Rakyat Aceh

Page 4

Metro Aceh

SENIN, 26 JANUARI 2009

>> Jelena Dokic

Gelapkan Uang Pengedar Obat

C >> Chanelle Hayes

Kebelet Kencani Beckham VICTORIA Beckham tampaknya harus menempel suaminya, David Beckham. Yang mengincar suaminya ternyata bukan hanya cewek-cewek binal Italia. Cewek seksi Inggris kini juga akan datang ke Italia sambil berharap bisa kencan dengan Beckham. Si seksi Chanelle Hayes termasuk salah satunya. Chanelle Hayes sudah terbang ke Milan. Jelas, yang dia cari bukan pasta. Dia akan menjajal catwalk Italia. Siapa tahu, saat itu ada pula peluang berkencan dengan pemain baru AC Milan itu. Chanelle, 21 tahun, berencana meluncurkan fesyen dan lingerie merek dirinya sendiri. Dia memperhitungkan Italia adalah salah satu tempat yang layak. Kawan-kawan dekatnya pun berujar, Chanelle berharap bisa mengatur pertemuan dengan Beckham, 33 tahun. Untuk mempertahankan mood itu, dia pun berpose dengan mimik dan gaya seperti Victoria. Victoria sendiri dikabarkan berharap bisa mengawal suaminya dari incaran cewek-cewek seksi itu. “Itulah hal terakhir yang diwaspadai Victoria, kalau ada wanita lain mengincar David. Jangan lupa, Chanelle sendiri modelnya menyerupai Posh,” kata sumber tersebut. Posh adalah sebutan Victoria. (jpnn)

ITRA negatif menghantui perjalanan karir dan reputasi petenis Australia kelahiran Kroasia Jelena Dokic. Petenis 25 tahun ini diduga terlilit utang senilai USD 60 ribu pada pengedar obat terlarang John Giannarelli. Dokic dikabarkan memakai uang Giannarelli yang notabene telah mati tahun lalu, akibat penyakit kanker. Dan sekarang, pihak keluarga Giannarelli meminta kembali uang tersebut. Rumor menyebutkan Giannarelli lah yang menanggung biaya hidup Dokic dan kekasihnya

selama di Melbourne, 2007 silam. Dia pula yang membayar makan, pulsa, transportasi, perawatan gigi dan bahkan keperluan akupuntur Dokic selama beberapa bulan, termasuk sewa apartemen di Melbourne. Malah, isunya Giannarelli juga tempat ?curhat’ Dokic saat petenis profesional itu terpuruk dan mengalami depresi berat sepanjang 2007. Media nz.sport pun melansir, Sabtu (24/1/ 2009), keluarga Giannarelli sekarang mengincar bayaran Dokic dari Australia Open 2009. Disebutkan, Dokic mengantongi USD 88 ribu usai membekuk petenis Denmark Caroline Wozniacki di putaran

ketiga.Sebaliknya, paman Giannarelli, Max Novelli mengklaim, mereka telah sepakat; Dokic akan mengembalikan USD 60 ribu utuh. “Johnny memang menyesatkannya. Tapi itu bukan alasan baginya untuk berbuat hal yang tidak tepat,” cetus Novelli pada Herald Sun. “Kami akan menunggu tanggapannya setelah dia menyelesaikan turnamen ini. Ini bukan perkara uang, kami hanya ingin dia melakukan hal yang benar,” tegasnya. Sementara itu, perusahaan manajemen Dokic, IMG, dikabarkan tidak tahu apapun terkait tuduhan tersebut. (jpnn)

>> Marisa Cruz

Spesial WAG Portugal

>> Robert Kubica

Pesimis Juara ROBERT Kubica pesimis akan masa depannya di laga balap Formula One (F1). Regulasi ekstensif terbaru F1 membuat setiap pembalap kesulitan memprediksi peta kekuatan lawan sepanjang musim 2009. Bukan tidak mungkin akan muncul banyak kejutan dengan dipasangkannya aplikasi baru, yang sebelumnya sama sekali belum pernah dicoba. Bahkan, kandidat juara pun masih menjadi tanda tanya di masing-masing pembalap, tim dan konstruktor. “Kami benar-benar blank di mana posisi kami sekarang. Kami pun sama-sama tidak tahu kekuatan tim lain, dan bagaimana regulasi baru bakal berpengaruh pada kualitas F1.09,” ungkap Kubica seperti dilansir Setanta Sports, Sabtu (24/1/2009). “Ini sebuah tantangan besar. Sebab, untuk menang, Anda harus mengerahkan 100 persen tenaga dan terus jadi yang terdepan,” cetusnya sedikit pesimis. “Anda juga harus berpotensi untuk menang, dan itu baru akan kita ketahui setelah pertandingan berjalan. Dan Anda harus lebih baik dari pembalap lainnya,” tandasnya. (jpnn)

>> Fernando Alonso <<

Kurus untuk Menang DIBANDING saat laga balap terakhir di Brasil akhir musim 2008 lalu, pembalap Renault Fernando Alonso tampak lebih kurus. Ya, berat badan Alonso memang sudah turun hingga 3.5 kilogram. Musim lalu, berat badan Alonso lebih dari 70 kg, dan sekarang tinggal 67 kilo. Meski begitu, pembalap Spanyol 27 tahun itu belum memenuhi target. Pembalap Formula One (F1) berjuluk El Nano itu harus menurunkan berat sekira 0.5 kg lagi. Program penurunan berat badan ini penting. Bukan hanya untuk Alonso melainkan untuk eksistensi Renault di trek. Betapa tidak, Alonso harus menyeimbangkan berat badannya dengan aplikasi teknologi

KERS pada mobil; guna memaksimalkan laju R29 dalam perebutan gelar juara F1. Pilihan olahraga Alonso adalah bersepeda empat jam per hari. Dengan program bersepeda rutin, peraih dua kali juara dunia F1 itu dipastikan memenuhi standar berat badan yang sudah dipatok, 65 kg. “Saya bekerja sama dengan para pembalap, dan sekarang Fernando sangat kuat, lebih kuat dari sebelumnya,” papar fisioterapis pribadinyaa Fabrizio Borra seperti disitat F1Live, Sabtu (24/1/ 2009). “Dia tak boleh terlalu kurus lagi. Saya khawatir, dia akan kehilangan daya dan kekuatannya. Kami tak mau itu terjadi,” tambahnya.(net)

KENAPA bintang-bintang lapangan hijau Portugal lebih suka wanita asing? Padahal, cewek-cewek Porto juga banyak yang cantik dan seksi. Marisa Cruz salah satunya. Dia jadi super WAG Portugal setelah berumah tangga dengan Joao Pinto. Luis Figo atau Cristiano Ronaldo tampaknya harus membuka mata dan hati terhadap gadis-gadis Portugal. Figo menikahi Helen Svedin, model Swedia. Ronaldo berpindah dari cewek Inggris, Spanyol, Italia, dan entah mana lagi. Padahal, di Portugal ada wanita secantik Marisa Cruz. Di Portugal, dia dijuluki sebagai Marilyn Monroe. Cantik, sensual, dan seksi. Wajarlah. Pasalnya, meski lahir di Angola pada 27 Juni 1974, Marisa Cruz sudah dinobatkan sebagai Miss Portugal saat berusia 17 tahun. Sejak itu, dia mulai bekerja sebagai model fesyen profesional. Dia jadi bintang iklan. Dia pun tampil di layar lebar, Kiss Me, film yang disutradarai Antonio da Cunha Telles. Kecantikan dan kesensualan Marisa Cruz yang akhirnya membuat Joao Pinto, mantan striker Benfica dan Sporting Lisbon, kepincut. Marisa Cruz bahkan membuat Joao Pinto yang pernah jadi tombak Portugal itu, meninggalkan istrinya, Carla. Kini, Marisa Cruz menghadiahi Pinto seorang bayi mungil. Meski usianya sudah 34 tahun, toh Marisa Cruz masih tetap jadi primadona di Portugal. Buktinya, kini dia bakal menyambangi laki-laki Portugal dalam wujud majalah GQ. Marisa Cruz menjadi foto sampul dengan gayanya yang sensual dan berkelas. Laksana sensualitas yang dipancarkan Marilyn Monroe. (jpnn)

Di Balik DetEksi Basketball League dan Kehebohan Basket di Papua (3-Habis)

Di Kampung Basket, Babi Lewat Paksa Time Out Sebelum datangnya DetEksi Basketball League (DBL), tandatanda heboh basket sudah ada di Papua. Kampung-kampung basket bertebaran di sekeliling Danau Sentani yang indah itu. Berikut catatan AZRUL ANANDA, Wakil Direktur Jawa Pos (grup Rakyat Aceh,red) dan commissioner DBL. KOMPETISI basket pelajar terbesar di Indonesia, Honda DetEksi Basketball League 2009 (DBL), diselenggarakan di 16 kota di 15 provinsi di Indonesia. Seri pertama di Papua, yang berakhir Jumat lalu (23/1) di Jayapura, tampaknya bakal menjadi salah satu yang terheboh. Hingga penutupan, total berlangsung enam hari pertandingan. Sehari maksimal empat pertandingan. Hanya dalam waktu pendek itu, lebih dari 17 ribu penonton mengunjungi GOR Cenderawasih. Karena kapasitas gedung tak sampai 2.000 orang, pada saat semifinal dan final mereka harus rolling alias bergantian menonton. Padahal, harga tiket tergolong tinggi. Harga tiket final bahkan lebih mahal daripada pertandingan profesional yang sedang berlangsung di Jakarta. Usai final itu, Ketua Perbasi Papua Jhon Ibo berbicara kepada saya, berterima kasih telah menyelenggarakan Honda DBL 2009 di provinsinya. “Ini kebangkitan basket Papua,” ucapnya. Terus terang, saya agak malu juga mendengar itu. Sebab, justru kamilah yang seharusnya berterima kasih kepada seluruh warga Papua. Sebab, mereka membantu kami membuktikan bahwa konsep student athlete dan penyelenggaraan standar tinggi bisa dilakukan di mana saja. Yang penting ada kemauan dan dukungan dari semua yang berkaitan. Apalagi, sebelum Honda DBL 2009 datang, basket sepertinya memang sudah dahsyat di Papua. Minat masyarakatnya bahkan bisa dibilang menyetarai minat terhadap sepak bola. Kamis lalu (22/1), saat libur pertandingan sebelum final, saya, Lucky Ireeuw (redaktur pelaksana Cenderawasih Pos dan ketua panitia Honda DBL 2009 di Papua), plus beberapa personel DBL Indonesia melihat betapa kuatnya grass root

basket di Papua. Kami diajak Jhon Ibo serta Jan R. Aragay dan beberapa teman lain dari Perbasi Papua, mengelilingi Danau Sentani naik speed boat. Bukan sekadar untuk menikmati keindahan, melainkan untuk mengunjungi “kampung-kampung basket” yang bertebaran di sekeliling dan di pulau-pulau yang terdapat di danau tersebut. Ikut pula Jecklin Ibo, 18, cucu Jhon Ibo yang sekarang telah menjadi atlet basket nasional. Kampung pertama yang kami kunjungi adalah Ayapo. Kampung ini penduduknya 1.148 orang, dan punya sejarah menyumbangkan banyak atlet. Bukan hanya untuk Papua, juga nasional. Pada era 1970-an hingga 1980-an, banyak nama tenar muncul dari Ayapo. Fredrik Deda, 46, kepala kampung tersebut, menyebutkan nama-nama seperti Hanock Deda, Adrianus Yomo, Lewi Puhili, Isack Deda, Moses Pulalo, Lukas Lali, dan beberapa lainnya. Di Ayapo ini, memang ada lapangan basket. Letaknya di pinggir danau, di sisi satunya ada bukit kecil dan pemakaman. Kalau difoto dari bukit itu cukup menarik. Karena pemandangan di sisi lain adalah Danau Sentani yang indah. Dulu, dasar lapangan itu tanah biasa. Sekitar lima tahun lalu, tutur Jhon Ibo, kampung ini diberi material untuk membangun lapangan dari beton. Warga yang mengerjakannya sendiri. Fredrik Deda bercerita, kalau sore orang bisa berebut menggunakan lapangan itu. Kampung itu total punya sekitar 100 pemain basket, putra maupun putri dari segala umur. Mereka punya klub. Yang putra bernama Putravo, yang putri bernama Putrivo. Kampung di Pulau Putali itu merupakan kampung basket kedua yang kami kunjungi. Penduduknya juga sekitar 1.000 orang. Di sana lapangan basketnya juga terletak tepat di sisi danau. Tapi, fasilitasnya lebih “komplet.” Tak heran, lapangan inilah yang dipakai untuk turnamen terbuka antarkampung, yang diikuti puluhan tim pada Maret 2008 lalu. Tentu saja, yang dimaksud “komplet” itu masih tergolong sederhana. Di satu sisi lapangan, ada “tribun” yang terbuat dari beton. Di sanalah penonton menikmati pertandingan. Di sisi lain, ada sederet rumah penduduk, rumah panggung di atas air danau. Salah satu rumah itu punya dinding agak lebar, dan dinding itulah yang dijadikan papan scoreboard. Petugas pertandingan menggunakan kapur untuk menuliskan perolehan poin di lapangan. Yang seru lagi, sama

RAKYAT ACEH/JPNN

FOTO BERSAMA: Salah satu tim DBL usai bertanding foto bersama dengan penuh kegembiraan.

seperti di Ayapo dan kampung-kampung basket lain, binatang peliharaan dengan bebas berkeliaran. Baik anjing maupun babi. Besar maupun kecil. Tak jarang, binatang-binatang itu dengan cuek masuk lapangan, termasuk saat dilangsungkannya pertandingan resmi. “Di sini kendala nonteknisnya adalah binatang lewat. Kalau ada anjing atau babi lewat, mau tak mau harus time out (berhenti dahulu, red),” papar Nico Malimongan, 32, seorang wasit dari Perbasi Papua. Tari Putali, kami diajak ke tempat yang sangat spesial bagi Jhon Ibo. Yaitu, Pulau Ajau, tempatnya berasal dulu. Kampung pertama yang kami kunjungi adalah Kampung Ifale. Lagilagi, di sana ada lapangan basket beton. Sayang, sisi lapangan yang bersebelahan langsung dengan danau sudah amblas. Fondasinya tampak kurang kuat. Dengan kondisi seperti itu, kalau pemain basketnya rewel, yang dipakai mungkin hanyalah satu sisi ring (yang tidak amblas). Tapi dasar gila basket, lapangan yang amblas sebelah bukanlah kendala untuk bermain dan berlatih. “Semua bagian lapangan tetap kami pakai,” ungkap Videl

Suebu, 24, seorang pengurus basket di Ifale. Waktu itu pada 1966, saat dia masih berusia sekitar 19 tahun. Jhon Ibo mengaku jatuh cinta pada basket ketika masih SMA, di sebuah sekolah asrama di Jayapura. Di sana dia berteman dengan beberapa anak asal Filipina. Dari merekalah dia belajar bermain basket dan terinspirasi untuk mengembangkannya di kampung halaman. “Lapangan pertamanya masih tanah. Tiang ring-nya dari pohon palem yang dipotong. Lingkar ring masih dari kawat,” kenang Jhon Ibo. Sekarang, seperti lapangan-lapangan lain di kampung-kampung basket Sentani, lapangan itu sudah terbuat dari beton. Waktu kami berkunjung, ada beberapa anak sedang asyik main basket di situ. Ada pula Ignatius Suebu, 34. Dia dulu murid basket Jhon Ibo, dan sekarang dialah pelatih basket di Hobong. Di lapangan ini pula Jecklin Ibo kali pertama bermain basket. Dia dulu sekolah di SD yang terletak tepat di sebelah lapangan tersebut. Ketika di Hobong itu, senja sudah tiba. Tepat sebelum matahari terbenam, kami kembali ke “daratan” untuk kembali ke Jayapura. Keesokan harinya, final Honda DBL 2009

diselenggarakan di Jayapura. Tim putri SMA Teruna Bakti Jayapura dan tim putra SMAN 1 Merauke tampil sebagai juara. Disaksikan sekitar 3.000 orang yang bergantian memenuhi gedung pertandingan. Di Jayapura pula, pemecahan rekor terjadi. Yohana Magdalena “Super” Momot, bintang SMA Teruna Bakti, mencetak 71 poin dalam laga final melawan SMAN 1 Jayapura. Itu perolehan individual tertinggi sejak DBL kali pertama diselenggarakan di Surabaya pada 2004 lalu. Dalam perjalanan pulang ke Surabaya Sabtu kemarin (24/1), setelah sepuluh hari di Jayapura dan “belajar” basket di Papua, saya merasa lega dan bangga. Pilihan kami untuk membuka Honda DBL 2009 di Jayapura tidaklah salah. Semua berlangsung melebihi ekspektasi. Bagi semua anggota panitia, penyelenggaraan ini memang melelahkan. Tapi, seperti yang disampaikan Direktur Utama Cenderawasih Pos Suyoto, semua kerja keras dan kendala yang dihadapi itu terbayarkan dengan kehebohan yang dihasilkan. Saya juga berpikir, mengapa sebelum ini tidak ada pihak lain dari luar Papua yang mau menyelenggarakan kompetisi di provinsi tersebut. Infrastrukturnya memang pas-pasan, tapi antusiasmenya lebih dari dahsyat dan pemandangan di sekitar kotanya sangat istimewa. Soal gedung pertandingan yang kurang besar, sekarang juga sudah ada harapan. Katanya, gedung baru di Universitas Cenderawasih bakal selesai dibangun pada akhir 2009 ini. Kalau terwujud, itu peluang untuk tumbuh bagi even basket di Papua. Sebelum pulang, banyak yang minta agar DBL kembali ke Papua tahun depan. Mulai pemain, pelatih, sampai warga kota Jayapura yang kami temui saat makan atau jalan-jalan. Selama berlangsungnya Honda DBL 2009, di mana-mana di Jayapura orang memang membicarakan kompetisi ini. Di Bandara Sentani sebelum pulang kemarin (Sabtu, 24/1), di manamana kami melihat banyak orang menikmati liputan Honda DBL 2009 yang berhalaman-halaman di Cenderawasih Pos. Saat di pesawat menuju Surabaya pun saya masih diajak diskusi soal kompetisi itu. Misalnya dengan Saul Salamuk, yang duduk dekat saya. Dia mengaku masih saudara dengan Yohana M. Momot, sang pemecah rekor. Juga dengan Elias Henche Thesia, pemain SMAN 1 Jayapura yang terpilih masuk League DBL First Team dan akan ikut terbang ke Surabaya bertemu bintang NBA. (*)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.