Sriwijaya Post Edisi Jumat 18 Maret 2011

Page 4

4

SRIWIJAYA POST Jumat, 18 Maret 2011

BI Atur Gaji Para Bankir ■ Salah Satu Faktor Inefisiensi Perbankan

KOMPAS.COM

Perusahaan Lokal Sepelekan Riset Pasar JAKARTA,SRIPO — Tampaknya perusahan-perusahaan lokal di Indonesia masih memandang remeh riset pasar. Hal itu terlihat dari anggaran belanja riset pasar perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia, yang baru menyentuh level 5 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan perusahaan multinasional yang sudah menyentuh level 10 persen. Padahal riset pasar menjadi kebutuhan penting bagi kelangsungan penjualan sebuah produk. Hal tersebut dikemukakan Ketua Perhimpunan Riset Pemasaran Indonesia, Syafriel, di Jakarta, Kamis (17/ 3). “Perusahaan lokal menganggap riset pasar sebagai beban biaya. Padahal riset pasar adalah investasi penting agar bisa menguasai pasar secara maksimal,” katanya. Menurut dia, anggapan riset pasar sebagai beban biaya membuat sebagian perusahaan lokal tidak melakukannya. “Mereka lebih memilih menggenjot promosi dibandingkan riset. Harus dipahami, riset pasar tidak hanya dilakukan untuk me-launching produk baru, tetapi juga menjaga kelangsungan produk lama. Tanpa riset yang sifatnya berkelanjutan, pelanggan mereka bisa diambil perusahaan lain,” ujarnya. Syafriel mengatakan, jumlah tenaga riset di Indonesia masih minim. “Periset masih dilihat sebelah mata saja. Periset belum diakui sebagai profesi yang bonafit. Dari 34 perusahaan riset yang ada, masih banyak yang mengeluh kekurangan periset,” katanya.(KC)

JAKARTA,SRIPO — Bank Indonesia (BI) kembali melontarkan keinginan mengatur remunerasi eksekutif perbankan. Bank sentral menilai, tingginya remunerasi bankir menjadi salah satu unsur inefisiensi perbankan. Inefisiensi ini membuat bunga kredit tinggi sehingga industri nasional sulit bersaing dengan industri di negara lain. Inefisiensi perbankan di Indonesia terlihat dari tingginya rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). BI mencatat, rasio BOPO perbankan Indonesia 88,6 persen. Bandingkan dengan BOPO bank di Malaysia yang hanya 40 persen dan Filipina 74 persen. “Salah satu penyebab tingginya BOPO adalah biaya gaji yang tinggi,” kata Direktur Direktorat Penelitian dan Perbankan BI Wimboh Santos, Kamis (17/3). Itu sebabnya, BI akan mengatur remunerasi melalui penerapan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) akhir Maret 2011 ini. Jadi, setelah bank melaporkan struktur biaya, BI membandingkan biaya satu bank dengan bank lain (benchmark), termasuk komponen gaji dan bonus direksi. “Yang komponen biayanya kurang masuk akal kami panggil, kami ingatkan benchmarknya harus sekian,ö tegas Gubernur BI Darmin Nasuti-

KOMPAS.COM

on, kemarin. Dia menegaskan, BI berhak memerintahkan bank memangkas biaya hingga batas wajar. Ini bukan kali pertama Darmin mempersoalkan gaji bankir. Pada acara BankerÆs Dinners Januari 2011, ia meminta bank meninjau ulang sistem remunerasi para petingginya. Kata Darmin, pembenahan remunerasi ini sesuai kesepakatan G-20 tahun lalu. Negara anggota G-20 sepakat membenahi bonus para bankir untuk mencegah terulangnya kri-

sis. Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, gaji pegawai merupakan komponen terbesar biaya operasional, porsinya sekitar 35 persen. Tapi, menurutnya, gaji bankir di Indonesia masih wajar. “Tak perlu di benchmark, standar gaji direksi tidak bisa dipukul rata,” katanya. Sebaliknya, A Prasentyatoko, ekonom Unika Atmajaya Jakarta, menilai, biang keladi tingginya biaya operasional bank, ya, remunerasi direksi. “Karena sum-

ber pemborosannya di situ, biaya itulah yang harus dipangkas,” katanya. BI bisa mengatur gaji dengan menyusun standar remunerasi. Misalnya, BI fokus pada efisiensi, maka bank yang belum efisien tak boleh jorjoran menetapkan gaji. “BI juga bisa mengaitkan gaji dengan kemampuan bank menekan NIM atau kredit ke usaha produktif,” kata Prasetyantoko. Intinya, dalam menetapkan gaji, bank jangan cuma berpatokan pada pertumbuh-

an laba, tapi juga ke kinerja riil. Presiden Direktur BCA DE Setijoso enggan berkomentar. Menurutnya, gaji bankir BCA masih lebih rendah ketimbang gaji di bank asing. “Yang pasti gaji saya kalah sama Dirut Citibank,” katanya. Dirut BNI Gatot M Suwondo mengatakan, “BI bagian dari industri perbankan, kalau bank tidak efisien berarti BI juga tidak efisien. Jadi, yang boros itu bank swasta, bank BUMN, bank asing atau BI?” (KC)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.