Kho ping hoo

Page 132

Liang dan Swi Nio terbelalak memandang "sute" ini. Ucapan anak itu benar-benar membuat mereka merasa serem. Memang, mendengar kematian ayah mereka yang tanpa keraguan lagi mereka yakin tentu dilakukan oleh Pat-jiu Kai-ong, mereka pun merasa sakit hati dan ingin membalas dendam. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh sute mereka menurut pengakuan anak itu, sungguh luar biasa sekali. Membuntungi kedua daun telinga dan sepuluh jari tangannya, dan perbuatan itu dianggap menyenangkan sekali dan berpesta, benar-benar membuat mereka bergidik! "Musuhmu sedang menanti saat kematian, harap kalian tenang dan tidak memikirkannya lagi. Ayahmu telah tewas, dan kalian akan kuajak bersamaku sebagai muridku . Akulah pengganti ayah kalian." Swi Liang dan Swi Nio menjatuhkan diri dan berlutut di depan subo mereka sambil bercucuran air mata. "Terima kasih subo..." Kata mereka di antara tangis mereka. "Perkenankan kami mengubur jenasah Ayah, "kata pula Swi Liang. "Tidak perlu. Kita menanti di sini sampai tiga hari, setelah itu aku akan membakar gedung itu." Biarpun merasa heran dan kasihan kepada mayat ayah mereka, kedua orang yang sudah merasa ditolong dan dibalaskan sakit hati itu tidak membantah. Mereka tentu saja tidak tahu betapa mayat ayah mereka itu ikut pula di lempar oleh The kwat Lin di dekat tubuh Patjiu Kai-ong untuk ikut menyiksa musuh besar ini! Memang Pat-jiu Kai-ong tersiksa hebat bukan main. Ketika tadi anaknya membuntungi jari-jari tangannya, dia melihat muka anaknya itu berubah-ubah menjadi muka banyak anak laki-laki yang menjadi korbanya. Puluhan, bahkan ratusan anak laki-laki yang menjadi korbannya itu seolah-olah mengeroyoknya, memaki dan mengejeknya, dan kini, setelah tubuhnya mandi darah dan rasa nyeri sampai menusuk-nusuk tulang, dia ditinggalkan di antara mayat-mayat itu. Celaka baginya, tubuhnya yang terlatih memiliki daya tahan yang amat kuat sehingga dia tidak menjadi pingsan oleh rasa nyeri itu. Kalau saja dia dapat pingsan atau mati sekali, tentu dia tidak akan menderita sehebat itu. Mayat-mayat itu mulai mengeluarkan bau yang memuakan pada hari ke dua. Bau darah yang mengering dan membusuk, ditambah rasa nyeri di sekujur tubuhnya, masih diganggu lagi oleh bayangan anak-anak yang dahulu menjadi korbanya, membuat Pat-jiu Kai-ong menangis di dalam hatinya, menyesali perbuatannya yang mengakibatkan dia mati dalam keadaan tersiksa seperti itu. Tiga hari kemudian, The Kwat Lin muncul dan perempuan ini tertawa bergelak melihat musuh besarnya masih belum mati. Senang sekali hatinya. Dahulu, dia diperkosa dan dipermainkan di antara mayat-mayat suhengnya selama tiga hari tiga malam, dan kini dia dapat membalas secara memuaskan sekali. "Hi-hik, kau sudah puas sekarang?" ejeknya. "Nah, mampuslah kau. Pat-jiu Kai-ong!" pedangnya berkelebatan dan seluruh bagian tubuh di bawah pusar kakek itu dicincang hancur oleh pedang di tangan The Kwat Lin. Setelah merasa puas melihat mayat musuh besarnya, barulah dia membuat api dan membakar gedung itu, lalu berlari keluar. Dengan air mata bercucuran, Swi Liang dan Swi Nio memandang nyala api yang membakar gedung, maklum bahwa mayat ayah mereka ikut terbakar. "Ayahmu telah sempurna," kata The Kwat Lin. "Tak perlu menangis lagi, hayo kalian ikut bersamaku. Kalau kalian rajin mempelajari ilmu, kelak kalian tidak akan mengalami penghinaan orang lagi." Dengan hati berat namun karena tidak ada orang lain yang mereka pandang setelah ayah mereka meninggal, dua orang muda itu terpaksa mengikuti The Kwat Lin bersama Han Bu Ong pergi meninggalkan Hen-san. Bu-tong-pai adalah sebuah perkumpulan silat yang besar, merupakan sebuah di antara "partaipartai" persilatan yang terkenal. Akan tetapi pada saat itu, Bu-tong-pai sedang berkabung. Di markas perkumpulan itu yang letaknya di lereng pegunungan Bu-


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.