Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

Page 1

Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

Mispan Indarjo


Mengenal pedro arrupe sepintas kilas Copyright Š 2011 oleh Mispan Indarjo E-Booklet ini diterbitkan dalam kerja sama dengan SESAWI.NET Penerbit Sesawi Jl. Gaharu III/7, Jakarta Selatan 12430, Indonesia Telp.: +62 812 2924 713, +62 21 9368 0716 E-mail: info@sesawi.net Website: www.sesawi.net

Silakan mengunduh, memperbanyak, dan menyebarluaskan booklet ini demi perkembangan ilmu pengetahuan dan pertumbuhan iman. Ad Maiorem Dei Gloriam!


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas More than ever, I now find myself in the hands of God. This is what I have wanted all my life from my youth. But now there is a difference; the initiative is entirely with God. It is indeed a profound spiritual experience to know and feel myself so totally in God’s hands. - Pedro Arrupe, SJ

“P

ater Arrupe telah menjadi sebuah legenda selama hidupnya,” demikian tulis Pater Parmananda Divarkar dalam majalalah Ignis pada tahun 1986. Majalah Time pernah meng­gam­ barkannya sebagai “orang yang dianggap sebagai satu dari banyak Jenderal Ordo (SJ) yang paling berpengaruh dalam sejarahnya selama 450 tahun.” Pater Kolvenbach sendiri menggambarkannya sebagai “il dono dello Spirito che e il Padre Arrupe”

1


2 Mispan Indarjo

(adalah karunia Roh bahwa Pedro Arrupe diper­ untukkan bagi kita.” Pedro Arrupe menjadi Jenderal SJ ke-27 yang dipilih pada tanggal 22 Mei 1965 dalam Konggregasi Jenderal 31. Jendral yang menguasai delapan bahasa ini adalah orang Bask kedua setelah St. Ignatius Loyola yang menjadi Jenderal Yesuit. Kiprahnya dalam situasi Gereja yang berada dalam masa konsili Vatikan II telah menempatkannya sebagai pemimpin ordo religius yang disegani. Banyak orang menyebutnya sebagai “paus hitam.” Ada juga yang menyebutnya sebagai Ignatius kedua. Ia banyak melakukan berbagai pembaruan dalam Serikat, seturut dengan gerakan pembaruan Konsili Vatikan II. Dalam sebuah bukunya, Jon Sobrino pernah mempersembahkan bukunya “untuk Pedro Arrupe, yang telah membantu Serikat menjadi sedikit lebih sebagai Serikat Yesus.” Kiprah dan perjalanan Pedro Arrupe pantas disimak sebagai bahan renungan kita. Tulisan ini merupakan pengantar umum untuk mengenal sekilas pintas sosok Pedro Arrupe. Saya membagi tulisan ini dalam tiga bagian. Pertama, riwayat hidup Arrupe sebelum masuk SJ. Kedua, Selama menjadi Yesuit sebelum diangkat menjadi Jenderal. Dan ketiga, dari selama menjadi Jendral sampai wafatnya.


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

3

A. Masa Muda Sebelum Masuk Serikat Pedro Arrupe dilahirkan di Bilbao, Spanyol, pada tanggal 14 November 1907 sebagai anak termuda, satu-satunya anak laki-laki, dari lima bersaudara. Ayahnya, Marcelino Arrupe, adalah seorang arsitek, yang turut mendirikan surat kabar Katolik La Gaceta del Norte, salah satu harian pertama yang terbit di Spanyol. Ia dilahirkan dari keluarga Katolik yang saleh: “ibu yang sungguh suci, ayah yang patut diteladani, anak-anak yang rukun; singkatnya, keluarga yang hangat dan bahagia.� Arrupe sendiri menggambarkan keluarganya sebagai keluarga yang amat rukun, amat damai, dan amat patriarkal dari sudut pandangan Katolik. Ia merasa bahagia dalam keluarganya. Mereka pergi ke Misa bersama-sama. Mereka percaya penuh satu sama lain. Semenjak kecil, devosinya kepada hati kudus Yesus begitu menonjol, begitu juga devosinya kepada Bunda Maria. Ketika Arrupe berusia sepuluh tahun, ibunya yang saleh itu meninggal dunia. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di Bilbao, ia pergi ke Universitas Madrid untuk belajar ilmu kedokteran. Ia tinggal di sebuah asrama. Ketika berusia 18 tahun, ayahnya menyusul kepergian ibunya. Sewaktu menjadi mahasiswa kedokteran, ia bergabung dalam gerakan St. Vincentius a Paulo yang berkembang


4 Mispan Indarjo

cepat di Madrid. Para mahasiswa yang tergabung dalam gerakan itu setiap hari mengunjungi keluarga-keluarga miskin di daerah pinggiran kota. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Pedro Arrupe berhubungan dengan kemiskinan dan anak-anak yang hanya makan sekali sehari. Ia menga­ta­kan,”..Meskipun keluarga saya tidak amat kaya, namun hidup kami cukup enak. Dan tiba-tiba berhubungan dengan kemiskinan, dengan kemelaratan ... Kami mulai dengan ragu. ragu. Kami tidak tahu harus berbicara apa dengan orang-orang itu. Sungguh repot!” Penga­lam­an­ nya memunculkan refleksi dalam hidupnya, “Pengalaman-penga­laman tersebut telah mem­ bang­kitkan gairah untuk membantu sesama dan dorongan untuk mendampingi tidak hanya orang


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

5

miskin yang saya jumpai dalam kunjungankunjungan keluarga, tetapi banyak orang miskin yang lain...” Arrupe tidak hanya seorang aktivis sosial yang saleh. Ia menyukai buku-buku ilmiah tentang fisika, kimia, kedokteran, atau fisiologi. Ia juga cinta seni, menyukai teater, musik dan opera. Sewaktu masih menjadi mahasiswa itu juga, ia menjumpai suatu mukjizat di Lourdes. Ketika itu ia tinggal di Lourdes selama 3 bulan. Sebagai mahasiswa fakultas kedokteran, ia diperbolehkan mengikuti pekerjaan Biro Pemeriksaan - yakni Lembaga yang menyelidiki secara ilmiah mukjizat-mukjizat yang terjadi di Lourdes. Ia menyaksikan tiga penyembuhan ajaib yang dibuktikan secara medis oleh para dokter ateis. Hal itu mengesankannya karena sebelumnya ia mendengar para profesornya di Madrid, yang ateis, berbicara tentang “penipuan-penipuan di Lourdes.” Setelah menyaksikan mukjizat, di mana seorang pemuda kira-kira berumur 20 tahun yang duduk di kursi roda karena serangan penyakit polio dapat bangkit berdiri setelah diberkati dengan sakramen Mahakudus oleh seorang Uskup yang mengarak Sakramen Mahakudus di Lourdes, ia tidak bersemanat lagi dengan kuliah dan eksperimen kedok­ter­an yang dulunya begitu menggairahkan. Ia tampak loyo dan tidak bergairah.


6 Mispan Indarjo

Bayangan hosti yang memberkati dan bayangan pemuda lumpuh meloncat dari kursinya menjadi satu-satunya gambaran yang tetap melekat da­lam ingatan dan hatinya. Tiga bulan setelah peris­tiwa itu, ia masuk Novisiat Serikat Yesus di Loyola.

B. Masuk Serikat Yesus Pedro Arrupe meninggalkan sekolah kedokteran di Madrid dan masuk Novisiat Serikat Yesus pada tanggal 15 Januari 1927 di Loyola. Bergabungnya Arrupe dalam SJ merupakan suatu pengorbanan dirinya atas keluarga yang dicintainya dan studinya. Pada waktu itu ia sudah mendapatkan ijazah dalam ilmu faal dan ilmu pengobatan (dengan penghargaan istimewa). Begitu istemewanya studi Arrupe sehingga ketika ia sudah masuk Novisiat, ada seorang profesor ulung di Uni­versitas tempat ia studi kedokteran me­nemuinya seraya mem­ bujuknya untuk melanjutkan karier dalam kedokteran dan mencari cara un­tuk menggodanya agar ia berbalik dari panggilan reli­gi­usnya. Semenjak hari-hari awal sebagai novis ia sudah memperoleh penglihatan yang jelas tentang panggilannya sebagai misionaris di Jepang. Pada masa Yuniorat ia sudah menulis surat kepada Pater Jenderal Ledochowski untuk menyatakan ke­inginannya menjadi misionaris sampai dua


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

7

kali tetapi tidak ada jawaban yang menjanjikan. Surat jawaban bernada datar. Baru pada akhirnya, sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1938, ketika Arrupe menjalani masa tertiat di Cleveland, Ohio, USA, ia menerima surat dari Jenderal yang mengutusnya menjadi misionaris di Jepang. Dari kenyataan seperti ini Arrupe menyadari bah­wa gairah misioner memang harus diuji. Sehu­b ungan dengan pengutusan dirinya se­b agai misionaris di Jepang, ia melihat bahwa tahap-tahap pen­didikan yang dila­ lui­nya merupakan ta­ hap-tahap yang meng­ arahkannya menuju ke­r asulan di Jepang. Ia melihat misalnya, ilmu kedokteran yang ia terima ternyata amat berguna baginya ketika ia berada di saat-saat setelah bom atom meledak di Hiroshima. Ia juga belajar bahasa Inggris dan Jerman, dua bahasa pokok di tanah misi, yang ternyata berguna ketika ia berada di Jepang.


8 Mispan Indarjo

Ketika menginjakkan kaki di Jepang, ia bergabung bersama para pater misionaris dari Jerman. Lima tahun semenjak ia masuk serikat, tepatnya pada bulan Februari 1932, pemerintah Spanyol membubarkan dan mengusir Yesuit dari Spanyol. Arrupe pergi ke Belgia, Belanda dan Amerika Serikat untuk melanjutkan studi filsafat dan teologi. Ketika belajar teologi, ia tertarik pada masalah-masalah moral, khususnya masalah moral medis. Pada tahun ketiga studi teologinya, ia ditunjuk untuk menghadiri konggres internasional tentang eginism di Wina, Austria, pada tahun 1936. Ia berceramah di hadapan tokoh-tokoh tenar, padahal ia belum pernah menyelesaikan studi kedokteran, ia juga belum ditahbiskan menjadi imam. Ternyata ceramahnya mendapat sambutan hangat. Arrupe ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 30 Juli 1936. Dua tahun kemudian ia men足 jalankan tersiat, saat di mana ia menerima surat dari Jenderal tentang penugasannya ke Jepang. Sebelum berangkat ke Jepang, ia meng足ha足bis足 kan waktu selama tiga bulan untuk mengunjungi para narapidana yang berbahasa Spanyol di New York. Pada tanggal 30 September 1938 ia meninggalkan Seattle, USA menuju Yokohama. Pada awal-awal menjadi misionaris di Jepang ia mengalami kesepian hati. Ia mulai bekerja bersama-sama dengan para Pater Jerman di suatu


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

9

negeri yang bahasanya tidak ia ketahui. Di Pos misinya yang pertama, di Ube, ia tinggal. Saat itu ia belum begitu fasih berbahasa Jepang. Kesepian dan ketidakpastian lebih terasa ia alami ketika ia dijebloskan ke dalam penjara selama 1 bulan di Yamaguchi karena ia dicurigai sebagai matamata. Namun demikian, selama waktu itu ia dapat belajar tentang ketenangan, kesepian, kemiskinan yang keras dan melilit, dan dialog batin dengan “tamu jiwa�nya. Pada tahun 1942 Arrupe menjadi Magister novis di Nagatsuka, dekat Hiroshima. Ketika ditunjuk menjadi magister bagi para novis Jepang, pertanyaan yang mengemuka dalam hatinya adalah: bagaimana seorang Spanyol dapat mendidik Yesuit muda Jepang? Ia harus mempelajari bagaimana mempertemukan intuisi Timur dan rasionalitas barat. Di sini ia melihat bahwa setiap kebudayaan harus saling memperkaya kebudayaan lain. Ketika menjadi magister itulah ia menyaksikan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945. Menurut catatan Arrupe, ketika itu jam dinding di Novisiat menunjukkan Pk. 08.10 pagi hari. Beberapa saat kemudian, enam kilometer dari tempat itu, sebuah jamur raksasa muncul menggelembung dari kota Hiroshima akibat ledakan bom atom. Di hadapan mata Arupe, kota Hiroshima dan rakyatnya terbakar, sekitar


10 Mispan Indarjo

75.000 orang meninggal atau sekarat, 200.000 orang memerlukan pengobatan, 150.000 orang lari meninggalkan bencana itu dalam ketakutan. Ketika itu Arrupe, bersama dengan 35 Yesuit yang lain berada di rumah dan tidak terluka. Sudah tidak terlihat lagi kota Hiroshima yang indah. Melihat kejadian seperti itu, Arrupe mengubah novisiat menjadi rumah sakit. Semua anggota komunitas mengikutinya. Arrupe, eks mahasiswa kedokteran, mengumpulkan beberapa obat untuk membantu para korban. Ia menjadi ahli bedah yang bekerja dengan alat-alat terbatas, menghadapi rasa jijik, ketakutan, kegagalan dan kematian. Pengaruh bom atom itu begitu besar bagi orang yang masih hidup. Bagi Arrupe, minggu pertama sesudah ledakan bom itu merupakan pengalaman yang paling penting: pemanfaatan rumah Yesuit (misalnya Novisiat menjadi rumah sakit, meskipun mereka kekurangan dalam segala hal), cinta kasih dalam diri manusia, percakapan-percakapan pribadi dengan orang-orang yang sedemikian menderita, namun menanggungnya dengan tabah ... juga secara kebetulan mene­mukan bungkusan asam borik yang dapat digunakan untuk mengurangi penderitaan orang karena luka bakar dan menyelamatkan kehidupan banyak orang. Apa yang ia alami juga ia ceritakan dalam perjalanan


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

11

keliling dunia. Ia mengaku telah berbicara tentang Hiroshima dan Jepang mungkin lebih dari seribu kali. Tragedi Hiroshima tidaklah mengoyahkan Pedro Arrupe untuk tetap tinggal di Jepang. Ia menjadi provinsial Jepang pada tahun 1954. Pada tahun akhir sebagai provinsial ia banyak memikirkan dan mengadakan diskusi dengan beberapa teman tentang masalah yang disebut dengan “situasi terbatas� Serikat. Yang dimaksud situasi terbatas adalah situasi baru yang yang sangat rumit dalam situasi masyarakat yang berubah dengan cepat. Ketika ia hadir dalam KJ 31 pada tahun 1965 ia berkata kepada dirinya untuk menyajikan kepada Serikat situasi di mana Serikat berada di dunia saat itu. Keprihatinannya yang mendalam adalah: apa yang harus diperbuat oleh Serikat dalam berbagai tuntutan perubahan dunia. Di hadapan para pater peserta konggregasi ia menunjukkan bagaimana cara kerasulan Serikat sudah tidak cocok lagi untuk kerasulan di zaman modern.


12 Mispan Indarjo

C. Menjadi Jenderal Sampai Wafat Arrupe diangkat menjadi jenderal yang ke-27 pada tanggal 22 Mei 1965 dalam konggregasi Jenderal yang ke-31. Ketika itu ia merasakan dirinya sebagai orang yang tidak tahu harus bicara apa menghadapi orang-orang Serikat yang hebat-hebat. Namun ia berpegangan sebuah kutipan Yeremia,�..Jangan takut ... karena Aku menyertaimu.� Berbagai pembaruan segera dilakukan oleh Pater Arrupe. Arrupe memegang roda pemerintahan Serikat pada waktu-waktu yang sangat sulit, saat perpindahan dari era lama ke dalam era baru Gereja yang sudah terhembusi angin pembaruan konsili Vatikan II. Di bawah Arrupe, Jesuit menjadi terkemuka diantara siapapun yang komitmen terhadap opsi bagi kaum miskin dan bekerja untuk mengembangkan teologi pembebasan, terutama di Amerika Latin. Namun demikian, concern Arrupe atas masalah keadilan sama sekali tidak hanya pada masalah Amerika Latin. Pada tahun 1967 ia pernah menulis surat kepada para Yesuit di Amerika Serikat, surat pertamanya sebagai Jenderal yang amat tajam. Ia mengkritik Yesuit Amerika yang semakin lama justru lebih teridentifikasi dengan golongan menengah, dan kurang memperhatikan pelayanan terhadap orang kulit hitam yang tersisih. Yesuit Amerika tidak memimpin perlawanan menentang diskriminasi ras. Dengan adanya surat itu, masing-


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

13

masing provinsi Yesuit di USA berusaha membuat komunitas Yesuit hidup di antara orang hitam miskin di kota-kota besar. Concern Arrupe ini juga berpengaruh dalam pemahamannya atas dunia pendidikan. Kepada para alumni Yesuit ia menyatakan bahwa tujuan karya pendidikan Yesuit terutama adalah pembentukan orang menjadi “man for others”, orang yang “seratus persen yakin bahwa cinta akan Tuhan yang tidak disertai dengan keadilan pada orang lain merupakan suatu dagelan.” Perhatian Arrupe akan masalah keadilan be­ gitu besar. Kepemimpinannya dalam keadilan sosial begitu kuat dan mantap, tetapi tidak pernah kasar dan konfrontatif. Tidak ada pemisahan antara iman dan keadilan. Keadilan berakar dari cinta. Disamping terasa dorongannya bagi teologi pembebasan di Amerika Latin, dan juga masalahmasalah yang lain, ia juga begitu perhatian terhadap para pengungsi. Pada Natal 1979, Arrupe mengirim pesan kepada sekitar 20 provinsial di berbagai provinsi di seluruh dunia untuk mengajak memikirkan bersama apa yang dapat dilakukan untuk menolong para pengungsi. Arrupe begitu prihatin dan sedih dengan keadaan manusia perahu. Ia tidak bisa tinggal diam. Pada tahun 1981 ia mendirikan JRS. Sehubungan dengan para pengungsi ini ia menyatakan bahwa bantuan


14 Mispan Indarjo

materi tidaklah cukup. Perlulah masuk dalam akar permasalahan.”Rahmat khusus serikat adalah investasi anggotanya dalam bidang teologi, filsafat dan sosiologi, untuk mempelajari contoh-contoh tragis dari kesalahpahaman dalam masyarakat...” Dalam membangun tubuh Serikat sendiri, Arrupe menekankan pentingnya Serikat sebagai Korps yang nyata. Ia mengawali jabatannya seba­ gai Jenderal dengan mengatur kembali susunan bangunan Kuria Generalat yang tampak seram, dan mengubahnya menjadi lebih informal. Dialog, konsultasi dan informasi mewarnai aspek manusiawi Arrupe. Meskipun otoritas tetap ter­ sentralisasi, otoritas itu semakin teridentifikasi dengan diskusi. Kepercayaan diri yang berdasarkan hubungan pribadi menjadi kekuatan pemerintahan dinamisnya yang paling besar. “Politik” utama Arrupe adalah membang­kitkan inisiatif tanpa melumpuhkan perasaan, dalam visi global akan kebutuhan Gereja dan dunia. Inilah yang men­ dorongnya sering bepergian untuk melihat dan menentukan karya serta pelayanan yang semakin efektif. Begitu kerapnya ia mengadakan perjalanan sehingga ketika KJ 32 dibuka pada tahun 1975, ia sudah kenal secara personal 200 Yesuit dari 236 yang hadir di Roma. Dalam rangka menjaga Serikat sebagai korps, tubuh, cara pertama-tama yang dilakukan Arrupe


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

15

sebagai Jenderal adalah lewat doa. Ignatius sendiri mengatakan bahwa Jenderal Serikat menjaga kesatuan dalam orang-orangnya lewat doa. Sebagai sarana yang lebih praktis, sarana pertama yang harus dipergunakan adalah memperdalam kharisma Ignatian karena dengan itulah Yesuit dapat merasakan sebagai suatu korps yang di足 persatukan dan diberi inspirasi oleh semangat


16 Mispan Indarjo

tersebut. Arrupe berpendapat bahwa dalam per­ kembangan sejarah dunia dan religius dewasa ini perasaan menjadi anggota Serikat amat penting karena dewasa ini ada suatu sikap anti pelembagaan yang menyebar dalam masyarakat, yang merembes ke dalam Gereja dan Serikat. Dalam Serikat, ada juga anggota-anggota yang seperti “terlepasâ€? dari Korps, membicarakan Serikat seolah-olah sebagai sesuatu yang asing. Mereka menyebut diri Yesuit kalau menguntungkan dan tidak Yesuit kalau tidak menguntungkan. Sisi manusiawi Arrupe lain yang menonjol adalah bahwa ia dikenal sebagai orang optimis. Baginya seorang optismis adalah orang yang memiliki keyakinan bahwa Tuhan tahu, dapat dan mau berbuat yang paling baik bagi manusia. Keyakinan itu berdasarkan pada iman dan cinta kasih, karena ia percaya bahwa Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita, sedangkan kita tidak tahu apa yang terbaik. Dia dapat melakukan karena Dia Mahakuasa dan Dia mau melakukan sesuatu karena Dia mencintai kita. Namun segala harapan tetap mengandung resiko. Mereka yang tidak mempunyai harapan karena takut resiko, tenggelam dalam keputusasaan, dan siapa yang berharap tanpa memperhitungkan resiko adalah takabur. Resiko itu harus dinilai menurut iman kepada Tuhan. Optimisme Arrupe dirasakannya


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

17

sebagai berkat rahmat Tuhan, dan kemudian berkat pengalaman hidup. Dalam pengalaman hidupnya, misalnya ketika setelah diusir dari Spanyol, ia hidup di sebuah komunitas yang terdiri dari 350 orang yang setiap malam bertanya apakah esoknya dapat makanan, ternyata tiap hari makan cukup. Ketika di Hiroshima sesudah ledakan bom, ia bisa mampu memberi makan dan merawat banyak orang yang terluka. Ketika ia mencari dana untuk Jepang, ia menyaksikan kemurahan hati yang luar biasa banyak orang untuk berderma. Ia melihat tangan Tuhan bekerja di situ. Maka, ia tidak mempunyai alasan untuk tidak merasa optimis. Arrupe menghabiskan hari-hari terakhirnya sebagai Jenderal Yesuit di Bangkok, pada tanggal 6 Agustus 1981, di hadapan para Yesuit dan rekan kerja Yesuit yang bekerja bagi para pengungsi. Dalam pesannya ia mengingatkan,�... Saya akan mengatakan satu hal lagi, dan mohon jangan dilupakan. Berdoa. Banyaklah berdoa. Masalahmasalah seperti itu tidak dipecahkan dengan usahausaha manusiawi...jika kita sungguh-sungguh berada di garis depan kerasulan baru dalam Serikat, kita harus diterangi oleh Roh Kudus... Yang aku katakan adalah seratus persen dari Santo Ignatius.� Pada tanggal 7 Agustus 1981, pukul 6 pagi, ketika pesawat yang membawa Arrupe dari Bangkok mendarat di Roma, ia mendapat serangan


18 Mispan Indarjo

stroke dan hampir tidak bisa bicara. Bagian kanan tubuhnya lumpuh. Maka, pada tanggal 10 Agustus ia menunjuk P. Vincent O’Keefe sebagai pejabat sementara sampai terpilih Jenderal baru. Namun demikian, pada tanggal 6 Oktober, Vatikan melakukan intervensi dengan menunjuk P. Paolo Dezza, bapa pengakuan Paus sebagai pengganti Arrupe. Alain Woodrow menggambarkan si­tu­asi ketika Kardinal Casaroli, utusan Paus, menyam­ paikan surat kepada Arrupe tentang penunjukkan Paolo Dezza yang menggantikan O’Keefe sebagai berikut. “Kunjungan itu hanya berlangsung be­ be­rapa menit. Tanpa mengatakan sepatah kata, Kardinal diantarkan keluar. Ketika O’Keefe kembali ke kamar Arrupe, ia melihat surat dari Paus di sebuah meja kecil. Arrupe menangis.” Jika Arrupe menangis, itu bukanlah karena Vatikan meng­ganti orang yang ditunjuk Arrupe sebagai pejabat Jenderal sampai pemilihan Jenderal baru. Itu karena tindakan tersebut melambangkan peng­ hinaan atas institusi yang didirikan sudah begitu lama oleh Ignatius Loyola. Mungkin orang yang mendengar kisah menyedihkan itu akan marah dan sakit hati, namun reaksi Arrupe tidaklah demikian. Ia tampak menerima penderitaannya, baik fisik maupun spiritual, sebagai bagian dari penyelenggaraan Tuhan, bagi penyelamatan dunia dan kebaikan Gereja.


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

19

Menjelang wafatnya, ia membuat pesan peng­ unduran dirinya yang diberikan lewat satu dari assistennya. Ia menyatakan,” Betapa saya ingin sehat untuk dapat bertemu dengan anda se­ kalian! Anda melihat bahwa saya bahkan tidak dapat mengucapkan sepatah kata secara lang­sung kepada anda sekalian ... Lebih daripada sebe­lum­


20 Mispan Indarjo

nya, sekarang aku menemukan diriku di dalam tangan Tuhan. Inilah yang aku inginkan selama hidupku, sejak masa mudaku. Dan itu masih men­ jadi keinginanku. Tetapi sekarang ada per­bedaan: inisiatif seluruhnya dengan Tuhan ...” Arrupe memiliki kesan bahwa hidupnya dapat ditulis dalam satu kalimat, “Hidup saya berjalan menurut kehendak Tuhan.” Hidupnya dapat diringkas dalam “Terjadilah Kehendak-Mu.” (Mat 26:42). Ia tidak bermaksud mengatakan bahwa hidupnya sebagai sesuatu yang sangat luar biasa. Yang luar biasa adalah, meskipun terdapat banyak kekurangan dalam orientasi hidupnya, Tuhan selalu membuat rencanaNya mengenai dirinya dapat terlaksana. Ia mencintainya dan kepada semua orang apa adanya, Dia mencintainya seperti apa adanya. Ia memandang maut yang kadang begitu ditakuti orang sebagai peristiwa yang paling dinantikan, peristiwa yang memberi arti pada hidupnya. Ia meninggal dunia pada tanggal 5 February 1991.


Mengenal Pedro Arrupe Sepintas Kilas

21

Bahan Bacaan Dietsch, Jean-Claude, SJ, Perjalanan Hidup Seorang Yesuit, wawancara dengan Pater Pedro Arrupe SJ, 1984, Kanisius: Yogyakarta. Endean, Philip, SJ, “The witness of Pedro Arrupe”, dalam The Months, edisi Maret 1991. Faley, Roland J, T.O.R, “A personal memoir the Arrupe year”, dalam Reviev for Religious, edisi Maret-April 1991. Lacouture, Jean, Jesuits, a multibiography, 1995, Counterpoint: Washington. Woodrow, Alain, The Jesuits a Story of Power, 1995, Geoffrey Chapman: London. “Memorial Mass for Father Pedro Arrupe” oleh SJ provinsi Filipina.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.