Tabloid TaMu edisi November 2012

Page 15

Cerpen

15

Edisi XXXII/November 2012

Suatu Saat “Bi, tolong bukain pintunya ya,” ucap Jill pada Bi Ani yang sedang membersihkan meja makan. Untuk kesekian kalinya bel rumah Jill berbunyi. Dan dengan sigap Bi Ani langsung menuju ke pintu rumah untuk membukanya. Tak lama kemudian dia kembali dan menghampiri Jill yang sedang berkutat dengan laptopnya di ruang keluarga. “Ada yang mencari Non Jill.” Jill pun menghentikan kesibukannya. “Siapa, Bi?” Bi Ani hanya menaikkan bahu tanda dia tak tahu. Tak biasanya Bi Ani menjawab pertanyaannya seperti itu. Sedikit kecurigaan menghinggapi Jill. “Siapa sih, Bi, tamunya?” “Aku, Jill.” Seorang lelaki tampan masuk ke dalam ruang keluarga. Jill yang terkejut pun langsung bangkit dari duduknya. “Agas??” *** Jill sudah mengaduk kopinya untuk kesekian kali, namun Agas masih saja belum memulai pembicaraan. Padahal lelaki yang semakin tampan itu yang mengajaknya keluar untuk mengobrol. Semenjak kejadian dua tahun lalu, mereka lost contact. Dan tiba-tiba Agas muncul di hadapan Jill. Entah angin apa yang membuatnya datang, yang pasti Jill sangat terkejut. “Gimana Bali?” tanya Agas untuk memulai pembicaraan. Dia sudah berani menatap Jill setelah sekian lama menunduk. Terlihat sekali kalau dia merasa canggung. Tapi pasti ada hal penting yang akan dibicarakannya. Maka dia datang setelah meminta Jill untuk pergi dari kehidupannya, tepat dua tahun yang lalu. “Semuanya masih tampak sama seperti dua tahun lalu,” jawab Jill sambil tersenyum. “Dan kamu, kapan tiba di Bali? Ada urusan bisnis kah?” Agas menggeleng. Dia menatap mata Jill lekat-lekat sampai membuat gadis bertubuh mungil itu salah tingkah. “Ada apa, Gas?” Mau tak mau Jill bertanya karena dia mulai risih dengan tatapan Agas. Jantungnya berdebar tak beraturan karenanya. Benarkah tatapan itu benarbenar sudah diperuntukkan hanya untuknya? “Kamu benar, aku merindukan si ‘pengganggu’ itu,” ucap Agas membuat jantung Jill semakin berdebar tak karuan. Dia merasa matanya memanas. Sepertinya sudah lama dia tak merasakan hangat air mata membasahi pipinya. Hanya setetes dan dengan cepat menghilang. Setelah kejadian dua tahun lalu, dia tak bisa lagi menangis. Dia juga tak tahu mengapa. Rasanya memang sangat sakit saat itu, tapi air mata enggan sekali mengalir. Entah karena angin pantai yang membuatnya jatuh cinta atau karena dia percaya “suatu saat” semuanya akan berbalik. Pikirannya melayang pada kejadian dua tahun yang lalu. “Lebih baik kamu pergi dari hidupku karena lama-lama

kamu seperti penganggu.” Ucapnya tanpa menatap Jill yang sudah terisak. Agas berdiri membelakangi Jill yang berada sedikit jauh di belakangnya. Jill mengusap air matanya dengan sebelah tangan. “Kamu boleh minta aku pergi dari hidup kamu. Tapi biarkan aku mencintai kamu sampai lelah itu datang. Dan setelah hari ini, aku hanya berharap suatu saat nanti kamu merindukan si ‘pengganggu’ itu.” *** Saat itu tak hujan seperti adegan di sinteron atau drama

korea. Hingga membuat air mata Jill terlihat jelas dan isakannya terdengar bebas. Beruntungnya, mereka hanya berdua di jalan belakang bekas kampus mereka. Hanya ada lampu-lampu jalan yang menjadi saksi bisu kejadian menyedihkan untuk Jill itu. Orang yang sangat diharapkannya, memintanya untuk pergi menjauh karena menganggapnya sebagai pengganggu. Padahal Jill sudah mencoba segala hal untuk membuat Agas jatuh cinta padanya. Tapi ternyata kesetiaannya untuk mencintai dan menemani lelaki itu tak membuatnya berhasil meluluhkan hati Agas. Kedekatan

mereka berhenti sampai di hari itu. “Aku sadar, aku sudah kehilangan sesuatu. Sesuatu yang selama ini aku cari-cari.” Agas melanjutkan kata-katanya, sedang Jill berusaha untuk menahan tangis. Matanya semakin memanas. Benarkah “suatu saat” untuknya sudah datang? Suatu saat yang selalu dia tunggu dalam hidupnya. Suatu saat yang dapat menggantikan semua tangis dan menyembuhkan lukanya. Dan Suatu saat yang bisa menebus dua tahun kesendiriannya. “Apa lelah itu sudah datang menghampiri kamu?” Tanya Agas sambil menatap Jill. Gadis itu pun membalas tatapan lembut Agas. Air matanya sudah tak dapat dibendung lagi. Dia tak peduli dengan tamu lain di coffee shop itu. Sudah lama dia menanti hari ini. Sampai akhirnya dia membiarkan pipinya kembali basah karena air mata. “Ya, aku lelah menunggu kamu. Aku lelah memikirkan semua tentang kamu. Aku lelah selalu menangis karena kamu. Aku benar-benar lelah. Tapi......” Jill menghentikan sejenak perkataannya. Agas tampak menunggu kelanjutan kata-kata dari Jill. Dia menatap gadis di hadapannya itu dengan wajah penasaran. Sebelum melanjutkannya, Jill menghela nafas. “Tapi aku ngga tahu, kenapa aku ngga pernah lelah mencintai kamu.” “Kenapa kamu masih mencintai aku, Jill?” Jill merasa tubuhnya bergetar. Menatap mata Agas yang berair membuatnya seperti bermimpi. Dua tahun lalu dia meninggalkan Jakarta dengan luka yang luar biasa perih. Keharusannya ikut kedua orang tuanya pindah ke Bali membuat dia menjadi gadis yang kuat. Tak lagi menangis dan menangis. Jill hanya mempunyai keyakinan kalau suatu saat Agas akan mencintainya seperti dia mencintai lelaki itu. Dan dia pun selalu berkata pada dirinya, jika suatu saat itu tak pernah datang dalam hidupnya, itu berarti Agas bukan untuknya. “Karena aku percaya kalau hari ini akan datang,” ucap Jill setelah menghapus air matanya. Dia tersenyum pada Agas yang meneteskan air mata setelah mendengar ucapannya. “Kamu ngga perlu mencari lagi, karena sesuatu yang hilang itu sudah kembali ke kamu.” Jill tersenyum membuat Agas mengusap air matanya dengan sebelah tangan. Dia menggenggam tangan Jill dan membelainya lembut. Sesuatu yang dulu selalu dihindarinya, sekarang menjadi sesuatu yang sangat berharga untuknya. Agas tak ingin kehilangan Jill lagi. Selama dua tahun dia juga tersiksa, sama seperti Jill. Tapi dua tahun lalu akan mereka kubur. Mereka akan memulai untuk dua tahun ke depan, dua puluh tahun ke depan, dan untuk selamanya. “Aku mencintai kamu, Jill.” (Jessica Camelia) ***


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.