RADAR LAMPUNG | Sabtu, 5 Dersember 2009

Page 19

19

Lebih Terkenal dengan Nama Pendekar Lou MARAKNYA film-film laga era 1985 hingga 2000-an membuat Lamting cukup populer di kalangan pencinta film nasional. Maklum, mantan taekwondoin nasional itu memang sangat aktif membintangi berbagai film laga di tanah air. Berawal dari 1988 saat kali pertama main film laga Saur Sepuh, hingga sekarang sudah belasan film layar lebar (bioskop) yang dibintangi Lamting. Seiring dengan meredupnya film layar lebar dan semakin maraknya sinetron, Lamting pun terbawa arus dengan ikut berakting di layar kaca. Tak hanya film laga, Lamting juga bermain dalam beberapa sinetron komedi yang disutradarai rekannya sesama mantan atlet nasional taekwondo yang juga menerjunkan diri ke dunia film, Joseph Hungan. Antara lain Jango Betawi dan Zoro Jantuk Betawi. Ketokohannya sebagai Pendekar Lou di salah satu film laga/sinetron berjudul Tutur Tinular yang diperankan Lamting, tampaknya, benar-benar cukup melekat di kalangan pencinta film dan sinetron Indonesia. Buktinya, hampir pada setiap acara tur promosi film itu di daerah-daerah pedesaan, Pendekar Lou lebih dikenal daripada nama pemerannya. Lamting sering dipanggil Pendekar Lou oleh penggemarnya. Dari gerakan-gerakan silat dalam perannya sebagai Pendekar Lou, banyak yang tak tahu bahwa sesungguhnya Lamting adalah mantan taekwondoin nasional yang cukup mumpuni. Berkat tendangan dan pukulannya di arena internasional, Merah Putih berkibar, disertai berkumandangnya lagu Indonesia Raya yang mengiringi upacara penyerahan medali bagi pemenang. ’’Peran Pendekar Lou itu memang sangat mengesankan bagi saya di antara seluruh film yang pernah saya bintangi. Mungkin karena karakter Pendekar Lou yang selalu membela yang lemah,” ungkapnya. (jpnn)

LAMTING

SABTU, 5 DESEMBER 2009

Lamting, Taekwondoin dengan Segudang Prestasi, Aktor Film dan Sinetron

Dobrak Medali Asian Games Kepandaian menguasai bela diri taekwondo membawa nama Lamting ke puncak ketenaran dan materi. Berbagai prestasi dari arena pertandingan pernah didapatkan. Bahkan, dia juga menjadi aktor layar perak dan sinema elektronik (sinetron), presenter, serta bintang iklan. Laporan Wartawan JPNN Editor: Eko Nugroho POSTUR tubuhnya cukup ideal. Tinggi badannya 183 cm dan berat badan (sekarang) 80 kg. Tak terlihat banyak perubahan pada Lamting jika dibandingkan dengan 25 tahun lalu. Saat masih aktif sebagai taekwondoin nasional yang menghuni salah satu lokasi perumahan pelatnas di Senayan (sekarang Plaza Senayan), pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 17 April 1964, itu memiliki postur yang sangat ideal. Pada 1984– 1993, dia fokus di kelas welter (70–76 kg). Selama seperempat

abad, praktis berat badan Lamting hanya naik 4 kg. Menurut Lamting, taekwondo berperan banyak dalam menata kehidupkannya. Bukan hanya kepercayaan diri yang bertambah, lewat kepiawaian menguasai bela diri itu, dia memperoleh banyak keuntungan. ’’Saya terjun ke film dan sinetron juga karena taekwondo. Semua profesi yang pernah saya tekuni terkait dengan taekwondo,” katanya. Lamting termasuk salah seorang di antara empat taekwondoin Indonesia yang mampu mendobrak perolehan medali pada Asian Games. Itu terjadi pada Asian Games X 1986 di Seoul, Korea Selatan (Korsel). Saat itu, KONI Pusat terkesan tak menganggap bahwa taekwondo bisa mendapatkan medali. Maklum, tak ada prestasi membanggakan yang diperoleh taekwondo sebelum bertolak ke Korsel. Pada Kejuaraan Asia Pasifik di Darwin, Australia, yang dijadikan sebagai ajang tryout sebelum berangkat ke Asian Games, prestasinya jeblok. ’’Saat itu, muncul sebutan taekwondo PGT (pasukan gagal total),” ujar Lamting yang kala itu hanya mampu lolos ke babak perempat final. Namun, sebutan bernada sinis tersebut justru berdampak positif. Di bawah bimbingan pelatih Alex Harianto dari Semarang, para taekwondoin PGT termotivasi untuk berlatih keras. Mereka berjuang dengan satu tekad. Yakni, bisa mendapatkan medali pada Asian Games X 1986, Seoul, Korsel. Kerja keras mereka memang luar biasa. Enam taekwondoin yang diterjunkan ke Asian Games Seoul mampu mendapatkan empat medali, tiga perak dan satu perunggu. Lamting termasuk salah seorang peraih perak. (*)

Awalnya Hanya untuk Jaga Diri KETIKA memilih berlatih taekwondo pada era 1980-an, Lamting tidak pernah bercita-cita menjadi pemain film. Dia belajar bela diri sejak duduk di bangku SMA. Tujuannya bukan menjadi jagoan. Dia belajar bela diri untuk menjaga diri. Kebetulan, pada era itu berbagai ilmu bela diri tengah marak di Indonesia. Pencak silat, kungfu, karate, taekwondo, dan judo membuka kursus dengan memasang iklan di berbagai surat kabar Indonesia. Kakak Lamting lebih dulu berlatih karate. Namun, bela diri asal Jepang itu tak menarik minat Lamting. ’’Saya justru tertarik berlatih kungfu. Dua tahun saya berlatih di perguruan Sri Tunggal Sakti di Bandung,” ujar Lamting. Saat itulah, Lamting bercita-cita ingin meraih prestasi untuk mengharumkan Indonesia. Karena tak ada induk organisasi yang menghimpun perguruan-perguan kungfu di Indo-

nesia, bela diri ini akhirnya bergabung dengan Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI). Tapi, cita-citanya untuk meraih prestasi internasional lewat kungfu tak pernah kesampaian. Maklum, pencak silat ketika itu belum menembus pertandingan internasional. Lamting memutuskan berlatih taekwondo mulai 1980. Motivasi berlatihnya semakin memuncak menyusul pemberitaan di berbagai surat kabar Indonesia bahwa taekwondo telah diterima sebagai cabang olahraga yang akan dipertandingkan di Asian Games X Seoul, Korea Selatan, pada 1986. Lamting ingin menjadi salah satu taekwoondoin yang ikut berlaga di sana. Dengan postur tubuh yang ideal, tinggi 193 cm dan berat sekitar 75-76 kg, hanya setahun berlatih, dia berhasil menyabet medali emas ketika kali pertama tampil di kejurda Jawa Barat tahun 1984. (jpnn)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.