 Dengan melihat beberapa ketentuan tentang pengertian wali di atas dapat kita ketahui bahwa wali yang dimaksud di sini adalah orang yang mengasuh orang yang berada di bawah perwaliannya dan dalam hal ini cenderung pada wali dalam suatu pernikahan. Wali adalah orang atau pihak yang memberikan izin berlangsungnya akad nikah antara laki-laki dan perempuan. Imam Syafi’i mengatakan bahwa wali yang paling berhak menikahkan adalah wali yang paling dekat hubungannya dengan mempelai perempuan (waliaq’rob), sehingga muncul tartibul wali di mana runtutan para wali juga dimulai dari ayah, kakek dan seterusnya.6 Dengan demikian, ayah lebih berhak menikahkan dibanding dengan kakek. Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 232:

Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2006) h.168. 4Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Fiqih, (Jakarta: Prenada Media, 2010) h. 93. 5 Sayid, Sabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut : Darul Fiqr, 1983) h. 111. 6Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah, (Surabaya: Terbit Terang, 2006) h. 27. 3Abdurrahman,


214Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014



 (٢٣٢ : ‫ﺳﻮرة اﻟﺒﻘﺮاة‬) Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”7

Dalam hal ini al-Maraghi menjelaskan dalam firman Allah: “‫ﺑﻴﻨﻬﻢ‬ ” menunjukkan bahwasanya tidak ada halangan bagi seseorang laki-laki untuk melamar perempuan atau janda tersebut langsung kepada dirinya untuk melakukan pernikahan. Pada saat itu diharamkan pada walinya menahan dan menghalang-halangi melakukan pernikahan dengan orang yang melamarnya8 Selain dari ayat-ayat al-Qur’an di atas yang membahas tentang wali, ada beberapa hadis Nabi diantaranya adalah:

Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Media Cipta. 8Mustafa, Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: PT Karya Toha, 1993) h. 312. 7Departemen


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 215

،ٌ‫ ﻓَﻨِ َﻜ ُﺤﻬَﺎ ﺑَﺎ ِﻃﻞ‬،ٌ‫ ﻓَﻨِ َﻜ ُﺤﻬَﺎ ﺑَﺎ ِﻃﻞ‬،ٌ‫َﺖ ﺑِﻐَْﯩ ِﺮ اِ ْذ ِن َوﻟِﻴﱢـﻬَﺎ ﻓَﻨِ َﻜ ُﺤﻬَﺎ ﺑَﺎ ِﻃﻞ‬ ْ ‫اَﻳﱡﻤَﺎ ا ْﻣ َﺮاَةٍ ﻧَ َﻜﺤ‬

‫ْﺟﻬَﺎ ﻓَِﺎ ْن اِ ْﺳﺘَ َﺠﺮُوْا ﻓَﺎ ُﺳ ْﻠﻄَﺎُن َوﻟِ ُﻲ َﻣ ْﻦ‬ ِ‫ﻓَِﺎ ْن َد َﺧ َﻞ ﺑِﻬَﺎ ﻓَـﻠَﻬَﺎ اﻟْ َﻤ ْﻬ ُﺮ ﺑِﻤَﺎ ا ْﺳﺘَ َﺤ ﱠﻞ ِﻣ ْﻦ ﻓـَﺮ‬ (‫ةاﻻاﻟﻨﺴﺎئ‬

‫َﻻ َوﻟِ َﻲ ﻟَﻪُ)رواﻩ اﻟﺨﻤﺴﺔ‬

Artinya: “Perempuan mana saja yang kawin tanpa izin walinya maka perkawinannta batal. Perkawinanya batal, perkawinanaya batal. Apabila suami telah melakukan hubungan seksual maka si perempuan telah sudah berhak mendapatkan mas kawin lantaran apa yang telah ia buat halal pada kemaluan perempuan itu. Apabila wali-wali itu enggan maka Sultanlah (pemerintah) yang menjadi wali bagi orang yang tidak ada walinya.”9

Dengan melihat beberapa dasar hukum yang tersebut tadi dapat disimpulkan bahwa menurut Imam Syafi,i peranan wali dalam suatu pernikahan sangatlah penting karena akan menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan. Sedangkan menurut Ulama Hanfiah wali hanya sebagai seseorang yang menjaga atau melindungi hak orang yang berada dalam pengampuanya. Sehingga wali hanya berhak menikahkan orang yang masih kecil atau orang gila yang belum bisa memilih kebaikan untuk dirinya sendiri.10 b. Syarat dan Klasifikasi Wali 1) Syarat-Syarat Wali Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya suatu akad pernikahan, karena perwalian itu ditetapkan untuk membantu ketidakmampuan orang yang menjadi objek perwalian dalam Ibnu Hajar, Bulughul Maram, (Jakarta: Gema Insani, 2013) h. 430. 10Abu Bakar Al Kasani, Bada’us Shana’i, Juz 3., h. 327. 9Al-Asyqalani,


216Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

mengekspresikan dirinya. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat diterima menjadi wali atau saksi, tetapi hendaklah orangorang yang memenuhi persyaratan diantaranya: a) Islam Wali bagi perempuan muslimah tidak boleh dari orang kafir. Alllah ta’ala berfirman:

(٧١ :‫ْﺾ )اﻟﺘﻮﺗﻪ‬ ٍ ‫ﻀ ُﻬ ْﻢ ا َْوﻟِﻴﺎَءُ ﺑَـﻌ‬ ُ ‫َت ﺑَـ ْﻌ‬ ُ ‫َواْﻟﻤ ُْﺆِﻣﻨُـ ْﻮ َن َواْﻟﻤ ُْﺆﻣِﻨﺎ‬ Artinya: “Para lelaki mukmin dan para wanita mukminah itu satu sama lain saling mengasihi, saling membantu”

Orang kafir tidaklah merupakan pembantu bagi wanita muslimah, karena perbedaan agama, maka ia tidak boleh menjadi wali.11 Jadi tidak ada hak perwalian bagi orang kafir atas wanita muslimah.

b) Baligh Orang tersebut sudah pernah bermimpi junub/ihtilam (keluar air mani), atau ia sudah berumur sekurang-kurangnya 15 tahun. Dari Imam Ahmad ada riwayat lain: jika seorang anak telah menginjak usia sepuluh tahun, maka ia boleh menikahkan dan menikah serta menceraikan. Yang menjadi dasarnya adalah bahwa

Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Alhusaini, Kifayah Al-Ahyar, diterjemahkan Syarifudin Anwar dan Misbah Musthafa, Kifayatul Akhyar (Kelengkapan Orang Saleh), Bahagian Kedua, (Surabaya: Bina Iman, tt) h. 105. 11


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 217

anak tersebut dibenarkan untuk melakukan transaksi jual beli, berwasiat dan menceraikan.12

c) Berakal Perwalian itu ditetapkan untuk membantu ketidakmampuan orang yang menjadi obyek perwalian dalam mengekspresikan dirinya. Sedangkan orang yang tidak berakal pasti tidak mampu melakukannya dan tidak dapat mewakili orang lain, sehingga orang lain lebih berhak menerima perwalian tersebut. Ketetapan tersebut apabila orang gila tersebut terus menerus. Kalau kegilaan tersebut terputus-putus (kadang gila kadang waras), ada perbedaan pendapat. Sebagian pendapat mengatakan orang tersebut boleh menikahkan di saat sembuh dari gila, dan pendapat yang sahih tidak boleh menjadi wali sama seperti yang gila terus menerus. d) Merdeka Ulama berbeda pendapat dalam menetapkan perwalian budak. Sekelompok ulama mengatakan bahwa seorang budak tidak mempunyai hak perwalian, baik atas dirinya sendiri atau orang lain. Sedangkan ulama Hanafiah mengemukakan bahwa seorang wanita boleh dinikahkan oleh seorang budak atas izinnya, dengan alasan bahwa wanita itu dapat menikahkan dirinya sendiri.

e) Laki-laki Laki-laki merupakan syarat perwalian, jadi perempuan dan banci tidak boleh menjadi wali nikah. Demikian merupakan pendapat seluruh ulama. Berdasarkan hadis nabi yang berbunyi: 12Ibid.


218Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

َ‫ْﺴﻬﺎ‬ ِ ‫ج اﻟْﻤ َْﺮأَةُ اْﻟﻤ َْﺮأَةَ َوﻻَ ﺗُـﺰﱢَو ُﺟﺎْﻟﻤ َْﺮأَةُ ﻧَـﻔ‬ ُ ‫ﻻَﺗُـﺰﱢَو‬ Artinya:

”Janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain, dan jangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri” 13 f) Adil Mengenai kedudukannya sebagai syarat terdapat dua pendapat. Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa wali harus adil. Sedangkan wali tidak disyaratkan adil menurut pendapat Imam Malik, dan Abu Hanifah serta salah satu pendapat Imam Syafi’i. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan syarat menjadi wali diringkas hanya menjadi empat persyaratan, sebagaimana tercantum dalam pasal 20 ayat 1 yang berbunyi “yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni Muslim, aqil dan baligh”15 2) Klasifikasi Wali Ulama Hanafiah membagi wali dalam pernikahan menjadi empat bagian yaitu : a. Wali milik yaitu yang berkaitan dengan budak atau orang yang dibawah kepemilikanya. b. Wali kerabat yaitu wali yang ada hubungan keluarga. c. Wali wilayah yaitu wali yang bertanggung jawab atas orang yang diampunya baik dari pihak keluaraga ataupun tidak. d. Wali Imamah yaitu wali yang dari pemimpin atau penguasa.16

13 Al-Asyqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, (Jakarta: Gema Insani, 2013) h. 432. 15 Kompilasi Hukum Islam. 16 Abu Bakar Al Kasani, Bada’us Shana’i, Juz 3, h. 318.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 219

Sedangkan Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 20 ayat (2) menerangkan bahwa wali nikah terdiri dari Wali Nasab dan Wali Hakim. Wali nasab adalah orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan calon pengantin perempuan.17 Orang-orang tersebut adalah keluarga mempelai wanita yang berhak menjadi wali menurut urutannya. Adapun urutan wali nasab akan dijelaskan selanjutnya. Sedangkan wali hakim menurut Islam adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan di negara tersebut dalam membawahi rakyat dan mengatur kebutuhan rakyatnya. Untuk perkara ini di Indonesia tidak hanya sekedar orang yang memiliki otoritas kekuasaan tertentu, misal hakim di pengadilan, Camat, Bupati, atau pejabat lainnya, melainkan sudah ada birokrasi tertentu yang bertugas sebagai pencatat pernikahan, yakni KUA, mereka memiliki kekuasaan di bidangnya, yakni para Penghulu atau Naib.18 Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 pasal 1 poin b yang berbunyi: “Wali Hakim adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk bertindak sebagai Wali Nikah bagi calon mempelai wanita yang tidak mempunyai Wali”.19 Jadi yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai wali hakim adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Adapun mengenai urutan wali nikah yang disepakati jumhur ulama termasuk Imam Syafi’i adalah sebagai berikut: 1. Bapak 2. Kakek kompilasi Hukum Islam. Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah, h. 33. 19 Departemen Agama Republik Indonesia, Pedoman Pegawai Pencatatan Nikah (PPN), Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta, 2004, h.258. 17 18


220Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

3. Saudara laki-laki sekandung 4. Saudara laki-laki seayah 5. Anak saudara laki-laki dari saudara laki-laki sekandung (keponakan) 6. Anak saudara laki-laki seayah 7. Paman Sekandung (maksudnya paman dari ayah yang seibu dan seayah) 8. Paman seayah 9. Anak laki-laki dari paman sekandung 10.Anak laki-laki dari paman seayah. 11.bila semua itu tidak ada, barulah menikah menggunakan wali hakim.20 Menurut Imam Syafi’i , bahwa perempuan tidak sah menikah kecuali dinikahkan oleh wali aqrob (wali yang dekat), bila tidak ada wali aqrob boleh dinikahkan oleh wali ab’ad (wali yang jauh, dan jika tidak ada wali yang jauh, boleh dinikahkan oleh wali hakim.21 Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa hak untuk menjadi wali tidak hanya kepada keturunan yang seayah (ashobah). Tetapi juga diberikan kepada selain ashobah, misalnya paman dari pihak ibu serta anak dari paman tersebut.22

3. Dasar Hukum Madzhab Hanafiah

Metode yang dipakai Imam Abu Hanifah ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf (Adat). Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana Media Grup 2012), h. 265 21 Fatihuddin Abul Yasin., Risalah Hukum Nikah h. 34 22 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Semarang, Asy-Syifa: 2001), h. 375 20


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 221

1) al-Qur’an, Abu Hanifah memandang al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan hukum sebagaimana imamimam lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam menjelaskan maksud (dilalah) al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah. 2) Sunnah/Hadis, Imam Abu Hanifah juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sebagaimana imam-mam yang lain. Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-syarat khusus dalam penrimaan sebuah hadis (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadis dari sisi Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi Matan (isi) hadis dengan membandingkannya dengan hadis-hadis lain dan kaidah-kaidah umum yang telah baku dan disepakati. 3) Ijma’, Imam Abu Hanifah mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah meneliti kebenaran terjadinya Ijma’ tersebut. 4) Perkataan Shahabah, metode Imam Hanafi adalah jika terdapat banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil yang sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan jika ada beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung berijtihad sendiri. 5) Qiyas, Imam Hanafi menggunakannya jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan solusi permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung (dilalah isyarah atau thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu Hanifah dalam mencari sebab (ilat) hukum. 6) Istihsan, dibandingkan imam-imam yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling seirng menggunakan istihsan dalam menetapkan hukum.


222Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

7) ‘Urf dalam masalah-masalah furu’ Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad dan syarat.23

4. Pendapat Madzhab Hanafi tentang wali nikah

Golongan Hanafiyah berpendapat bahwa tidak ada wali kecuali mujbir, karena arti dari perwalian disini adalah memutuskan pendapat atas orang lain baik ia rela ataupun tidak, maka tidak ada wali bagi mereka kecuali wali mujbir yang dapat memutuskan pada akadnya, dan dikhususkan bagi wali mujbir untuk memaksa anak kecil perempuan secara mutlak (demikian pula orang (kewalian) yang majnun laki-laki ataupun perempuan meskipun mereka telah dewasa”.24 Abu Hanifah berpendapat bahwa persetujuan wanita gadis atau janda harus ada dalam pernikahan. Sebaliknya kalau mereka menolak maka akad nikah tidak boleh dilaksanakan, meskipun oleh bapak. Argumentasi dalil yang dijadikan pijakan Abu Hanifah dalam penetapan harus adanya persetujuan gadis dalam perkawinan adalah; Pertama, hadis dari Aisyah yang menceritakan tentang kedatangan seorang perempuan bernama al-Khansa binti Khidam al-Anshariyah kepada Rasulullah Saw. Yang mengadukan bahwa bepaknya telah mengawinkan dirinya dengan anak saudara bapaknya yang tidak ia senangi. Rasul Saw. Bertanya; "apakah kamu dimintakan izin (persetujuan)?" al-Khansa menjawab: "saya tidak senang dangan pilihan bapak". Rasul saw kemudian memanggil bapaknya, lalu menyuruhnya agar menyerahkan persoalan perjodohan itu kepada putrinya, dan menetapkan Ibnu Mubarok Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, “ Istimbath Madzhab Hanafi” dalam http// file://biografi imam Hanafi.net. tanggal 15 november 2013. 24 Abu Bakar Al Kasani, Bada’us Shana’i, Juz 3, h. 340. 23


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 223

hukum perkawinan al-Khansa sebagai perkawinan yang tidak sah, seraya berpesan, "nikahilah dengan orang yang kamu senangi". Al-Kahnsa kemudian berkomentar; "wahai Rasulullah, sebenarnya biar saja saya menerima pilihan bapak, tetapi saya ingin agar kaum perempuan mengetahui bahwa para bapak tidak berhak memaksakan kehendaknya untuk menikahkan putrinya," dalam hal ini Nabi Menyetujuinya. Nabi pun waktu itu tidak menanyakan status al-Khansa, apakah gadis atau janda. Jadi, kasus al-Khansa ini menjadi salah satu dalil tidak adanya perbedaan antara gadis dan janda tentang harus adanya persetujuan dari yang bersangkutan dalam perkawinan.25 Kedua, hadis yang menyatakan bahwa seorang wali boleh menikahkan gadis dengan syarat calon mempelai setuju dengan perkawinan tersebut, yang tanda persetujuannya cukup dengan diamnya. Sebaliknya, kalau menolak sang gadis tidak boleh dipaksa. Hadis-hadis tersebut diatas memperkuat posisi hadis yang menyatakan "seorang gadis harus dimintai persetujuan dalam perkawinan". Tindakan Nabi SAW yang membedakan perkawinan janda tanpa persetujuannya dan kemudian menikahkannya, juga dijadikan legitimasi hukum oleh Abu Hanifah atas kebolehan seorang hakim menggantikan posisi wali nasab karena tidak bersedia menjadi wali dalam perkawinan anaknya. Sebab dalam kasus ini, Nabi menikahkan pria tersebut dengan pria pilihannya karena wali nasab menolak menikahkan. Kasus ini menunjukkan bahwa pilihan janda lebih diperhitungkan daripada pilihan walinya. Dengan demikian, persetujuan dari calon mempelai wanita, menurut Abu Hanifah, adalah suatu keharusan dalam perkawinan, baik seorang gadis maupun janda. Perbedaannya, persetujuan gadis cukup dengan diamnya, sementara janda harus dinyatakan secara tegas. 25Ibid.


224Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Menurut Hanafi, wali hanya menjadi rukun dalam pernikahan anak kecil. Kaitannya dengan persetujuan mempelai, hanya Madzhab Hanafi yang mengharuskan adanya persetujuan dari mempelai perempuan secara muthlak. Oleh karena itu bagi perempuan yang sudah dewasa dan baligh menurut Madzhab Hanafi bisa menikahkan dirinya sendiri tanpa harus adanya wali. Sedangkan menurut Abu Yusuf berpendapat hampir sama dengan gurunya yaitu Imam Hanafi. Abu Yusuf menambahakan bahwa seorang gadis ataupun janda yang sudah dewasa atau baligh boleh menikahkan dirinya sendiri tanpa ikut campur tangan wali. Abu Yusuf mengkategorikan dewasa adalah telah bisa mengetahui kemaslahatan bagi dirinya sendiri dan bisa menasarufkan hartanya untuk kebaikan dirinya sendiri.26 Selain syarat harus dewasa Abu Yusuf juga menambahkan syarat calon suami yang akan dinikahi gadis ataupun janda tanpa campur tangan wali harus sekufu. Karena menurut Abu Yusuf dengan syarat sekufu akan dapat menjadikan kemaslahatan bagi suami dan istri dalam pernikahan. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Biografi kitab Al-Mabsuth Imam Hanafi adalah seorang ahli fiqih yang banyak diikuti pendapatnya oleh para pengikutnya. Akan tetapi Imam Hanafi tidak pernah mengumpulkan pendapatnya tentang permasalahan fiqih menjadi sebuah buku. Murid-murid Imam Hanafi belajar kepada Imam Hanafi dengan cara datang dan mendengarkan fatwa-fatwanya, dan melakukan tanya jawab tentang persoalanpersoalan fiqih. Seseorang yang meluangkan waktunya untuk menulis tentang pendapat- pendapat Imam Hanafi adalah salah

26

Abu Bakar Al Kasani, Bada’us Shana’i, Juz 3, h. 345.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 225

satu muridnya yang bernama Muhammad bin Hasan AsySyaibani.

Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani menulis pendapatpendapat Imam Hanafi untuk memudahkan para murid atau orang-orang yang belajar fiqih. Penjelasan Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani dalam kitabnya dinilai oleh Muhammad bin Ahmad Al Marwazi terlalu melebar dan belum terperinci secara berurutan. Selain itu dalam kitab Muhammad bin Hasan AsySyaibani masih banyak mengulang suatu permasalahan, sehingga para murid-muridnya hanya bisa menghafalnya. Muhammad bin Ahmad Al Marwazi menyempurnakan kitab karangan Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani dengan menghilangkan pengulangan suatu permasalahan yang ada di dalamnya dan membuatnya menjadi lebih terperinci. Kemudian Muhammad bin Ahmad Al Marwazi mengarang kitab AlMuhtashor untuk menyempurnakan kitab karangan Imam AsySyaibani.121 Imam Abu bakar Muhammad bin Abi Sahal As-Sarakhsi menemukan keganjalan pada masanya, yaitu berpalingnya para pencari ilmu pada masa itu. Hal ini dikarenakan: Pertama para murid lebih banyak memperdebatkan masalah khilafiyah atau perbedaan pendapat masalah fiqih, sehingga ilmu fiqih sendiri tidak berkembang. Kedua para guru juga hanya fanatik dan menjelaskan panjang lebar pada salah satu pendapat dan menolak pendapat yang lain sehingga kajian fiqih tidak berkembang.

Imam As-Sarakhsi, Al-mabsuth li Syamsiddini,, juz 1, (Beirut, Libanon : Darul ma’rifat), h. 2 121


226Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Ketiga banyak dari para ahli kalam yang menjelaskan panjang lebar tentang masalah fiqih dengan bahasa filsafat, sehingga fiqih dan filsafat bercampur menjadi satu.28 Karena hal-hal diatas, Imam Abu bakar Muhammad bin Abi Sahal As Sarakhsi mencoba menjelaskan kembali kitab mukhtashor kepada para sahabatnya dengan mengarang kitab AlMabsuth. Pengarang kitab Al-mabsuth adalah Syamsul al-immah Abu Bakar Muhammad bin Abi Sahal As Sarakhsi murid Al Hilwani. Imam As Sarakhsi termasuk mujtahid tentang masalah-masalah yang terjadi pada masanya. Imam As Sarakhsi seorang Imam yang sangat pandai, ahli hujjah, seorang ahli kalam, seorang ahli diskusi, ahli ushul dan seorang mujtahid. Selain mengarang kitab Al-Mabsuth, Imam As Sarakhsi juga mengarang kitab Ushul Fiqih, sarah As Sairul kabir dan Sarah Mukhtashar Ath Thawafi. Kitab Al mabsuth adalah suatu ungkapan dari sarah Al Kahfi hakim was Syahid dan telah dicetak di Mesir. Imam As Sarakhsi meninggal pada tahun 490 H.29 Kitab Al-Mabsuth terbagi menjadi 10 Jilid dan setiap jilid mengupas berbagai permasalahan fiqih terutama mengenai pendapat imam Hanafi dan para murid-muridnya. Akan tetapi dalam kitab Al-Mabsuth juga menjelaskan tentang pendapat ulama lain yang bertentangan dengan pendapat Imam Hanafi dalam suatu permasalahan. a. Jilid 1 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang sholat dan semua ibadah yang berhubungan dengan sholat. Selain itu jilid 1 juga mengatur masalah thaharah dan pendapat Imam Hanafi tentang bab tersebut. 28Ibid.

Hudari Bik, Tarjamah Tarikh AL-Tasyrik AL-Islami, alih bahasa Muh. Zuhri, , (Indonesia : Darul Ikhya, tt) h. 365. 29


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 227

b. Jilid 2 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang shalat tarawih dan zakat. c. Jilid 3 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang puasa bulan ramadhan dan masalah haid bagi perempuan. d. Jilid 4 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang masalah haji dan nikah anak kecil e. Jilid 5 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang masalah nikah, salah satu pembahasanya adalah nikah tanpa wali f. Jilid 6 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang thalak, rujuk, dhihar. g. Jilid 7 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang memerdekakan budak dan hal yang berkaitan dengannya. h. Jilid 8 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang sumpah i. Jilid 9 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang hudud j. Jilid 10 dalam kitab Al-Mabsuth membahas tentang perjalanan, istihsan dan berdagang Dari beberapa jilid diatas, yang membahas pendapat Madzhab Hanafi tentang wanita menikah tanpa wali yaitu di jilid 5 yang berjumlah kurang lebih 235 halaman. Dalam jilid 5 dijelaskan secara terperinci tentang Pendapat Madzhab Hanafi dan dasar hukum yang dipakai dalam mengeluarkan pendapat tentang wanita menikah tanpa wali.

2. Pendapat Madzhab Hanafi tentang Wanita Menikah Tanpa Wali dalam Kitab Al-Mabsuth Seperti kita ketahui Madzhab Hanafi adalah Madzhab yang paling tua karena pendiri Madzhab Hanafi yaitu Imam Hanafi lahir pada tahun 80 H atau 699 M. Imam Hanafi banyak mengeluarkan fatwa-fatwa tentang fiqih pada masa itu, Oleh karena itu banyak ulama yang menjuluki Imam Hanafi sebagai ahli fiqh. Selain itu karena kehati-hatian beliau dalam


228Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

meriwayatkan hadis dan lebih condong menggunakan ra’yu, maka beliau dijuluki dengan Imam Ashhabur ra’yu.30 Abu hanifah mempunyai banyak murid akan tetapi ada 4 orang yang sangat terkenal sebagai ulama besar di dunia Islam, antara lain: a. Imam Abu Yusuf, Ya’kub Ibn Ibrahim al-Anshary. Beliau dilahirkan tahun 113 H. Mula-mula ia belajar dengan Imam Ibnu Layla di kota Kuffah, kemudian pindah belajar menjadi murid Imam Hanafi. Karena kepandaiannya, ia dijadikan kepala murid oleh Imam Hanafi. Ia banyak membantu Imam Hanafi dalam menyebarkan mazhabnya, serta banyak mencatat pelajaran dari Imam Hanafi dan menyebarkannya ke beberapa tempat. Sebutan sebagai ulama yang paling banyak mengumpulkan hadis telah disandangnya. Karena itu, Imam Abu Yusuf termasuk ulama ahli hadis terkemuka. b. Imam Hasan bin Ziyad al-Lu’luy, salah seorang murid yang terkemuka pula. Ia dikenal sebagai seorang ahli fiqh yang merencanakan menyusun kitab Imam Hanafi. Ia dikenal pula sebagai ahli qiyās. c. Imam Muhammad bin Hasan bin Farqat al-Syaibani. Sejak kecil, ia tinggal di kota Kuffah, kemudian pindah ke Baghdad. Ia cenderung kepada ilmu hadis dan belajar kepada Imam Hanafi, akhirnya menjadi ulama terkemuka. Beliau dekat dengan Sultan Harun Rasyid. Kepada Imam Muhammad inilah tulisan atau kitab alKasani dinisbatkan kepada Abu Hanafi / Mazhab Hanafi.31

30Ibid,

31Ibid,

h. 408. h. 413-414


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 229

Pendapat Madzhab Hanafi tentang pernikahan wanita tanpa wali dalam kitab Al-Mabsuth ada tiga kelompok besar diantaranya adalah :

1) Imam Hanafi yang berpendapat boleh wanita menikah tanpa wali baik calon suami sekufu atau tidak. Imam Hanafi mengikuti pendapat Ali bin Abu Tholib ketika beliau masih menjabat sebagai kholifah. Dalam kitab AlMabsuth disebutkan pendapat Imam Hanafi adalah:

‫ﺿﻬَﺎ ﻓَﺠَﺎءَ اَ ُوﻟِﻴﺎءُﻫَﺎ‬ َ ‫َﺖ إِﺑـُﻨَﺘَـﻬَﺎ ﺑَِﺮ‬ ْ ‫ﺑَـﻠَﻐَﻨَﺎ ﻋﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻃﺎﻟﺐ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ أَ ﱠن إِﻣ َﺮأَةً َزﱠوﺟ‬ ‫ح وﻓﻰ ﻫﺬا َدﻟِﻴ ٌﻞ َﻋﻠَﻰ اَ ﱠن اﻟﻤَﺮأَةَ اِذَا‬ َ ‫ﺼﻤُﻮﻫَﺎ اﻟﻰ ﻋَﻠِﻰ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻓَﺄَﺟَﺎ َز اﻟﻨﱢﻜَﺎ‬ ُ ‫ﻓَ ُﺨ‬ ‫ح وﺑﻪ أﺧﺬ اَﺑـ ُْﻮ‬ ُ ‫اﻟﻮﻟِﻰ أَ ْن ﻳـُﺰﱢَوﺟَﺎﻫَﺎ ﻓَـﺰَوَﺟﻀﺎﻫَﺎ ﺟَﺎ َز اﻟﻨﱢﻜﺎ‬ َ ‫َت ﻏَْﻴـ َﺮ‬ ْ ‫ﺴﻬَﺎ ا َْو أَ َﻣﺮ‬ َ ‫َﺖ ﻧَـ ْﻔ‬ ْ ‫َزﱠوﺟ‬ ‫ح ﻓِﻰ‬ ُ ‫ﺴﻬَﺎ ﺟَﺎ َز اﻟِﻨﻜَﺎ‬ َ ‫َﺖ ﻧَـ ْﻔ‬ ْ ‫َﺖ ﺑِ ْﻜﺮًا ا َْو ﺛَـ ْﻴﺒًﺎِ اذَا َزﱠوﺟ‬ ْ ‫َﺣﻨِْﻴـ َﻔﺔَ رَِﺣ َﻤﻪُ ﷲُ ﺗَـﻌَﺎﻟَﻰ ﺳَﻮَاءٌ ﻛَﺎﻧ‬ ‫َﺤ ْﻴ ٌﺢ ا ﱠِﻻ اَﻧﱠﻪُ اِذَا ﻟَ ْﻢ‬ ِ‫ح ﺻ‬ ُ ‫ ﻓَﺎاﻧﱢﻜَﺎ‬. ‫ج َﻛﻔَﻮأً ﻟَﻬَﺎ او ﻏﻴﺮ ﻛﻒ‬ ُ ‫ﱠﺰو‬ ْ ‫ﻇَﺎ ِﻫ ِﺮ اﻟِﺮوَاﻳَِﺔ ﺳَﻮَاء ﻛَﺎ َن اَﻟ‬ .‫ض‬ ُ ‫َﻻ ْﻋﺘِﺮَا‬ ِْ ‫ﻳَ ُﻜ ْﻦ َﻛﻔَﺆًا ﻟَﻬَﺎ ﻓَﻠ ِْﻼ َْؤﻟٍﻴَﺎ ِء َﺣ ﱡﻖ ا‬ Artinya: “Telah datang kepadaku berita dari Ali radiyallahu anhu bahwa ada seorang wanita menikahkan anak perempuanya dengan persetujuan anak tersebut. Kemudian datang walinya dan melaporkan kejadian tersebut kepada Ali radiyallahu anhu maka Ali membolehkan pernikahan tersebut. Dalil inilah yang menunjukan bahwa apabila ada wanita menikahkan dirinya sendiri atau meminta kepada orang yang bukan walinya untuk menikahkannya maka pernikahanyatersebut diperbolehkan. Abu hanifah mengambil pendapat tersebut dan berkata meskipun seorang wanita tersebut baik ia gadis ataupun janda, ketika ia melakukan sendiri akad nikahnya, maka nikahnya diperbolehkan. Dalam satu riwayat sah nikahnya meskipun calon suaminya sekufu ataupun tidak. Kecuali apabila ia melakukan perkawinan dirinya sendiri itu dengan orang yang tidak kufu (tidak sepadan) maka wali berhak membatalkanya.”


230Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

2) Sedangkan

Imam Abu Yusuf berpendapat sah pernikahanya apabila menikah dengan calon suami yang sekufu. Apabila tidak sekufu maka hakim yang membolehkan pernikahan tersebut. Pendapat golongan yang kedua ini adalah:

‫ُﻒ ا َْو ﻏَْﻴـ َﺮ‬ ٍ ‫وﻛﺎن اﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒ رﺣﻤﻪ اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ا َ​َوﻻً ﻳﻘﻮل ﻻ ﻳَﺠُﻮُز ﺗـ َْﺰ ِوﻳْﺠَﻬﺎ ِﻣ ْﻦ ﻛ‬ ‫ج َﻛﻔْﺆًا ﺟﺎز اﻟﻨﻜﺎح َوا ﱠِﻻ ﻓ َ​َﻼ ﺛُ ﱠﻢ‬ ُ ‫ُﻒ اذا ﻛﺎن ﻟﻬﺎ َوﻟِﻲ ﺛُ ﱠﻢ َر َﺟ َﻊ وﻗﺎل ان ﻛﺎن اﻟﺰْﱠو‬ ٍ‫ﻛ‬ ‫ﺢ ﺳَﻮَاءٌ ﻛﺎن اﻟﺰوج ﻛﻔﺆا ﻟﻬﺎ أو ﻏﻴﺮ ﻛﻔﺆا ﻟﻬﺎ‬ ٌ ‫َﺤﻴ‬ ِ ‫َر َﺟ َﻊ ﻓﻘﺎل اﻟﻨﻜﺎح ﺻ‬ Artinya: “Abu Yusuf pertama berkata tidak boleh menikahkan dirinya sendiri seorang perempuan dengan calon suami yang sekufu atau tidak sekufu bila masih mempunyai wali, kemudian Abu Yusuf mengganti pendapatnya dan berkata boleh nikahnya bila dengan calon suami yang sekufu bila tidak sekufu maka tidak boleh, kemudian Abu Yusuf mengganti pendapatnya dan berkata pernikahannya boleh baik calon suaminya sekufu ataupun tidak sekufu.” Pendapat di atas diikuti oleh Imam Hasan yang juga berpendapat:

‫ج َﻛﻔْﺆًا ﻟَﻬَﺎ ﺟﺎز اﻟﻨﻜﺎح َو اِ ْن ﻟَ ْﻢ ﻳَ ُﻜ ْﻦ‬ ُ ‫ﺴ ْﻦ رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﻪ اِ ْن ﻛَﺎ َن اﻟﺰْﱠو‬ َ ‫وﻓﻰ رواﻳﺔ اﻟ َﺤ‬ ‫َﻛﻔْﺆًا ﻟَﻬَﺎ َﻻ ﻳَﺠُﻮُز‬ Artinya: “Dan di dalam riwayat Hasan radiyallahuanhu ketika suaminya sekufu maka nikahnya diperbolehkan, akan tetapi jika tidak sekufu maka tidak boleh.” Dari pendapat Imam Hasan di atas, Imam Hasan menjelaskan bahwa kafa’ah (sepadan) merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami. Imam Hasan masih


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 231

mengikuti pendapat Imam Hanafi tentang kebolehan wanita menikah tanpa wali akan tetapi dengan syarat calon suaminya harus sekufu. Akan tetapi Imam Hasan menambahkan pendapatnya apabila calon suami tidak sekufu maka pernikahan wanita tersebut tidak diperbolehkan. Kemudian Imam Ath-Thahawy yaitu pengikut dari Imam Hanafi di Mesir menambahkan dari pendapat Abu Yusuf berpendapat bahwa:

‫ج اِن ﻛﺎن ﻛﻔﺆا اَ َﻣ َﺮ‬ َ ‫ْل اﺑﻮ ﻳﻮﺳﻒ رﺣﻤﻬﻤﺎ اﷲ ﺗﻌﺎاﻟﻰ اِ ﱠن اﻟﺰْﱠو‬ ُ ‫و ذَ َﻛ َﺮ اﻟﻄﱠﺤَﺎ ٍو ﻗـَﻮ‬ ‫َﺴ ْﺦ وﻟَ ِﻜ ْﻦ‬ ِ ‫ُﺠﻴ َﺰﻩُ ﻟَ ْﻢ ﻳَـ ْﻨـﻔ‬ ِ ‫اﻟﻮﻟِﻲ ﺑِ​ِﺈﺟَﺎ َزةِ اﻟﻌَ ْﻘ ِﺪ ﻓﺎن اﺟﺎزﻩ ﺟﺎز وان اَﺑَﻰ اَ ْن ﻳ‬ َ ‫اﻟﻘَﺎﺿِﻰ‬ ‫اﻟﻘﺎﺿﻰ ﻳﺠﻴﺰﻩ ﻓﻴﺠﻮز‬ Artinya: “Ath Thahawy menambahkan pendapat abu Yusuf yaitu apabila suaminya sekufu maka hakim memerintahkan wali untuk membolehkan akad pernikahan tersebut, apabila walinya membolehkan maka nikahnya boleh. Akan tetapi apabila wali menolak untuk membolehkan akad pernikahan tersebut, maka pernikahanya tidak rusak, tetapi Qodhi yang memutuskan. Apabila Qodhi membolehkan pernikahan wanita tersebut maka nikahnya diperbolehkan.”

3) Pendapat Muhammad Asy-Syaibani yaitu pernikahan wanita yang sudah dewasa sah dan tidaknya tergantung ijin dari wali. Muhammad Asy-Syaibani berpendapat :

‫َﻒ ﻧﺸﻜَﺎﺣُﻬﺎ ﻋﻠﻰ اِ َﺟ َﺰةِ اﻟﻮﻟﻲ ﺳﻮاء‬ ُ ‫َﺘﻮﻗ‬ َ ‫و ﻋﻠَﻰ ﻗﻮل ﻣﺤﻤﺪ رﺣﻤﻪ اﷲ ﺗﻌﻠﻰ ﻳ‬ ‫ُﻒ ٍء ﻓﺎن اﺟﺎز اﻟﻮﻟﻲ ﺟﺎز ﻓﺎن اَﺑْﻄَﻠَﻪُ ﺑَﻄَ َﻞ ا ﱠِﻻ‬ ْ ‫ُﻒ ٍء ا َْو ﻏَْﻴـ َﺮ ﻛ‬ ْ ‫ﺴﻬَﺎ ِﻣ ْﻦ ﻛ‬ َ ‫َﺖ ﻧَـ ْﻔ‬ ْ ‫َزﱠوﺟ‬


232Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

‫اﻟﻮﻟِﻴﻲ أن‬ َ ‫اَﻧﱠﻪُ اذا ﻛﺎن اﻟﺰوج ﻛﻔﺆا ﻟﻬﺎ ﻳَـ ْﻨﺒَﻐِﻲ ﻟﻠﻘﺎﺿﻲ أن ﻳُ َﺠ ﱢﺪ َد اﻟﻌﻀ ْﻘ َﺪ اِذَا اَﺑَﻰ‬ ُ‫ﻳـُﺰﱢَو َﺟﻬَﺎ ِﻣﻨْﻪ‬

Artinya: “Dari pendapat Muhammad rahimahulullahu ta’ala pernikahannya tergantung kepada kebolehan wali meskipun dia menikahkan dirinya sendiri dengan suami yang sekufu ataupun tidak sekufu. Maka ketika walinya membolehkan maka pernikahanya sah, tapi apabila wali membatalkanya maka pernikahan tersebut batal. Akan tetapi apabila suaminya sekufu maka sebaiknya hakim menikahkan mereka kembali dengan akad baru apabila walinya tidak mau menikahkanya.”

3.

Istimbath Hukum Pendapat Madzhab Hanafi tentang Wanita Menikah Tanpa Wali dalam Kitab Al-Mabsuth Dasar yang membolehkan perkawinan tanpa wali, menurut madzhab Hanafi adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi: Dari Q.S. Al-Baqarah: 230

 ‫اﻟﺒﻘﺮة‬

‫)ﺳﻮراة‬ (۲۳۰:

Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 233

pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” Dari Q.S Al-Baqarah: 232   (۲۳۲: ‫)ﺳﻮراة اﻟﺒﻘﺮاة‬ Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”10

Dari Q.S. Al-Baqarah: 234  ‫ ))ﺳﻮراة‬ (۲۳۴ : ‫اﻟﺒﻘﺮاة‬ Artinya: Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT. Syaamil Media Cipta). 10


234Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

Akad dalam ayat-ayat ini disandarkan kepada wanita (hunna), yang berarti akad tersebut menjadi hak atau kekuasaan mereka. Jadi perempuan yang sudah dewasa mempunyai hak sepenuhnya atas dirinya untuk melakukan apa yang baik buat dirinya. Demikian juga tunjukan (khithab) pada QS. Al-Baqarah ayat: 232 adalah suami-suami sesuai dengan awal aya ‫واذا طﻠﻘﺘﻢ اﻟﻨﺴﺄ‬. Jadi maksud ayat ini adalah kalau masa iddah mantan istri sudah habis, maka mantan suami tidak berhak mencegah mantan istrinya menikah dengan pria lain. Oleh karena itu ayat ini tidak berhubungan dengan wali, sebab yang dilarang mempersulit adalah suami-suami.11 Argumentasi hadis yang dicatat untuk mendukung kebolehan wanita menikah tanpa wali adalah : 1. Hadis Nabi yang berbunyi:

‫ْﺴﻬَﺎ ِﻣ ْﻦ َوﻟِﻴّـﻬَﺎ‬ ِ ‫ ْاﻻَﻳﱢ ُﻢ اَ َﺣ ﱡﻖ ﺑِﻨَـﻔ‬: ‫ﺻﻠَﻰ اﷲ َﻋﻠَﻴْ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ َ ‫ْل اﷲ‬ ُ ‫ﱠﺎس اَ ﱠن َرﺳُﻮ‬ َ ‫َﻋ ْﻦ اِﺑْ ِﻦ َﻋﺒ‬ (‫)رواﻩ ﺟﻤﺎﻋﺔ اﻻ اﻟﺒﺨﺎرى‬ Artinya :“Dari ibnu abbas sesungguhnya rasulullah saw berkata: seorang alayyim lebih berhak kepada dirinya daripada walinya”.12

As Sarakhsi, Al-mabsuth li Syamsiddini, hal. 12. Al-Asyqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram,( Jakarta: Gema Insani, 2013) h. 430. 11 12


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 235

Penyebutan al-ayyim, dalam hadis ini menurut Madzhab Hanafi dan ahli bahasa dan seperti juga pendapat alKarakhi, adalah “wanita yang tidak mempunyai suami”, baik gadis atau janda, meskipun Muhammad As Saibani berpendapat bahwa arti kata al-ayyim dalam hadis ini adalah janda. 2. Kasus Al khansa’ yang dinikahkan secara paksa oleh bapaknya dan tidak diakui Nabi. Ditambah Al Khansa tidak menambahkan status dirinya gadis ataupun janda. 3. Kasus Ummu Salamah yang tidak ada walinya pada saat pernikahanya karena tidak ada wali yang merestuinya. Kemudian Rosul menunjuk Umar sebagai walinya. Ditambah athar yang dilakukan oleh Umar dan Ali bin abu Tholib yang membolehkan pernikahan tanpa wali. Serta tindakan Aisyah yang menikahkan saudaranya bernama Hafsah bin Abdurrahman.13 Dali-dalil diatas, menunjukan bahwa Madzhab Hanafi tidak meletakan wali dalam rukun suatu pernikahan. Menurut Madzhab Hanafi, wali hanya menjadi syarat dalam pernikahan anak kecil. Kaitannya dengan persetujuan mempelai, hanya Madzhab Hanafi yang mengharuskan adanya persetujuan dari mempelai perempuan secara muthlak baik itu perawan ataupun janda. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa perempuan boleh menikahkan dirinya sendiri apabila sudah dewasa atau baligh dengan calon suami yang sekufu. Mengenai masalah kategori dewasa atau baligh, Madzhab Hanafi membagi menjadi tiga kriteria yang harus dipenuhi diantaranya adalah: 1. Sudah mencukupi umur yaitu sudah mencapai 14 tahun atau sudah pernah mengalami mimpi keluar mani. 13

As Sarakhsi, Al-mabsuth li Syamsiddini, hal. 12.


236Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

2. Sudah bisa membedakan antara yang baik dan buruk bagi dirinya sendiri. 3. Seorang mukalaf atau orang yang cakap dan mengetahui tentang hukum.14

Jadi apabila seorang perempuan yang sudah bisa memenuhi kriteria baligh di atas. Menurut Madzhab Hanafi perempuan tersebut bisa menikahkan dirinya sendiri dengan calon suami yang sekufu.yang sudah dewasa bisa menikahkan dirinya sendiri dengan syarat calon suami harus sekufu. Kedudukan wali hanya untuk membimbing dan mengarahkan agar wanita tersebut bisa mendapatkan pilihan yang terbaik. Jadi wali tidak mempunyai hak memaksa atau melarang wanita yang sudah menikah tanpa persetujuan wanita tersebut untuk menikah. Menurut Madzhab Hanafi wali hanya mempunyai hak memaksa atau melarang wanita menikah jika wanita tersebut masih kecil dan belum bisa mengurus dirinya sendiri atau dalam keadaan gila. Pendapat Madzhab Hanafi di atas berbeda dengan pendapat ulama lain, misalnya: Sayyid Sabiq dalam kitabnya menjelaskan panjang lebar tentang masalah pernikahan. Dalam hubungannya dengan wali bahwa wali merupakan suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya. Imam Malik ibn Anas dalam kitabnya mengungkapkan masalah wali dengan penegasan bahwa seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, dan seorang perawan harus meminta persetujuan walinya. Sedangkan diamnya seorang perawan menunjukkan persetujuannya.15

Abu Bakar Al Kasani, Bada’us Shana’i, juz 3, (Libanon :Dar Al Kutub Al ilmiyah, tt), h. 325. 15 Sayyid, Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 2, (Beirut, Libanon : Darul Fikr, 1983) h. 116. 14


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 237

Fiqih Empat Madzhab yang dikarang oleh Mahmud Syalthut. Dalam buku itu diungkapkan bahwa nikah tanpa wali terdapat perbedaan pendapat yaitu ada yang menyatakan boleh secara mutlak, tidak boleh secara mutlak, bergantung secara mutlak, dan ada lagi pendapat yang menyatakan boleh dalam satu hal dan tidak boleh dalam hal lainnya.16

Dalam kitab Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid, Ibnu Rusyd menerangkan: 9 ulama berselisih pendapat apakah wali menjadi syarat sahnya nikah atau tidak. Berdasarkan riwayat Asyhab, Malik berpendapat tidak ada nikah tanpa wali, dan wali menjadi syarat sahnya nikah. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Imam Syafi’i. Sedangkan Abu Hanifah Zufar asy-Sya’bi dan Azzuhri berpendapat apabila seorang perempuan melakukan akad nikahnya tanpa wali, sedang calon suami sebanding, maka nikahnya itu boleh.17 Abu Dawud memisahkan antara gadis dan janda yaitu dengan mensyaratkan adanya wali pada gadis, dan tidak mensyaratkan wali pada janda. Berdasarkan riwayat Ibnul Qasim dari Malik dapat disimpulkan adanya pendapat lain, yaitu bahwa persyaratan wali itu sunat hukumnya, dan bukan fardlu. Demikian itu karena ia meriwayatkan dari Malik bahwa ia berpendapat adanya waris mewarisi antara suami dengan istri yang perkawinannya terjadi tanpa menggunakan wali, dan wanita yang tidak terhormat itu boleh mewakilkan kepada seorang lelaki untuk menikahkannya. Malik juga menganjurkan agar seorang janda mengajukan walinya untuk mengawinkannya.18

Muhammad, Ad-Damasyki, Fiqih Empat Madzhab, (Bandung : Hasyimi, 2013) h.321. 17 Ibnu Rusd, Bidayatul Mujtahid, juz 2, (Semarang : As-syifa, 2001) h. 375. 18Ibid. 16


238Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Menurut Imam Syafi'i jika ada perkawinan tanpa wali, maka perkawinan demikian batal. Karena menurut Imam Syafi’i wanita yang sudah dewasa tetapi masih gadis wajib menghadirkan wali dalam pernikahanya. Imam Syafi’i berpendapat bahwa wali nikah adalah salah satu rukun yang harus dipenuhi dalam pernikahan. Alasan Imam Syafi'i berpendapat seperti ini di dasarkan pada hadis di bawah ini:

‫ح آ ﱠِﻻ ﺑ َِﻮﻟِ ﱟﻲ‬ َ ‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ص م َﻻ ﻧِﻜَﺎ‬:‫َوﻋَﻦ اَﺑِﻲ ﺑـُ ٌﺮ َدةَ ﺑ ِﻦ اَﺑِﻲ ﻣُﻮﺳَﻰ ﻋَﻦ اَﺑِﻴ ِﻪ ﻗﺎل‬ (‫ وأﻋﻞ ﺑﺎﻻرﺳﺎل‬,‫ى واﺑﻦ ﺣﺒّﺎن‬ ّ ‫)رواﻩ أﺣﻤﺪ وﻷرﺑﻌﺔ وﺻﺤﺤﻪ اﺑﻦ اﻟﻤﺪﻳﻨﻰ واﻟﺘّﺮﻣﺬ‬ (ُ‫وﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺎ ﺷﺔ)وَاﻟﺴُﻠﻄَﺎ ُن َوﻟِ ُﻲ ﻣَﻦ َﻻ َوﻟِ َﻲ ﻟَﻪ‬ Artinya: “Dari Abi Burdah bin Abu Musa dari Ayahnya mengatakan: Rasulullah SAW telah bersabda: “tidak sah pernikahan tanpa wali”. Dan dalam hadis ‘Aisyah disebutkan “dan bagi perempuan yang tidak mempunyai wali, maka penguasalah yang menjadi walinya” 19

Hadis diatas dinilai shahih oleh Ibnul Madini, At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban, tetapi sebagian menilainya cacat karena mursal. Madzhab Hanafi yang dipelopori oleh Imam Hanafi dikenal dengan ahli ra’yu. Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah saw yang shahih dan saya yakini kebenarannya”. Jika tidak ditemukan di dalam Kitabullah dan sunnah Rasulullah, maka Imam Hanafi mencari perkataan sahabat. Perkataan sahabat tersebut diambil yang dibutuhkan dan ditinggalkan yang tidak dibutuhkan. Kemudaian Imam Hanafi 19

Al-Asyqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, h. 431


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 239

tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka Imam Hanafi akan berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”20

Imam Hanafi menganggap hadis yang mengatakan bahwa”tidak ada pernikahan tanpa wali” adalah hadis ahad dan perowinya tidak sampai tingkat mutawattir. Ini dikarenakan Imam Hanafi yang tinggal di Baghdad dan jauh dari para pembawa hadis yang bisa dipercaya, oleh karena itu Imam Hanafi sangat jeli dalam menyeleksi sebuah hadis. Selain itu dalam AlQur’an tidak menyebutkan secara jelas tentang keharusan wali dalam suatu pernikahan. Oleh karena itu Imam Hanafi tidak memakai hadis diatas, Imam Hanafi lebih memakai hadis Nabi yang berbunyi: ‫َﻔﺴﻬَﺎ ِﻣ ْﻦ َوﻟِﻴّـﻬَﺎ‬ ِ ‫اﻻَﻳﱠ ُﻢَ اَ َﺣ ﱡﻖ ﺑِﻨ‬: ‫ﺻﻠَﻰ اﷲ َﻋﻠَﻴْ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ‬ َ ‫اﷲ‬

‫ْل‬ ُ ‫َﻋ ْﻦ اِﺑْ ِﻦ َﻋﺒﱠﺎ َس اَ ﱠن َرﺳُﻮ‬ (‫)رواﻩ ﺟﻤﺎﻋﺔ اﻻ اﻟﺒﺨﺎرى‬

Artinya: “seorang al-ayyim lebih berhak kepada dirinya daripada walinya”. 21 Penyebutan al-ayyim, untuk (perempuanyang belum menikah) dalam hadis ini menurut Madzhab Hanafi dalam tata bahasanya disamakan dengan Al A’zabu untuk (laki-laki yang belum menikah) yaitu laki-laki yang sudah dewasa mampu menentukan pilihan hidupnya sendiri termasuk dalam memilih pasangan hidup tanpa ada campur tangan dari seorang wali.22

Hudari Beik, TarjamahTarikh Al-Tasyrik Al-Islami, hal. 410. Asyqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, h. 430. 22 As Sarakhsi, Al-mabsuth li Syamsiddini, hal. 12. 20 21


240Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

4. Analisa Pendapat Madzhab Hanafi tentang Wanita Menikah Tanpa Wali dalam Kitab Al-Mabsuth Dalam Madzhab Hanafi ada perbedaan pendapat karena adanya perkembangan Ilmu dan kehati-hatian kaitanya dengan kemaslahatan pernikahan wanita yang menikah tanpa wali. a. Menurut Imam Hanafi perempuan yang sudah dewasa bisa menikahkan dirinya sendiri baik dengan calon suami yang sekufu ataupun tidak. Apabila suaminya tidak sekufu, wali mempunyai hak untuk membatalkan pernikahan tersebut karena untuk mencegah dhorurat bagi wanita tersebut. Imam Hanafi menganggap seorang wanita yang sudah dewasa bisa bertanggung jawab dalam kehidupanya sendiri dan bisa menasarufkan harta dan kekayaanya sendiri. Imam Hanafi menggunakan metode Qiyas jika perempuan yang sudah dewasa bisa melakukan akad Syirkah dengan orang lain, maka perempuan tersebut juga bisa menentukan calon pasangan hidupnya tanpa ada paksaan dari orang lain. Oleh karena itu menurut Imam Hanafi alasan untuk mencegah dhorurat dalam perjalanan pernikahan tidak bisa mencegah hak bagi wanita yang sudah dewasa untuk menikahkan dirinya sendiri. Sehingga jika wali melarang pernikahan wanita yang sudah dewasa, maka akad pernikahan wanita tersebut tidak rusak dan tetap sah.23 b. Menurut Abu Yusuf dan At Thahawy perempuan yang sudah dewasa bisa menikahkan dirinya sendiri dengan syarat dengan calon suami yang sekufu ataupun tidak sekufu. Akan tetapi untuk menghindari kerusakan / dhorurat pernikahan wanita tersebut tergantung ijin dari wali. Apabila wali melihat wanita tersebut menikah 23Ibid.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 241

dengan calon suami yang tidak sekufu yang menyebabkan kerusakan bagi wanita tersebut, maka pernikahanya rusak. Apabila calon suami perempuan tersebut sekufu, dan walinya tidak membolehkan pernikahan tersebut maka hakim memerintahkan walinya untuk membolehkan pernikahan tersebut. Kejadian seperti di atas, tidak merusak pernikahan wanita tersebut akan tetapi Hakim yang membolehkan pernikahan tersebut.24 c. Menurut Muhammad Asy- Syaibani pernikahan perempuan yang masih gadis dan sudah dewasa harus berdasarkan oleh izin dari wali. Ketika wali mengijinkan maka pernikahannya sah. Apabila wali tidak mengizinkan, maka pernikahanya batal. Apabila calon suaminya sekufu dan walinya membatalkan pernikahanya. Kemudian Qodhi menilai bahwa calon pasangan wanita tersebut merupakan pilihan yang dipilih oleh wanita itu sendiri, maka Qodhi tidak bisa membolehkan pernikahan tersebut. Akan tetapi Qodhi mengakadkan kembali pernikahan atas izin dari wanita tersebut.25 Berdasarkan beberapa pendapat Madzhab Hanafi di atas, madzhab Hanafi tidak meletakkan wali dalam rukun suatu pernikahan. Akan tetapi izin dari wanita yang akan menikah merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk melanjutkan suatu pernikahan. Karena Madzhab Hanafi hanya membolehkan wanita yang sudah baligh yang bisa menikahkan dirinya sendiri. Jadi apabila seorang perempuan yang sudah bisa memenhi kriteria baligh di atas, menurut Madzhab Hanafi perempuan tersebut bisa menikahkan dirinya sendiri dengan syarat calon suami yang sekufu. Madzhab Hanafi mengkategorikan sekufu dalam hal nasab, agama, kemerdekaan, harta, pekerjaan dan tidak cacat.

24ibid. 25

Ibid.


242Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Kedudukan wali hanya untuk membimbing dan mengarahkan agar wanita tersebut bisa mendapatkan pilihan yang terbaik. Jadi wali tidak mempunyai hak memaksa (Ijbar) atau melarang wanita yang sudah menikah tanpa persetujuan wanita tersebut untuk menikah. Menurut Madzhab Hanafi wali hanya mempunyai hak memaksa atau melarang wanita menikah jika wanita tersebut masih kecil dan belum bisa mengurus dirinya sendiri atau dalam keadaan gila.26 Berdasarkan analisa penulis tentang syarat baligh yang harus dipenuhi kepada perempuan yang menikah dan calon suami yang harus sekufu, maka Madzhab Hanafi sebenarnya juga sangat memprrioritaskan izin dari wali. Karena wali lebih tau dan lebih berpengalaman dengan perjalanan suatu pernikahan. Wanita yang ingin menikah sebaiknya harus mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari walinya dalam perjalanan pernikahannya. Sehingga pernikahannya nanti bisa membina keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Akan tetapi Hak dari wali untuk membatalkan pernikahan tidak bisa mengalahkan hak perempuaan yang sudah dewasa untuk menentukan pilihan terhadap calon pendamping hidupnya. Karena perempuan yang sudah baligh sudah bisa memilih apa yang baik dan buruk buat dirinya sendiri nanti. Oleh sebab itu apabila calon suaminya sekufu, tetapi walinya tidak merestui bahkan membatalkan pernikahan wanita tersebut, maka sebaiknya Qodhi/Penguasa berhak menikahkan mereka kembali. Selain itu Madzhab Hanafi juga sepakat menggunakan Qiyas bagi wanita yang sudah dewasa ketika bisa melakukan akan persekutuan dan mampu mentasarufkan harta untuk kemaslahatannya, maka wanita tersebut jika bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri tan pa da campur tangan dari orang lain.

26

Abu Bakar Al Kasani, Bada’us Shana’i, juz 3, h. 325


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 243

Menurut Wael B. Halaq dari Megill University dalam artikelnya yang berjudul From Regional To personal Schools Of Law. Mengatakan bahwa dalam madzhab Hanafiah ada tiga Ulama besar yang mempunyai kecenderungan dan keahlian berbedabeda yang pendapatnya kebanyakan diikuti oleh ulama Hanafiah. Imam Hanafi sendiri lebih banyak mengeluarkan pendapat tentang masalah ibadah. Abu Yusuf lebih banyak mengeluarkan pendapatnya tentang masalah muamalah. Sedangkan Muhammad Asy Syaibani lebih banyak mengeluarkan pendapat tentang masalah hukum keluarga.27 Pendapat Madzhab Hanafi di atas berbeda dengan jumhur ulama yang mensyaratkan adanya Wali Nikah dalam akad perkawinan dan wanita tidak boleh mengawinkan dirinya sendiri. Menurut Ibnu Mundzir tidak terdapat seorang sahabatpun yang menyalahi pendapat Jumhur ini. Oleh karena itu penulis lebih setuju dengan pendapat jumhur ulama yang mengharuskan adanya wali dalam akad pernikahan. Karena budaya masyarakat di Indonesia yang mengangap bahwa pernikahan bukan hanya suatu ikatan antara kedua mempelai, akan tetapi ikatan dua keluarga besar mempelai. Penulis lebih setuju menggunakan pendapat Imam Syafi’i menjadi dasar hukum yang dipakai di Indonesia yang telah di bukukan menjadi KHI dan dipakai sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah pernikahan di negara Indonesia. Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 20 ayat (2) menerangkan bahwa wali nikah terdiri dari Wali Nasab dan Wali Hakim.28 Wali nasab adalah orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan calon pengantin perempuan.Orang-orang Wael B. Halaq, From Regional To personal Schools Of Law. Diunduh di internet pada tanggal 26 Mei 2014. 28 Kompilasi Hukum Islam. 27


244Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

tersebut adalah keluarga mempelai wanita yang berhak menjadi wali menurut urutannya. Adapun urutan wali nasab sudah dijelaskan diuraikan sebelumnya.29 Sedangkan wali hakim menurut hukum di Indonesia adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan di negara tersebut dalam membawahi rakyat dan mengatur kebutuhan rakyatnya. Untuk perkara ini di Indonesia tidak hanya sekedar orang yang memiliki otoritas kekuasaan tertentu, misal hakim di pengadilan, Camat, Bupati, atau pejabat lainnya, melainkan sudah ada birokrasi tertentu yang bertugas sebagai pencatat pernikahan yaitu KUA. Salah satu tugas KUA adalah memberikan pelayanan sebagai wali hakim yang diserahkan kepada Penghulu atau Naib. Akan tetapi banyak juga masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di luar negeri tidak menggunakan ketentuan yang ada dalam KHI tentang syarat dan rukun perkawinan.30 D. KESIMPULAN Setelah mempelajari dari uraian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Menurut Madzhab Hanafi berpendapat bahwa seorang perempuan yang menikah tanpa wali maka nikahnya adalah sah. Madzhab Hanafi menyatakan bahwa seorang wanita boleh menikah sendiri tanpa wali jika dia menghendaki dengan syarat sudah baligh dan calon suaminya sekufu. Karena wali hanya diberlakukan bagi anak kecil dan belum baligh, serta orang yang gila. 2. Dalam menetapkan hukum madzhab Hanafi masih mengikuti pendapat Imam Hanafi yang menyatakan Amir, syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media Grup, 2009) h. 75. 30 Departemen Agama Republik Indonesia, Pedoman Pegawai Pencatatan Nikah (PPN), Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta: 2004. 29


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 245

bahwa sumber hukum dalam Islam adalah Al-Qur'an dan Sunnah. Menurut madzhab Hanafi, keterangan-keterangan yang mensyaratkan adanya wali dalam pernikahan itu tak dapat dijadikan alasan untuk mewajibkan perempuan menikah harus disertai wali, karena berlawanan dengan beberapa keterangan dari al-Qur'an dan Hadis yang riwayatnya yang sahih dan kuat. Sehingga Madzhab Hanafi menggunakan metode Qiyas yaitu apabila wanita yang sudah dewasa baik gadis ataupun janda yang mampu mentasharufkan harta untuk kebaikannya sendiri, maka wanita tersebut juga berhak menentuka pasangan hidupnya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain (wali).


246Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

E. REFERENSI Abdul Aziz Muhammad Azzam, NashrFarid Muhammad Washil, Qawa’id Fiqhiyyah, terjemah: Wahyu Setiawan, (Jakarta: Amzah, 2009). Abd.Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinssip Syariah dalam Hukum Indonesia, Kencana Media Grup, Jakarta: 2012. Abu Bakar Al Kasani, Bada’us Shana’i, juz 3, (Libanon :Dar Al Kutub Al ilmiyah, tt. Al-Asyqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Jakarta: Gema Insani, 2013. Amir Syarifudin, Garis-garis BesarFiqih, Prenada Media, Jakarta: 2010. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, tt, Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2003. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemahannya, PT. Syaamil Media Cipta, Bandung.

dan

Departemen Agama Republik Indonesia, Pedoman Pegawai Pencatatan Nikah (PPN), Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Jakarta, 2004. Fatihuddin Abul Yasin, Risalah Hukum Nikah, Terbit Terang, Surabaya, 2006. Ghozali, Abdul Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta: Prenada Media Grup, 2010. H. Zainudin Aili, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 247

Hudari Bik, TarjamahTarikh Al-Tasyrik Al-Islami, alih bahasa Muh.Zuhri, Darul Ikhya, Indonesia. Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz 2, Semarang, Asy-Syifa: 2001.

Imam As-Sarkhosi, Al-mabsut li-Syamsiddini As-Sarkhosi, juz 5, Beirut: Darul Ma’rifat, tt. Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Alhusaini, Kifayah Al-Ahyar, diterjemahkan Syarifudin Anwar dan Misbah Musthafa, Kifayatul Akhyar (Kelengkapan Orang Saleh), Bahagian Kedua, Bina Iman, Surabaya, tt. Kartini Kartono, Metodologi Reseach, (ttp: Alumni Bandung, 1986. Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaisia, INIS, Jakarta, 2002. Kompilasi Hukum Islam. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Hida Karya Agung, Jakarta, 1989. Muhammad, Ad-Damasyki, Fiqih Empat madzhab, Hasyimi, Bandung : 2013. Mustafa, Al-Maraghi, Tafsir Semarang: 1993.

Al-Maraghi,

PT.

KaryaToha,

Nur Rohmah, “Analisis Pendapat Asghar Ali Engginer Tentang Bolehnya perempuan Menikah Tanpa Wali, Skripsi, Semarang, 2002. Pedoman Penelitian Karya Ilmiah Edisi Revisi, P3M STAIN Jurai Siwo Metro, 2010.


248Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Sayid Sabiq, FiqihSunnah, jilid 2, DarulFiqr ; Beirut, Libanon :1983, Hal. 111. SlametAbidindanAminuddin, PustakaSetia, 1999.

FiqhMunakahat

I,

Bandung:

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Psikologi UGM, 1985. Su’udi Al-Ashari “Prespektif Kyai Krapyak Semarang Mengenai Wal inikah dalam pandangan Abu Hanifah”Skripsi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005. Syaikh

Hasan Ayyub, “Fiqhul ‘Usrah al-Muslimah”, diterjamahkan M. Abdul Ghofur, Fikih Keluarga, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2003.

Wirdah Rosalin, “Analisis Pendapat Ahmad Hassan Tentang Bolehnya Wanita Gadis Menikah Tanpa Wali, Skripsi, Semarang.


BIODATA PENULIS

Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 249

1. Aprina Chintya, Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HESy) STAIN Jurai Siwo Metro, Angkatan 2012. 2. Muadil Faizin, Mahasiswa Akhwalusyaksiyah (AS) STAIN Jurai Siwo Metro, Angkatan 2011. 3. Isnaini Fungki Ardiyati, Akhwalusyaksiyah (AS) STAIN Jurai Siwo Metro, Angkatan 2010. 4. Eko Andika, Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HESy) STAIN Jurai Siwo Metro, Angkatan 2011 5. Akhmad Junaedi, Akhwalusyaksiyah (AS) STAIN Jurai Siwo Metro, Angkatan 2010.


250Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

FORMAT Naskah diketik pada kertas A4 dengan ketentuan: panjang tulisan antara 15-20 halaman, diketik dengan spasi 2 (ganda) dengan font Book Antiqua ukuran 11, margin 4,3,3,3. Naskah diserahkan dengan format program MS Word, file dan print outnya. Naskah merupakan tulisan dalam bentuk essay dengan susunan judul, nama penulis, alamat penulis (termasuk nomor kontak dan email). Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris minimal 200 kata. Tulisan berisi pendahuluan, pembahasan, simpulan, referensi dan indeks dengan menggunakan catatan kaki (footnote). Catatan kaki (footnote) memuat nama penulis, tahun penerbitan dalam kurung, judul buku/majalah/jurnal, kota tempat penerbitan, nama penerbit dan halaman. 1. Kutipan dari buku: Nama penulis, Judul (italic), (Tempat Terbit: Penerbit, Tahun Terbit), Jilid (jika berjilid)/halaman. Contoh: 1. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), h. 117121. 2. Wahbah az-Zuhailî al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuh, (Damaskus: Dâr al-Kutub, 2005), V/h. 23. 2. Kutipan dari jurnal: Nama Penulis, Judul Artikel, Nama jurnal, (italic), (Tempat Terbit: Penerbit), Volume/edisi, halaman. Contoh: 1.Nirwan Syarfin, “Konstruksi Epistimologi Islam: Telaaah Bidang Fiqih dan Ushul Fiqih” dalam ISLAMIA,(Jakarta: Institut for the Study Islamic Thought and Civilization [INSIST] dan Penerbit Khairul Bayan,) No. 5/ April-Juni 2005, h. 45-46.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 251 3. Kutipan dari makalah: Nama Penulis, Judul Makalah, Tahun, Halaman. Contoh: 1. Ulil Abshar Abdalla, “Metode Pemahaman Islam Liberal”, Makalah dalam diskusi IIIT-Indonesia pada tanggal 1 Oktober 2002. h. 4. 4. Kutipan Artikel dari Surat Kabar: Nama Penulis, Judul tulisan, Nama Surat Kabar, Tanggal, halaman: Contoh: 1. Imam Mustofa, Memahami Nikah Siri, dalam Lampung Post, 19 Februari 2010, h. 4. Apabila kutipan bukan berupa artikel, maka dengan menuliskan judul, nama web tanggal muat dan tanggal unduh. Contoh: 1.“Kampus Hijau menjawab Tantangan Modernitas” www.lampungpost. com pada 29 Februari 2010 diakses pada 23 Maret 210. 5. Kutipan dari Peraturan perundang-undangan: Undangundang, Nomor undang-undang, tahun, tentang, pasal, ayat. Contoh: 1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 34 ayat 1. 6. Kutipan Artikel dari Internet: Nama Penulis, Judul Artikel, laman (web), tanggal unduh. Contoh: 1. Imam Mustofa, Memahami Nikah Siri, dalam www.lapungpost.com,diunduh pada 29 Februari 2010.


252Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014

Apabila kutipan bukan berupa artikel, maka dengan menuliskan judul, nama web tanggal muat dan tanggal unduh. Contoh: 1.“Kampus Hijau menjawab Tantangan Modernitas� www.lampungpost. com pada 29 Februari 2010 diakses pada 23 Maret 210.

7. Kutipan ayat al-Quran: Nama Surat dan ayat. Contoh: 1. Surat al-Baqarah ayat 167. Ketentuan pengutipan terhadap sumber yang sama adalah sebagai berikut: 8. Pengutipan terhadap sumber yang sama dan halaman yang sama dengan kutipan sebelumnya menggunakan Ibid. Bila berbeda halaman, maka dengan menggunakan ibid. h. (tulis nomor halaman yang dikutip). Contoh: 1. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), h. 117121. 2.Ibid. 3. Ibid., h. 134. 9. Penunjukan berikutnya atas sumber yang sama, namun diselingi foot note lain, maka ditulis nama penulis dan dua kata dari judul tulisan, titik-tiga-koma dan keterangan halaman. Contoh: 1. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), h. 117-121. 2.Muhammad Abed Al-Jabiri, Syuro, Tradisi, Partikularitas, Universalitas (Yogyakarta: LKiS, 2003), cet I, h. 18.


3.Mahmud

Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 253

Yunus, Sejarah Pendidikan., h. 134.

JUDUL Selain memuat judul artikel, halaman judul memuat nama penulis, nama dan alamat institusi penulis, dan catatan kaki yang memuat alamat penulis, nomor kontak dan email. ABSTRAK Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris berjumlah antara 200-250 kata. Abstrak memuat ringkasan pokok bahasan secara komprehensif dengan menghindari penggunaan singkatan. Naskah memiliki 3-4 kata sebagai kunci (keywords). PENDAHULUAN Bagian ini harus memuat dasar pemikiran dari bahasan yang ditulis sehingga pembaca dapat memahami arah dari tulisan, kajian atau penelitian yang dimuat. Dasar pemikiran memuat alasan, signifikansi, dan tujuan artikel dimaksud dengan referensi yang relevan. KAJIAN TEORI Bagian ini harus memuat dasar pemikiran dari bahasan yang telah dirumuskan dalam pendahuluan sesuai dengan masalah dan tujuan yang hendak dicapai dari kajian yang dilakukan. Bagian ini merupakan bagian analisis sekaligus pembahasan. PENULISAN SUB-JUDUL: Penulisan nomor bab setiap sub bab ditulis dengan A, B, C, D dst.; Penulisan sub-sub bab menggunakan angka 1, 2, 3, 4, dst, dan jika ada pemecahan maka digunakan huruf abjad kecil (a, b, c, dan seterusnya); SIMPULAN Bagian ini memuat simpulan dari pembahasan yang telah dilakukan dan bukan merupakan rangkuman tulisan.


254Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 REFERENSI Referensi ditulis secara alfabetis dengan urutan nama pengarang (dibalik), judul buku, tempat terbit, nama penerbit dan tahun terbit. Contoh: Chodjim, Achmad, Syekh Siti Jenar: Makna Kematian, Jakarta: Serambi, 2002.


Vol.01 No. 02 Juli – Desember 2014 255


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.