Lembar Fakta Tailing

Page 1

PT Newmont

Nusa Tenggara

SISTEM PENEMPATAN TAILING LAUT DALAM TAMBANG BATU HIJAU

Lembar Fakta

Apakah tailing itu? Tailing adalah sisa batuan yang telah digiling/digerus halus, setelah konsentrat yang sebagian besar terdiri dari tembaga, emas dan perak di dalamnya diambil. Konsentrat merupakan hasil akhir operasi tambang PTNNT yang kemudian dikapalkan ke pabrik peleburan untuk pemrosesan akhir dan produksi logam. Tailing dihasilkan oleh instalasi pengolahan bijih dalam bentuk slurry setelah bercampur dengan air proses. Proses pengolahan batuan bijih di PTNNT tidak menggunakan merkuri ataupun sianida melainkan menggunakan bahan kimia berbasis alkohol organik yang terurai dengan mudah dan cepat.

Bagaimana tailing dihasilkan? Untuk memisahkan mineral berharga dari bijih, PTNNT menggunakan proses fisika standar untuk memisahkan mineral berharga dari bijih. Empat tahapan utama dalam proses pengolahan bijih meliputi peremukan (crushing), penggerusan (grinding), pengapungan (flotation) untuk pemisahan mineral dan penanganan konsentrat. Tailing yang dihasilkan merupakan produk sampingan (sisa) dari proses pengapungan. Sirkuit peremukan memperkecil ukuran bijih (yang berupa batuan yang mengandung mineral bernilai ekonomis yang dapat diambil), yang dikirim dari kegiatan penambangan terbuka menjadi butiran bijih bergaris tengah kurang dari 15 cm. Dari peremukan bijih masuk ke sirkuit penggerusan, di mana ditambahkan air laut dan/atau air larian. Sirkuit penggerusan ini menggunakan Semi Autogenous Grinding (SAG) Mill dan ball mill atau bola-bola besi yang berfungsi untuk memperkecil ukuran batuan yang telah diremukkan itu hingga seukuran butiran pasir. Partikel bijih halus yang dicampur dengan air di sirkuit penggerusan ini disebut slurry atau lumpur, yang kemudian dipompakan ke proses flotasi/pengapungan. Di bagian flotasi ini, reagen berbahan baku alkohol dan kapur ditambahkan bersama kapur untuk proses perolehan mineral berharga dari bijih. Reagen secara selektif bereaksi dengan permukaan mineral berharga yang telah digerus halus tersebut dan menjadikannya bersifat hydrophobic (menolak air). Fraksi mineral dari bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak melekat pada gelembung udara yang terbentuk dan mengapung ke permukaan tangki. Selanjutnya gelembung udara mengangkut mineral berharga bergerak dari dasar tangki ke permukaan tangki flotasi. Mineral yang �mengapung� ini kemudian dipisahkan dari sisa batuan yang telah digerus halus dan diambil sebagai �konsentrat�. Konsentrat berisi tembaga, emas dan perak dengan persentase lebih tinggi dari bijih yang mula-mula masuk fasilitas pengolahan. Selanjutnya konsentrat dikapalkan dan diangkut ke sejumlah smelter (pabrik peleburan) di seluruh dunia dalam bentuk pasir hitam untuk pengambilan akhir kandungan tembaga, emas dan peraknya. Partikel halus seperti pasir bercampur air (slurry) yang tersisa di dalam tangki flotasi setelah mineral berharga dalam bentuk konsentrat tersebut diambil, itulah yang disebut tailing. Tailing mengandung sejumlah kecil mineral sisa yang tidak dapat diambil oleh proses flotasi.

Uji Toksisitas Tailing Uji Toksisitas Tailing Uji biologi terhadap tailing PTNNT telah dilakukan untuk meneliti adanya kemungkinan sifat racun terhadap biota laut. Pengujian dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanongrafi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI) dengan menerapkan metode baku yang diakui. Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam (LC50) pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan. Uji toksisitas kronis/sub lethal (IC50) juga dilakukan pada plankton (marine diatom). Semua pengujian dilakukan pada berbagai persentase konsentrasi tailing di dalam air laut. Hasil pengujian dengan jelas menunjukkan bahwa tailing tidak beracun secara akut atau kronis, meskipun pada konsentrasi 100% slurry tailing. Selain itu, telah dilakukan pengujian untuk mengevaluasi kemampuan organisme bentos untuk hidup dalam tailing yang ditempatkan di dasar laut. Uji coba dilakukan oleh Konsultan Enesar bekerja sama dengan P2O-LIPI dan UNRAM pada tahun 2005-2008 yang membuktikan bahwa kolonisasi tailing oleh bentos terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Uji pada hari ke-97 menunjukkan kelimpahan bentos yang sama dengan sedimen alami.


PT Newmont

Nusa Tenggara

Sistem Penempatan Tailing Laut Dalam Tambang Batu Hijau

LEMBAR FAKTA

Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut PTNNT menerapkan sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut yang dirancang dengan baik dan dikelola dan dipantau secara berkesinambungan untuk memastikan sistem tersebut beroperasi dengan benar. Pemerintah Indonesia bersama PTNNT memilih Penempatan Tailing di Dasar Laut sebagai alternatif pengelolaan tailing yang lebih diutamakan saat melakukan Analisis Dampak Lingkungan untuk Proyek Batu Hijau, yang merupakan persyaratan sebelum pengoperasian dapat dimulai pada 1999. Beberapa faktor utama yang mendasari keputusan ini antara lain: 1. Penempatan tailing di darat akan berdampak terhadap lebih dari 2.310 hektar hutan dan tanah pertanian produktif. 2. Tingkat curah hujan tahunan yang melebihi 2500 milimeter akan menyebabkan air di dalam dam penampung tailing di darat sangat sulit dikelola. 3. Dam penampung tailing yang dibangun di daerah yang rawan gempa bumi berisiko gagalnya dam yang dapat mengancam keselamatan lingkungan sekitar, termasuk keselamatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. 4. Tailing yang ditempatkan di bawah zona fotik laut yang produktif akan meminimalkan dampak terhadap lingkungan.

Cara Kerja Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut Tailing yang berbentuk slurry (campuran air dan sisa batuan tergerus) mengalir secara gravitasi melalui jaringan pipa dari pabrik pengolahan bijih menuju ke tepi Ngarai Laut Senunu. Ujung pipa ini berada kurang lebih 125 meter di bawah permukaan laut dan berjarak sekitar 3,2 kilometer dari garis pantai. Berat jenis lumpur tailing lebih berat daripada air laut, sehingga tailing akan tenggelam dan mengalir menuruni dinding curam Ngarai laut Senunu seperti sungai bawah laut, hingga mencapai cekungan Lombok pada kedalaman >4000 m.

Predicted tailing thickness (apter 18 years) < 0.01 m > 0.01 m < 1 m >1m<2m >2m<3m >3m<4m >4m Bottom Transmissivity contours, Oct 2003 Areas where tailings are indicated, 2003


PT Newmont

Nusa Tenggara

Sistem Penempatan Tailing Laut Dalam Tambang Batu Hijau

LEMBAR FAKTA

Program Pemantauan Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut PTNNT dipantau secara ekstensif untuk memastikan agar sistem bekerja sesuai rancangan guna meminimalkan potensi dampak terhadap lingkungan. Pada 2004 dan 2009, para ahli dari Centre for Environmental Contaminants Research, Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia bersama tim pengkaji dari Indonesia secara independen meneliti dan mengkaji data pemantauan PTNNT terkait mutu air, sedimen, dan ikan di sekitar daerah penempatan tailing sampai ke perairan Lombok dan Selat Alas. Penelitian itu menemukan bahwa tailing tidak menyebar ke arah lingkungan pesisir Sumbawa, atau mengarah ke Selat Alas dan Lombok, ataupun ke air permukaan. Kadar logam di jaringan tubuh ikan yang diambil dari Ngarai Senunu berada dalam kisaran normal, sama dengan kadar yang ditemukan pada tubuh ikan yang diambil dari lokasi kontrol maupun dari pasar-pasar ikan yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dan Lombok. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam terlarut di semua lokasi dan semua kedalaman berada di bawah ketentuan baku mutu yang ditetapkan. Hasil penelitian independen ini menegaskan kembali dan konsisten dengan hasil pemantauan PTNNT yang dilaporkan secara berkala kepada Pemerintah Indonesia selama ini, yaitu bahwa sistem penempatan tailing bawah laut PTNNT berfungsi sesuai rancangannya dan tidak menimbulkan dampak yang berbahaya terhadap lingkungan . Pada 2003 dan 2009, Pusat Penelitian Oseanongrafi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI) melakukan penelitian di laut dalam untuk memetakan tapak tailing dan dampak penempatan tailing di dasar laut terhadap ekosistem laut termasuk mutu air dan komunitas bentos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tailing mengalir dari Ngarai Laut Senunu ke arah Cekungan Lombok sebagaimana diprediksi dalam ANDAL PTNNT dan dampak terhadap mutu air hanya terbatas pada air di dasar Ngarai Senunu. Mutu air di luar area campuran tailing berada pada tingkat konsentrasi awal dan mematuhi baku air laut yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.

Pencegahan Tumpahan Tailing Prosedur pengawasan jaminan dan kendali mutu diterapkan untuk memastikan keutuhan jaringan pipa tailing darat dan pipa lepas pantai. Di darat, PTNNT menempatkan jaringan pipa tailing pada sebuah ruang (koridor) terbatas, sehingga bilamana terjadi kerusakan jaringan pipa, tumpahan akan langsung tertampung dalam koridor dan dibersihkan. PTNNT memiliki dua jalur pipa tailing laut. Satu pipa digunakan untuk operasi dan satu lagi digunakan sebagai cadangan. Jika terjadi kebocoran jaringan pipa laut, pabrik langsung dihentikan dan lumpur tailing dialihkan ke pipa cadangan. Meski demikian, strategi pengoperasian yang diterapkan tidak menunggu hingga pipa laut mulai bocor sebelum lumpur tailing dialihkan ke jaringan pipa laut kedua. Pemeriksaan bagian dalam jaringan pipa darat dan laut dilakukan dua kali setahun selama jadwal penghentian pabrik pengolahan secara keseluruhan. Jika hasil pemeriksaan memperkirakan jaringan pipa laut yang beroperasi akan mencapai ketebalan minimum dinding pipa sebelum jadwal penghentian pabrik berikutnya, maka jaringan pipa kedua akan dioperasikan operasi sementara jaringan pipa yang sebelumnya diganti seluruhnya dengan yang baru dan menjadi pipa cadangan. Tata kelola yang dilaksanakan ini telah meminimalkan kemungkinan bocornya pipa laut.

Sejarah Perijinan DSTP 1. ANDAL disetujui pada Oktober 1996 dan meliputi konsep, desain teknis, hasil penelitian / kajian, hasil pemantauan dasar untuk penerapan Sistem DSTP untuk Proyek Batu Hijau. 2. Pada 2000 PTNNT mengajukan izin DSTP sesuai ketentuan PP-19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan Pengrusakan Laut. Izin tersebut dikeluarkan pada 13 Mei 2002, Kep MenLH No. 24/2002. 3. 15 Februari 2005 PTNNT mengajukan permohonan perpanjangan Kep MenLH No. 24/2002. 4. 9 Mei 2005 PTNNT mendapat persetujuan DSTP dari KLH melalui KepMenLH No. 82/2005 5. 2 Februari 2007 PTNNT mengajukan permohonan perpanjangan KepMenLH No. 82/2005. 6. 8 Mei 2007 PTNNT mendapat persetujuan DSTP dari KLH melalui KepMenLH No. 236/2007. 7. 23 Desember 2010 PTNNT mengajukan perpanjangan izin DSTP. 8. 5 Mei 2011 PTNNT mendapat persetujuan DSTP dari KLH melalui Kep MenLH 92/2011


PT Newmont

Nusa Tenggara

Sistem Penempatan Tailing Laut Dalam Tambang Batu Hijau

LEMBAR FAKTA

DSTP ditetapkan dalam AMDAL sebagai sistem penempatan tailing PTNNT mulai dari beroperasi sampai dengan akhir masa tambang. Perizinan diberikan sesuai dengan peraturan perundangan untuk PTNNT dapat mengoperasikan DSTP dengan melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang komprehensif serta dilakukan kajian-kajian untuk memastikan tidak adanya gangguan lingkungan sebagai akibat operasi PTNNT. Perpanjangan izin DSTP merupakan bagian dari evaluasi yang dilakukan pemerintah untuk mengetahui jika ada perubahan lingkungan serta tindakan yang perlu dilakukan. Pelaksanaan operasi DSTP dilaporan secara rutin kepada KLH, Gubernur NTB, Bupati Sumbawa Barat, BLHP NTB, dan BLH KSB. DSTP telah beroperasi sejak September 1999 dan berbagai studi dan kajian tentang penerapannya telah dilakukan oleh : 1. LIPI - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam Penelitian Laut Dalam dan Uji Toksisitas Tailing; 2. IPB - Institut Pertanian Bogor dalam survey / pemantauan ekologi laut setiap 6 bulan secara rutin; 3. CSIRO - Commonwealth Scientific Industrial Research Organization - Australia melaksanakan uji tuntas studi pemantauan tailing; 4. Kajian Tahunan oleh Tim Independen NTB: “tidak terdapat indikasi adanya pencemaran laut yang diakibatkan oleh logam berat di perairan sebelah selatan pulan Sumbawa�; 5. Kajian Tahunan oleh PPLHD NTB 6. Kajian Tahunan oleh Tim PROPER KLH, Evaluation period 2002/2003 : HIJAU Evaluation period 2003/2004 : BIRU Evaluation period 2004/2005 : HIJAU Evaluation period 2005/2006 : tidak diumumkan Evaluation period 2006/2007 : HIJAU Evaluation period 2007/2008 : HIJAU Evaluation period 2008/2009 : HIJAU Evaluation period 2009/2010 : HIJAU Evaluation period 2010/2011 : HIJAU Evaluation period 2011/2012 : BIRU 7. Pemantauan rutin oleh staf PTNNT, sample dikirim dan dianalisa oleh laboratorium independen berakreditasi.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.