Bangkit Itu Indonesia

Page 1

indonesiafromspacebu8 / istimewa

itu

Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia Tentang Indonesia Mereka

itu

Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia Tentang Indonesia Mereka editor : Muhammad Akhyar




Bangkit Itu Indonesia


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 000 000 000.00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan. mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


Bangkit Itu Indonesia Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia Tentang Indonesia Mereka



kali ini bukan untuk kamu (dan kamu) lagi tapi untuk kalian setelah menjejak di diri, keluarga maka bergegas masyarakat, bangsa, pun peradaban keberkahan pada keberkahan atas kebaikan dalam


Bangkit Itu Indonesia copyright tim bangkit Indonesia Esai, Cerita Pendek, dan Puisi 50 karya mahasiswa UI terpilih angkatan 2008 Penyeleksi Tim Penyeleksi OKK UI 2008 : Bangkit Indonesia Tim Penyeleksi Badan Otonom Pers Suara Mahasiswa Universitas Indonesia Editor muhammad akhyar Desain Sampul dan Tata letak vita wahyu hidayat Cetakan Pertama, Juli 2009 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) AKHYAR, muhammad Bangkit Itu Indonesia Jakarta; OKK printing and design xi + 211 halaman.; 15 cm x 19 cm ISBN: 979-xxx-xxx-x Dicetak oleh Percetakan UI Press Isi di luar tanggung jawab Percetakan


Daftar Isi Pengantar Penerbit Sekapur Sirih Rektor Universitas Indonesia Risalah Bangkit Diary, Ternyata Ia Sedang Patah Hati Main Demo-Demoan Satu Kesatuan, Satu Kekuatan, Satu Indonesia Sekrup Kecil Pengubah Bangsa Untuk Indonesiaku Bibit Indonesia di Masa Depan dan Kontribusi yang Dapat Kita Berikan _ Indonesiaku Ketika Kubuka Mata Pagi Ini (di Jalan) Tidak Ada yang Tidak Mungkin Balita Renta Batik, Bukan Batique Fenomena Indonesia Indonesia Oh Indonesia Janjiku Menjadi Dewasa untuk Mendewasakan Indonesia Tangan di Atas Lebih Baik daripada Tangan di Bawah _ Agent of Change Indonesia: Bangkit? Indonesia Sebelum, Sekarang, dan Setelah Kemarau di Hati Pak Muklis Masa Depan Indonesia adalah Helai-helai Buku _ Pendidikan, Tonggak Awal Kebangkitan Bangsa _

ix

Aku Ingin Indonesia Berwarna Indonesia 2030: Memotret Masa Depan Indonesia Indonesia Sejahtera Tanpa Koruptor Luka Ibu Perjalanan Sejenak di New Jakarta Aku Heidi Cerita Tentang WC, Eh Bukan!! KAKUS Menulis Kisahmu Tunggu Kami, Pilar Masa Depanmu, Indonesia! Aku dan Prasasti Bisu Kado Kecilku untuk Indonesia Lembayung Nusantara Puisi Kemarin Sore Totalitas Perjuangan untuk Indonesiaku 2028 Chatting Dicari, Pemimpin Indonesia Baru Janjiku kepada Timur Julian dan Harry Mimpi Pemuda untuk Indonesia Agar Kita Tidak Menjadi Salah Satunya Nanti Catatan Keoptimisan Anak bangsa: Indonesia Pasti Bisa! Hari Pembalasan untuk Indonesia Sebuah Rumah dan Sebuah Buku Tips Menanam Indonesia Kami dan Indonesia Impian Mereka Ikrar Bangkit Indonesia


Pengantar Penerbit Buku ini merupakan kumpulan karya terbaik mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2008. Karya ini sendiri merupakan bagian dari penugasan pada saat Orientasi Kehidupan Kampus UI tahun 2008. Pada saat itu seluruh mahasiswa baru diminta untuk menulis dalam bentuk esai, cerita pendek, atau puisi tentang harapan mereka terhadap Indonesia dan kontribusi apa yang mereka bisa beri. Tentu saja usaha penugasan ini tidaklah bermaksud untuk menjadikan tulisan mereka menjadi begitu ilmiah sehingga bisa dijadikan semacam “positioning paper� buat pemerintah. Bukan itu yang diharapkan. Sungguh usaha penerbitan buku ini juga jauh dari niatan itu. Hal yang lebih penting untuk disasar adalah menunjukkan kepada masyarakat betapa masih banyaknya manusia muda Indonesia yang cinta pada negerinya. Masih banyak yang memiliki kepedulian untuk negeri ini. Masih ada yang bermimpi untuk Indonesia yang lebih baik. Masih ada yang akan mengorbankan jiwa, darah, sendi-sendinya untuk citacita kemerdekaan, cita-cita konstitusi, cita-cita bersama kita. Kalau boleh dikatakan inilah “positioning soul� anak negeri. Selamat menikmati catatan-catatan ini. Semoga bisa memercikkan semangat untuk terus bekerja keras membangun Nusantara ini, Indonesia ini. Jakarta, 14 Juli 2009 Penerbit

x


Sekapur Sirih Rektor Universitas Indonesia

xi


Bangkit itu Indonesia

Risalah Bangkit

muhammad akhyar, ketua panitia okk UI 2008 : Bangkit Indonesia pencetus ide buku Bangkit Itu Indonesia

Sudah saatnya kita bergerak sekarang. Tidak lagi berkutat pada romantisisme tanah yang dilakukan tanpa keinsyafan. Cinta tanah air atau nasionalisme saat ini bukanlah sesuatu yang terberi tapi ia adalah pilihan. Maka sejak saat ini mulailah kita cari-cari alasan kita mengapa harus mencintai negeri ini, bangsa ini, tanah ini. Dengan kesadaran penuh tentunya. Tak elok kita lama-lama bergelimang di rasa cinta yang kita tidak tahu mengapa harus begitu karena tanpa dinyana kita saat ini ada di alam globalisme, singkatnya dunia ini milik semua. Tak ada batas geopolitik atau malah geografis yang signifikan lagi hari ini. Redefinisi nasionalisme harus cepat-cepat dilakukan dari sekarang. Ini hal yang mendesak. Mengapa? Karena jikalau kita masih saja terjebak dengan nasionalisme konservatif, kita akan terus berkutat dengan masalah. Slogannya sudah jelas: baik atau salah ini tetap negeri saya. Saatnya melompat ke slogan yang lebih “sadar� yaitu: baik atau buruk ini tetap negeri saya tapi saya akan memperbaiki keburukan itu karena saya cinta dengan negeri ini. Lompatan inilah yang akan membawa kita tidak lagi berkutat di kepulauan ini saja tapi ke peradaban manusia, kemanusiaan itulah tujuan kita saat ini. Membuat bangsa ini, Indonesia, menjadi peletak dasar-dasarnya, adalah bata-bata yang akan coba kita bakar mulai hari ini. Bentuk sumbangan apa yang kita, bangsa besar bernama Indonesia, dapat berikan utuk membangun yang namanya peradaban itu tentu saja masih menjadi pertanyaan besar. Namun, sadar atau tidak kita memiliki potensi untuk memberikan sumbangan itu. Modal besar kita itu adalah karakter bangsa. Modal inilah yang coba kita kais-kais di antara remahremah keputusasaan bangsa besar ini. Karakter yang akan membuat kita, bangsa Indonesia, dikenal di luar sana. Di balik judul buku, “Bangkit Itu Indonesia�, selain terselip berjuta-juta 1


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

harap bahwa “bangkit” akan akan menjadi sesuatu yang kongruen dengan Indonesia, juga merupakan kalimat provokatif yang ada untuk memberikan kekuatan, kepercayaan diri kepada “kebaikan”yang tersembunyi jauh di sana untuk kembali muncul. Inilah yang saya katakan modal besar itu. “Kebaikan” bangsa ini, merupakan hal yang bisa membuat bangsa ini menyumbang untuk membangun peradaban baru yang lebih “baik”. Satu hal sekarang kapan modal, potensi besar, ini bisa benar-benar kembali kepada bangsa ini sehingga menjadi karakter yang melekat kuat. Untuk mempercepatnya maka “kebaikan” ini harus terus-menerus dicetuskan, dinyatakan, diberi penilaian positif, dan selalu disanding-bandingkan dengan Indonesia. Kesinambungan inilah yang akan mengubah bangsa ini, percayalah itu. Implikasi dari itu semua luar biasa. Indonesia dengan karakter kuat seperti itu mustinya akan menjadi pemimpin peradaban. Kita akan lebih dihargai karena kita akan menjadi pemimpin peradaban dengan menyebarkan “kebaikan’ yang kita punya, alih-alih menakut-nakuti dengan kekuatan militer. Dengan itu semua, semoga peradaban yang lebih beradab sebagai hakikat kemanusiaan segera terlahir. Itulah yang disebut bangkit itu Indonesia, karena Indonesia tidak hanya membangkitkan dirinya tetapi juga membangkitkan peradaban dunia berdasar tujuan kemanusiaan yang telah terkubur ratusan tahun. Untuk itu marilah kita memulainya dengan mengganti rasa cinta kepada negeri dengan sesuatu rasa yang lebih “sadar” dan bertanggung jawab, serta mengukir prestasi-prestasi pribadi dengan membuat peristiwa kebaikan untuk negeri ini, sehingga mem-berita. Semua akan pasti, Insya Allah, beresultan menjadi cerita prestasi bangsa. Makin banggalah, makin cintalah kita dengan tanah ini, dengan bangsa ini, dengan negeri ini. “Seonggok kemanusian terkapar. Siapa yang mengaku bertanggung jawab? Tak satu pun. Bila semua pihak menghindar, biarlah saya yang mananggungnya, semua atau sebagiannya. Saya harus mengambil alih tanggung jawab ini, dengan kesedihan yang sungguh, seperti saya menangisinya saat pertama kali menginjakkan kaki di mata air peradaban modern, beberapa waktu silam” Rahmat Abdullah 2



“BHINNEKA TUNGGAL IKA.” Mpu Tantular



Diary, Ternyata Ia Sedang Patah Hati Lian Hateveana Dhita Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Dear Diary Diary, aku punya cerita menarik nih. Aku punya seorang teman, usianya memang jauh di atasku dan dia bukan saudaraku, namun entah mengapa antara aku dan dia seakan-akan mempunyai ikatan batin yang sangat kuat. Oh iya nama temanku adalah Indonesia, unik bukan? Indonesia ini seorang wanita. Ia tinggal di sebuah pulau yang sangat luas bernama Nusantara. Di tempat tinggalnya inilah aku lahir dan tinggal. Tempat ini sangat indah. Kamu bisa melihat pemandangan laut dan juga bisa melihat pemandangan pegunungan. Iklimnya tropis sehingga kita akan hangat terus sepanjang waktu. Tanah di tempat tinggalnya juga subur karena banyak gunung berapinya. Wah‌ pokoknya asyik deh tinggal di pulaunya Indonesia. Indonesia, selain kaya, ia juga baik hati. Ia memperbolehkan orang-orang dari daerah manapun untuk singgah bahkan tinggal di pulaunya. Aku sempat bertanya kepadanya mengapa ia memperbolehkan mereka tinggal dan kata Indonesia, ia ingin tempat tinggalnya dihuni oleh orang-orang dari beragam suku, agama, dan ras, sebab kata Indonesia, perbedaan itu indah dan perbedaan itu unik. Ah‌Indonesia memang unik dan baik hati, namun kebaikannya tidak hanya sampai disitu. Indonesia juga memperbolehkan orang-orang itu untuk menggunakan harta kekayaannya. Mereka boleh menggunakan hutan Indonesia, mereka boleh menikmati hewan-hewan yang ada di Nusantara, dengan syarat mereka harus menjaganya. Diary, tadi siang aku melihat Indonesia murung sekali wajahnya. Aku sangat bingung melihatnya. Beberapa hari ini Indonesia juga terlihat sedih. Wajahnya tirus sekali, matanya bengkak memerah seakan habis menangis, 6


Bangkit itu Indonesia

badannya juga mengurus. Pokoknya Indonesia terlihat menyedihkan, berbeda sekali dengan Indonesia yang pertama kali kukenal. Wajahnya eksotis, badannya langsing, kulitnya sawo matang, matanya hitam berkilat, dan rambutnya begitu hitam. Akhirnya, kuberanikan untuk menemuinya. Awalnya ia menolak dan mengatakan baik-baik saja namun, setelah kudesak, akhirnya ia menceritakan semua kegalauan hatinya. Ternyata Indonesia sedang patah hati! Diary, kamu tahu Indonesia patah hati kepada siapa? Ternyata kepada orang-orang yang telah ia beri tempat tinggal. Indonesia mengeluh kepadaku bahwa kelakuan mereka selama ini semakin tidak bermoral. Mereka semakin sering bertengkar, semakin tidak menghargai saudarasaudarinya. Indonesia merasa mereka sudah tidak menyayanginya lagi. Awalnya aku tidak percaya, namun setelah Indonesia menunjukkan bukti kepadaku berupa sekelompok orang yang sedang merusak hutan dan lingkungan sekitarnya hanya untuk beberapa keping emas. Sekelompok orang yang tertawa diatas penderitaan sesamanya yang menderita, aku baru percaya. Ternyata selama ini aku terlalu cuek dengan keadaan di sekitarku hingga aku tidak sadar apa yang telah terjadi selama ini. “Indonesia apa yang harus aku lakukan untuk menghiburmu?� Tanpa sadar aku mengucapkan kalimat itu. Indonesia menoleh dan tersenyum kepadaku, “kamu hanya perlu mencintai aku sepenuh hati.� Aku kaget setengah mati mendengar suara Indonesia sebab begitu serak. Aku bertanya-tanya di dalam hati, bagaimana cara mencintai Indonesia dan tiba-tiba Indonesia menjawab pertanyaaku. “Kamu cintai aku dengan menggunakan seluruh kemampuan yang kamu miliki untuk membangun Nusantara yang sudah hancur ini. Jangan hanya kamu sendiri, ajak teman-temanmu, sebab kalau hanya kamu sendiri, Nusantara tidak akan berubah. Kamu juga harus menjaga persatuan dan kesatuan di Nusantara ini. Aku benci pertikaian. Pertikaian hanya menimbulkan dendam dan kesengsaraan. Aku benci tanahku 7


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

dinodai dengan pertumpahan darah antar sesama. Oh ya, satu lagi. Kamu dan teman-temanmu jangan pernah sekalipun memberikan hartaku ini kepada orang asing, aku tidak suka itu. Kerjakan semuanya sendiri karena aku percaya kalian dapat memberikan hasil yang terbaik untuk Nusantara ini. Dari kalian untuk kalian.� Aku hanya bisa bengong menatapnya tak percaya. Kata-kata Indonesia begitu dalam. Aku hanya berpikir bisa nggak ya aku melakukannya. Tiba-tiba Indonesia menepuk bahuku, menyadarkanku dari lamunanku. “Aku yakin kamu dan teman-temanmu bisa melakukan semua hal diatas. Janganlah hal itu kamu anggap sebagai beban melainkan sebagai sebuah tantangan. Tantangan yang dapat membuat perubahan lebih baik lagi. Sekarang aku mau menenangkan diri dahulu dan aku percayakan tempat tinggalku, Nusantara, untuk kamu dan teman-temanmu urus. Lakukan yang terbaik yang kalian bisa. Percayalah pada diri kalian bahwa kalian bisa membawa Nusantara ini menjadi lebih baik lagi. Selamat tinggal.� Setelah berkata seperti itu, Indonesia langsung ngeloyor pergi dari ruang tengah menuju ke hutan. Entah mengapa, aku tidak berniat menyusul,selain karena hari sudah gelap, aku pun yakin dapat melaksanakan tugas yang diberikan Indonesia. “Pergunakan kemampuan kalian untuk membangun Nusantara ini.� Kata-kata ini menjadi pemicu semangatku untuk melaksanakan tugasnya. Selamat malam Diary, hari ini aku cukup lelah karena peristiwa tadi jadi aku mau secapatnya mengistirahatkan pikiran.

8


Main Demo-Demoan Mimi Silvia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Aku menatap kerumunan mahasiswa yang berteriak lantang menyerukan semangat anti kenaikan BBM. Di tangan mereka kulihat tulisan yang sudah mendarah daging di kalangan mahasiswa beberapa bulan ini “Turunkan BBM”, “Jangan Menyiksa Rakyat”, dan tulisan tragis yang lain. Aku menghembuskan nafas dan pélan-pelan kuhirup bau bahan bakar bus yang menyengat. Sementara tangis bayi mungil yang di pangku ibunya semakin menjadi-jadi. Lebih parahnya lagi mereka duduk di sampingku. Oh, tersiksanya telingaku. Nyaris ingin kukunyah bayi itu. Namun, wajahnya yang suci itu akhirnya mengalahkan kemarahanku. Kulihat matanya sedang mengamati kerumunan mahasiswa. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin dia sedang menangisi calon-calon pemimpin bangsanya yang hobi berdemo. Bus masih diam, tak ada yang tahu kapan bus ini akan jalan. Kusimpulkan untuk segera keluar. Kurelakan uang enam ribuanku lenyap karena sudah kubayar ke kondektur. Aku minta turun, kerongkonganku sudah kering. Dari luar bus, kulihat barisan kendaraan yang berjalan tertatihtatih. Aktivitas jalan raya macet dan penyebabnya adalah calon-calon pemimpin bangsa Indonesiaku tercinta. Kulihat seorang cowok yang dari tadi mengomandokan acara demo-demoan itu. Tanpa pikir panjang lagi kualihkan pandanganku. Kutuju sebuah warung kopi di pinggiran jalan. Sampai di sana kupinta sebuah botol air minum.

9


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

“Minumannya satu, Pak,” pintaku. Kerongkonganku benar-benar kering. Si Bapak segera memberikan sebotol minuman, segera kuteguk. Si bapak sibuk membereskan dagangannya. Aku menatap jam tanganku. “Masih siang lo, Pak. Kok sudah mau tutup? Ini kan rejeki nomplok, Pak,” kataku lalu kulihat ratusan mahasiswa yang kali ini membakar kayu di tengah jalan. “Nomplok apanya Neng. Merekanya pada puasa makan dan minum. Katanya sih, supaya keinginan mereka dikabulkan,” jawab si Bapak warung kopi. Gila, kenapa gak sekalian puasa beneran aja. Yah, setidaknya mereka bisa menguasai nafsu mereka. Agar tidak ada lagi, bakar-membakar seperti ini. Sudah meningkatkan global warming, tambah lagi pemborosan BBM. Kukeluarkan ponselku, kuketik sebuah sms. “Sekalian aja bakar dirimu” Kukirim ke cowok jangkung yang sekarang menjadi ketua gerombolan pendemo itu. Kulihat dia merogoh sakunya. Lalu, matanya mencari-cari wajahku. Aku tersenyum pahit. Lalu kembali kuperhatikan si Bapak. Kakiku lumayan pegal, aku segera duduk. “Neng mahasiswa ya? Kok gak ikutan demo?” pertanyaan itu seolah-olah menyindirku. Aku tersenyum masam, apa harus kujawab kalau yang mengetuai demo itu pacarku dan baru saja hubungan kami putus karena dia masih senang berdemo ria. Si bapak memperhatikanku, dia meninggalkan pekerjaannya. “Ya bagus, Nengnya gak ikutan. Saya tahu tujuan mereka baik kok Neng. Namun, lebih baik lagi kalau mereka belajar sungguh-sungguh dan 10


Bangkit itu Indonesia

berlomba-lomba membangun negeri ini,” katanya. Aku termangu. “Saya tau BBM menyusahkan mereka, bahkan menyusahkan seluruh lapisan masyarakat kita. Tapi ya… mau gimana lagi, pemerintah toh juga pusing tujuh keliling mencari solusi lain. Pemerintah mana yang mau mencelakakan rakyatnya, setidaknya mereka harus mengambil keputusan dengan hati-hati agar pemerintahan mereka tidak runtuh,” kalimat si Bapak barusan membuatku mati kutu. Aku tersenyum nyentrik. Bapak warung kopi saja bisa berpikiran positif, kenapa pacarku yang IP-nya selalu diatas 3 berpikiran kampungan? Kembali kulumat-lumat susunan kalimat bapak tadi. Lalu entah apa yang terjadi, refleks aku berlari menuju si Ketua demonstran tadi. Aku mendengar pidatonya yang berapi-api. Kulewati kerumunan mahasiswa itu yang rata-rata dari mereka sangat kukenal. Aku tepat berdiri di depan mantan pacarku itu. Dia diam, semua mahasiswa juga diam. Kurebut mikrofonnya. “Hidup Indonesia!” “Hidup Ilmu Pengetahuan!” “Hidup Kampus!” “Hidup bapak warung kopi!” Semua kerumunan itu diam. Aku menatap mantan pacarku dan sebuah kalimat meluncur dari mulutku. “Lebih baik pidatomu seperti ini,” kataku.

11


Satu Kesatuan, Satu Kekuatan, Satu Indonesia Diandra Andreansa Fakultas Ekonomi

Betapa berat perjuangan generasi terdahulu bangsa Indonesia. Mati-matian mereka melawan penjajah supaya generasi berikutnya bisa mencecap manisnya kemerdekaan, dan merasakan hembusan kebebasan di Indonesia. Tidak terhitung anak bangsa yang gugur dalam perjuangan merebut kemerdekaan, tidak terkira banyaknya darah pahlawan yang mengalir dan membasahi bumi Indonesia. Hari saat mereka merebut kemerdekaan itulah hari dimana kita mengukuhkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. “Bangsa yang tidak lagi dijajah, bangsa yang berdikari, bangsa merdeka yang bersatu untuk maju“, begitulah kira-kira kebanggaan yang menggema di hari kemerdekaan Indonesia saat itu. Meski demikian, jalan panjang untuk meraih kemerdekaan sempurna dan independensi mutlak dari bangsa lain masih membentang. Masih banyak rakyat Indonesia yang merasa terbelenggu oleh gelombang demi gelombang masalah yang seakan-akan memutilasi kebanggaan dan kesatuan rakyat Indonesia. Berbagai bencana alam, sebutlah tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan luapan lumpur Lapindo, menyedot APBN Indonesia dalam bentuk dana rehabilitasi dan perbaikan infrastruktur. Kekurangan dana dan tenaga lapangan serta terbatasnya metode penyaluran bantuan kepada korban diklaim pemerintah sebagai hambatan utama dalam merekonstruksi perekonomian di daerah-daerah bencana. Akibatnya, korban bencana alam terlunta-lunta, bahkan terpaksa meminta-minta untuk sekadar menyambung hidup. Bahkan, mereka rela mengonsumsi nasi dan tahu atau ikan asin yang sudah basi, sumbangan dari LSM dan parpol yang tengah berkampanye untuk menarik hati rakyat.

12


Bangkit itu Indonesia

Rencana pembangunan dan peningkatan taraf hidup masyarakat jauh panggang dari api. Kita mengaku negara agraris, tetapi pengakuan itu diingkari dengan makin mengurangnya lahan sawah karena dijadikan lokasi indusri dan perumahan. Sistem irigasi sawah diabaikan selama setengah abad, mengurangi suplai air ke sawah yang berdampak pada penurunan hasil panen nasional. Potensi anak-anak bangsa diabaikan karena tidak adanya sarana dan infrastruktur pendidikan yang memadai di setiap daerah. Di saat negara-negara lain berusaha mendidik dirinya sendiri, kita masih direpotkan basic needs seperti bangunan sekolah yang roboh dan ketidaktersediaan buku dan sarana edukasi. Guru pun diabaikan, banyak dari mereka yang bekerja ganda karena gaji sebagai guru tidak mencukupi. Bagaimana murid bisa berkembang bila gurunya sendiri tidak berkembang karena dihimpit masalah ekonomi? Perindustrian nasional Indonesia dalam kondisi anjlok. Betapa tidak, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang merupakan mata pencaharian sebagian besar rakyat tidak dipahami pemerintah sebagai kekuatan penopang perekonomian bangsa. Sulitnya mengakses modal dari pemerintah dan iklim usaha yang serba sulit proses birokrasinya ditambah segala macam pungutan liar membuat banyak UKM gulung tikar. Mereka digusur dan digilas oleh perusahaan besar, bahkan multi-nasional yang terorganisasi dan didukung modal yang besar. Jeritan pengusaha kecil diabaikan demi keuntungan sesaat yang nantinya saya jamin justru akan merubuhkan sendi-sendi fundamental negara ini pada waktu yang akan datang. Pasar di Indonesia juga banyak yang direbut, bahkan dikuasai oleh bangsa lain. Contohnya, tak terhitung lagi mobil dan motor yang berseliweran di jalan-jalan di Indonesia. Hampir seluruhnya merupakan hasil karya bangsa lain, terutama Jepang dan Negara-negara barat. Tapi, cobalah Anda cari produk Indonesia, hampir tidak ada bukan? Tak sadarkah kita bahwa kita dipermainkan bangsa asing? Seakan menertawakan kesulitan masyarakatnya sendiri, kaum elit di negeri ini justru sibuk menguatkan budaya korupsi, dengan berbagai metode kompleks dan hasil korupsi yang mampu membuat miris siapapun 13


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

yang mengetahuinya. Karena korupsi yang demikian mewabah, pemerintah Indonesia bertindak tegas, tapi nekat. Dibentuklah KPK dan Pengadilan Tipikor sebagai ujung tombak utama dalam memberantas korupsi, dengan kesadaran penuh bahwa bila ada satu saja anggotanya yang juga terlibat korupsi, rakyat akan menjadi apatis terhadap program pemberantasan korupsi pemerintah, dan tentu saja koruptor semakin berani, layaknya menyulut api di sekam. Demikian gencar media massa menyiarkan pejabat negara yang ditangkap KPK karena terlibat kasus korupsi, hingga dapat dikatakan bersaing dengan acara bertemakan gosip, mistis, dan kuis yang digandrungi masyarakat Indonesia sebagai pelepasan sementara (temporary deattachment) dari realita hidup yang suram. Anehnya , kita kurang bisa belajar dari masa lalu. Dulu, VOC dijangkiti korupsi demikian parahnya hingga pihak Belanda terpaksa membubarkan VOC. Apakah kita akan mengulangi kesalahan VOC? Mengapa demikian panjang rentetan masalah yang dibahas di sini? Saya ingin memberitahu kepada siapapun yang membaca karya tulis ini, bahwa Indonesia dalam keadaan bahaya! Bangsa kita sedang berada dalam penjajahan baru nonfisik, di saat perjuangan fisik ialah minimal dan logika serta akal sehat berperan. Tetapi, masyarakat seakan dibiarkan berjalan sendiri, meraba dalam gelap. Pemerintah belum menyadari perannya sebagai fasilitator dan pemimpin bangsa. Kualitas bangsa Indonesia terpuruk beserta segala harkat dan martabatnya, menjadi cemoohan dan mainan bangsa lain yang kuat dan memiliki posisi mutlak dalam ranah global. Tanpa disadari, kita menjadi bangsa yang senang mencemooh diri sendiri, padahal tidak ada hal yang patut ditertawakan. Kita ini adalah bangsa dengan potensi yang luar biasa, hanya saja pengelolaannya berada di jalan yang salah dan dibengkokkan demi kepentingan beberapa oknum dan kelompok. Kita harus mengembalikan harkat dan martabat kita sebagai negara yang diakui sebagai “macan Asia� oleh negara-negara lain. Hal ini bisa dilakukan dengan membiarkan improvisasi dan inovasi anak bangsa 14


Bangkit itu Indonesia

berkembang, dan tugas pemerintah Indonesia adalah membimbing improvisasi dan inovasi tersebut. Berikanlah intensif setinggi mungkin kepada karya anak bangsa yang membanggakan Indonesia dan berikanlah sanksi seberat mungkin kepada tindakan yang mendegradasi kemajuan bangsa Indonesia. Setelah sumber daya manusia ditangani dengan baik, dapat dilanjutkan dengan pengembangan di sektor usaha, dimana pertanian memegang peranan vital di Indonesia. Arahkanlah pembangunan yang berbasis agraria yang didukung infrastruktur agraria yang memadai, kemudian rencanakan secara matang pengolahan hasil pertanian tersebut menjadi sebuah sistem industri terpadu. Perindustrian merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil agraria menjadi produk setengah jadi dan jadi yang dapat diekspor ke negara lain yang membutuhkan dan dapat pula dipergunakan sendiri untuk kepentingan bangsa Indonesia. Dan perlu saya ingatkan, konteks “perindustrian� di sini juga mencakup para pengusaha kecil dan menengah yang memegang peranan vital sebagai komponen produksi yang meskipun terpisah, tetapi terintegrasi dan juga sebagai distributor kekayaan hasil industri dalam masyarakat. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang luar biasa besar, dan sebagai mahasiswa Universitas Indonesia yang diakui sebagai yang terbaik di negeri ini, saya bertekad untuk memajukan Indonesia. Saya bertekad untuk menggali potensi saya sedalam-dalamnya. Saya menyadari kemampuan saya belumlah cukup untuk melakukan perubahan yang berarti di Indonesia, dan yang dapat saya lakukan hanyalah belajar, sebagai bentuk pengabdian kepada Indonesia. Saya ingin meraih pendidikan setinggi mungkin, agar kelak saya dapat menjadi seseorang yang dapat berguna bagi bangsa dan negara. Saya ingin suatu saat nanti saya dapat berjuang beserta seluruh rekan-rekan yang memiliki tujuan hidup yang sama untuk memajukan kualitas bangsa Indonesia, dan mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang diperhitungkan di dunia. Saya sadar bahwa perjuangan itu sangatlah panjang, dan saya yakin bahwa perubahan ini tak bisa terjadi dengan cepat , apalagi dipaksakan. 15


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Harapan terbesar saya ialah saya beserta seluruh rekan-rekan sejawat dapat meletakkan pondasi dasar perubahan, dimana peran generasi mendatang sangat diharapkan sebagai penerus semangat kita dan motivator selanjutnya untuk memobilisasi bangsa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Saya memiliki keyakinan yang sangat besar kepada generasi saat ini dan generasi yang akan datang, bahwa akan tercapai suatu simbiosis mutualisme dimana generasi kita nantinya akan berperan sebagai guru, pembimbing, dan menyediakan pengalaman kepada generasi mendatang untuk meneruskan perjuangan generasi kita dan melahirkan inovasi-inovasi baru yang sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya saat ini dari negara lain, dan dengan segala rahmat Yang Maha Kuasa dapat menjadi bangsa yang berdikari dan mampu menyejahterakan rakyatnya. Saya memiliki sebuah impian yang masih sangat jauh, dimana Indonesia menjadi sebuah negara dimana masyarakatnya hidup makmur, tenteram, damai, dan adil sentausa. Saya menginginkan Indonesia menjadi benar-benar sebuah “zamrud khatulistiwa“, sebuah negara yang hijau akan pepohonan dan kaya akan kekayaan alam yang melimpah ruah, dengan sistem penanganan agraria nasional yang terpadu dan pelestarian sumber daya alam agar dapat dinikmati generasi mendatang. Saya memimpikan Indonesia sebagai negara dimana kesehatan dan pendidikan masyarakat sangat diperhatikan pemerintah sedari dini, yang nantinya akan berimbas pada peningkatan daya saing masyarakat Indonesia, yang nantinya akan berimbas lagi pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan harga diri serta martabat bangsa. Indonesia akan menjadi negara yang kondusif bagi jalannya usaha rakyat rakyat, dimana negara dapat memberikan dukungan modal dan perlindungan hukum kepada usaha rakyat sehingga tercipta pemerataan pendapatan masyarakat. Kesempatan kerja yang merata bagi tiap anggota masyarakat Indonesia diharapkan dapat menjembatani potensi tiap-tiap individu dan diarahkan untuk menyejahterakan diri sendiri dan Indonesia. Saya menantikan hari dimana Indonesia menjadi sebuah kesatuan utuh 16


Bangkit itu Indonesia

antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat Indonesia akan menjadi lebih kritis dan selektif dalam memilih wakil rakyat, benar-benar memilih sesuai hati nurani dan kemauan sendiri, dan wakil rakyat yang terpilih tetap dekat dengan rakyatnya, memahami masalah-masalah yang dialami rakyat, mengabdikan seluruh jiwa dan raganya dalam memenuhi keinginan masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat dan wakil rakyat dapat bersanding sebagai kesatuan utuh, kesatuan Indonesia. Yang tak kalah pentingnya adalah belajar dari masalah yang dihadapi. Janganlah suatu masalah kita pandang sebagai beban, justru masalah tersebut harus kita pandang sebagai suatu pembelajaran. Kita pelajari masalah tersebut, kita analisis bersama pokok bermasalahan tersebut, dan kita cari solusinya bersama. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai dan mempelajari masa lalunya. Dengan demikian, masa di mana kita hidup ini akan menjadi masa lalu bagi generasi mendatang, sehingga mereka dapat menganalisa berbagai masalah yang terjadi dalam generasi kita, dan memahaminya sehingga mereka terhindar dari kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan. Indonesia masih dipenuhi dengan masalah, baik masalah dari generasi terdahulu hingga masalah yang diciptakan generasi kita sendiri. Saya sendiri menyadari berbagai kekurangan dan kesalahan yang telah saya perbuat sebagai warga negara Indonesia. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan mahasiswa Universitas Indonesia, betapa saya mengharapkan negara ini berkembang sebagai negara dengan rakyat yang sejahtera. Maka dari itu, sadarilah peran kita dalam masyarakat. Sadari keberadaan kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan majukan bangsa Indonesia sesuai dengan kemampuan yang kita kuasai dan jalan yang kita inginkan. Saya yakin bahwa Indonesia adalah negara dengan potensi bangsa yang tak terbatas dan tak kalah dengan negara lainnya. Satukan hati kita, ayunkan langkah pertama untuk kemajuan Indonesia.

Hidup Republik Indonesia! 17


Sekrup Kecil Pengubah Bangsa Erwin Fakultas Teknik

Terdapatlah sebuah pertemuan yang dihadiri oleh organorgan tubuh. Mata, Hati, Jantung, dan yang lainnya berkumpul untuk mendiskusikan peran setiap organ di tubuh manusia. Mata berkata, ”tanpa saya, hidup tak akan berarti. Dengan saya, kita dapat melihat merahnya merah, cantiknya wanita, atau indahnya panorama.” Setelah itu Jantung pun berbicara, ”tanpa saya, kehidupan itu tidak ada.” Semua lalu terdiam. Siapa yang berani menggugat perkataan Jantung? Tiba-tiba Anus angkat bicara, memecah keheningan, ”jadi, kalau begitu, saya ini tak ada gunanya?” Semua lalu tertawa, menertawai Anus yang mereka anggap tidak tahu diri. Anus, karena kesal, lalu mogok kerja. Dua hari kemudian, mata jadi berkunang-kunang. Jantung jadi lesu. Hati -pabrik kimia bagi tubuhkalang kabut karena sistemnya menjadi kacau. Hari ketiga, mereka terpaksa mengadakan pertemuan lagi, memberi pengakuan tentang peran Anus bagi bangunan yang bernama manusia. Semua merasa ketakutan, takut jika anus benar-benar akan mogok total. Anus dengan senang menerima pengakuan itu, lalu bekerja lagi. Kemudian semua kembali lancar. Pada sebuah percetakan, pernah pula terjadi peristiwa ngambeknya sebuah sekrup. Entah mengapa, sekrup yang tak diakui fungsinya itu terpental dan masuk di antara dua rol bantalan cetak silinder. Sekrup baja 18


Bangkit itu Indonesia

itu langsung menghancurkan bantalan cetak yang sangat vital. Mesin cetak terpaksa berhenti seminggu karena bantalan baru harus didatangkan dari Jerman. Begitulah saudara, sebuah sistem bekerja karena semua titik yang terdapat di dalamnya berfungsi dengan baik. -Kita ini apa? Hanya sebuah sekrup kecil dalam mesin besar- inilah ungkapan yang sering kita dengar. Dan herannya biasanya keluar dari dari mulut orang-orang yang merasa dirinya tidak berguna. Inilah hal kecil yang membuat sistem di Indonesia kacau balau. Jika semua pernyataan di atas diajukan kepada David C. McClelland, dosen psikologi Universitas Harvard, jawaban yang paling cocok adalah karena tidak adanya suatu virus mental yang apabila terjadi pada diri seseorang akan membuat orang itu bertingkah laku giat dan menjadi lebih baik. Virus hebat itu, oleh McClelland, diberi nama N-Ach, singkatan dari need for achievement, kebutuhan untuk meraih prestasi. Menurutnya, N-Ach adalah salah satu bagian dari dorongan ke arah pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya agar menjadi lebih baik. Pentingnya N-Ach dibuktikan oleh negara tetangga kita, Malaysia. Malaysia yang semula keadaannya jauh di bawah negeri ini, kini berbalik 1800 dan berani menyebut diri mereka sebagai the truly Asia. Mereka tidak segansegan mengimpor guru dari Indonesia untuk mengajar anak-anaknya agar dapat bersaing dengan negeri ini. Kenyataanya sekarang, mereka semua bahkan telah berhasil mengalahkan lulusan Tanah Air dari segala aspek. Begitu pula dengan kebudayaan kita yang �dirampas� oleh Malaysia. Malaysia melihat kita -sebagai warga Indonesia- tidak mau lagi melestarikan kebudayaan itu. Ironisnya, itulah kenyataan yang memang terjadi di sini. Berapa orang dari kita yang bukan berasal dari Jawa Timur pernah menonton pertunjukan Reog Ponorogo? Dan berapa orang dari kita yang hafal lirik lagu “Rasa Sayange�? Menyedihkan memang, tetapi kita tidak perlu terus merasa bersalah. Kita seharusnya berterima kasih kepada Malaysia yang telah 19


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

menyadarkan kita tentang pentingnya aset suatu negara dan mulai kembali mengingat kembali hal-hal yang menjadi ciri negeri ini. Batik adalah salah satu contohnya, baju yang dianggap tua ini sebaiknya mulai dilestarikan lagi agar tidak direbut negara lain di masa depan. Hal yang sama juga terjadi di bidang ekonomi. Para pemimpin kita dengan mudahnya menganggap orang-orang miskin di negeri ini dapat hidup hanya dengan seratus ribu per bulannya. Padahal, tidak lama setelah itu pemerintah menaikkan harga LPG dan kebutuhan lainnya. Celakanya, dampak lain yang ditimbulkan pun tergolong hebat. Rakyat Indonesia yang sudah terbiasa hidup dengan BLT akan merasa terus dikasihani dan memiliki mental bermalas-malasan. Mental seperti itu akan membuat Indonesia sukar bangkit dari keterpurukan yang telah menghantui selama ini. Keadaan para pemimpin negeri ini juga tidak jauh berbeda. Para pejabat kita selalu menganggap enteng segala hal. Pernah terjadi hal yang sangat memalukan saat pejabat-pejabat itu sedang mendengarakan pidato presiden. Salah satu pejabat yang hadir dalam acara itu tidur dengan nyenyak. Presiden yang melihat orang itu dengan segera menegurnya dan merasa sangat kecewa dengan hal yang telah dilakukannya. Mana ada negara yang bisa maju jika para pengatur negaranya tidak mampu mengatur dirinya sendiri? Indonesia seperti itu tidak akan pernah maju dalam segala hal. Jangankan berhasil, menaikkan derajat orang yang ada di bawah garis kemiskinan menjadi makmur, menaikkannya tepat di garis kemiskinan saja rasanya tidak mampu. Indonesia harus dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya dengan baik. Potensi itu tidak hanya sumber daya alamnya saja, tetapi juga sumber daya manusianya. Hal yang disebutkan terakhir tampaknya perlu mendapat porsi khusus. Rakyat kita harus memiliki kejujuran dan rasa kemanusiaan yang tinggi, selain tentunya adalah kecerdasan. Jika hal itu dapat diwujudkan, saya kira pendapatan per kapita Indonesia akan menjadi yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Kita sebagai sekrup kecil dari generasi penerus bangsa tidak boleh 20


Bangkit itu Indonesia

meneruskan segala keburukan itu, tetapi harus mengubah keadaan yang buruk itu menjadi lebih baik. Fokus terhadap pekerjaan kita sebagai pelajar adalah hal mutlak yang harus dipenuhi. Dalam menyuarakan pendapat pun tidak perlu dengan cara yang anarkis. Duduk dalam sebuah ruangan ber-AC dan bermusyawarah dengan damai rasanya lebih terlihat elegan dan nikmat untuk dilakukan. Bukankah musyawarah juga salah satu bagian dari kebudayaan kita? Atau hal itu telah dilupakan seiring dengan seringnya mahasiswa kita berdemo di jalan? Kita juga tidak perlu takut dalam menyuarakan pendapat kita sebagai generasi muda pengubah bangsa. Mungkin pendapat kita tidak selalu didengar, tetapi tidak ada salahnya jika kita selalu mencoba mengutarakannya. Hal ini telah dibuktikan oleh golongan pemuda tahun 1945 yang terus mendesak Soekarno agar memerdekakan negara ini tanpa campur tangan Jepang. Hal lain yang dapat dilakukan adalah pantang menyerah dalam segala hal, terutama dalam belajar. Belajarlah semua hal selagi kita mampu karena itu sangat berguna bagi diri kita. Albert Einstein telah mencontohkan itu. Sebelum ia sukses menjadi ilmuwan yang hebat dengan temuannya yaitu teori relativitas, ia hanya seorang pekerja di sebuah pabrik coklat yang mungkin pernah kita dengar namanya, yaitu Toblerone. Einstein terus berusaha agar ia dapat mencapai semua yang ia inginkan tanpa ada rasa putus asa. Kesimpulan dari semuanya ialah berikanlah hal terbaik yang dapat kita berikan, buang segala hal yang buruk, berusahalah untuk belajar segala macam hal dengan sungguh-sungguh, dan janganlah malu untuk bertanya hal yang tidak kita tahu jika kita ingin memulai sesuatu yang baru. Ingat, tidak ada pertanyaan bodoh, yang ada hanyalah orang bodoh yang malu bertanya karena takut dikira bodoh. Patut disyukuri juga bahwa banyak karya yang telah ber-N-Ach ada di Indonesia, seperti banyaknya media massa kritis, buku-buku tentang pelajaran kehidupan, dan lagu-lagu kritis yang memberi masukan pada pemerintah. Terakhir, saya mengharapkan agar virus N-Ach terus menular pada warga Merah Putih tercinta ini sehingga Indonesia dapat berubah menjadi negara yang makmur dalam segala hal. Bangkitlah Indonesiaku! 21


Untuk Indonesiaku Shabrina Amalia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poilitik

Terlahir seorang aku dalam suatu kepulauan bernama Indonesia Berideologikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa Dengan Merah Putih sebagai lambang benderanya Aku hidup dalam negara kaya Yang melimpah ruah sumber daya alamnya Yang bermacam-macam suku bangsanya Yang indah nan elok kebudayaannya Aku bangga akan negara tempat aku dilahirkan Dan tempat dimana aku tumbuh juga belajar apa arti kehidupan Tetapi pilu dan resah dalam hati menganggu pikiranku Mengapa alam dan kekayaan Indonesiaku Semakin lama semakin tak sampai saja Aku sudah terhenyak di sini Mengapa masih saja ada bangsa yang ingin terlepas dari Indonesia Dan aku mulai menangis Mengapa kebudayaan di negara kepulauan ini Hampir saja diakui oleh negara lain Lalu yang paling menyedihkan Aku melihat saudaraku kelaparan dan hidup miskin di pinggir jalan

22


Bangkit itu Indonesia

Ya Tuhan Kejamnya orang-orang yang serakah Mengambil keuntungan untuk diri mereka sendiri Berbahagia dengan uang haramnya Di atas penderitaan rakyat mereka Aku sadar Mungkin kini aku yang harus belajar Belajar melihat orang lain di sekitarku Menambah wawasanku Mencari kelebihan dari diriku Menggali potensiku Menjadi manusia yang berguna Bukan untuk diriku sendiri Tetapi untuk kita Rakyat Indonesia Untuk Negaraku Negara Indonesia

23


“Hendaknya perjuangan kita harus didasarkan pada kesucian. Dengan demikian, perjuangan kita merupakan perjuangan antara jahat melawan suci. Dan kami percaya, bahwa perjuangan yang suci itu senantiasa mendapat pertolongan dari Tuhan. apabila perjuangan kita sudah kita dasarkan atas kesucian, maka perjuangan inipun akan berwujud perjuangan antara kekuatan lahir melawan kekuatan batin. Dan kita percaya kekuatan batinlah yang akan menang.� Jendral Soedirman


Bangkit itu Indonesia


Bibit Rizki Amelia Fakultas Ilmu Komputer

“Namanya Pak Empun, mbak,” begitu kata ibu-ibu kerempeng disebelahku. Memang baru saja aku menanyakan nama lelaki tua itu, buta sebelah matanya. Aku baru sekali ini ke Jakarta, menuntut ilmu di Kampus Perjuangan. Sudah seminggu ini aku bolak-balik Jakarta-Depok naik KRL ekonomi mengurus registrasi ulang. Yah, cuma itu yang aku mampu. Pak Empun yang ditemani seekor kucing belang jelek selalu terlihat di dalamnya. Gerobak kecil berisi polibag dengan bibit-bibit pohon menjadi jajaannya sejak pagi hingga sore di kereta pengap itu. Tiap aku naik kereta, tak pernah sekalipun dia absen, juga kucing belang jeleknya. Aku taksir mungkin dia lahir 70 tahunan lalu. Di usianya yang renta itu, suaranya masih lantang menjajakan bibit pohon. “Sebelum isu global warming juga saya sudah dagang bibit kok neng. Bumi mah panas neng, kalo nggak ditanemin makin panas aja. Dari dulu ‘kan hutan Indonesia kebakar terus. He.. he.. he..” begitu katanya ketika suatu kali duduk selonjoran di lantai kereta di depanku. Tampak olehku giginya yang hitam-hitam dan ompong dicabut usia. Ah, peduli apa sama global warming. Bukan urusanku. Lulus SPMB saja sudah syukur, mana sempat mikir-mikir begituan. Huh.. “Seribu perak aja kok Neng. Demi bumi Neng, demi Indonesia juga, bukan demi saya. Ini bibitnya saya yang bikin loh neng, bikinan warga pribumi asli. Kan lumayan Neng, saya dapat rezeki, bumi dapat hijau, 26


Bangkit itu Indonesia

Indonesia dapat hutan, Eneng dapat oksigen, dapat pahala lagi. Bibit jati ada, yang ini cemara, pohon karet, bibit buah-buahan juga ada kok neng. Tinggal milih suka nanam apa,� itu kesekian kalinya dia menawariku bibit dagangannya. Agak ngotot memang, tapi aku tak bisa menyalahkannya. Toh, dia berusaha mencari rezeki dengan cara yang halal. Sampai beberapa kali aku masih bergeleng kepala terhadap tawarannya. Menolak. Kalau aku bergeleng dia hanya meninggalkan senyuman gigi ompongnya, tak pernah sekalipun aku melihatnya memberengutkan muka, bahkan jika ditolak penumpang lain. Selalu begitu berulang kali sampai sekarang aku hampir naik ke tingkat dua. Berarti sudah setahun. Sebenarnya bukan aku tak mau, hanya saja aku tak suka tanammenanam. Bayangkan saja, mulai dari menggali tanah, menyiraminya tiap pagi dan sore, memupukinya secara berkala. Aah, ogah! Bukan jiwaku melakukan hal-hal seperti itu. Beberapa hari ini, setelah aku pikirkan matang-matang, perkataan Pak Empun ada benarnya juga. Lebih-lebih isu global warming sekarang ini benar-benar sedang mengglobal. Sungguh luar biasa kurasakan efeknya. Iseng-iseng aku meminjam majalah di perpustakaan stasiun. Kebetulan aku dapat edisi global warming. Sumpah aku penasaran dengan yang namanya global warming. Apa ada cara mengatasinya? Dari majalah itu aku tahu, ternyata menanam pohon merupakan salah satu cara mengatasi global warming. Bahkan aku juga jadi tahu bahwa menanam dan merawat pohon tidak sesulit yang pernah kupikirkan. Pupuknya cuma enam bulan sekali, siram pagi-sorenya juga hanya sampai usia pohon 3 bulan, selebihnya hanya sehari sekali. Tiba-tiba aku bersemangat. Kucing jelek Pak Empun yang selalu kuhina-hina terbayang dengan wajah yang begitu manis. Kucatat rencanaku membeli bibit pohon Pak Empun. 27


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Ah, paling Cuma berapa puluh ribu perak. Hm..., Tak seberapa. Lima aku tanam di depan, tujuh di belakang, dua untuk Bu Hesty, dua untuk... Betapa panjangnya catatan rencanaku! Yes... Semangat!! Bumi, Indonesia, tunggu aksiku! Rezeki Pak Empun, Hijaunya bumi, segarnya udara Indonesiaku, pahala yang menumpuk, terbayang-bayang dikepalaku. Menari-nari, indah. Sungguh tak sabar aku menanti esok. Di kereta aku hanya melihat kucing belang Pak Empun yang sekarang terlihat lebih manis mengeong-ngeong di kakiku. Mana Pak Empun ya? Oh, mungkin belum sampai gerbong ini. Sampai aku turun, pak Empun tak kunjung tiba. Tiga hari aku menunggu Pak Empun menjajakan bibit-bibit pohonnya. Nihil. Akhirnya aku beranikan bertanya pada pedagang lain. “Pak Empun mah udah gak ada Neng, udah tiga hari. Jatuh waktu turun dari kereta. Maklum, udah tua Neng” jawab seorang pedagang permen jahe yang kutanyai. Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun... “Trus bibit-bibit pohonnya kemana dong Bang?” “Disumbangin semua ke Kebun Raya Bogor. Eneng tenang aja, nggak dibuang kok, tetap bermanfaat. Permisi Neng.” Lemas badanku. Aku Terlambat. Global warming pun harus laki-laki tua itu yang lebih dulu tahu. Haruskah aku menunggu setahun untuk sadar? Ya Allah... ampuni hamba. Mengapa begitu lama Kau sadarkan hambaMu yang lalai ini? Mengapa ketika aku sadar Kau malah mengambilnya? Ah... Lenyap sudah pahalaku. Sia-sia catatan rencanaku yang panjang. Tidak. Pahalaku tidak oleh lenyap. Catatan rencanaku tak boleh siasia. Bumi menanti aksiku. Aku sudah berjanji, demi bumi, demi Indonesia, demi Pak Empun! 28


Bangkit itu Indonesia

Kugendong kucing Pak Empun, “meong belang manis, kamu temani aku ya. Kita berdua gantikan Pak Empun. Nanti kita buka toko bibit pohon dan tanaman hias yang baaaaaaagus sekali. Okey?” “Meong...”

29


Indonesia di Masa Depan dan Kontribusi yang Dapat Kita Berikan Aprillia Permata Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

“Barang siapa yang hari ininya lebih baik dari hari kemarin maka ia adalah orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ininya sama dengan hari kemarin maka ia adalah orang yang tertipu. Dan barang siapa yang hari ininya lebih buruk dari hari kemarin maka ia adalah orang yang terkutuk.� (H.R. Al-Hakim)

Indonesia di masa depan merupakan suatu sistem yang akan terbentuk dan merupakan sinergi antara pemerintah dan rakyat Indonesia itu sendiri pada saat ini. Apakah Indonesia akan menaiki tangga keberhasilan sebagai suatu pembuktian mengejar ketinggalan di berbagai bidang? Atau Indonesia akan meluncur turun terjerembab dalam lubang ketertinggalan dan jurang kemiskinan? Semua itu tergantung bagaimana kita bersikap saat ini. Inilah tugas moral yang dibebankan pada kita sebagai generasi penerus bangsa. Kini saatnya para generasi muda bergerak melanjutkan perjuangan para pemuda di zaman penjajahan yang lalu. Tepat bulan Mei kemarin kita memperingati tepat 100 tahun kebangkitan Nasional yang dimeriahkan dengan berbagai cara. Ingatkah kalian siapa yang menumbangkan rezim Orde Baru yang memangku jabatan dengan nyaman selama 32 tahun? Itu semua adalah buah karya para generasi muda yang menginginkan perubahan. Dan kini status kita telah bergeser menjadi seorang “Mahasiswa�. Tidak hanya sebagai mahasiswa biasa melainkan menjadi mahasiswa yang memiliki keinginan untuk maju dengan senantiasa memperbaiki posisi diri dalam kehidupan dan kesempatan hidup ini. Selalu bersikap dinamis untuk meraih perubahan bangsa secara menyeluruh. Sekarang di dada kita telah terlabeli “agent of 30


Bangkit itu Indonesia

change” dan “agent of social control” yang harus kita emban dengan sebaikbaiknya. Semua pasti menginginkan di masa depan Indonesia yang sejahtera dengan slogan “Gemah Ripah Loh Jinawi”. Dan slogan itu bukan hanya sebuah slogan tetapi menjadi suatu realita. Di Indonesia tidak ada lagi katakata “kemiskinan” yang selalu terngiang di telinga, tidak ada lagi tangis memilukan anak-anak yang terpaksa putus sekolah akibat tingginya biaya pendidikan di negeri ini. Tidak ada lagi kisah miris yang terdengar bahwa masih banyak rakyat memakan makanan kadaluarsa demi menikmati apa yang dinamakan makanan bergizi itu. Tidak ada lagi para pejabat yang dengan seenaknya menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan rakyat. Tidakkah mereka sadar, mereka dapat “duduk nyaman” di kursi parlemen itu karena mendapat kepercayaan rakyat dengan harapan dapat mengubah kehidupan menjadi lebih baik lagi. Kita juga merindukan rasa aman di negara tercinta, tidak lagi ditemui tindak kejahatan karena telah tercukupinya kebutuhan jasmaniah dan rohaniah mereka. Dan yang paling penting adalah rakyat yang beriman kepada Allah SWT. Tanpa adanya keimanan kepada Allah SWT, semua itu akan sia-sia saja. Segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah jadi sudah sepatutnya kita selalu meminta pertolongan dari-Nya. Jika Allah SWT telah berkehendak tidak ada lagi yang sanggup mengubahnya. Seratus tahun sudah kebangkitan nasional kita rasakan, 10 tahun sudah reformasi telah kita nikmati. Akan tetapi keadaan Indonesia masih saja mengalami fluktuasi dan belum menunjukan tanda-tanda ke arah yang lebih baik. Di zaman reformasi seperti ini kita memiliki kebebaan yang lebih untuk menyuarakan pendapat dan mengontrol jalannya pemerintahan. Tidak seperti pada zaman Orde Lama dan Orde Baru, bagi siapa saja yang tidak sejalan dengan pemerintah akan dianggap sebagai pengkhianat Negara. Miris, kebebasan itu disalahgunakan (walau tidak semua mahasiswa melakukan). Masih terlukis dengan jelas di benak kita akan aksi anarkis yang 31


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

kerap kali dilakukan para mahasiswa menentang kenaikan harga BBM. Tidak seharusnya insan berpendidikan seperti mahasiswa melakukan hal konyol semacam itu. Bagaimana bisa mendapat simpati dan dukunan rakyat jika tindakan kita itu malah membuat mereka tidak nyaman. Masih banyak hal yang dapat kita lakukan sesuai dengan martabat kita sebagai seorang insan yang mengenyam bangku pendidikan. Jujur saja, setiap permasalahan yang terjadi dinegeri ini saya tidak langsung men-judge pemerintah salah. Saya yakin bahwa segala sesuatu itu sudah dipikirkan dengan matang walapun dalam kenyataannya apakah memang benar demikian. Seharusnya kita menyadari bahwa pemerintah tidak hanya mengurusi satu masalah saja, pemerintah sudah cukup dipusingkan dengan permasalahan yang ada, sangat membantu sekali jika kita tidak turut andil dalam menimbulkan masalah yang ada. Bayangkanlah jika berada di posisi pemerintah saat ini, tidakkah kalian sadar bahwa berkata itu lebih mudah daripada merealisasikan ucapan kita? Bagi saya permasalahan selalu datang silih berganti karena ulah oknum-oknum bukan pusat. Dari pusat diamanatkan seperti apa yang disampaikannya pun berbeda. Saya berkata demikian bukan berarti saya memihak kepada pemerintah, hanya untuk menyadarkan kita semua termasuk mengingatkan diri saya sendiri untuk tidak hanya mengeluh dan protes pada kenyataan yang ada tanpa berbuat apa-apa. Dalam Al-Qur’an pun disebutkan dalam Surat Ar-Ra’du ayat 11 bahwasanya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum jika kaum itu sendiri tidak berusaha untuk mengubahnya. Inilah tugas kita sebagai generasi penerus untuk memperbaiki kebobrokan bangsa ini. Apa sajakah yang dapat kita berikan bagi bangsa ini? Banyak sekali hal yang dapat kita lakukan untuk bisa memberikan kontribusi yang nyata sesuai dengan bakat dan kemampuan yang kita miliki.mulai. langkah awal kita mulai dari diri sendiri , keluarga , masyarakat dan berujung pada bangsa. Mulailah pada hal-hal kecil terlebih dahulu. Perbaiki kesalahan diri mulai saat ini. Sebagai mahasiswa contohnya, kita dapat memulainya dengan memperbaiki kualitas pendidikan yang kita 32


Bangkit itu Indonesia

jalani. Kuliah bukan hanya untuk menaikkan gengsi dimata masyarakat. Manjalani kuliah dengan bermain-main dan sekedar untuk mencari “gelar� dan tidak dapat mengaplikasikan ilmu yang kita dapat di kehidupan sesungguhnya. Semua itulah yang tanpa sadar dilakukan para generasi muda saat ini sehingga malah merekalah yang turut andil besar dalam timbulnya masalah ini. sebenarnya kita tidak harus menciptakan sesuatu karya atau penemuan, kita hanya memulai perubahan itu dari hal-hal kecil. Jika semua orang melakukan semua hal kecil tadi, bukankah hal kecil tadi akan bergeser menjadi suatu perubahan besar? Sebagai generasi muda kita harus memiliki keinginan yang kuat akan perubahan. Dengan keinginan kuat inilah yang akhirnya akan diikuti langkah-langkah konkrit. Hanya saja muncul pertanyaannya adalah apakah semua generasi muda sudah memiliki rasa itu? Sepertinya belum! Bagaimana mungkin melakukan perubahan yang besar oleh generasi muda apabila media khususnya televisi mencekoki anak-anak yang nantinya menjadi generasi penerus selanjutnya dengan program televisi yang tiada henti sehingga mereka melupakan tugas mereka sebagai pelajar. Bagaimana kualitas pendidikan akan meningkat? Baik sekali, jika tayangan-tayangan tersebut memberikan efek yang positif, kenyataanya efek negatiflah yang mendominasi. Mereka disuguhi tayangan yang hanya mementingkan kepentingan komersial semata tanpa memedulikan moral bangsa yang akan terbentuk nantinya. Mulai dari diri sendiri dan mulai saat ini juga kita tanamkan keinginan yang kuat bagi perubahan bangsa. Kontribusi selanjutnya, kita sebagai generasi penerus wajib mengamankan negara kepulauan dan nusantara dari ancaman pada masa kini dan masa depan. Dalam hal kebudayaan misalnya, kita dapat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi generasi muda kebanyakan saat ini lebih menyukai sesuatu yang berbau modern hingga sesuatu yang dianggap tradisional itu terlupakan dan akhirnya negara lain 33


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

mengakuinya. Mari kita cintai buatan dalam negeri, secara tidak langsung dapat melindungi para pedagang di Indonesia dan juga turut melestarikan aset-aset dalam negeri. Generasi muda memiliki kontribusi yang besar dalam berbagai perubahan yang terjadi dan sebagai pilar bangsa ini. pemuda dapat mengkritisi jalannya pemerintahan apabila terjadi penyimpangan yang dilakukan para aparat pemerintahan. Karena suara generasi muda ini selalu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Sebagai generasi penerus bangsa yang beretika, janganlah menyampaikan aspirasi dengan tindakantindakan yang anarkis yang dapat mencoreng citra generasi muda itu sendiri. Lakukan dengan damai dan dengan prosedur yang ada sehingga tidak merugikan pihak manapun. Kita juga harus dapat memberikan suri tauladan yang baik bagi generasi selanjutnya sebab generasi muda adalah barometer kelangsungan hidup suatu negara. Selain itu harus memberikan rasa aman dan suasana kondusif bagi negara ini. Jika keadaan negara sudah tidak aman, bagaimana para investor mau menanamkan modalnya di Indonesia yang dapat digunakan bagi pembangunan negeri kita? Sehingga bagaimana negara kita bisa maju. Kita menyadari betul emosi generasi muda itu belumlah stabil, maka dari itu janganlah kita mudah terprovokasi oleh sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Sebagai insan berpendidikan gunakanlah kecerdasan yang kita miliki untuk memilah apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Generasi muda harus beorientasi ke depan dan berjiwa mandiri, tidak tergantung dengan pemerintah. Setelah kita lulus dan terjun langsung di kehidupan masyarakat kita bisa mengaplikasikan ilmu yang kita dapatkan dengan membuka lapangan pekerjaan misalnya. Dan tentunya hal itu sangat membantu mengurangi beban pemerintah. Kita harus menjadi generasi yang tangguh tidak mudah tumbang ketika dihadapkan pada masalah besar. Jadilah generasi muda yang ulet, berdedikasi, pantang menyerah serta saling bahu-membahu membangun 34


Bangkit itu Indonesia

Indonesia . Sebagai agent of social control generasi harus berada di garda paling depan dalam memerangi segala degradasi moral yang melanda para calon penerus bangsa selanjutnya. Yang terpenting , seorang generasi muda harus siap dan berani tampil ke depan bila negara membutuhkan. Jadi, sebagai generasi muda yang menginginkan perubahan yang fundamental ini, harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu, kemudian keluarga, masyarakat dan bermuara pada bangsa. Patrilah dalam hati kita keinginan yang kuat untuk berubah. Kemudian diikuti tindakan yang nyata. Kontribusi itu sesungguhnya adalah puncak dari keinginan yang kuat itu dan realisasi tindakan. Mulailah melakukan hal-hal itu dari hal yang kecil. Jangan kita bermimpi untuk dapat melakukan sesuatu yang besar, sedangkan untuk melakukan hal kecil saja kita tidak mau.

35


Indonesiaku Eva Ria Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Irama derap langkah mengayuh tanah kelahiran. Guncang. Nada alunan biola sang musisi terhenyak di depan telinga. Berisik. Deru tarian pusaka mengetuk pintu kebodohan Oh‌ sebenarnya apa yang telah terjadi? Nyanyian kutilang tak dapat terdengar. Sepi. Enggan bertanya karena takut pada penguasa negeri Sebongkah selasih menyambar pertiwiku dan aku hanya diam Inikah caraku menyampaikan cinta kasihku terhadap bangsaku ? Aku bisu. Tuhan‌ Antara matahari dan rembulan hamba-Mu hidup Nampak kegalauan yang enggan kubisikkan pada-Mu Aku pun menyelami derasnya gelombang seribu pulau Hampa merenungi rahasia jawabanku selama ini Aku ingin bumi pertiwiku suci. Seputih mori balutan tak bernyawa. Ingkar yang menggaung pada tali khatulistiwa mengernyit, menangis. Rahasia Illahi tak sanggup aku pecah. Keras seperti baja. Kutelusuri bukit tempurung menuruni lembah ilalang Untuk sebuah pengabdian pada bangsaku. Indonesiaku.

36


Bangkit itu Indonesia

Teruntuk kaum miskin dan bangsawan muda yang tangguh Eksotik semangat jiwa nan gagah penuh cita-cita Raih impian tuk keanekaragaman budaya Cinta, kasih, dan keikhlasan membentang tanpa keraguan Indung dibelai bangkitkan kobar Merah Putih Nak‌ bidangmu kembangkanlah! Tuk capai sebuah kepulauan kemajuan kita Asa. Asa, dan asa.

37


Ketika Kubuka Mata Pagi Ini (di Jalan) Innahi Silhouttatia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Ketika kubuka mata pagi ini Aku melihat ada anak kecil menangis di persimpangan itu. Aku pun berbelok menghindar. Di jalan yang lain, kulihat seorang ibu menangis memohon pertolongan pada seorang lintah darat. Aku tetap berpaling. Lalu, kulangkahkan kaki menuju jalan yang lain. Di jalan itu, kulihat seorang mahasiswa tergeletak tak berdaya mati terbunuh karena laras panjang milik polisi itu. Aku tetap berpaling, dan kulewati jalan yang lain. Di jalan keempat. Aku melihat para wakil rakyat Di sebuah gedung beratap hijau itu, 38


Bangkit itu Indonesia

sedang unjuk kekuatan dengan kawan sendiri huh, tak berguna! Bukannya memikirkan nasib rakyat yang telah memilih mereka, mereka malah sibuk dengan pergulatan urusannya sendiri, mengurus fraksi-fraksinya dan kepentingannya, atau apalah itu. Sekejap, aku mulai menangis, tapi aku tetap melangkahkan kaki ke jalan yang lain. Di jalan dekat rel kereta api itu. Aku melihat banyak rumah terendam lumpur panas, dan si pemilik rumah itu hanya bisa melihat puing-puing rumahnya dan berusaha menuntut keadilan. Masya Allah, Tangisku memberontak. Namun, tetap saja masih kutahan semua itu dan, kulangkahkan kaki menuju ke jalan yang lain. Di jalan itu, Suatu pemandangan yang aneh bagiku, Seorang bapak tega memperkosa anaknya. Naudzubillahiminzalik, aku tak kuasa lagi menahan air mataku yang terus memberontak. Sebenarnya, Ada apa ini? Mengapa orang-orang banyak yang menderita. Tapi banyak pula yang semakin tak bermoral. Bahkan semakin tak berperi kemanusiaan. Hingga kata solidaritas pun hilang. 39


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Ada apa ini? Mengapa bangsaku seperti ini? Baru sekejap aku menutup mata, baru sekejap aku menutup telinga, namun perubahan itu terlalu drastis. Ada apa ini? Inginku menutup mata lagi, Agar tak kulihat semua ini. Tapi aku tak bisa, Aku mencoba berlari, berlari.... dan terus berlari. hingga lelah aku, dan terlelap sendiri, ditengah hutan sunyi. Ketika kubuka mata pagi ini. Kulihat Ibu Pertiwi tersenyum, tak ada tangis anak kecil di persimpangan itu, tak ada ibu-ibu yang meminta belas kasihan pada lintah darat, tak ada mahasiswa yang tergeletak tak berdaya, karena laras panjang itu, tak ada wakil rakyat yang semena-mena, tak ada bencana disana sini, tak ada pula orang-orang yang tak bermoral. Yang ada hanya kedamaian, ketentraman, keadilan, dan keindahan. Benarkah ini terjadi? Atau aku hanya bermimpi?

40


Tidak Ada yang Tidak Mungkin Srikandi Soeranggayoedha Fakultas Teknik

“Selamat pagi, anak-anak!” Sambut Bu Guru sambil berjalan memasuki kelas. “Selamat pagi, Bu Guru!” Balas anak-anak yang segera duduk di bangkunya masing-masing. “Apakah kalian sudah menyelesaikan pekerjaan rumah yang ibu berikan minggu lalu?” Tanya Bu Guru sambil meletakkan tas dan barangbarang bawaannya yang lain di atas mejanya. “Hah? Pekerjaan rumah yang mana, Bu?” Tanya Tono, seorang anak laki-laki gendut yang duduk di barisan belakang, dengan setengah berteriak sebelum anak-anak yang lain sempat menjawab pertanyaan Bu Guru tadi. “Pekerjaan rumah yang mengarang tentang sekolah dan desa kita di masa depan. Bagaimana kamu ini, Tono. Kamu sudah menyelesaikannya belum?” Tanya Bu Guru dengan nada kesal. “Oh, pekerjaan rumah yang itu. Saya sudah mengerjakannya, Bu, tapi tertinggal di rumah.” Jawab Tono dengan cengengesan. “Alasan saja kamu, Tono. Apakah yang lain sudah mengerjakannya?” Tanya Bu Guru kepada yang lain. “Sudah, Bu.” Jawab yang lain. “Bagus, Anak-anak. Pada pertemuan kali ini, kalian akan membacakan karangan kalian di depan teman-teman kalian dan ibu. Apakah ada yang ingin membacakan karangannya terlebih dahulu?”. 41


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Tidak ada yang menjawab pertanyaannya yang ini. Lalu ia melanjutkan, “kalau tidak ada yang ingin membacakan karangannya terlebih dahulu, Ibu akan memanggil kalian untuk maju berdasarkan nomor absen. Yang akan membacakan karangannya terlebih dahulu adalah… Andi Hidayat! Andi! Apakah Andi masuk? Itu dia. Silahkan Andi!”. Andi maju ke depan dengan langkah tegas sambil menggenggam kertas yang bertuliskan karangannya. Ia memang sangat percaya diri. Ia juga adil, bijaksana, dan cerdas. Tidak mengherankan bila ia dipilih sebagai ketua OSIS oleh teman-teman seangkatannya. “Sekolah dan Desa Kita di Masa Depan,” ia mulai membacakan karangannya. “Di masa depan, sekolah kita akan menjadi bagus. Dindingnya kokoh. Atapnya utuh. Pintu dan jendelanya mudah dibuka-tutup. Mejanya rata dan kursinya kuat menahan beban anak-anak seperti Tono…” “Hei!” Sela Tono dengan kesal disusul dengan tawa anak-anak yang lain. Andi tidak mengacuhkan mereka sama sekali. “…Tamannya terawat dan kolamnya penuh dengan ikan…” Anak-anak mendengarkan karangan Andi dengan seksama. Anak-anak yang duduk di barisan belakang mendengarkannya sambil memejamkan mata. Mungkin lebih konsentrasi mendengarkannya dengan cara seperti itu. Bu Guru mendengarkannya sambil tersenyum. “…Tidak hanya banyak perbaikan, tetapi juga banyak pembangunan di sekolah kita di masa depan. Gedungnya menjadi bertingkat-tingkat. Halaman depan tidak hanya dapat digunakan untuk upacara, tetapi juga dapat digunakan untuk bermain bola basket. Halaman belakang dijadikan lapangan sepak bola…” “Mana mungkin?” Sela Tono yang tampak masih kesal karena namanya disebut-sebut di dalam karangan Andi. “Mana mungkin sekolah membangun lapangan sepak bola? Mengganti kaca jendela yang pecah saja sekolah tidak bisa.” “Mengapa tidak mungkin? Mungkin saja. Mungkin saja… suatu hari 42


Bangkit itu Indonesia

nanti salah satu dari kita menjadi orang kaya dan mendermakan sebagian hartanya ke sekolah ini sebagai bentuk terima kasih. Mungkin saja kan? Mungkin saja… Pak Kades tiba-tiba memberikan uang yang Ibu Guru minta untuk perbaikan dan pembangunan sekolah kita sejak setahun yang lalu. Mungkin saja kan? Tidak ada yang tidak mungkin. Iya kan, Bu?” tanya Andi kepada Bu Guru yang tengah terbengong-bengong menyaksikan cek-cok antara Andi dengan Tono. “I-iya. Ti-tidak ada yang tidak mungkin.” jawab Bu Guru dengan terkejut. “Jangan menyela karangan Andi, Tono! Lanjutkan karanganmu, Andi! Bagaimana keadaan desa kita di masa depan?” Andi melanjutkan karangannya, “di masa depan, desa kita bukan sebuah desa lagi, tetapi telah menjadi sebuah kota. Gedung-gedung bertingkat berpuluh-puluh telah didirikan, jalan-jalan telah dilebarkan dan diaspal…” Tawa anak-anak mulai terdengar. Beberapa anak tampak tengah berusaha keras menutupi tawa mereka sedangkan Tono terlihat tengah cekikikan tanpa usaha untuk menutupinya. “…Taman rekreasi seperti Dunia Fantasi di Jakarta telah dibangun. Di masa depan, desa kita akan menjadi kota metropolitan…” “Hahahahaha. Jangan bermimpi kamu, Andi! Hahahahaha” sela Tono lagi “Menjadi kota kecil saja sulit, apalagi menjadi kota metropolitan. Mustahil!. Iya kan, Bu?” tanya Tono kepada Bu Guru yang ternyata juga tengah tertawa kecil. “I-iya, Andi. Haha. I-itu memang sangat amat sulit menjadi kenyataan. Lebih baik kamu tidak bermimpi terlampau jauh, Andi. Ibu takut kamu jatuh ke dalam kekecewaan karena mimpimu itu tidak terkabul.” kata Bu Guru kepada Andi. Sambil mengernyitkan jidatnya, Andi berkata, “tapi tadi ibu sendiri berkata tidak ada yang tidak mungkin…”

43


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

“Ibu tidak berkata itu tidak mungkin. Itu amat sangat sulit menjadi kenyataan, Andi.” sela Bu Guru. “Maaf ibu menyela kata-katamu. Pak Kades tidak dapat memberikan uang untuk perbaikan dan pembangunan sekolah kita karena uang tersebut belum sampai ke tangannya. Uang untuk perbaikan dan pembangunan desa kita saja belum sampai. Padahal Pak Kades telah meminta uang untuk perbaikan dan pembangunan desa kita tersebut sejak bertahun-tahun yang lalu. Kondisi desa kita sangat amat jauh dari mimpimu, Andi. Mungkin sampai-sampai, ketika mimpimu itu terkabul, kita tidak sempat melihatnya.” Dengan senyum, Andi berkata, “tidak apa-apa. Saya bermimpi tidak hanya untuk diri saya sendiri. Saya bermimpi untuk seluruh murid dan guru sekolah ini. Saya juga bermimpi untuk seluruh masyarakat desa ini. Jadi, kalau saya tidak sempat melihat mimpi saya itu terkabul tapi ada murid atau guru sekolah ini atau ada masyarakat desa ini yang sempat melihatnya, tidak apa-apa.” Tiba-tiba Bu Guru tertawa kecil dan berkata, “Kamu mengingatkan ibu dengan cita-cita ibu ketika ibu masih kecil, Andi. Ibu juga seperti kamu. Ibu bercita-cita memperbaiki kehidupan warga desa kita. Tetapi, setelah ibu berusaha mewujudkan cita-cita ibu tersebut dan tidak berhasil, ibu menyerah. Ibu sadar mewujudkan cita-cita ibu itu sangat amat sulit. Bahkan, seperti kata Tono, mustahil. Sudahlah, Andi. Ibu pernah berada di posisi kamu dan juga pernah berada di akhirnya. Akhirnya adalah kekecewaan.” Andi diam sebentar sebelum berkata, “sebelumnya saya minta maaf bila kata-kata yang akan saya ucapkan menyinggung hati ibu. Tapi ibu berada di dalam kekecewaan karena kesalahan ibu sendiri. Ibu menyerah berusaha mewujudkan cita-cita ibu. Ibu tidak percaya cita-cita ibu akan terwujud. Almarhum bunda saya pernah mengatakan sesuatu yang tidak akan saya lupakan sampai kapan pun. Ia berkata bahwa Tuhan hanya memberi rezeki kepada orang-orang yang percaya dirinya akan diberi. Tuhan tidak mewujudkan cita-cita ibu karena, seperti yang telah saya katakan, ibu tidak percaya cita-cita ibu akan terwujud.” 44


Bangkit itu Indonesia

Bu Guru diam seribu bahasa. Ia tampak seperti baru sadar dari sebuah kesalahan besar. Tono dan anak-anak yang lain juga tidak berkata atau berkomentar apa-apa. TOK-TOK. Keheningan di kelas kami dipecahkan dengan suara ketukan pintu. Ternyata yang mengetuk pintu adalah Pak Kades. Ia tampak terengah-engah. Tampaknya ia baru berlari dari kantornya ke sekolah ini. Di tengah tarikan napasnya ia berkata, “Bu-bu Guru, sa-saya punya kabar gembira.” Ia menarik napas lagi dan melanjutkan, “U-uang untuk perbaikan dan pembangunan desa kita telah sampai. U-uang untuk perbaikan dan pembangunan sekolah ini juga. Yang lebih menggembirakan lagi dan mengherankan, jumlah yang sampai jauh lebih banyak daripada jumlah yang saya ajukan. Aneh sekali, bukan? Tapi ini keajaiban, Bu Guru! Ini keajaiban!” Bu Guru tidak dapat berkata apa-apa. Air mata mulai menetes di pipinya. Tono hanya dapat diam dengan mulut menganga. Anak-anak yang lain tercengang. Andi yang masih berdiri di depan kelas menyunggingkan senyumnya. Senyum yang berkata, “Terima kasih, Tuhan.”

45


“Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dari bangsa Eropa. Di sana setiap orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia dengan sendirinya mendapatkan tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia, nampaknya setiap orang takut tak mendapat tempat dan berebutan untuk menguasainya.� Pramoedya Ananta Toer



Balita Renta Eries Septiani Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Lahir Duduk Berdiri Tidak pernah menyerah Terjatuh lalu bangkit lagi Indonesia? Berapa usiamu sekarang? 63 tahun!!! Apa kau masih balita? Kapankah kau mau bangkit? Kau sudah lahir Kapan kau mau berlari? Apakah kau sudah tua renta tak berdaya? Apa yang kau wariskan dalam 63 tahun kehidupanmu? Sejarah yang tak jelaskah? Alam yang dijarahkah? Pejabat buncit penguras harta negarakah? Tak kasihankah kau pada kami? Tapi waktu tak kan bisa kembali Ingin menyalahkan penjajah Tapi tak sadar sedang dijajah

48


Bangkit itu Indonesia

Wahai cucu-cucu kakek Indonesia Bangkitlah bersatu 1908, 1928, 1998 Tak ingatkah kau pada masa-masa itu? Gemah ripah loh jinawi Bhinneka tunggal ika Ke mana larinya identitas kita? Kek, aku membangunkanmu dengan suara lembut Kek, mari berjalan Walaupun aku tahu kau tak mampu berlari Tapi aku percaya kau masih kuat melanjutkan perjalanan Walau tertatih dan terpaksa dituntun Namun kau adalah jua darahku

49


Batik, Bukan Batique Robertus Ady Fakultas Psikologi

Malam sudah terlalu larut di New York. Namun, tidak bagi Ady yang baru saja menyelesaikan santap malam di apartemennya. Rasa kantuk baginya bukanlah hal berat yang sulit untuk ditahan, apalagi memang kuliahnya menuntut jam kerja ekstra. Pukul dua belas tepat mata laki-laki itu masih terpaku pada fashion show Jean Paul Gaultier yang disiarkan Fashion TV. Sebentar ia tersenyum tanda bahwa ia berhasil mendapat inspirasi untuk tema-tema desain bajunya. Tidak seberapa lama setelah cemilannya habis, fashion show-nya pun berakhir, dan jam sudah tepat menunjukkan pukul satu dini hari. Rasa kantuk mulai menyelimuti. Tiba-tiba sesaat sebelum ia ingin memejamkan mata, Ady terperanjak, mengingat apa yang harus dilakukannya besok. Dia benar-benar lupa. Tanpa berkata-kata, ia pun berlari ke lemari pakaian, membongkar semua muatan bahan yang ada. Presentasi! Besok jam sebelas! Bagaimana ini? Sekarang sudah... jam SATU!� Pemuda berbadan kurus itu pun mulai berkeringat, entah karena gugup atau efek kafein yang sudah terpendam lama dalam tubuhnya. Wajahnya dibiarkan termangu di depan bongkahan kain-kain yang masih rapi terlipat. Pikirannya sudah melambung tinggi sampai tak sanggup lagi kembali pada kenyataan bahwa ia harus mempersiapkannya sekarang juga. Sesaat ia mencoba mengutak-atik ide yang ia miliki. Kemudian menelaah mana yang mungkin akan memberikan penampilan terbaik pada presentasi besok. Lima menit berlalu, dan matanya masih terpaku pada 50


Bangkit itu Indonesia

lemari yang terbuka lebar seperti mulutnya saat itu pula. Satu kedipan mata. Ia bersiap untuk beralih ke cara kedua: Jika kau tidak bisa kreatif, curilah ide dan kembangkanlah. Prinsip ini sebenarnya sangat jauh berlawanan dari prinsip desainnya selama ini. Namun, beberapa kali “pencurian ide” tersebut dapat menyelamatkannya dari pendapat pengajar-pengajar di Parson’s Design School, New York. Lagi dan lagi otaknya diajak berputar keras. Kembali pada bagian memori yang menyimpan data rancangan busana karya perancangperancang terkenal, seperti Badgley-Mischka, Donatella Versace, dan Emilio Pucci. Mulai dari bentuk, warna, dan pola guntingan dicoba untuk dibuat ulang. Namun, ia gagal untuk kedua kalinya. Beranjaklah Ady ke cara terakhir, pelarian sementara. “Sepertinya aku butuh kopi... ” Katanya lemas sambil mencoba beranjak dari lantai dan beralih ke dapur. Kebiasaan buruk itu merupakan pelarian yang sempurna baginya. Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir fashion design, ia tak bisa lagi melewatkan kesempatan presentasi seperti itu. Sebab, sudah bukan rahasia umum, akan ada desainer-desainer ternama New York yang menyempatkan diri untuk berkunjung. Jelas, itu merupakan obsesi dirinya. “Aku harus mendapatkannya,” katanya tanpa tenaga sambil mengaduk segelas kopi kesukaannya, kopi jawa, dan kemudian duduk di bangku bar dapur. Lebih dari setahun tinggal di New York tidak membuatnya lupa akan kampung halamannya. Apalagi ia lahir dari keluarga yang masih kental adat jawanya. Sesapan pertama. Ia menyempatkan pikirannya lepas dari hiruk pikuk arus ide, dan kembali pada kenangan lama saat di Yogya. Saat itu, sore hari ia menyempatkan diri pergi ke pasar Beringharjo. Entah mengapa ia sangat suka suasana disana. Banyak orang berjualan, pengamen mondar-mandir dan toko-toko pernak-pernik tidak lupa menghiasi trotoar. Kesibukan kota itu menjadi daya tarik baginya. Sesapan kedua. Ia mengenang dirinya sendiri yang masih berumur 51


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

sembilan tahun berjalan menggandeng sang ibu masuk ke dalam pasar. Keadaan pasar itu masih teringat jelas. Sempitnya gang-gang yang penuh sesak dengan barang-barang dagangan, orang-orang tua yang masih berkeliaran sana-sini, dan satu toko yang selalu diingatnya, toko batik. Sesapan ketiga. Dirinya diam. Tidak melanjutkan khayalan, seperti ada yang menyita perhatiannya. “YA!” Menaruh cangkirnya di meja, kemudian ia melompat ke kamarnya. Secepat kilat ia menarik lipatan kain berwarna coklat dengan tekstur agak kasar dan menaruhnya di samping kasur. Menatapnya sebentar sambil tersenyum, kemudian ia merebahkan diri di atas kasur. Terlelap dalam senyuman. Bersama pelajar lainnya, Ady menunggu di kelas. Rasa gugup tetap memenuhi hati walaupun sedikit terobati oleh kepercayaan dirinya. Semua wajah terlihat beku. Suasana presentasi yang telah dilewati semua siswa tadi sepertinya memang bukan hal yang menyenangkan. Kritik selalu bertebaran dimana-mana, meski karya mereka pun bagus. Begitulah dunia fashion, semua masalah selera. “Ady, would you please follow me?” Tiba-tiba suara dari balik pintu memecah kesunyian dalam kelas. Semua siswa menatap laki-laki itu, yang kemudian beranjak dari kursinya, mengikuti Tim Gunn keluar kelas. Ady tidak memiliki pikiran apaapa saat itu. Yang tertinggal hanya rasa bimbang antara lulus atau tidak. Akhirnya mereka berdua masuk ke ruang presentasi tadi. fabric.”

“Our lovely designer, Jimmy Choo, wants to know a lot about your

Dirinya terpaku. Ia benar-benar tidak bisa berkata-kata. Di depannya sudah berdiri seorang desainer sepatu terkenal, Jimmy Choo. “Is it Batique?” desainer itu bertanya padanya sambil tersenyum. “No, it’s Batik. B A T I K,” begitu ia mencoba mengejanya. Selanjutnya, 52


Bangkit itu Indonesia

mereka berdua larut dalam obrolan yang diiringi tawa. Ternyata sang desainer kondang bersedia untuk memakai idenya membuat sepatu dengan motif batik. Hal itu merupakan saat-saat yang membahagiakan baginya. “Uhm, by the way, where did you come from?” “Indonesia. And would you please note in your collection that those are made from Indonesian Batik?” Sang desainer pun mengangguk setuju. Rasa bangga memenuhi diri Ady. Sebagai warga Indonesia, akhirnya ia berhasil membawa nama Indonesia ke kancah internasional lewat jalan yang ditekuninya, industri fashion.

53


Fenomena Indonesia Mulyadi Fakultas Psikologi

Indonesia negeri yang subur Rakyatnya (harusnya) makmur Tapi kini... Negeri ini sedang sakit Hutannya dibabat Kekayaan alamnya disikat Oleh oknum-oknum bangsat Yang berkongkalikong dengan para pejabat Pejabat terhormat yang bermoral seperti penjahat Bahkan lebih sadis dan lebih bejat Bayi-bayi depresi kekurangan ASI Rakyat frustasi tak mampu membeli nasi Mahasiswa-mahasiswi berteriak meminta reformasi Tapi apa yang terjadi? Wakil-wakil rakyat palsu malah sibuk Pentolan-pentolan parpol busuk malah sibuk Berdebat di televisi teriakkan visi misi yang sudah basi Dan lontarkan mimpi-mimpi yang tak akan mungkin terealisasi Negeri ini harus berubah Menuju hari yang lebih cerah Negeri ini mesti bangkit Dengan membuang segala penyakit 54


Bangkit itu Indonesia

Singkirkan, gantung, pancung para koruptor Yang berpakaian necis tapi berhati kotor Ekstradisi, tangkap, penjarakan para obligor nakal Yang berotak cerdas tapi berhati binal Ringkus, hajar, sumpal mulut para mafia peradilan Yang mengalahkan keadilan dan memenangkan kezaliman Injak-injak para politisi bajingan laknat Yang berlagak sok pahlawan padahal pengkhianat Karena merekalah penyakit-penyakit berkarat Yang membuat bangsa ini sekarat Tergeletak lemah di ruang unit gawat darurat Wahai mahasiswa Yang berwawasan luas dan berjiwa muda Di tangan kitalah Nasib dan masa depan bangsa Karena founding father negeri kita pernah berkata: “Berikan kami 10 pemuda! akan kami guncangkan dunia!� HIDUP MAHASISWA...!!! MERDEKA....!!!

55


Indonesia Oh Indonesia Fauzan Al-Rasyid Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Bertepatan pada hari Selasa tanggal 20 Mei 2008, bangsa Indonesia merayakan seratus tahun Kebangkitan Nasional. Ini merupakan suatu momen yang sangat bersejarah. Makna dari perayaan ini pun sangat besar. Seratus tahun sudah perjuangan pergerakan bangsa Indonesia dari penjajahan kolonial dan keterbelakangan. Seratus tahun sudah bangsa yang besar ini berusaha dan terus berusaha untuk menjadi bangsa Indonesia yang kokoh dan satu. Namun, pada kenyataannya kita pun tidak dapat memungkiri bahwa tidak semua warga Indonesia benar-benar mengerti dan paham tentang makna kebangkitan bangsa, jangankan paham, bahkan tidak semua orang tahu apa itu kebangkitan nasional, bagaimana sejarahnya, bagaimana kita sebagai orang Indonesia menyikapi kebangkitan nasional. Orang Indonesia hanya semangat ketika meneriakkan kata-kata, “MERDEKA!�, atau “INDONESIA! INDONESIA! INDONESIA!�, hanya sebatas itu. Orang Indonesia kurang memiliki semangat perubahan. Perubahan menuju suatu keadaan yang lebih baik, semakin baik, hingga akhirnya yang terbaik. Ketika kita melihat ke belakang, sepuluh tahun silam, ketika Indonesia (mayoritas mahasiswa) meneriakkan dan mengobarkan semangat reformasi, berusaha untuk menuju suatu perubahan besar dengan harapan Indonesia menjadi negara yang lebih baik, tapi faktanya, Indonesia semakin terpuruk. Terpuruk dalam segala hal, terutama MORAL. Sejak dulu saya sering mendengar bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bermartabat dan bermoral. Orangnya sopan dan ramah. Sekarang pun saya jadi berpikir, oh itu mungkin cerita dulu, cerita pada era sebelum tahun 90-an. Karena menurut saya kata-kata itu kurang tepat bila diucapkan untuk mendeskripsikan secara singkat tentang Indonesia pada 56


Bangkit itu Indonesia

saat ini. Kenapa? Ya, saya rasa kita semua tahu dan sadar bahwa semakin lama moral bangsa Indonesia semakin hancur. Moral ketimuran yang dulu selalu diagungkan kini sudah hampir punah. Semangat nasionalisme yang dibawa oleh Bung Karno dan para pejuang lainnya, tampaknya kini mulai hilang, atau mungkinkah telah hilang? Oh Indonesia, tampaknya kini semangat nasionalisme itu memang sudah hilang. Mungkin masih ada, tapi hanya segelintir manusia dan itu tidak berarti banyak. Sering saya perhatikan dalam setiap pertandingan-pertandingan olahraga, seperti sepak bola dan bulutangkis, rakyat Indonesia bersatu untuk memberikan semangat kepada mereka yang sedang bertanding mewakili Indonesia. Ini bagus sekali. Saya pun sangat merasakan atmosfir kegembiraan dan penuh semangat untuk turut serta mendukung mereka yang bertanding. Namun, apakah rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia hanya sebatas di dalam sebuah stadion sepak bola? Apakah rasa nasionalisme atau cinta pada tanah air bangsa Indonesia hanya sebesar meneriakkan kata-kata, “INDONESIA!� Ya, memang pada dasarnya tidak ada yang salah dengan sikap seperti itu, tapi apakah hanya sebatas itu? Saat ini, saya melihat orang Indonesia adalah orang-orang yang selalu dan selalu mengeluh, orang-orang yang selalu protes, orang-orang yang egois, orang-orang yang bertempramen buruk, orang-orang yang selalu membela diri, orang-orang yang selalu melimpahkan kesalahannya pada orang lain, orang-orang yang mengagung-agungkan bangsa barat di atas segalanya, orang-orang yang mengaku lebih religius dari yang lainnya, orang-orang yang tidak menghargai waktu, orang-orang yang senang merusak, dan dengan berbagai keterbelakangan lainnya. Ya, saya pun adalah seorang warga negara Indonesia. Saya dilahirkan di negara ini. Hampir delapan belas tahun saya hidup menghirup udara di negeri ini dan inilah kenyataannya. Oh Indonesia, tidakkah seharusnya kita malu? Ya, apa boleh buat, tampaknya Indonesia sudah tidak punya rasa malu. Seandainya masih ada rasa malu, mungkin Indonesia tidak akan seperti ini. Tidak akan ada orangorang yang dengan bebas memakan harta orang lain, tidak akan ada orang57


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

orang yang selalu demonstrasi, tidak akan ada yang egois yang motonya, “Siapa lu, siapa gw!” Lalu bagaimana bisa kita menyikapi arti dari seratus tahun kebangkitan nasional ini kalau ternyata bangsa ini sebenarnya semakin terpuruk bukan semakin bangkit? Indonesia terlalu sibuk mengurusi kepentingan pribadi masing-masing sehingga lupa dengan segala hal, bahkan sampai-sampai kita kehilangan beberapa pulau kita yang kini jatuh ke tangan negara lain. Ironis sekali bukan? Saya rasa Indonesia harus bercermin. Ya, kita semua harus bercermin. Sudahkah kita berkontribusi untuk bangsa ini? Tempat kita dilahirkan… Indonesia Tanah Air beta. Pusaka abadi nan jaya. Indonesia sejak dulu kala, tetap dipuja-puja bangsa. Di sana tempat lahir beta. Dibuai, dibesarkan bunda. Tempat berlindung di hari tua. Tempat akhir menutup mata. Tentunya tidak semua masyarakat Indonesia tahu judul lagu di atas. Itulah lagu berjudul “Indonesia Pusaka”, ciptaan Ismail Marzuki. Akankah Indonesia tetap dipuja-puja bangsa? Entahlah. Makna lagu ini sangat dalam, tapi sayangnya tidak semua orang peduli dengan lagu-lagu nasional Indonesia. Ya, generasi muda Indonesia dari umur balita sampai remaja, juga orang-orang dewasa tentunya lebih mengenal lagu-lagu masa kini seperti “Kucing Garong”, “Si Jablay”, “Makhluk Tuhan yang Paling Seksi”, dan tentunya berbagai lagu-lagu barat dari segala aliran. Padahal lagulagu nasional kita, lirik lagunya tidak panjang, tapi tidak banyak orang yang hafal. Sayangya, tidak sedikit anak muda yang hafal lirik-lirik lagu barat aliran Rap, R n’ B, Hip Hop, yang jelas-jelas jauh lebih panjang dan rumit, juga pengucapannya sangat cepat. Sekarang mari kita tes kemampuan bernyanyi orang Indonesia. Salah satu lagu yang mudah adalah lagu “Bagimu Negeri”. Berapa banyak orang yang bisa menyanyikan lagu tersebut dengan benar? Mana yang lebih dulu antara, “kami mengabdi”, “kami berjanji”, dan “kami berbakti”? 58


Bangkit itu Indonesia

Apakah Anda termasuk orang yang hafal lagu ini? Bagaimana dengan lagu kebangsaan negara ini, lagu Indonesia Raya, berapa banyak orang yang hafal lagu ini? Apakah semua orang Indonesia bisa menyanyikan lagu ini dengan baik? Papa saya pernah berkata, “Papa bangga menjadi orang Minang, tapi papa tidak bangga dengan sifat orang Minang.� Ya, karena papa orang Minang, mama orang Medan, maka saya adalah orang Indonesia, dan seperti papa juga, saya bangga menjadi orang Indonesia, tapi saya tidak bangga dengan sifat orang Indonesia. Kenapa saya harus tidak bangga menjadi orang Indonesia? Indonesia adalah bangsa yang besar, negara yang luar biasa, memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Saya hanya tidak bangga dengan sikap dan moral bangsa ini. Sudah seharusnya, kita sebagai generasi muda harus lebih berpikiran luas, tidak hanya mengedepankan rasa etnosentrisme dan keegoisan, tidak lagi mendahulukan kepentingan-kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama, tidak lagi menggunakan emosi sebagai akal pikiran, tapi menggunakan hati. Saya yakin untuk mengubah Indonesia tidak lah mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Indonesia berubah mulai dari individu masing-masing. Dimulai dari kesadaran masing-masing dan rasa malu. Ya, kita semua seharusnya malu. Kita semua seharusnya belajar untuk malu. Deddy Mizwar berkata, “bangkit itu aku, untuk Indonesiaku.� Ya, itu benar. Sekali lagi, Indonesia bangkit dimulai dari diri kita sendiri. Dimulai dari sekarang juga, saat ini. Saya pun akan berjuang di dunia ini. Saya akan bangkit. Bangkit dari segala keterbelakangan. Saya bangkit menjadi orang Indonesia yang sebenarnya, orang Indonesia yang bermoral, berpendidikan, berwawasan, berprestasi, orang Indonesia yang punya rasa malu dan takut, bukan orang Indonesia yang sekedar orang Indonesia. Karena saya cinta negeri ini. Dan saya akan bangkit, terus bangkit. Karena saya bangkit untuk Indonesiaku tericinta. 59


Janjiku Priscilla Manurung Fakultas Hukum

Hatiku terpenjara dalam tangisan negeri ini Ke manakah perginya Indonesia yang dinyanyikan oleh para tetua bangsa dahulu? Tanahnya yang diceritakan subur mengapakah tak mampu mengenyangkan rakyat Mulut-mulut mungil kering tak terpuaskan Kaki-kaki tua telah merapuh dalam letihnya langkah Hatiku berteriak, marah! Mengapakah tiada yang meredam isak tangis itu? Tiadakah yang hendak memunculkan kembali hijau dari tanah? Hingga tak ada lagi mulut yang tak terpuaskan dan kaki-kaki boleh beristirahat lega Semua terlalu sibuk berlari Mengejar kenikmatan sendiri Mampukah aku membuat keajaiban kecil? Dari telapak tanganku ini aku mencipta? ‘Kan kuukir langkahku hingga ke gunung Kuteteskan keringat hingga membentuk lautan Biarlah matahari tiada padam hingga usai karya tanganku Dan di masa yang akan datang Indonesiaku bersinar lebih terang dari kini yang ada Ya, Aku berjanji 60


Menjadi Dewasa untuk Mendewasakan Indonesia Nurul Hidayati Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Indonesia, negara yang kaya akan sumber daya alamnya, ternyata terlalu bergantung pada teknologi negara lain untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Indonesia memiliki sumber daya manusia berlimpah dan untuk memanfaatkannya sepertinya wajib mendatangkan orang asing. Meskipun beberapa dasarwarsa telah berlalu, Indonesia merdeka rasanya hampir tiada beda. Dewasa adalah mampu berpikir tenang dan tidak tergesa-gesa. Dewasa tidak ditandai dengan usia. Usia tidak dapat mewakili kedewasaan dan tak tepat menjadi alat ukur untuk mengetahui seberapa besar kedewasaan seseorang. Dewasa berarti tidak banyak bergantung pada sikap orang lain. Indonesia? Sebab ketidakdewasaan Indonesia adalah ketidakdewasaan para pemudanya. Parahnya, pemuda Indonesia tidak menyadari kekanakkanakan mereka bahkan merasa nyaman dengan zona itu. Padahal orang yang sukses adalah mereka yang berani keluar dari zona nyamannya. Mereka itulah yang dikatakan dewasa. Sebagian besar dari mereka, pemuda Indonesia belum mempunyai cita-cita tinggi dan pola pikir besar. Sebagian besar dari mereka merancang masa depan dengan begitu sederhana. Hidup layak dan punya harta berkecukupan. Cita-cita mereka mentok pada dua hal itu saja. Ujungujungnya, mereka hanya menjadi “orang kecil�. Lambat laun, Indonesia juga akan menjadi negara yang kecil dengan bangsanya yang miskin citacita dan pola pikir yang sederhana. Sedikit sekali pemuda Indonesia yang punya cita-cita tinggi dengan menjadi “orang besar� dan pola pikir besar untuk negara ini. 61


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Bila pola ini terus berlanjut, maka mungkin saja sepuluh tahun lagi, dua puluh tahun lagi, atau tiga puluh tahun lagi, Indonesia yang sedang kritis ini, akan tamat riwayatnya. Mungkin saja Indonesia pada saat itu tidak ada lagi di peta dunia. Tak ada yang menginginkan hal itu, bukan? Lantas mengapa tidak kita buka saja pintu kedewasaan itu? Salah satu cara untuk memperbaiki kondisi Indonesia di masa datang adalah dengan menjadi pemuda dewasa. Mendewasakan diri, lalu mendewasakan Indonesia. Akan tetapi, sebagian dari kita takut akan tantangan. Padahal, tantangan itu mendewasakan. Sebagian dari kita, juga takut untuk menjadi orang besar seperti menjadi cendekiawan, ahli politik, ahli hukum, ahli ekonomi, dan ahli-ahli dalam bidang keilmuan lainnya. Padahal, dengan menjadi orang besar, kita mampu menjadi bangsa yang besar dan pada akhirnya Indonesia bisa bangkit setelah sekian lama terpuruk. Jangan hidup untuk diri sendiri, tetapi hiduplah untuk bangsa ini. Jangan menjadi mahasiswa hanya untuk masa depan yang sederhana, tetapi menjadi mahasiswa untuk masa depan yang besar. Jangan hanya menjadi orang buangan, tetapi jadilah agen perubahan. Menjadi dewasa untuk mendewasakan Indonesia. Mendewasakan Indonesia untuk membangkitkan Indonesia.

62


Tangan di Atas Lebih Baik daripada Tangan di Bawah Kenny Licher Fakultas Teknik

“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” H.R Bukhari Muslim

Sering kita mendengar hadist atau ungkapan ini. Kalimat ini sudah kita kenal sejak kita semua masih di bangku SD. Sekilas tampaknya kita hafal dan mengerti tentang makna dari kalimat itu. Satu hal yang dapat kita tangkap darinya adalah kita lebih baik memberi kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan. Walaupun sudah mengetahuinya, tetapi belumlah sepenuhnya diresapi oleh masyarakat khususnya masyarakat Indonesia. Lebih parah lagi, pada umumnya banyak masyarakat Indonesia yang membalikkan hadist itu menjadi “tangan di bawah lebih baik daripada tangan di atas”. Semua kalangan masyarakat Indonesia baik kalangan atas maupun bawah, kaya maupun miskin, pejabat maupun peminta-minta bersamasama membalikkan kalimat mulia tersebut. Derajat orang memberi sudah pasti lebih rendah derajatnya daripada derajat orang yang meminta. Semua itu disebabkan oleh adanya “mental” yang telah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Mental itu telah menjadi tradisi atau budaya bangsa. Mental itu telah turun-temurun ditularkan dari generasi ke generasi, hingga generasi kita sekarang bahkan bisa sampai ke generasi berikutnya apabila mental ini tidak segera dikikis dan dihilangkan. Mental itu adalah “mental peminta-minta”. Figur Mental Peminta-minta Selama ini posisi peminta-minta yang kita ketahui adalah lebih 63


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

cenderung berkaitan dengan orang-orang miskin yang tidak memiliki harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka hanya pasrah dalam menjalani kehidupannya, tanpa ada pandangan apa pun menuju masa depan. Mereka hanya berdiam diri di pinggiran jalan, di kolong-kolong jembatan, di lorong jembatan penyeberangan, mengamen di bis-bis kota dan perumahan berharap agar mereka mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Ada juga dari peminta-minta itu hanya berpura-pura menjadi peminta-minta padahal mereka sebenarnya sehat dan mampu untuk beraktifitas. Mereka semua memiliki pendapat bahwa meminta lebih baik daripada berusaha. Selama ini kita hanya sadar kalau posisi peminta-minta hanya berasal dari kalangan bawah baik yang berpura-pura maupun yang tidak. Padahal, kenyataannya tidak. Mental peminta-minta telah merambat ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mental peminta-minta itu merambah mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas, dari rakyat jelata sampai pejabat bahkan negarapun jadi peminta-minta. negara pun sibuk meminta bantuan negara lain untuk menutup defisit anggaran belanjanya. Padahal, jika kita mau berhemat di sana-sini dan berjuang di atas kaki kita sendiri, negara kita cukup kaya untuk memenuhi semua kebutuhan dan kemakmuran rakyatnya. Namun, apa mau dikata, mental pemimpin kita adalah mental peminta-minta. Maka, rusaklah negeri ini dan beginilah nasib Indonesia sekarang ini. Di kalangan atas, mental peminta-minta menyebabkan kasus korupsi, kolusi (suap-menyuap), dan nepotisme. Gaji mereka yang besar merasa seolah-olah belum bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Pada akhirnya terjadilah kasus korupsi pada anggota dewan. Contoh nyatanya adalah kasus BLBI. Kasus penyuapan terjadi karena orang-orang yang berkaitan dengan masalah menginginkan agar masalah tersebut cepat selesai. Pun, orang yang disuap itu menerima saja uang suapan itu, ia tidak memikirkan apa-apa. Karena mental mereka adalah mental pemintaminta.

64


Bangkit itu Indonesia

Contoh lainnya yang terjadi pada masyarakat umum yang paling hangat dibicarakan akhir-akhir ini adalah mengenai pengajuan keringanan biaya pendidikan (Beasiswa untuk orang miskin). Keringanan biaya ini sudah jelas ditujukan untuk meringankan biaya pendidikan agar orang-orang yang tidak mampu dalam hal memenuhi biaya pendidikan dapat tertolong agar dapat melanjutkan pendidikannya. Tapi anehnya, keringanan biaya ini dimanfaatkan oleh sebagian pihak dari kalangan menengah ke atas atau dengan kata lain yang memiliki ekonomi cukup dan berlebih. Mereka sebenarnya sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya dan membayar biaya pendidikan namun, mereka tetap berkeras untuk mengajukan keringanan biaya. Bukankah itu semua seharusnya menjadi hak orang miskin yang lebih membutuhkan. Hak orang miskin yang lebih membutuhkan telah dirampas oleh mereka. Secara tidak langsung mereka telah mengelompokkan diri mereka sendiri di kelompok orang miskin dengan mental peminta-mintanya, sedangkan kalau dibilang miskin mereka tidak mau. Begitulah mental masyarakat kita, mereka tidak memposisikan diri mereka pada tempatnya. Dengan mental peminta-peminta mereka haus, apapun yang mereka bisa minta mereka minta, tidak peduli itu hak mereka atau bukan, mereka merampas hak orang lain yang seharusnya menerima bantuan tersebut. Dan hal ini sudah ditularkan oleh orang tua mereka kepada anak-anaknya. Memang, mental peminta-minta yang telah mendarah daging itu susah untuk dihilangkan. Mereka semua yang memiliki mental pemintaminta itu pasti akan diikuti oleh anak-anaknya. Anak-anak dari mereka akan mengikuti apa yang orang tua mereka lakukan. Berarti benarlah ada pepatah yang mengatakan, “Seperti yang diatas, begitu juga yang dibawah Seperti yang didalam. begitu juga yang diluar.� -Batu berukir Emerald, 3000 SM-

65


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Apa yang dilakukan oleh yang di atas (pejabat, anggota dewan) akan tecerminkan dengan yang dibawah (orang-orang miskin). Apa yang dilakukan oleh generasi sebelumnya akan terteruskan oleh generasi berikutnya. Apa yang dilakukan oleh orang tua akan terefleksikan kepada anaknya. Apa yang dilakukan oleh negara akan terpantulkan kepada rakyatnya. Percayakah anda dengan pepatah tadi? Untuk meyakinkan anda, saya akan beri contoh lain yang saya kira dapat membuktikan pepatah itu. Tanggal 3 Juli 2008 kemarin, saya mendaftar ulang di Balairung UI. Setelah melewati proses daftar ulang yang cukup lama, akhirnya saya bertemu kembali dengan bapak saya. Kami langsung menuju bazaar tempat menyediakan makan dan minum. Kami duduk di dekat dua anak yang sedang berdiri dan sedang asyik berlatih bahasa inggris. Setelah mendapatkan tempat duduk, kami berbincang sejenak tentang proses daftar ulang di Balairung. Tiba-tiba dua anak itu menghampiri kami. Mereka berkata, ”I want to eat rice.” Saya hanya tercengang mendengar kata-kata dua anak tadi. Tidak lama kemudian salah satu dari mereka berkata, ”I want to eat rice, please give me some money.” Dalam hati saya, dua anak ini hebat sekali bisa berbahasa inggris untuk sehari-hari. Kemudian saya pun bertanya, ”can you speak English?.” Dua anak tadi berkata, ”yes, I can speak English, so give me some money for buy rice.” Lalu, bapak saya bertanya kepada mereka berdua, ”with whom you can learn to speak English?” “…, apa pak… saya tidak mengerti pak.” “Kamu diajarkan oleh siapa, kok bisa berbahasa inggris?” “Kami diajarkan dari kakak-kakak mahasiswa.” 66


Bangkit itu Indonesia

Kami berdua sempat diam seribu bahasa sambil memperhatikan kedua anak itu yang terus meringik meminta dibelikan nasi. Tiba-tiba sebelum kami sempat berkata, Ibu dari anak itu bersama anak-anaknya yang lain memanggil kedua anak itu. Setelah mereka berkumpul, ibu itu seperti memberi tahu sesuatu yang saya kira perintah untuk meminta makanan langsung ke pedagang yang ada di bazar. Ternyata dugaan saya benar, ibu itu dengan anak-anak yang lainnya bersama kedua anak tadi saling meminta makanan langsung kepada pedagang bazar. Dari contoh-contoh tersebut diatas, dapat kita nyatakan betapa rusaknya moral bangsa ini. Moral dan intelektual bangsa Indonesia ini telah dipenuhi oleh mental peminta-minta yang telah ditularkan secara turuntemurun. Kedua anak tadi diajarkan oleh ibunya untuk mengemis dan meminta-minta kepada orang lain sehingga apa pun yang telah diajarkan kepada kedua anak tadi akan digunakan untuk meminta-minta. Pun, bahasa Inggris yang telah mereka pelajari dari kakak-kakak mahasiswa juga digunakannya untuk meminta-minta. Apakah kita semua sadar akan hal ini? Mental ini akan terus ada apabila ada pendahulunya yang mengajarkan kepada keturunannya. Alangkah baik dan bijaksana apabila mereka diajarkan untuk berusaha mencari nafkah sehingga kelak yang akan terjadi tidak akan seperti itu lagi. Di antara banyaknya orang yang memiliki mental peminta-minta, kami yakin masih ada orang yang tidak memiliki mental peminta-minta. Mereka berusaha dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mental orang yang seperti inilah yang harusnya ditingkatkan di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu ketika saya sedang menaiki bis P54 jurusan Grogol-Depok. Saya duduk di bagian belakang, di depan tempat duduk dua orang tua, seorang bapak dan seorang ibu yang sedang mengobrol. Tidak sengaja saya mendengar perkataan kedua orang tua tadi. Kedua orang tua itu sedang mengobrol tentang masalah keringanan biaya. Kedua orang itu bekerja di salah satu perusahaan terbaik di Indonesia, serta kedua orang 67


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

itu menyatakan bahwa mereka tinggal di kota yang tergolong telah maju dan berkembang. Mereka menyatakan protes mereka terhadap keringanan biaya pendidikan, ”untuk mengajukan biaya keringanan kok harus ngambil foto rumah dan harus melampirkan surat keterangan tidak mampu segala. Sudah capek bulak-balik, eh dapat keringanannya tidak seberapa.” Tidak lama kemudian kondektur dari bis tersebut ikut bicara kepada kedua orang tua tersebut,”masalah keringanan biaya ya?” ”Iya, pak.” Ibu itu menjawab. “Anak saya dua-duanya sudah kuliah di UI. Satu di keperawatan, dan satu lagi jurusan akutansi. Anak saya yang pertama yang masuk keperawatan sudah lulus dan sekarang sudah bekerja selama satu tahun. Sedangkan anak saya yang kedua sudah mau lulus kuliah, hanya tinggal menunggu sidang saja.” Kata kondektur tadi. ibu.

“Wah hebat pak, anak bapak dua-duanya sudah kuliah.” Sambut si

“Ya, Alhamdulillah. Anak saya dua-duanya sudah kuliah. Berapa, uang masuknya sekarang?” “Saya mengajukan keringanan dan mendapatkan peringanan biaya, jadi hanya tinggal Rp. 12 juta.” Kata ibu itu. “Saya 13 juta.” Kata bapak itu. “Wah, kalau saya tidak pernah mengajukan keringanan biaya segala. Alhamdulillah, kedua anak saya berprestasi jadi mereka mendapatkan beasiswa, jadi agak terbantu untuk membiayai kuliah dari beasiswa tersebut.” Kata sang kondektur. “Berapa Pak besarnya biaya masuknya?” Tanya bapak tadi. “10 jutaan, tapi saya tidak meminta keringanan biaya sama sekali. 68


Bangkit itu Indonesia

Dananya hanya saya dapatkan dari menjadi kondektur bis saja. Ya‌biar anak-anak saya lebih baik nasibnya. Tidak bodoh atau sama nasibnya seperti saya.� Sahut kondektur bis tadi dengan semangat. Setelah mendengar kata-kata kondektur tadi ibu dan bapak tadi diam tak mengatakan apapun. Lalu sang kondektur itu pun langsung melanjutkan apa yang seharusnya menjadi tugasnya. Dari situlah kita dapat mengenal mana yang memiliki mental peminta-minta mana yang tidak. Kedua anak dari kondektur itu bisa meringankan beban orang tuanya dengan tidak meminta keringanan biaya dengan tidak memposisikan mereka menjadi peminta-minta, padahal dia seharusnya bisa mendapatkan bantuan tersebut untuk meringankan biaya pendidikan, tetapi mereka tidak melakukannya, mereka berusaha melalui jalur yang sangat membanggakan yaitu melalui beasiswa dari prestasi-prestasi yang mereka raih. Bandingkan dengan kedua orang tua tadi, mereka menginginkan keringanan biaya agar biaya pendidikannya menjadi murah. Padahal secara finansial, fisik, dan pekerjaan, mereka lebih baik daripada kondektur tadi. Apa yang harus kita lakukan? Maraknya mental peminta-minta di Indonesia dan sedikitnya orang yang tidak memiliki mental tersebut, sangat memprihatinkan kondisi negara di masa depan. apabila mental ini terus menerus berkembang dan ditularkan terus menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya, maka mereka hanya akan memikirkan ego dan kepuasan mereka masing-masing. Saling meminta-minta satu sama lain menyebabkan kolusi yang ujungujungnya adalah KKN. Apabila KKN sudah merajalela maka pembangunan di Indonesia tidak akan berjalan lancar. Impian kita untuk segera menuju masyarakat Indonesia yang kita inginkan akan tersendat-sendat bahkan bisa jadi tidak akan ada perubahan sama sekali. Seharusnya kita sadar akan bahaya mental peminta-minta. Dalam diri kita harus ditanamkan rasa saling tolong-menolong antar sesama, peduli akan kepentingan bersama, jauhkan ego kita yang hanya untuk 69


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

memuaskan diri sendiri, berpikir kreatif, inovatif, dinamis, ingin selalu berubah, selalu berusaha, bekerja keras, dan jauhkan mental pemintaminta. Apabila ada seseorang yang memiliki harta yang berlebih, maka ia seharusnya memberikan bantuan kepada yang membutuhkan. Tapi dengan syarat tidak asal memberikan begitu saja. Harta yang diberikan itu harus digunakan oleh penerima untuk membangun usahanya sendiri. Apabila usaha yang penerima bantuan telah berkembang dan merasa telah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya diapun harus bangkit menjadi pemberi bagi yang membutuhkan bantuan. Apabila hal ini dijalankan maka seluruh rakyat Indonesia akan maju dan berkembang. Sudah tidak ada lagi yang namanya malas bekerja, tidak ada lagi yang namanya mementingkan ego pribadi, tidak ada lagi orang yang memiliki mental peminta-minta. Negara terdiri atas daerah, pemerintahan yang berdaulat, dan rakyat. Semua berawal dari hal-hal yang kecil barulah sampai ke hal-hal yang besar. Untuk membangun rumah harus dibuat suatu pondasi yang kokoh untuk menyangga agar rumah tersebut tidak roboh walau diterjang badai dahsyat sekalipun. Begitu juga dengan negara Indonesia. Walaupun, kondisi pemerintah sekarang masih menunjukan mental peminta-minta, negara yang masih meminta-minta bantuan baik dana, barang, maupun jasa kepada negara lain, dan generasi sebelum kita serta mungkin kita sendiri masih menunjukan mental peminta-minta. Alangkah baiknya apabila itu semua diubah. Mulai dari diri kita, lalu sebarkan pada orang terdekat kita. Janganlah ragu untuk maju dan berkembang bersama. Bantulah orang yang membutuhkan, asal yang diberi bantuan jangan terlena ingin selalu diberikan bantuan kalau bisa ajak mereka untuk berusaha memanfaatkan sumber daya alam yang sangat banyak ini. Setelah mereka bangkit, bantulah lagi masyarakat Indonesia yang lain yang memerlukan bantuan, ajak lagi mereka untuk berusaha. Terus dan terus sampai seluruh masyarakat Indonesia tidak memiliki mental peminta-minta. Apabila semua rakyat Indonesia sudah tidak lagi memiliki mental peminta-minta, otomatis pemerintah yang berasal dari rakyat juga tidak 70


Bangkit itu Indonesia

akan lagi meminta-minta satu sama lain. Setelah kondisi itu tercapai maka negara Indonesia akan menjadi negara maju. Negara yang tidak mau lagi dibantu oleh negara lain, sebaliknya negara kita yang akan membantu negara lain. Gunakan dana-dana amal rakyat seperti BAZIS atau dana lainnya yang bertujuan untuk untuk menolong orang lain. Jangan hanya bisa dikumpulkan saja, melainkan harus digunakan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Jangan ada lagi keinginan meminta-minta apabila kondisi kita telah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalaupun kurang, kita berusaha sekuat tenaga untuk dapat memenuhinya. Janganlah mencaricari kesempatan dari apa yang seharusnya tidak menjadi haknya atau dengan kata lain jangan rampas hak orang lain. Bangkitkan semangat untuk membangun usaha dan bangkitkan diri kita dari keterpurukan. Mari kita sadarkan mereka dan kita semua bahwa mental peminta-minta bukanlah mental kita. Angkat derajat manusia menjadi sang pemberi, bukannya sang penerima. Mental peminta-minta yang telah mendarah daging di Indonesia ini harus segera dikikis dan dihilangkan. Jangan sampai membalikkan hadist/ungkapan tangan di bawah lebih baik daripada tangan yang diatas. Kembalikanlah hadist tersebut menjadi tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah. Jika semua lapisan masyarakat kita semuanya sudah menjadi pemberi dan tidak ada yang mau menjadi penerima, alangkah bahagianya karena tidak ada lagi peminta-minta di negara Indonesia tercinta ini. Kita bisa menjadi negara pemberi bukan penerima. Kita menjadi negara yang membantu negara lain bukan yang dibantu. Indonesia bisa menjadi mercusuar dunia. Indonesia bisa menjadi pemimpin dunia. Mari kita bangun Indonesia baru, dengan semangat baru, dan mental yang baru. Bangunkan Indonesia dari tidurnya. Nyatakanlah bahwa sekarang kita harus berubah. Mimpikanlah kondisi Indonesia tanpa mental pemintaminta di dalamnya. BANGKIT INDONESIA!!! 71


“ING NGARSA SUNG TULADHA, ING MADYA MANGUN KARSA, TUT WURI HANDAYANI” Ki Hajar Dewantara



Agent of Change Alia Nessa Utami Fakultas Kedokteran Gigi

Celine, 16 tahun “CosmoGIRL! yang ini basi banget siy...” Dominique menghempaskan CosmoGIRL! edisi Agustus 2007 itu ke hadapanku. Aku memandangnya setengah tak percaya. Hey, Dominique kan lahir dan besar di Indonesia. Hanya saja, Ibunya asli warga negara Perancis. Masa nggak mau baca CosmoGIRL! yang issue-nya ‘100% Indonesia’ siy? “Why don’t you like... this?” Aku menunjuk buku dengan cover Emma Watson itu dengan tatapan terheran-heran. Padahal, menurutku ini CosmoGIRL! yang paling ‘berisi’. Ada artikel “40 Hal yang Cuma Bisa Kamu Temukan di Indonesia”, artikel kuliner asli Indonesia, bahkan fashion show batik yang Indonesia banget. “Celina Nasution...” Dominique memanggilku halus. “Ya...” “Zaman sekarang...” “Yup...” “Kamu pikir siapa siy anak muda yang cinta Indonesia?” Aku terhenyak. “Halo? Ada Indah?” sesegera mungkin, setelah Dominique pulang, aku menelepon Indah, ketua mading sekolahku. “Yup, ini Indah. ada apa ya?” 74


Bangkit itu Indonesia

“Aku Celine. masih ingat? dulu pernah jadi kontributor untuk artikel ‘Green Beauty’.” “Celina? oh.. tentu. Ingat, kok. Kenapa?” “Aku ada usul, niy” “Ada apa, yah?” “Bagaimana kalau mading bulan Agustus kita beri tema ‘I Love Indonesia’ saja?” Yup, aku Celina Nasution, murid sekolah Internasional paling sengak se-Indonesia, Annemarie International School. Dimana 90% muridnya indo, sementara yang lainnya, remaja pribumi yang ingin menjadi warga negara asing. It sucks, really. Apalagi menyadari bahwa mereka cinta Indonesia karena ada Bali saja. Terkadang sakit hati juga mendengar cerita mereka yang seolah merendahkan Indonesia. Contohnya saja, ketika mereka berlibur ke Prancis, menyewa yacht mewah di Hawaii, nonton konser band rock dunia di Iceland, bahkan shop till drop di Inggris. Sesungguhnya nggak masalah kalau mereka nggak pakai acara ‘membanding-bandingkan’. Tetapi, hal yang paling terakhir itu yang jadi masalah. Tambah lagi, sebagian besar dari mereka dihargai di Indonesia. Sebut saja Diane yang jadi duta Indonesia untuk ASEAN, Corry yang jadi wakil di konferensi internasional dan bla bla bla… tapi apa siy apresiasi mereka untuk Indonesia di luar semua itu? Untung saja Indah setuju rencanaku. kalau tidak, aku tidak tahu lagi bagaimana cara ‘mengubah’ mereka jadi lebih cinta bumi pertiwi. Karena kalau bukan mereka, siapa lagi? “Celina....” “Just call me Celine for short,” aku balik memandang Indah. sedih.

“Kayaknya nggak berhasil deh, rencana kita ini.” Indah berkata 75


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

What? berani-beraninya dia bilang begitu. FYI ya, mading sekolah ini bisa dibilang menjadi Agent of Change paling ampuh. Karena, selain ditempel di tempat paling strategis di sekolah, mading juga menjadi bahan pidato ketua yayasan dan Kepsek setiap bulannya. Selain itu, bukan nggak mungkin kalau beberapa anak bisa terpengaruh oleh isi Mading. Terus, Mading sekolahku besarnya 3 kali lipat Mading sekolah biasa. “Mengapa?” sebutku heran. ide.”

“Hanya 3 orang staf yang setuju. selebihnya bilang nggak punya

“Kalau begitu, plus aku dan kamu, jadi berlima, kan?” Aku menyeru optimis Yap, berlima berarti setiap anak mengerjakan 5 artikel dan layout masing-masing. Haduh, bisa nggak ya? seminggu lagi ujian blok pula. Haduh… Alright. Hari ini hari minggu. dan aku malah stress dibuatnya. Wait, kenapa aku nggak coba bikin dari sekarang? siapa tahu ada ide.. Setengah jam kemudian... Aku meletakkan daguku di atas kertas yang penuh coretan, lalu melengos loyo, “Fiuhhh....” “Celina Nasution, ada apa?” ayahku, Ari Nasution, memandangku lembut. “Gak ada ide, Yah. Mau bikin artikel cinta Indonesia, tapi otak lagi buntu.” Aku berujar lesu. Sejenak ayahku tampak berpikir, sebelum tiba-tiba matanya bersinar cerah, “tunggu sebentar, ya.” Ia lalu beranjak pergi. Semenit kemudian menemuiku sembari menghempaskan sebuah majalah lifestyle yang menurutku ‘berat’. “Itu kan bacaan bapak-bapak.” sebutku layu. “Tidak juga.” Ayah tersenyum penuh makna. 76


Bangkit itu Indonesia

“Siapa tahu kamu bisa dapat ide, dan bisa jadi agent of change baru... “ Ayah lalu menunjuk majalah berjudul ‘La Vie’ itu, “dari sini... Jangan anggap ini bacaan formal. Alia Marina adalah psikolog yang sangat komunikatif. Dan, Ayah jamin, kolom editorial kecil ini pasti bisa mengubah pikiran kamu...” Ayah lalu membuka salah satu halaman, yang di atasnya terbaca olehku “AGENT OF CHANGE => KAMU!” Aku lalu membacanya... Agent of Change => Kamu! oleh: Alia Marina, S.Psi Suatu ketika, saya bertemu sekelompok orang Suriname di Kairo, Mesir. Mereka bertanya dari mana saya berasal. Saya lalu menjawab dengan bangganya,”Indonesia.” . Yang bikin saya terkejut, setelah itu mereka bilang,”Oh. Your country is very famous.” Sejenak saya menebak, pastilah yang mereka maksud itu Bali. Kontan saya berkata,”Bali, eh?” Mereka lalu menjawab dengan lantangnya,”No no.. Not Bali. Tsunami, yea. hahahaha...” Nasionalisme saya tersentil. Yah, nama Indonesia terlanjur buruk di mata dunia, dan saya tidak bisa berbuat apa-apa. Toh kita juga tidak bisa munafik. Banyak yang tidak bisa kita banggakan dari negeri kita ini. Namun, menurut saya, yang bisa dibanggakan justru jauh lebih banyak lagi. Namun, seperti orang bijak bilang, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Yah, keburukan menyebar lebih baik daripada kebaikan itu sendiri. Butuh bertahun-tahun untuk membangun image baik, namun butuh sejam saja untuk mencoreng image baik itu. Sekarang, siapa yang bisa mengubah seluruh image buruk itu? Ya, kamu. Hanya generasi muda yang bisa membangun kembali image baik itu. Namun, nyatanya, sebagian besar generasi muda yang ‘emas’ justru merasa tidak dihargai di negeri sendiri, dan memutuskan untuk ‘berkhianat’ ke negeri orang lain. walaupun, nyatanya toh, mereka masih rindu Indonesia. 77


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Saya selalu bilang pada anak didik saya, masalah bukan untuk disesali, bukan untuk dihindari. Setiap masalah yang kamu alami itu seyogyanya merupakan pelajaran terbaik dari kamu. God settle us the best problems, Tuhan itu udah ngasih kita masalah yang paling baik, dan setiap masalah itu ada untuk diselesaikan dan diambil pelajarannya. Jadi, kalau sekarang Indonesia punya masalah ‘besar’, sebut saja kerusakan moral, bencana tiada henti, ini lah.. itu lah... percaya aja sama saya. Penyelesaiannya bukan dengan cara ‘lari’ ke luar negeri biar lebih aman ataupun disesali dengan membenci Indonesia. Namun, selesaikan masalah tersebut dari sekarang, belajar rajin dan cintai bumi pertiwi. Karena, Indonesia masa depan itu kamu! Kamu adalah Indonesia. Jadi, kalau kamu malas hari ini, itu tandanya Indonesia malas. Kalau kamu telat ke sekolah, itu tandanya Indonesia telat. Ya, cara melihat Indonesia masa depan menjadi lebih baik itu dari kamu. Dari hati kamu. You got my point? Ya, mulailah mencintai Indonesia. Saya berani bilang, hal-hal besar itu datangnya dari hal-hal kecil. And such a simple thing can be so beautiful. Kamu mau contoh? 1. Buanglah sedikitnya lima sampah setiap hari, ajak sekitarmu juga. Lingkunganmu pasti jadi jauuh lebih bersih. 2. Baca sedikitnya tiga buku setiap bulannya, dan beri satu buku kepada orang yang membutuhkan. 3. Buat sekitarmu jadi cinta Indonesia, dijamin Indonesia bisa menjadi lebih baik lima tahun kedepan. Kalau kamu mau bilang tulisan saya terlalu ‘teori’, tentunya yang bisa mengembangkan editorial singkat ini cuma kamu. Kamu bisa mulai dengan menulis hal-hal yang kamu cintai tentang Indonesia dan meresapinya dalamdalam. Percaya dan yakin. Itu tandem paling paten. Sugestikan diri kamu sendiri bahwa Indonesia itu negara terbaik yang pernah ada. Jadi, cintai Indonesiamu. Pengaruhi sekitarmu juga. Beri sugesti pada semua orang di sekitarmu tentang hal-hal baik di Indonesia. Mulai dari sekarang, mulai dari lingkungan kamu. Lalu percayalah, kamu bisa menjadi agent of change nomor satu di Indonesia, generasi muda. 78


Bangkit itu Indonesia

Sejenak Celine tersenyum. Yah, kontribusinya untuk bumi pertiwi mungkin saat ini masih kecil, yaitu berusaha membuat orang di sekitarnya cinta Indonesia. Namun, dimulai dari hal-hal kecil, siapa tahu suatu saat nanti, ia bisa memberikan kontribusi yang jauh lebih besar. Mengentaskan kemiskinan dengan menjadi menteri ekonomi, misalnya? Beberapa saat kemudian, Celine menelepon Indah. “Halo? Indah? Aku udah dapat bahan artikel. Besok kita ketemu ya, Bye!�

79


Indonesia: Bangkit? Faraena Bibyna Fakultas Ilmu Komputer

Banggakah Anda menjadi bangsa Indonesia? Jika pertanyaan ini dilontarkan puluhan tahun silam, mungkin seseorang dari kita akan menjawab ‘Ya!’ dengan tegas dan penuh rasa bangga. Namun, saat ini, apakah kita masih akan mendapatkan respon yang sama? Setelah saya coba tanyakan pada beberapa orang di sekitar saya, rata-rata dari mereka menjawab: “Hmm, wah, bagaimana ya? Bangga sih, tapi...“ Sebuah jawaban yang sebenarnya tidak mengherankan, mengingat keadaan negara kita saat ini. Carut marut, mungkin itu kata yang dapat menggambarkan situasi Indonesia saat ini. Sejak krisis moneter tahun 1998 yang melanda Asia, negara kita belum mampu bangkit dari keterpurukan. Hutang luar negeri semakin bertumpuk, mental aparat yang korup, bahkan lembaga-lembaga yang selama ini dianggap terhormat ikut melacurkan diri.. Bencana alam silih berganti melanda dan memakan korban nyawa dan materi yang tidak sedikit. Keuangan negara tercekik, pembangunan terhambat, programprogram pemerintah tak dapat berjalan maksimal karena dana yang sudah minim masih juga dikorupsi. Harga-harga melambung, lapangan kerja semakin sedikit, sementara pencari kerja terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang besar. Sementara itu, tingat pendidikan rakyat belum merata menyulitkan tenaga kerja Indonesia sulit bersaing dengan tenaga kerja asing pada era globalisasi ini. Hal tersebut mengakibatkan pengangguran bertambah, angka kemiskinan meningkat, 80


Bangkit itu Indonesia

sehingga kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin makin lebar. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kriminalitas dan kerawanan-kerawanan sosial lainnya. Hal tersebut diperparah lagi dengan lemahnya penegakan hukum. Hati kita menangis melihat putusan-putusan pengadilan terhadap keluarga pejabat dan kroni-kroninya. Walaupun, pelanggaran yang mereka lakukan secara kasat mata terlihat merugikan masyarakat dan negara, hukum seakan-akan tidak berdaya menghadapi mereka. Sering kali pengadilan terhadap mereka bagaikan opera sabun dengan skenario yang telah dibuat dari awal. Mereka dinyatakan bersalah di pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri), kemudian dibebaskan ditingkat banding atau kasasi. Lemahnya penegakan hukum ini juga mengakibatkan terjadinya eksploitasi alam secara berlebihan tanpa mempedulikan kerusakan lingkungan terjadi. Saya melihat bagaimana hutan Kalimantan yang sudah gundul, bagaimana bekas penambangan batu bara oleh kroni-kroni pejabat menjadi danau pada musim hujan dan lembah yang dalam pada musim kemarau karena bekas tambang itu tidak direklamsi, ditinggal begitu saja setelah batubaranya habis. Dari uraian di atas, sepertinya masalah bangsa ini bagaikan benang kusut yang sudah tidak jelas ujung pangkalnya, sebuah masalah memicu masalah lainnya sehingga semakin hari semakin sulit diurai. Kompleksitas masalah bangsa ini mengakibatkan sukar untuk mencari penyelesaian secara parsial, tetapi harus diselesaikan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Saya percaya bahwa setiap teka-teki memiliki pemecahan, setiap problem memiliki solusi. Namun, pertanyaannya: Maukah kita? Pertanyaan ini lalu memicu pertanyaan lainnya, mampukah kita? Dan pertanyaan terakhir adalah, bagaimana? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita harus mempunyai sebuah tujuan. Bagaimana sebenarnya wujud Indonesia yang kita inginkan, di masa depan? Jawaban ‘adil dan makmur’ seperti tertera dalam Pembukaan UUD 1945 mungkin terlalu abstrak, namun kita dapat 81


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

menjadikannya sebagai titik awal bergerak untuk menuju Indonesia yang kita impikan. Indonesia yang saya impikan adalah negeri yang penuh dengan senyuman. Apa yang dapat membuat rakyat tersenyum? Jawabannya hanya satu, kebutuhan sandang, pangan, dan papan mereka tercukupi. Bagaimana agar kebutuhan mereka tercukupi? Kebutuhan rakyat dapat tercukupi bila adanya stabilitas politik, ekonomi, dan pertahanan keamanan. Bagaimana agar terjadi stabilitas Polekhankam? Stabilitas dapat tercapai dengan penyelenggaraan negara yang tertib dan transparan, penyelenggaraan sistem peradilan yang bersih dan seadil-adilnya, perluasan lapangan kerja, pemerataan pembangunan, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas pendidikan, serta pemerataan kesempatan belajar. Kedengarannya mudah untuk diucapkan, namun pada kenyataannya semua ini sangat sulit untuk diwujudkan. Untuk memperbaiki bangsa yang sudah sakit di semua sektor ini, kita tidak dapat bertindak secara individual, tetapi harus ada gerakan secara bersama-sama dari seluruh anak bangsa. Maka, kembali kepada pertanyaan pertama, maukah kita? Dalam setiap lubuk hati kita, pasti terdapat keinginan untuk membenahi bangsa ini. Bayangan akan kejayaan di masa lalu yang banyak saya baca dalam buku-buku sejarah, misalnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, membuat nurani pedih melihat keadaan bangsa yang saya hadapi saat ini. Indonesia dahulu kala tercatat dalam sejarah sebagai negara pelopor: ASEAN, Konferensi Asia Afrika, dan Gerakan Non Blok. Indonesia yang dahulu merupakan negara yang diperhitungkan dan disegani dunia internasional saat ini tercatat sebagai negara yang tingkat korupsinya tinggi, pendapatan perkapitanya rendah, penegakan hukumnya lemah, dan masih banyak lagi predikat-predikat negatif yang ‘dianugrahkan’ kepada bangsa ini. Banyak hal yang harus diperbaiki, dan saya mempunyai tekad untuk ikut memperbaikinya agar bangsa ini dapat menjadi seperti yang saya citacitakan. Tekad inilah yang kemudian membawa saya kepada pertanyaan selanjutnya, mampukah kita? 82


Bangkit itu Indonesia

Saya akan dengan tegas menjawab, “ya, kita mampu�. Mengapa tidak? Negara ini mempunyai jumlah sumber daya manusia yang sangat besar. Mengutip sebuah artikel yang saya baca di sebuah surat kabar belum lama ini, tidak ada rumusan baku, tetapi setiap orang yang melek huruf berpotensi menjadi intelektual, apalagi yang sudah sarjana. Bayangkan sebuah universitas dengan kapasitas 9000 mahasiswa setiap angkatan. Jika paling tidak setengah dari jumlah ini berhasil lulus, universitas itu akan menghasilkan 4500 sarjana dalam satu tahun. Kita anggap rentang sebuah generasi adalah 40 tahun. Maka, jika minimal setengah dari sebuah angkatan di universitas tersebut lulus, universitas tersebut akan menghasilkan 180.000 sarjana untuk setiap generasi. Jumlah itu baru merupakan jumlah kasar dari satu universitas. Jika kita jumlahkan semua sarjana dari seluruh universitas di Indonesia tiap generasi, lalu kita ambil asumsi optimis bahwa semua sarjana itu merupakan intelektual, berapa jumlah yang kita dapat? Banyak. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya prestasi putra-putri Indonesia di kancah internasional dalam bidang akademis. Dengan banyaknya kaum intelektual di negara ini, mengapa negeri ini belum bangkit? Kembali pada masalah awal, masalah kemauan. Jadi, sebenarnya kita mampu, tetapi belum mau. Selain itu, seringkali aktivis-aktivis mahasiswa bagaikan hilang ditelan bumi. Pada saat para aktivis tersebut memasuki dunia politik mereka lupa diri dan terbawa arus. Seandainya saja semua orang konsisten dengan perjuangannya pada saat masih menjadi mahasiswa dan berani untuk berkata: “Ya, saya mau.� Namun, sayang sekali, sebuah bangsa tidak bisa bangkit hanya dengan kemauan. Kita memerlukan tindakan nyata, yang kemudian menggiring kita ke pertanyaan ketiga: bagaimana? Bagaimana caranya agar bangsa ini dapat bangkit? Apa kontribusi yang dapat kita berikan? Seperti yang saya katakan sebelumnya, untuk memperbaiki bangsa yang sudah sakit di semua sektor ini, kita tidak dapat bertindak secara 83


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

individual, tetapi harus ada gerakan secara bersama-sama dari seluruh anak bangsa.. Namun, tentu saja, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang mempunyai kontribusi yang berbeda-beda. Kontribusi yang kita berikan harus kita sesuaikan dengan kemampuan dan bidang kita masing-masing. Kontribusi yang dapat saya berikan untuk mewujudkan cita-cita saya akan bangsa ini adalah dengan membagi ilmu saya kepada orang lain. Oleh karena itu, saya bercita-cita menemukan sebuah penemuan yang dapat mengangkat nama bangsa dan membantu rakyat. Terus terang, sampai sekarang saya belum mempunyai bayangan mengenai apa penemuan itu, karena ilmu yang saya miliki masih sangat terbatas dan sedikit. Oleh karena itu, saya bertekad akan belajar keras dan mengejar ilmu sebanyak mungkin agar dapat mewujudkan cita-cita saya ini. Setelah semua pertanyaan ini terjawab, saya yakin masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul dalam hati kita. Tetapi, untuk sementara waktu, biarlah waktu yang menjawabnya. Yang harus kita lakukan saat ini adalah melakukan apa yang dapat kita lakukan untuk bangsa ini. Kita harus bertekad untuk mengembalikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang patut kita banggakan. Sehingga suatu saat nanti, ketika pertanyaan pada awal tulisan ini kembali terlontar, kita, anak-anak kita, bahkan cucu-cucu kita di masa depan dapat menjawab dengan kepala tegak dan dada membusung, menceritakan betapa mereka merasa bangga menjadi bangsa Indonesia. Kunci dari semua itu adalah mulai dari diri sendiri, mulai saat ini untuk menjadi manusia Indonesia yang sadar hukum, taat hukum, peduli lingkungan dan menolak semua praktik-praktik korupsi. Bangkit Indonesia!

84


Indonesia Sebelum, Sekarang, dan Setelah Aisyah Iadha Nuraaini Fakultas Teknik

Tiga ratus lima puluh tahun di telapak kaki penjajah Tiga setengah tahun hanya mampu berharap Tujuh belas delapan empat lima tegak berdiri Indonesia merdeka Satu dua satu dua Tertatih berjalan Jatuh bangun berlari Mengejar mimpi Indonesia gemah ripah loh jinawi Pendidikan seperti udara Dihirup berkali-kali Tak masalah Senyum di sana-sini Ramah berbudi Cerdas mengukir prestasi Untuk kehidupan kini dan nanti Kubuka buku Dan kulakukan yang kubisa Mengajak bibit-bibit bangsa Memandang cerahnya cahaya harapan

85


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Namun, Mata terbuka Mimpi belum nyata Roh pendidikan ke mana perginya Tubuh terbelit hutang negara Korupsi mencengkram jiwa Tatap mimpimu Indonesia Bergetaran rasa jiwa Dalam doa membahana Merasuklah roh pendidikan Kekuatan penuh! Putuslah belitan Lemahlah cengkeraman Bangkitlah wahai anak bangsa yang menangis Dan kau bisa!

86


Kemarau di Hati Pak Muklis Neti Triwinati Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

“Bapak… “ Lirih Abi siang itu kepada bapaknya. Logat jawa tulen terdengar jelas dari nada bicara bocah tujuh tahun itu. “Hemmm... ” Yang dipanggil hanya berdehem kuat, sambil terus mengayuh sepeda tuanya. Mereka berdua baru saja pulang dari kantor kecamatan, mengurus kartu miskin untuk keperluan berobat Asih, adik Abi. “Tadi Abi lihat di tipi, banyak yang sedang kena demam berdarah.” Lanjut Abi dari boncengan sepeda. Tangan mungilnya melingkar erat di pinggang sang bapak. “Terus kenapa tho, Bi…? Wong sudah musimnya, no…?” Pak Muklis menanggapi dengan sabar. Peluh bercucuran dari dahinya yang hitam legam. Merefleksikan sosok pekerja keras yang setiap hari terguyur sinar matahari -dia kuli angkut-. Kata tipinya, mereka ndak berobat ke puskesmas, ndak punya duit..,” cerocos Abi, “ kalo gitu kan bahaya tho Pak… Mereka bisa mati.” “Hehehe…” Sang bapak terkekeh, tidak menyangka pikiran anaknya ‘sampai ke situ juga’. “Hidup mati itu urusan Gusti Alloh, Le.. Kita ndak bisa ngatur. Mungkin itu sudah takdirnya.” Pria kurus itu tetap mengayuh. “Kalau Puskesmasnya ndak mahal ya pasti ndak gitu.. Abi jadi ingat waktu kemarin ke Puskesmas.. Kita hampir ndak dilayani kan Pak…?”

87


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

“Sebenarnya siapa tho, yang membuat semuanya jadi mahal? Kan banyak temen Abi ndak bisa berobat,” Abi terkenang Surip, teman sekolahnya, yang terpaksa bertahan dengan batuk rejan bersarang padanya selama lebih dari setahun. Badan Surip yang kurus kering terlukis jelas di pelupuk mata bocah itu. “ Kenapa Pak Presiden ndak mbayarin saja? Duitnya kan banyak. Atau itu... orang-orang yang suka pakai dasi dan setelan. Anu… yang sering muncul di tipi lho. Pak..” Abi terus melancarkan pertanyaan yang muncul di benaknya. ki…”

“Weh… Le, kamu haus? Gimana kalau berhenti dulu? Bapak lapar,

Terik matahari memanggang kota Yogyakarta, kota sang Sultan Hamengku Buwono yang penuh dengan legenda.Di bawah pohon Tamarindus indica tua yang rindang, Bapak dan anak itu meneguk air putih dari botol air mineral bekas. Perjalanan dari desa Wangon ke pusat kecamatan tak urung membuat Pak Muklis yang telah paruh baya kelelahan. Dari tas kumalnya, Bapak tua itu mengeluarkan beberapa potong pisang goreng, bekal dari istrinya. Agar Abi tak kelaparan, katanya. Abi menyela, ”Bapak kok belum jawab pertanyaan Abi, tho Pak…” Ia teringat kembali percakapan dengan bapaknya tadi. lekat.

Pak Muklis tersenyum, ditatapnya mata jernih Abi, dalam dan

“Yang membuat keadaan jadi gitu ya bukan siapa-siapa, le.. Ndak ada yang bisa disalahkan sepenuhnya. Terlalu rumit kalau mencari-cari siapa yang harus bertanggung jawab.” Dengan kata sesederhana mungkin, sang bapak mencoba membuat Abi mengerti, memenuhi dahaga anaknya akan keingintahuan. “Kesalahan mungkin saja terletak pada sistem,” ucapnya. Perkataan Pak Muklis terhenti ketika melihat Abi hanya termangu, diam menatap mata bapaknya. Tak mengerti, pikirnya. 88


Bangkit itu Indonesia

“Begini, contohnya, Abi sedang belajar untuk tes berhitung esok hari. Tiba-tiba listriknya padam. Abi mendapat nilai jelek karena ndak belajar. Perasaan Abi gimana?”

“Kecewa.. Emmm… marah juga tho Pak..” tukas Abi.

Bapaknya hanya tersenyum, “siapa yang Abi salahkan? Pasti ndak mau nyalahin diri sendiri kan..?” “Ya PLN-nya Pak, kan Abi lagi belajar, kok malah listriknya padam.” Abi menyahut sekenanya. “PLN memadamkan listrik kan punya alasan khusus, ada kerusakan, misalnya. Pasti untuk kebaikan kita, Bi.” Pak Muklis menanggapi. “Ooo… Berarti bu Guru, Pak. Kan Abi belum belajar, eh, tetap tes berhitung..” sahut Abi mencari alasan lain. “Ya ndak gitu, Le… Nanti kasihan temen-temen kamu yang sudah belajar.” Sang Bapak tetap menyanggah. Abi sedang berusaha mencari jawaban yang mungkin, sampai bapaknya berkata pelan,” Sekarang Abi sudah ngerti kan, Tidak ada yang bisa disalahkan seutuhnya, semua saling berkaitan.”

“Iya Pak, Abi mulai paham.” Sahutnya pendek.

“Kalau Abi besok gede, Abi ingin jadi menteri kesehatan. Terus, Abi mau mbangun rumah sakit, biar orang-orang bisa berobat gratis! Obatnya juga akan Abi buat murah!” Seru Abi bersemangat. Sang Bapak terperangah mendengar ucapan anak sulungnya, tak menyangka ia mempunyai mimpi setinggi itu. “Abi pasti akan mengubah yang namanya…. Apa tadi Pak…? Sistem? Iya, itu. Abi pasti bisa. Biar Indonesia jadi negara maju!” Abi melanjutkan kata-katanya. Tetap dalam semangat yang tadi. “Amin…” Pak Muklis hanya dapat mengamini tiap kata yang keluar dari mulut Abi. 89


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Ia hanya dapat tersenyum getir menghadapi kenyataan dan nasibnya. Bahkan untuk makan besok pagi pun belum tentu ada yang dapat dimasak, bagaimana seorang kuli angkut renta seperti dia mampu mengisi gelas harapan anak laki-lakinya? Harapan untuk mengubah sistem yang ada di Indonesia? Harapan untuk menjadikan Indonesia lebih baik di masa yang akan datang? “Ah… Anak sekecil ini…” batinnya, “Abi, sudah sore.. Nanti Emak cemas. Pulang yuk. Le..!” Pak Muklis beranjak dari tempatnya duduk sambil menyeka air mata. Entah airmata sedih atau bangga.

“Nggih, Pak.” Senyum Abi masih mengembang.

Sepanjang perjalanan, Abi tak henti-hentinya bercerita tentang mimpi-mimpinya, tentang harapannya di masa depan. Tentang Indonesia ketika ia menjadi menteri kesehatan kelak. Senja itu, sebatang pohon Tamarindus indica tua telah menjadi saksi mimpi sesosok bocah tujuh tahun yang berambisi mengugah sistem di tanah tercintanya, menuju kehidupan yang lebih baik. Kehidupan penuh kedamaian dan kemakmuran di bentang Indonesia, rangkaian manikam zamrud khatulistiwa. Sungguh harapan Pak Muklis untuk anak laki-lakinya melebihi cacah bintang gemintang di langit-Nya. Hatinya perih. Namun tetap tegar. Dia yakin banyak Pak Muklis-Pak Muklis lain di luar sana. Daun Jati di tepi jalan yang kering berdebu meranggas berguguran, menandakan kerasnya musim kemarau tahun ini, sekeras hidup yang harus dijalani Pak Muklis.

90


Masa Depan Indonesia adalah Helai-Helai Buku R A Maryam Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Apa yang ada di benak Anda ketika harus menjawab pertanyaan, “Bagaimana Indonesia di masa depan?” Tiap kepala punya jawaban berbeda antara optimis, pesimis, atau mungkin apatis. Orang optimis akan menjawab, “Indonesia di masa depan adalah Indonesia yang lebih baik dari sekarang. Maju, demokratis, bersih dari korupsi, damai dan sejahtera. Diperlukan sumber daya manusia berkualitas dan berwawasan luas untuk menunjang dan mendorong harapan tersebut”. “kotak”.

Berbeda halnya dengan orang pesimis yang selalu berpikir di dalam Juga para apatis yang berpikiran individualis, acuh tak acuh.

Banyak sumber menyebutkan, sumber daya manusia berkualitas di Indonesia belum maksimal. Salah satu penyebabnya adalah biaya pendidikan yang tidak murah. Padahal, untuk memperoleh sumber daya manusia berkualitas yang berwawasan luas tidak harus selalu lewat mengenyam pendidikan formal. Wawasan atau pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai pengalaman hidup ataupun lewat membaca. Sayangnya, minat baca masyarakat Indonesia tergolong rendah. I Gusti Ngurah Phartama, S.S., M.Hum, dosen Fakultas Sastra Universitas Udayana, Bali mengatakan “Jangankan untuk meningkatkan minat baca, daya beli masyarakat terhadap buku saja sudah menurun. Selain itu kebiasaan membaca juga tidak menjadi tradisi dalam masyarakat kita. Masyarakat masih lebih memilih mengobrol dan menonton televisi untuk mendapatkan suatu informasi.” Kondisi tersebut tentu sangat 91


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

memprihatinkan. Indonesia akan kalah bersaing dengan minat baca yang tidak optimal. Riset mengenai minat baca yang dilakukan sebuah lembaga di Inggris terhadap responden di beberapa negara memperlihatkan grafik mengejutkan. Orang India menempati posisi teratas dari 30 ribu responden berusia 13 tahun ke atas pada 30 negara untuk hal membaca buku. Mereka rata-rata menghabiskan waktu 10,7 jam per minggu dan melebihi 4,2 jam rata-rata global serta mengalahkan orang Inggris yang hanya menghabiskan waktu 5,3 jam per minggunya. Sementara orang Inggris menghabiskan waktu 18 jam per minggu untuk menonton televisi dan India menempati posisi keempat terbawah untuk urusan menonton. Hasilnya, kini India menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru di Asia dan siap bersaing berkat kualitas sumber daya manusianya dengan negara-negara maju di Asia atau bahkan di dunia. Di tengah daya beli masyarakat terhadap buku yang semakin menurun, perpustakaan seharusnya menjadi solusi untuk menyalurkan minat baca masyarakat. Perpustakaan seharusnya menjadi sumber ilmu yang terjangkau masyarakat dari berbagai lapisan serta menyenangkan untuk dikunjungi. Namun, keberadaan perpustakaan sendiri kurang mendapat perhatian berbagai pihak. Jika semua pihak, tidak hanya pemerintah, serius dalam menangani rendahnya minat baca di Indonesia, mereka seharusnya lebih memberdayakan keberadaan perpustakaan sebagai salah satu solusi untuk mencerdaskan bangsa. Kepala Perpustakaan Nasional, Dady P Rachmananta, mengatakan Indonesia belum pada tahap budaya membaca, tapi baru pada tahap menumbuhkan minat baca. “Itu menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia masih rendah,� ungkapnya. Untuk itu, menurutnya yang perlu dilakukan saat ini adalah gerakan membaca yang diwujudkan lewat optimalisasi peran perpustakaan di daerah-daerah di Indonesia. Namun demikian, pihaknya juga mengakui bahwa pengelolaan Perpustakaan di daerah-daerah di Indonesia belum optimal karena masih menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah atas UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang 92


Bangkit itu Indonesia

perpustakaan. Hal tersebut merupakan fakta yang sangat ironis. Belum terbitnya UU tentang perpustakaan menjadi jawaban mengapa pengelolaan perpustakaan di daerah-daerah selama ini tidak optimal. Memang, UU merupakan dasar penting dalam mengambil suatu kebijakan di negara ini. Tetapi hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mengelola perpustakaan dengan baik. Hal tersebut menjadi potret nyata betapa keberadaan perpustakaan tidak mendapat perhatian serius. Kondisi perpustakaan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Dari seluruh perpustakaan yang ada di Indonesia, 90 % di antaranya belum memiliki infrastruktur lengkap dalam hal sumber daya manusia, anggaran, maupun sarana dan prasarana. Kondisi memprihatinkan ini terlihat jelas pada jumlah judul dan eksemplar yang masih terbatas, penataan interior, pencahayaan perpustakaan yang tidak nyaman, serta kurangnya visi pustakawan untuk menarik pengunjung sehingga terkesan tidak ramah kepada pengunjung perpustakaan. Perpustakaan mampu menjawab tantangan untuk mencerdaskan bangsa tanpa harus kembali membebani masyarakat dengan biaya mahal. Sayangnya, pemerintah kurang melihat potensi ini. Memang, himbauan pemerintah kepada masyarakat untuk lebih memanfaatkan perpustakaan telah disampaikan. Namun, seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, itu hanya seperti angin lalu saja yang kini bahkan tak lagi berhembus. Perpustakaan sering terabaikan bahkan oleh masyarakat itu sendiri. Perpustakaan kini pada umumnya terkesan tak tersusun dengan baik, buku–bukunya tidak dirawat sehingga mudah rusak, serta kurang up to date. Hal inilah yang harus mendapat perhatian. Sistem perpustakaan di seluruh Indonesia harus diperbaharui menjadi lebih modern sesuai dengan perkembangan teknologi informasi di dunia, seperti perpustakaan di negara-negara maju lainnya. Pembenahan tata ruang, penyimpanan bukubuku, sistem keanggotaan, promosi, dan lain sebagainya juga merupakan beberapa hal penting yang harus dibenahi agar masyarakat menjadikan 93


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

perpustakaan sebagai sumber ilmu yang mudah diakses. Perkembangan zaman yang pesat seharusnya semakin mampu menunjang perkembangan perpustakaan di Indonesia. Tidak ada salahnya pula meniru sistem perpustakaan di negara-negara maju seperti Jepang. Bidang keilmuan perpustakaan kini pun telah terselenggara. Kini, yang paling penting adalah niat bersama untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Masyarakat Indonesia di masa depan adalah masyarakat cerdas dan kritis yang gemar membaca dan dekat dengan perpustakaan. Kedepannya, perpustakaan tidak lagi terkesan membosankan untuk dikunjungi. Masyarakat akan selalu merasa haus ilmu pengetahuan, sehingga perpustakaan menjadi salah satu tempat rutin yang mereka kunjungi. Pengetahuan menjadi salah satu kebutuhan utama mereka, membaca akan menjadi kegiatan favorit untu mengisi waktu luang. Untuk mewujudkan hal tersebut, kontribusi yang akan saya lakukan adalah memperbaharui sistem perpustakaan di Indonesia menjadi lebih modern sesuai dengan perkembangan teknologi informasi di dunia serta merancang strategi untuk membentuk perpustakaan menjadi sumber ilmu yang berkualitas, mudah diakses dan menyenangkan. Kemudahan untuk mengakses, fasilitas-fasilitas penunjang, promosi kepada masyarakat, kelengkapan koleksi buku serta kualitasnya adalah hal penting yang menurut saya harus dibenahi. Sehingga Indonesia menjadi bangsa maju karena masyarakatnya gemar membaca.

94


Pendidikan, Tonggak Awal Kebangkitan Bangsa Nadya Naviska Fakultas Ilmu Keperawatan

Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kelebihan. Tuhan memberikan Indonesia berbagai macam berkah yang tersebar di seantero negeri ini. Tanah yang subur, pemandangan yang indah, berbagai macam suku bangsa dengan masing-masing budayanya yang membuat Indonesia semakin beragam. Namun, dengan semua kelebihan itu Indonesia tidak lantas menjadi negara yang maju. Sejak beberapa waktu lalu, hingga saat ini Indonesia tetap menjadi negara berkembang, terus berkembang, dan entah kapan akan menjadi negara maju. Terlalu banyak kendala yang harus dihadapi bangsa ini untuk berubah menjadi negara maju. Salah satunya adalah masalah dalam bidang pendidikan. Pendidikan di Indonesia, merupakan hal yang tidak banyak disadari manfaaatnya oleh penduduk Indonesia. Penduduk Indonesia dengan tingkat SDM yang rendah menjadi salah satu alasan mengapa sebagian besar orang Indonesia tidak ‘tertarik’ untuk menuntut ilmu. Dan rendahnya tingkat pendidikan itu pula yang pada akhirnya menyebabkan SDM Indonesia semakin rendah. Saat ini, dengan jelas dapat kita lihat bahwa tidak sedikit anakanak usia sekolah yang justru malah berkeliaran di jalan pada saat jam-jam sekolah. Ada yang mengamen, menjadi pedagang asongan, atau bahkan menjadi seorang pengemis. Ironisnya, rata-rata dari anak-anak itu mengaku bahwa mereka melakukan pekerjaan itu karena perintah orang tuanya. Orang tua yang seharusnya membimbing mereka, menyekolahkan mereka, ternyata malah memerintahkan mereka untuk bekerja. Padahal mereka masih dibawah umur, masa-masa yang sebenarnya belum pantas untuk bekerja. Mereka juga membutuhkan pendidikan. Sayangnya orangtua mereka seperti tidak menyadari atau bahkan tidak tahu tentang adanya 95


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

anjuran pemerintah tentang wajib belajar 9 tahun. Sebenarnya menurut saya, wajib belajar 9 tahun itu masih jauh dari harapan. Seharusnya kewajiban untuk belajar tidak berhenti hanya sampai 9 tahun. Tidak hanya berhenti sampai jenjang SMP. Namun anjuran wajib belajar yang hanya sampai jenjang SMP itu pun banyak tidak diikuti oleh masyarakat. Jika keadaan pendidikan Indonesia tetap terus seperti ini, bukan tidak mungkin Indonesia akan mengalami keterpurukan berkepanjangan. Para generasi muda yang membutuhkan pendidikan justru tidak dapat mendapatkannya. Selain kurangnya kesadaran para orang tua, mahalnya harga pendidikan juga menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat Indonesia enggan menyekolahkan anak-anak mereka. Sebagian besar dari mereka hanya disekolahkan hingga jenjang SD. Rakyat yang sebagian besar memiliki ekonomi menengah kebawah, memilih menyuruh anak-anak mereka untuk bekerja selepas lulus SD, agar bisa membantu ekonomi keluarga. Padahal keadaan bangsa Indonesia di masa depan ditentukan oleh generasi mudanya. Indonesia di masa depan tidak seharusnya tetap dalam keadaan seperti ini. Indonesia harus bisa memajukan semua aspek yang dapat mengharumkan nama bangsa di dunia Internasional, dan terutama harus bisa bangkit dari keterpurukan. Menjadi Indonesia yang memiliki SDM yang baik (karena masyarakatnya sudah menyadari pentingnya pendidikan) dan dapat mengolah SDA yang diberikan Tuhan dengan sebaik-baiknya. Masyarakat Indonesia juga bisa bangkit dari kemiskinan yang sudah sekian lama melanda bangsa ini. Semua harapan tentang Indonesia di masa depan, dapat diawali dengan menghargai dan menyadari pentingnya pendidikan. Pendidikan menjadi tonggak awal kebangkitan bangsa ini. Saya sebagai salah satu generasi muda yang memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu sampai jenjang universitas, merasa memiliki tanggung jawab juga untuk menyadarkan masyarakat untuk memahami pentingnya pendidikan. Dan kontribusi yang akan saya berikan pada bangsa ini adalah dengan mencoba memberikan suatu gambaran yang konkret bahwa kesuksesan dapat diraih dengan diawali dari menuntut ilmu. 96



“Selama dunia tempat kita hidup dikuasai oleh modal, kita harus memastikan bahwa kita tidak memiliki kebencian yang dalam pada kapitalisme. Ini menyangkut negeri kita yang dibuka untuk kegiatan ekonomi asing sejauh mungkin -selalu dengan syarat tidak merusak kesejahteraan rakyat kita. Begitu pula dengan masuknya orang asing ke negeri kita.� Sutan Sjahrir



Aku Ingin Indonesia Berwarna Arditama Nusantara Putra Fakultas Ekonomi

Aku ingin Indonesia itu hijau, Pepohonan tertanam dimana-mana, Tak ada lagi penebangan hutan yang merajalela. Aku ingin Indonesia itu biru, Langit tampak indah, tak terlihat lagi ada asap hitam yang mengangkasa. Lautan pun tampak jernih, tak terlihat lagi ada limbah berbahaya. Aku ingin Indonesia itu kuning, Bulir padi bertebaran di mana-mana, Rakyat kecil pun tidak mengemis walaupun hanya untuk sesuap nasi. Aku ingin Indonesia itu emas Kembali ke masa kejayaannya, Menjadi pemimpin bagi bangsa lain, Dengan perekonomiannya yang sehat dan stabil. Aku ingin Indonesia itu putih, Keadilan dan kejujuran dijunjung tinggi, Para pejabat bekerja dengan hati nurani Para koruptor tidak bermunculan lagi, Para penegak keadilan pun enggan diberikan amplop terima kasih.

100


Bangkit itu Indonesia

Aku ingin Indonesia itu merah, Semangat yang membara terpancar kembali dalam diri setiap insan, Semangat untuk mengubah keadaan bangsa, Semangat untuk bangkit dari keterpurukan, Semangat untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih berwarna

101


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Indonesia 2030: Memotret Masa Depan Indonesia Agungsyah Pratama Putra Fakultas Ekonomi

Pernahkah anda membayangkan dua dasawarsa lagi Indonesia akan masuk dalam lima besar kekuatan ekonomi dunia. Posisi Indonesia pada tahun 2030 nanti hanya akan berada di bawah Cina, India, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Lantas, dimana posisi negara-negara maju di kawasan Australia, Amerika Latin, dan Jepang? Akan terlewati. Dengan masuk ke dalam jajaran kekuatan ekonomi terbesar itu, setiap penduduk negeri ini bakal menikmati pendapatan US$ 18 ribu per tahun. Imbasnya, kemakmuran merata yang berdampak pada membaiknya kualitas hidup masyarakat. Peringkat Human Development Index (HDI) pun melesat di angka 30. Kemudian, pengusaha-pengusaha Indonesia tidak lagi menjadi pemain-pemain lokal saja, namun sudah masuk ke dalam persaingan sengit di tingkat global. Setidaknya, akan ada 30 perusahaan Indonesia yang masuk dalam daftar world class companies di Fortune 500 Companies. Tidak itu saja, PDB (Produk Domestic Bruto) kita akan mencapai US$ 5,1 triliun, lebih dari sepuluh kali lipat PDB Indonesia saat ini. Hanya saja agar semua kondisi itu dapat diraih ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, ekonomi harus dijalankan dengan berbasiskan keseimbangan pasar terbuka didukung birokrasi yang efektif. Implikasinya, pondasi ekonomi bangsa yang dibangun oleh founding fathers, yaitu kekeluargaan sudah tidak up to date lagi. Kedua, perlu adanya pembangunan sumber daya alam, pembangunan manusia, peningkatan modal, serta penguasaan teknologi yang berkualitas dan berkelanjutan. Sumber daya manusia yang tidak memiliki cukup keahlian akan tersingkir, digantikan oleh mesin-mesin pintar. Semuanya serba modern. Syarat ketiga, perekonomian nasional mesti terintegrasi dengan lingkungan 102


Bangkit itu Indonesia

global. Karena itu, mau tidak mau Indonesia harus turut serta dalam blokblok ekonomi dunia. Menilik ini semua saya mendahuluinya dengan diagnosa terhadap kunci masalah ekonomi yang berhubungan dengan pengangguran, kemiskinan, menurunnya daya saing investasi, perbaikan iklim berusaha,dan kebangkitan sektor riil. Dari sini menurut saya terdapat tiga misi utama yang harus diwujudkan, yaitu menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 7% per tahun, meningkatkan daya tarik investasi dan daya saing bangsa, serta menciptakan lapangan kerja sekaligus menurunkan angka kemiskinan. Cara mengimplementasikan ketiga misi tersebut dilakukan melalui restrukturisasi total industri nasional, reorientasi arah kebijakan ekspor bahan mentah, dan penataan ulang tata niaga pasar dalam negeri yang difokouskan pada 10 klaster industri unggulan. Namun, menurut saya implementasi tersebut hendaknya tidak serta merta melupakan bidang pendidikan. Salah satu indikator majunya pendidikan adalah rasio sarjana dan ilmuwan. Untuk itu, hal yang harus dilakukan adalah memastikan angka masuk pendidikan dasar di atas 70%. Puncaknya rasio pemuda usia kuliah (antara 17-24 tahun) mesti dipatok di atas 40%, 20 kali lipat dari rasio mahasiswa sekarang yang hanya 2%. Sebagai contoh, adalah keberhasilan Bill Gates dan pemerintah India dalam mengembangkan teknologi tingkat lanjut (advance technology) adalah terpenuhinya ribuan sarjana dan ilmuwan yang mendedikasikan diri mereka untuk pengembangan teknologi bangsa mereka. Bill Gates dan pemerintah India adalah representasi spirit wirausaha (entrepreneurship) dan kepemimpinan (leadership). Kombinasi kedua hal itu terbukti mampu mengakselerasi pembangunan industri hingga ke titik puncak. Di tataran regional, Singapura dan Malaysia telah membuktikan keampuhan kombinasi ini. Berbagai kajian menegaskan bahwa negaranegara yang angka pertumbuhannya tinggi adalah mereka yang mempunyai warga terdidik yang mampu mengaplikasikan ilmunya untuk produksi barang dan jasa. 103


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Meskipun Indonesia punya kesempatan untuk semakin berkembang, kita tidak boleh melupakan berbagai ancaman yang bisa melemahkan perkembangan itu. Secara internal Indonesia dihadapkan pada persoalan politik dan sumber daya manusia yang lemah. Sedangkan secara eksternal, kekuatan-kekuatan pendorong seperti semakin derasnya arus globalisasi, ancaman keamanan, sumber daya alam yang semakin berkurang. Berikut adalah kekuatan-kekuatan utama yang mengancam kehidupan 2030: 1. Perkembangan arus globalisasi sehingga berpotensi tidak terkontrol. 2. Pertumbuhan populasi. 3. Peningkatan permintaan bahan bakar minyak bumi. 4. Kesenjangan antara negara maju dan negara dunia ketiga yang semakin melebar. 5. Arus urbanisasi dari negara dunia ketiga ke negara maju yang semakin menigkat. 6. Semakin melemahnya system ekologi dunia akibat pemanasan global dan perubahan iklim. 7. Meningkatnya angka negara-negara gagal (tidak berfungsi memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya). 8. Menigkatnya ancaman terorisme. 9. Meningkatnya angka penetrasi internet dan telekomunikasi global. 10. Menigkatnya pembangunan energi yang terbarukan. 11. Meningkatnya ancaman wabah penyakit global yang disebabkan oleh resistensi virus terhadap anti-biotik yang berasal dari negara dunia ketiga. 12. Kesenjangan antara negara-negara barat dengan dunia Islam. 13. Negara-negara pengekspor minyak akan beralih dari penggunaan mata uang Dollar ke Euro. 14. Debit air bersih dan sumber daya alam lain akan semakin menipis. 15. Meningkatnya pertumbuhan budaya konsumerisme. 104


Bangkit itu Indonesia

16. Menigkatnya penggunaan senjata pemusnah massal yang mengancam masyarakat global dan stabilitas ekonomi. 17. Meningkatnya rasa tidak percaya masyarakat terhadap politisi dan tokoh ekonomi. 18. Meningkatnya rasa tidak aman karena memburuknya ekonomi dan demoralisasi masyarakat. 19. Kekhawatiran bahwa masa depan lebih buruk dari pada masa lalu dan sekarang. Untuk mewujudkan itu semua membutuhkan kontribusi yang berarti dari segala pihak. Dan saya sebagai salah satunya akan memberikan kontribusi setidaknya yang sesuai dengan bidang yang saya tekuni nanti yaitu ekonomi. Gerbang pertama sudah saya lalui yaitu dengan masuk universitas terbaik di negeri ini untuk menimba ilmu dan jadi manusia berguna bagi bangsa Indonesia Saya berharap semoga semua syarat untuk mencapai kondisi tersebut yaitu menjadikan Indonesia lebih baik dari saat ini dapat tercapai dan bukan impian belaka. Bangkitlah Indonesia!!!

105


Indonesia Sejahtera Tanpa Koruptor Agus Siswanta Fakultas Teknik

Penyebab utama kemiskinan adalah korupsi. Setiap tahun terjadi kerugian besar, bahkan mencapai miliaran Dollar Amerika di seluruh dunia karena korupsi. Pemborosan akibat korupsi lebih dari sekadar pemborosan sumber daya alam. Sebab, korupsi, khususnya di Indonesia, merusak perekonomian lokal dan memberi dampak berupa demoralisasi pada masyarakat. Korupsi bahkan bisa memicu pecahnya perang saudara dan kekacauan sosial. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah telah dieksploitasi tanpa batas dari tahun ke tahun dan telah meninggalkan lahan-lahan tandus yang tak terurus.. Indonesia yang makmur dan kaya akan sumber daya alam tidak membuat rakyat menjadi sejahtera, tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga di seluruh pelosok negeri, karena distribusi kekayaan yang tidak adil. Korupsi adalah sumber ketidakadilan tersebut. Kini korupsi itu semakin merajalela di negara kita. Berbagai media massa, baik media cetak maupun elektronik, telah memaparkan berita tentang kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara. Bahkan yang lebih parah lagi penegak hukum, yang tugasnya adalah menjaga keadilan, juga terlibat dalam kasus suap. Namun demikian, merupakan hal yang lebih besar dan lebih berbahaya kalau koruptor sudah tidak mengetahui lagi apakah perbuatan itu termasuk korupsi atau tidak. Ini yang disebut pikiran yang sudah terkorupsi. Sungguh menyedihkan melihat bagitu parahnya korupsi di Indonesia telah membudaya. Tak hanya dari DPR Pusat ataupun Daerah, Gubernur, Walikota/Bupati, sampai Lurah/Kepala Desa pun tak mau ketinggalan. Jika kita lihat ke belakang, mengapa korupsi demikian merajalela di Indonesia 106


Bangkit itu Indonesia

disebabkan antara lain oleh faktor. Pertama, terlalu lama bangsa Indonesia dipimpin oleh pemerintahan penjajah. Selama 350 tahun Belanda menjajah negeri ini dengan sistem pemerintahan yang membodohi rakyat. Bahkan, dalam sejarah penjajahan terhadap Indonesia, Belanda pun melakukan korupsi yang mengakibatkan bangkrutnya VOC. Warisan ini, menurut saya, menyebabkan mental Bangsa yang opportunist. Tak peduli pada kepentingan bangsa dan masyarakat, yang mereka pikirkan hanyalah diri sendiri walaupun untuk itu harus merugikan orang lain bahkan negara. Kedua, masih rendahnya kualitas pendidikan masyarakat Indonesia, sehingga tidak dapat berbuat banyak ketika korupsi merajalela dan menggerogoti. Sementara itu, mereka yang berpendidikan tinggi dan menduduki jabatan cenderung untuk membodohi rakyat demi keuntungan sendiri. Jelas hal ini berdampak pada kesadaran masyarakat Indonesia yang rendah. Sehingga demonstrasi, protes dan berkoar-koar hanya dikarenakan mereka tidak mendapat bagian dari uang korupsi tersebut. Ketika mereka mendapatkan, maka diamlah mereka seribu bahasa. Bangsa Indonesia mencapai peringkat ketiga korupsi di Asia. Banyak sudah aset-aset negara kita yang hilang akibat korupsi. Hebatnya, koruptor-koruptor tersebut lari ke negara lain. Bahkan menurut hasil survei yang dilakukan oleh orang Singapura yang bernama Merril Lynch, aset orang Indonesia yang tinggal menetap di Singapura mencapai 87 juta Dollar Amerika. Besaran ini merupakan sepertiga dari aset orang kaya di Singapura. Meskipun begitu, kita tidak boleh lengah. Kita harus berusaha untuk memberantas korupsi tersebut. Karena tugas itu bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah saja, melainkan kita semua warga negara Indonesia. Dalam usaha pemberantasan korupsi tersebut, telah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Di antaranya dengan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun tidak cukup dengan hanya seperti itu. Korupsi merupakan suatu penyakit yang mendarah daging pada 107


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

diri koruptor. Tidah mudah untuk menyembuhkan penyakut tersebut Dalam usaha yang lebih konkrit lagi kita perlu mencontoh negara Republik Rakyat China yang mampu mencapai kegemilangan ekonomi. Hal ini dikarenakan pemimpinnya mempunyai kemampuan untuk menegakkan hukum lebih terbuka dalam pemberantasan korupsi. Media tentunya ikut membantu melalui tulisan-tulisan yang mendukung transparansi, misalnya publikasi tentang perusahaan yang masuk daftar hitam karena perkara suap, tentang aset dan pendapatan pejabat, tentang kontribusi perorangan atau perusahaan terhadap kampanye politisi. Bangsa kita perlu banyak belajar menyadari bahwa korupsi merugikan orang banyak yang telah bekerja keras dan berlaku jujur. Rakyat di negeri ini perlu diajarkan tentang akibat dari perbuatan korupsi, bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan dan membuat sengsara banyak orang. Bukan hanya sekarang, tetapi itu akan berdampak hingga ke anak cucu kita. Bangsa kita perlu membangun kehidupan sehari-hari yang berdasar pada aturan-aturan hukum dan etika yang kuat. Seandainya korupsi dapat ditekan, pemerintah akan dapat mengalokasikan dana yang dikorupsi itu untuk berbagai kebutuhan pembangunan masyarakat. Kemampuan bersaing secara global akan membaik, dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat. Sekarang bangsa Indonesia jauh tertinggal hampir dalam segala hal dari Malaysia. Padahal Malaysia pernah berguru pada Indonesia, secara khusus dalam keberhasilan menangani korupsi yang berdampak langsung pada usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah dan segenap elemen bangsa Indonesia, karena pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab seluruh unsur masyarakat juga, adalah sebagai berikut : 1. Menjatuhkan hukuman seberat-beratnya pada pelaku korupsi. Bilamana dianggap perlu, dapat meniru kebijakan negara China yang menghukum mati para koruptor. 108


Bangkit itu Indonesia

2. Membentuk lembaga khusus dan “baru� yang menangani korupsi karena sebagaimana kita tahu bahwa korupsi telah menginfeksi seluruh jaringan lembaga, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Sehingga sangat tidak efektif jika lembaga yang jelasjelas terinfeksi (bahkan termasuk tinggi tingkat korupsinya) ditunjuk untuk menangani korupsi. Hal ini telah di lakukan dengan di bentuknya KPK, namun kewenangan dan kekuatan KPK perlu di tingkatkan lagi. Selain juga perlu pengawasan yang ketat langsung oleh Presiden. Agar jangan sampai KPK nantinya juga tertular virus korupsi. 3. Meningkatkan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat, sehingga masyarakat tidak takut untuk melaporkan jika sewaktu-waktu mengetahui adanya indikasi terjadinya korupsi. Juga memperluas akses masyarakat kepada pemerintah agar penyampaian laporan masyarakat lebih efektif. 4. Meningkatkan kesadaran pada masing-masing diri kita sendiri untuk bertekad melawan perbuatan korupsi. Baik yag dilakukan oleh orang lain mau-pun oleh diri kita sendiri. Hal utama yang mengganjal gerakan pemberantasan korupsi di negara kita adalah adanya sikap skeptis masyarakat. Ada yang berkata: “Mencari uang haram saja susah, apalagi yang halal.� Mungkin nadanya berseloroh, namun ungkapan pragmatis ini populer sebagai pembenaran bagi sebagian masyarakat untuk melakukan korupsi. Kompromi seperti inilah yang dirasakan sudah sangat mengkhawatirkan. Ada pula yang mengatakan, korupsi memang merugikan perekonomian akan tetapi biaya memberantasnya jauh lebih besar dari keuntungan yang bisa diraih. Hal ini kemudian melahirkan kesimpulan bahwa melakukan gerakan pemberantasan korupsi sama saja menghambur-hamburkan uang dan belum tentu usaha itu mencapai sukses. Argumen-argumen di atas, yang bersifat permisif terhadap korupsi, merupakan penghalang gerakan pemberantasan korupsi yang perlu diwaspadai untuk suksesnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Menekan korupsi berarti membangun bangsa, dan jangan pernah kita 109


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

bersikap permisif terhadap korupsi, sebaliknya kita harus bersatu melawan korupsi. Harapan dapat memberantas korupsi secara hukum adalah mengandalkan diperlakukannya secara konsisten undang-undang tentang pemberantasan korupsi disamping ketentuan terkait yang bersifat preventif. Fokus pemberantasan korupsi juga harus menempatkan kerugian negara sebagai suatu bentuk pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi secara luas. Pemikiran dasar mencegah timbulnya kerugian keuangan negara telah dengan sendirinya mendorong agar baik dengan cara pidana atau cara perdata, mengusahakan kembalinya secara maksimal dan cepat seluruh kerugian negara yag ditim-bulkan olek praktek korupsi. Pemikiran dasar tersebut telah memberi isi serta makna pasal–pasal dalam UU pemberantasan tindak pidana korupsi. Adanya kerugian negara atau perekonomian negara menjadi unsur utama dari delik korupsi. Dengan demikian undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi tidak semata sebagai alat penegak hukum, tetapi juga penegak keadilan sosial dan ekonomi. Hal in berarti bukan semata memberi hukuman bagi mereka yang terbukti bersalah dengan hukuman yang seberat-beratnya, melainkan juga agar kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatannya dapat kembali semua dalam waktu yang tidak terlalu lama. Meskipun demikian, memberantas korupsi juga tidak sematamata bertujuan menangkap dan menahan para pelaku korupsi, tetapi bagaimana bisa membangun kultur tidak melakukan korupsi. Namun hal itu justru membutuhkan upaya yang cukup berat. Hal yang terbaik adalah membentuk masyarakat yang tidak melakukan korupsi tanpa diawasi penegak hukum. Namun, seandainya kondisi ideal itu tidak bisa dicapai, setidaknya ada sebagian masyarakat yang mempunyainya. Itulah masa depan bangsa yang harus kita pegang. Negara ini harus terbebas dari segala tindak korupsi karena dengan menekan korupsi berarti kita membangun bangsa ini. Dan hal tersebut merupakan tanggung jawab kita bersama, warga negara Indonesia. Ini semua tak lain, demi terciptanya bangsa Indonesia yang sejahtera tanpa korupsi. 110


Luka Ibu Aya Sofia Fakultas Hukum

“Elokkah ibu pertiwimu?” tanya seorang sahabat kepada ku Hati terasa bimbang, ingin menjawab ‘ya’, namun ku terdiam melihat mata para gelandangan Sampah yang berserakan diantara sungai, menangis aku dibuatnya Ingin kujawab ‘tidak’, namun ku seolah hanya menunduk di antara hamparan padi yang menguning Dan seolah aku tuli di antara burung yang berkicau riang “Tidakkah kau hanya berdiam diri?” Ingin ku sanggah, namun aku terdiam ketika ku hanya melangkahi bungkus makanan yang bertebaran di jalan Dan aku semakin membisu ketika ku lihat pengamen cilik bernyanyi di hadapanku Ketika ku akan mengangguk, aku merasa seolah pohon yang telah aku tanam di halaman rumahku, menahan anggukanku Ketika ku akan kembali mengangguk, lingkungan yang nyaman di kehidupanku menahan anggukanku

111


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Hei.. Lihatlah kawan!! Bukankah selama ini kalian tertidur di tengah jerit tangis orang kelaparan? Bukankah kalian terlalu sombong berjalan di tengah jerit tangis seorang ibu yang butuh uang untuk sekolah anaknya? Bukalah mata kalian kawan!! Berikan yang terbaik bagi ibu pertiwi yang terluka! Sembuhkanlah lukanya dengan uluran tanganmu!

112


Perjalanan Adelina Kusuma Wardhani Fakultas Kedokteran

Tertegun ku merenung Tatkala ku di rumah duka Karangan-karangan bunga berdiri bisu Memenuhi sudut ruang Menjadi saksi kepedihan Isak tangis dan kesedihan mengudara Lapangan parkir penuh sesak mobil para pelayat Mendekap, Sesak Karena kesedihan aku pergi Dalam lamunan ku berpijak Hingga tiba ku di ujung jalan Isak tangis terdengar Sedu sedan tanpa suara Dari seorang bocah telanjang Kotor dan bau Menangisi sebuah mayat Kaku dingin Tumpukan sampah memenuhi sudut jalan Dalam wanginya semerbak Mengiringi kepergian sang ayah malang Tanpa bunga Tanpa pelayat 113


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Seketika nuraniku berteriak Di manakah sang adil? Di sini Di sana Sama-sama pedih Sama-sama pilu Sama-sama ditangisi karena terbaring kaku Yang satu karena umur Ketakmampuan karena usia Yang satu karena sakit Tak ada uang tuk membeli keadilan Di manakah sang adil? Berapakah harga sang adil? Begitu langka hingga harganya melambung tinggi? Saat sampah menjadi teman gelandangan Saat kardus menjadi tempat tinggalnya Saat nasi menjadi makanan mewah Saat tawa adalah obat yang mahal Di manakah sang pahlawan? Yang kala dahulu membebaskan Memberi harap damai Hingga lagu Indonesia Raya berkumandang Dengan bangga gegap gempita Hingga “skali merdeka tetap merdeka� Mana harapan? Mana damai? Kerumunan orang mulai menghampiri Tertarik tontonan gratis Ada yang simpati Ada yang meneteskan air mata 114


Bangkit itu Indonesia

Tapi berapakah yang peduli? Seketika ku berlari Menguatkan diri ku menghampiri sang bocah Dalam hardikan diri ku usir rasa takut Dalam asa ku minta tolong Berteriak memohon kepedulian Bilakah kau ada di sana, Akankah kau menolong? Akankah kau diam terisak? Ataukah kau kan ikut membantu? Sendirian, aku tak bisa Sendirian aku tak mampu Tapi... Ya, aku peduli! Ya, aku pahlawan! Aku berani Dan aku mau Demi hadirnya setitik harap Demi hadirnya setetes damai Demi keadilan Demi bocah-bocah telanjang Demi sang ayah malang Dan demi INDONESIA

115


Sejenak di New Jakarta Monika Paramitha Fakultas Psikologi

Berbeda dengan teman-temanku, bagiku tanggal 21 Juni bukanlah tanggal yang kunanti-nantikan. Bagiku, tanggal 21 Juni hanyalah hari biasa di tahun 2008. Tentu saja aku tahu kalau di hari itu hasil Ujian Masuk Bersama akan diumumkan. Tapi peduli apa aku! Satu-satunya alasan aku mengikuti ujian menyebalkan itu adalah ibuku. Profesinya sebagai dosen di fakultas Psikologi sepertinya meracuni pikirannya dengan angan-angan bahwa aku akan masuk Universitas Indonesia yang juga almamaternya. Tidak tahukah dia bahwa yang aku inginkan setelah SMU adalah kesempatan untuk istirahat dari kehidupan akademis setelah dua belas tahun lamanya aku bergelut di kehidupan itu? Aku ingin keliling dunia! Aku ingin seperti orang-orang yang acap kali kulihat di Discovery Channel, menjelajahi berbagai sisi dunia hanya dengan berbekal ransel dan jiwa petualang. Sejak awal semester genap, aku terus dijejali dengan berbagai materi pelajaran yang tidak perlu kuketahui setelah menjalani tes yang berlangsung selama tiga setengah jam; dan sejak awal semester pula, aku harus mendengarkan keluh kesah teman-teman tentang ujian dan universitas. Sambil menghela nafas yang kutahan, aku membuka situs dimana murid-murid seperti aku bisa mengetahui nasib kami saat bulan Agustus datang. Saat aku lihat namaku di daftar siswa yang lolos ujian, rasanya hatiku meledak. Habislah sudah angan-anganku untuk keliling dunia. Satusatunya kegiatan yang akan kulakukan setelah aku lulus SMA adalah duduk di bangku kelas dan mendengarkan kuliah membosankan dari dosendosen yang sama sekali tidak peduli pada mahasiswanya. Aku tidak tahu berapa lama aku duduk termenung di depan komputer, meratapi nasibku yang malang. Semua rencana yang sudah kusiapkan dengan teliti sejak 116


Bangkit itu Indonesia

awal tahun pelajaran telah berantakan. Tidak ada lagi kesempatan untuk menikmati keindahan pantai-pantai di Phuket, atau menjajali kudapankudapan khas negara di Asia, Eropa atau bahkan Afrika. Mungkin rasa muak dan kecewa yang telah lama kurasa akhirnya menguasai syaraf-syaraf otakku dan memerintahkan tubuhku untuk bergerak, karena tiba-tiba aku sudah berpindah dari kursi meja komputer ke kamarku, mengepaki barang-barang untuk lari dari rumah! Ya, lari dari rumah adalah satu-satunya solusi untuk masalah ini. Begitu ibu tahu kalau aku berhasil masuk UI, dia tidak akan melepaskan aku dari pelukannya selama sepuluh menit lebih dan tidak akan henti-hentinya mengucapkan selamat padaku. Menyusul perlakuannya yang menyesakkan, puluhan orang akan segera diberitahu akan “kesuksesan� yang baru saja aku capai. Daripada harus mengalami semua itu, kabur dari rumah akan menjadi pilihan yang jauh lebih bagus! Maka dengan berbekal ransel, sejumlah uang di dompet, baju, dan sepatu kumulailah perjalanan yang menurutku cukup menantang! Beberapa menit setelah perjalanan perdanaku dari rumah menuju dunia, aku menemukan diriku duduk seorang diri di bangku ayunan di sebuah taman yang tak jauh dari rumahku. Ide untuk melarikan diri memang gagasan yang bagus saat diri sedang panik dan putus asa; hanya saja setelah menenangkan diri, rupanya itu adalah gagasan yang cukup tolol! Pertama-tama, mau lari kemana aku ini? Ke rumah teman? Pasti orang tua mereka akan segera menelepon orang tuaku dan selesailah semua rencana. Ke luar kota? Ya, itu ide bagus. Tapi kemana? Network orang tuaku luas, jadi aku akan gampang ditemukan. Dengan berbagai macam rencana yang berputar-putar di kepalaku, pantas saja bahwa aku tidak menyadari langit yang awalnya cerah itu mendadak berubah menjadi hitam suram, tanda mau hujan. Suara guntur menggelegar terdengar dengan jelas dari bangku ayunan yang kududuki. Suara guntur biasanya tidak sejelas ini ‘kan? Penasaran, aku mengalihkan pandanganku dari pasir yang telah kuamati selama dua puluh menit lamanya ke langit. Betapa terkejutnya aku bahwa tepat diatas 117


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

kepalaku ada lubang aneh yang mengeluarkan bunyi gemuruh, listrik dan angin. Keanehannya tidak berakhir disitu karena aku merasa lubang aneh itu menyedotku ke dalamnya. Dengan hanya berpegangan rantai yang menjadi tali ayunan, aku pun dengan mudah takluk pada kekuatan aneh tersebut. Hal terakhir yang kuingat sebelum tersedot adalah bahwa aku masih mencintai hidup… Aku memang masih mencintai kehidupan! Beberapa saat setelah fenomena menegangkan tersebut, aku mendapati diriku tergeletak di jalan, siuman dan memandangi wajah seorang anak perempuan. “Hai, kamu baik-baik saja?” tanyanya dalam bahasa asing yang sepertinya bahasa Inggris. “Ya, aku baik-baik saja.” Balasku, menggunakan bahasanya. Anak itu menatapku dan memutarkan kepalanya kesana dan kesini seakan aku ini obyek langka. “Apakah kamu pribumi?” tanyanya dengan bahasa Indonesia yang bercampur aksen. “Pribumi? Pribumi apa? Memangnya ini dimana?” Aku bertanya. “Tentu saja ini Indonesia. Sekarang ini orang seperti kamu jarang bisa ditemui.” Setelah gadis itu berkata demikian, hatiku bertanya-tanya. Bagaimana mungkin orang Indonesia asli bisa jarang ditemukan di negaranya sendiri? “Aduh, aku ini sangat tidak sopan! Maaf ya aku mengajakmu ngobrol di pingir jalanan seperti ini. Mau pergi ke suatu tempat? Sepertinya kau sedikit terguncang.” Anjurnya sambil mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. “Ya tentu saja,” jawabku, sambil mengelus bagian kepalaku yang agak sakit karena terlalu lama berbaring di trotoar, “bisakah kamu memberitahuku ini dimana? Aku tahu ini Indonesia, tapi kota apa?” 118


Bangkit itu Indonesia

“Kamu bahkan tidak tahu ini kota apa? Wah, kamu pasti telah membenturkan kepalamu lebih keras dari yang kuduga. Ini New Jakarta. Kota terbesar di Indonesia!” ujarnya sambil memperlihatkan padaku pemandangan kota yang dia sebut “New Jakarta” itu. Yang kulihat adalah gedung-gedung pencakar langit yang megah dan penuh dengan billboard iklan, hampir sama dengan Times Square di New York. Jalan-jalan dipenuhi berbagai jenis mobil dan motor, dan anehnya tidak ada yang salip menyalip. Semuanya benar-benar diluar dugaan. Sepertinya aku telah masuk ke dunia lain dimana Jakarta sudah disulap menjadi kota metropolitan bak New York City. Mungkinkah ini terjadi dalam semalam? Naluriku mengatakan tidak, tapi aku sudah ada di New Jakarta, berbicara dengan gadis kulit putih yang bisa bahasa Indonesia, jadi aku tidak bisa mengatakan hal ini mustahil. “Maaf, sekarang tahun berapa ya?” Aku bertanya pada gadis itu. Dari observasiku, aku bisa menyimpulkan bahwa semua teknologi yang digunakan di kota ini jauh lebih moderen dari teknologi di Jakarta. Sedari tadi, tidak ada asap gas buangan maupun sampah yang berceceran di pinggir jalan. “Tahun 2108. Kenapa?”ujar remaja itu. Mataku terbelalak mendengar jawabannya. 2108? Seratus tahun dari tahun 2008? Demi Tuhan, apa yang kulakukan disini? Lebih penting lagi, kenapa aku bisa sampai disini? Tentu saja aku tahu jawabannya! Lubang aneh itu! Lubang aneh yang muncul saat aku sedang duduk di bangku ayunan taman. Lubang itu membawaku ke masa depan. “Wow…2108 ya? Wah, itu kan seratus tahun setelah tahun 2008. Hah, kemana perginya waktu?” aku yang kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan keterkejutanku hanya bisa berkata demikian. “Apa kamu baik-baik saja? Bagaimana kalau kita ke café itu?” Gadis itu menunjuk ke arah café yang ada di seberang jalan, “Aku rasa kamu perlu minum atau sesuatu. Mukamu pucat pasi.”

119


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

“Kau benar. Minuman yang banyak dan sedikit penjelasan tentang bagaimana Indonesia bisa menjadi begini akan sangat baik buatku. Ngomong-ngomong, kamu jago sejarah?” “Jago sejarah? Aku ahli sejarah!” jawab gadis itu dengan penuh percaya diri. Setelah meminum dua gelas kopi dan melahap satu roti isi (ternyata aku ini kelaparan), Emily, gadis bule itu dan aku menjadi teman ngobrol yang cukup baik. Ternyata Emily itu lahir dan besar di New Jakarta, meskipun dalam hati aku masih menyebutnya Jakarta. “Tadi kau bilang padaku ‘kan kalau kau ini ahli sejarah? Keberatan tidak kalau aku minta sejarah singkat Indonesia sejak seratus tahun terakhir?” tanyaku. Rasa penasaran yang meluap-luap di dalam diriku sudah tidak mungkin diatasi. Kalau Indonesia akan menjadi seperti ini di masa depan, aku harus tahu apa penyebabnya. “Wah, kau datang ke orang yang tepat untuk masalah itu. Aku ini mahasiswa jurusan sejarah. Aku sedang menulis skripsi dengan fokus di Zaman Pembaharuan.” Jawabnya dengan wajah cerah. Sepertinya dia memang orang yang tepat untuk ditanyai hal-hal seperti sejarah. “Zaman Pembaharuan? Apa itu?” “Zaman Pembaharuan adalah zaman dimana segala aspek kehidupan di Indonesia berubah drastis. Dimulai dari pemerintah sampai masyarakat semuanya berubah. Sebenarnya semuanya berawal lima puluh tahun lalu. Karena suatu hal, jumlah siswa-siswa yang belajar ke luar negeri, seperti ke Amerika, Inggris dan negara-negara lainnya meningkat drastis. Sementara murid-murid yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah di luar negeri banyak yang mengacuhkan pendidikan tinggi untuk hal lain. Dengan kepergian siswa-siswa itu, menipislah tenaga kerja baru yang diperlukan untuk industri. Ditambah lagi, siswa-siswa yang pergi ke luar negeri itu memilih untuk menetap di negara tempat mereka 120


Bangkit itu Indonesia

belajar dan tidak kembali ke Indonesia,” Emily menghela nafas sejenak dan meminum es kopi yang ia pesan, “Nah, karena itulah, tidak ada orang baru yang bisa menangani problema yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Di saat itulah, pemerintah yang kebingungan didekati oleh sejumlah pemerintah asing yang mengaku bersedia membantu mengatasi masalah tersebut.” “Membantu? Bagaimana?” “Dengan cara membiarkan Badan-Badan Usaha Milik Negara dikelola oleh tenaga kerja asing. Pemerintah Indonesia pun setuju asalkan negara masih mendapat pemasukan untuk membiayai pembelanjaan negara. Akan tetapi, ada satu efek yang diabaikan oleh Pemerintah Indonesia saat menerima tawaran asing. Dengan datangnya tenaga kerja asing, tentu saja tingkat imigrasi akan naik. Dengan naiknya tingkat imigrasi, maka semakin banyak orang asing yang bermukim di Indonesia ‘kan?” Aku mengangguk mendengar pertanyaan ini. “Awalnya sih pendatang dan orang-orang asli hidup berdampingan dengan sejahtera, tapi semakin lama, para penduduk asli menyerahkan semua pekerjaan yang berat dan memakan waktu kepada orang asing. Persaingan diantara kedua kelompok ini semakin melemah hingga akhirnya para pribumi tersingkir dari kancah dunia kerja. Banyak yang memutuskan untuk meninggalkan Indonesia selagi masih bisa. Bahkan menurut sensus yang dilaksanakan dua puluh tahun lalu mayoritas penduduk Indonesia adalah imigran dari negara lain. Para imigran ini memegang jabatan penting di pemerintahan dan perusahaan-perusahaan besar, sedangkan para pribumi membentuk kelas ekonomi kecil. Dengan kata lain, penduduk asli Indonesia tersingkir oleh orang-orang asing.” Mendengarkan cerita Emily, aku hanya bisa tertegun. Inikah nasib negaraku seratus tahun ke depan? Generasi-generasi muda yang seharusnya membenahi dan mengambil alih dari generasi sebelumnya mengabaikan negerinya untuk kepentingan sendiri. Pemerintah yang kebingungan mengalihkan kendali atas BUMN ke pemerintah asing? Sulit 121


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

dipercaya! Saat kukira hal yang lebih mustahil tidak akan terjadi, mataku terpaut pada sebuah peta yang dipajang di dinding belakang kafe. Peta Indonesia, lengkap dengan lima pulau besar dan pulau pula kecil yang diwakilkan dengan titik di atas latar belakang biru. Yang menangkap perhatianku bukanlah fakta bahwa di sebuah kedai kopi terpampang peta tapi warna yang berbeda untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan seluruh area Papua. Seakan-akan mereka negara sendiri, bukan propinsi di bawah naungan Republik Indonesia. “Kenapa Aceh dan Papua diberi warna berbeda dengan propinsi lainnya?” tanyaku. Mataku masih terpaku pada peta “aneh” di dinding belakang kafe. Aku arahkan pandanganku ke Emily, diam-diam berharap bahwa jawaban yang akan ia berikan tidak sama dengan dugaanku. “Aceh dan Papua bukan bagian dari Indonesia lagi.” Jawab Emily, jelas dan singkat. Hal yang kutakutkan terjadi. Indonesia sudah bukan negara yang Bhinneka Tunggal Ika, ia telah terpecah belah. “Bagaimana…?”Aku sengaja tak meneruskan kalimat pertanyaanku, karena aku yakin Emily sudah mengetahui apa yang kumaksud. “Setelah Pemerintah Indonesia menjadi bayang-bayang bagi pemerintah asing yang sebenarnya memerintah negeri ini, gerakan perlawanan di Aceh dan Papua makin kuat. Pemerintah asing memutuskan agar Aceh dan Papua dilepaskan saja, karena biaya untuk menjadikan kedua daerah itu DOM terlalu membebani budget negara. Akhirnya, kedua propinsi itu menjadi negara-negara yang berdaulat dengan syarat bahwa Aceh masih harus mau memperdagangkan hasil pertambangan minyaknya dengan Indonesia dan menjadi anggota OPEC, sementara Pemerintah Papua dilarang untuk campur tangan di kegiatan-kegiatan PT. Freeport dan membiarkan pegawai-pegawai perusahaan itu untuk mempunyai kekebalan diplomatik. Setelah syarat-syarat itu disetujui, maka ditanda tanganilah perjanjian itu di Jenewa, Swiss.” Emily mengakhiri penjelasannya dan menatapku. Gadis itu menghela nafasnya dan mengalihkan pandangannya ke seisi kafe. 122


Bangkit itu Indonesia

Untuk beberapa saat, Emily dan aku tidak berkata sepatah kata pun. Emily, mungkin karena sudah tidak memiliki bahan obrolan, dan aku, terlalu tertegun menerima semua info yang kuterima. Satu abad dari tahun dimana aku seharusnya hidup Indonesia akan menjadi negara yang tidak berdaulat, dikendalikan oleh orang asing, orang-orang yang mengaku sebagai orang Indonesia mengabaikan tanah kelahirannya untuk alasanalasan yang egoistik, Aceh dan Papua, dua propinsi yang memiliki sumber daya alam tak ternilai, tidak lagi menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi menjadi negara-negara yang berdaulat. “Emily, kalau begitu apakah Indonesia masih negara yang berdaulat? Aku ingat kau bilang bahwa Pemerintah Indonesia hanyalah bayangan orang-orang asing yang sebenarnya mengatur Indonesia.” “Laras, semua yang kuceritakan terjadi lima puluh tahun lalu. Waktu itu pemerintahan masih dipegang oleh pribumi. Sekarang?” Emily berhenti bicara, “Orang asing. Orang-orang sepertiku memegang kendali atas tempat ini. Ini bukan negara berdaulat lagi, Laras. Ini adalah koloni negara lain. Negara lain mengatur jalannya pemerintahan, kegiatan perekonomian, dan hukum. UUD 1945 sudah tidak berlaku lagi. Sudah lima puluh tahun lamanya setelah Pemerintah Indonesia menyerahkan segala wewenangnya ke Pemerintah asing.” Emily melihat wajahku yang penuh dengan rasa kecewa dan kesedihan. “NKRI is no more, Laras.” Emily menyimpulkan ceritanya yang panjang tentang kehancuran Indonesia hanya dengan mengucapkan kata-kata itu. Emily dan aku berpisah setelah kami keluar dari kedai kopi. Aku berjalan tak tentu arah sampai aku akhirnya tiba di taman bermain dan duduk di salah satu bangku yang tersedia disana. Memang tempat yang kuamati sekarang sangat berbeda dengan Jakarta yang kukenal. Tidak ada hiruk pikuk kendaraan, asap kendaraan bermotor yang bikin mual atau sampah yang selalu saja berceceran meskipun petugas kebersihan sudah menyapu berkali-kali. Aku rindu pada Jakarta yang sesak dan berisik. Suasana New Jakarta terasa terlalu dingin dan tidak ramah bagiku. Aku tidak kenal seorang pun di tempat baru ini. 123


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Cerita Emily menyadarkan aku betapa egoisnya aku dalam menjalani hidup. Selama ini yang ada dalam rencana hidupku adalah diriku sendiri. Bagaimana aku akan kerja, rumah seperti apa yang akan kubeli, laki-laki seperti apa yang akan kunikahi, tetapi tak pernah sekalipun terpikirkan olehku bagaimana nasib negeri kelahiranku ini. Mungkin hanya sebagian kecil dari orang-orang sebayaku yang mempunyai kapasitas untuk berpikir tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang banyak. Sekarang aku sadar bahwa keputusan satu individu bisa mempengaruhi sesuatu yang besar seperti sebuah negara. Tidak ada yang tahu sejauh mana konsekuensi perbuatannya akan mempengaruhi orang atau hal lain. Selama aku duduk merenungkan semua revelasi yang baru, teman lamaku, si lubang misterius di angkasa, memutuskan untuk muncul kembali di tengah hari. Mataku terbelalak saat aku melihat pusaran hitam yang berada tepat di atas kepalaku. Tanpa basa-basi, lubang itu menarikku ke dalamnya dan membawaku ke tempat asalku, setidaknya aku berharap begitu. Aku tersadar dari tidurku yang lama dan mendapati diriku duduk di kursi ayunan yang kutempati beberapa jam yang lalu. Dengan sigap, aku berdiri dan mulai mengamati daerah sekelilingku. Aku bisa mendengar hiruk-pikuk ibukota Jakarta. Suara berbagai kendaraan, suara anak-anak yang sedang bermain di taman, sampah yang meskipun tidak banyak ada di sekitarku. Bahagianya hatiku! Aku telah kembali ke Jakarta di tahun 2008! Berulang kali kuucapkan rasa syukur pada siapapun yang mau mendengarkan ucapan-ucapanku. Tanpa pikir panjang, aku berlalri pulang setelah sebelumnya meraih ranselku yang jatuh di tanah. Dalam perjalanan pulang itu batallah niatku untuk kabur dan meninggalkan rumah dan kesempatan untuk belajar. Selama aku hidup, akan kupastikan bahwa Indonesia tidak akan mengalami nasib yang kulihat seratus tahun di masa depan itu. Indonesia akan tetap menjadi NKRI, bukan koloni negara lain. Indonesia akan tetap ada.

124



“Aku ingin bercampur dengan rakyat. Itulah yang menjadi kebiasaanku. Akan tetapi aku tidak lagi berbuat demikian. Seringkali aku merasa badanku seperti lemas, napasku akan berhenti apabila aku tidak bisa keluar dan bersatu dengan rakyat jelata yang melahirkanku.� Soekarno



Aku Heidi Kariza Nurmasari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Siang yang cerah ini, di sebuah kafe di sudut kota Jakarta, aku mulai menyeruput ice blended caramel macchiato yang baru saja diantarkan pramusaji kepadaku. Sambil membolak-balik majalah Cosmopolitan yang aku titip dari Malenna, aku memperhatikan gerak-gerik si pramusaji. “Hmm‌ Lucu juga, “ ucapku dalam hati sambil tersipu malu. Menurutku, pramusaji itu tidak cocok disebut sebagai pramusaji. Posturnya tinggi tegap seperti Channing Tatum dalam film Step Up, wajahnya menggambarkan wajah khas pemuda oriental namun ada sedikit unsur pribumi di dalamnya. Tapi, yang paling menggodaku, tentu saja senyumnya itu looohh. Hmm, hampir mirip dengan Moreno Suprapto. Ah, ironis sekali! Kenapa dia menjadi waiter? Harusnya dia bisa mendapatkan peran utama di berbagai film Indonesia yang sedang marak sekarang ini. Ah, sudahlah! Aku kembali membolak-balik halaman majalah Cosmopolitan-ku. Sekarang sudah masuk mengenai strategi berdebat dengan anak yang ingin mengambil jurusan kuliah berbeda dengan yang diinginkan orang tuanya. Hmm, aku jadi ingat. Untung saja dulu orangtuaku tidak pernah memaksakan aku masuk jurusan mana dan di universitas mana. Mereka selalu menanamkan, yang penting aku suka dan senang menjalaninya. Orangtua yang sangat bijak. Rasanya sudah 8 tahun lebih hal itu berlalu. Ya, sekarang sudah tahun 2016. Mungkin suatu saat akulah nanti yang akan melakukan hal tersebut terhadap anakku. Ya, kalau aku sudah menikah nanti. Oh, tidak! Aku harus berhenti mengkhayal. 128


Bangkit itu Indonesia

Baiklah aku perkenalkan diri dulu. Aku Heidi Clara Hanifa Prameswari. Cukup dipanggil Heidi. Aku baru saja selesai kuliah S2 jurusan Psikologi Anak di Curtin University, Australia. Sebelumnya, aku lulus S1 dari sebuah universitas swasta di Singapura, jurusan psikologi juga tentunya. Aku sangat menyukai bidang ini. Aku suka mengenal sifat-sifat orang dan aku suka anak-anak. Lengkaplah, jurusan yang aku pilih sangat mendukung. Sebenarnya, setelah lulus beberapa bulan yang lalu, sudah banyak tawaran bekerja di Australia, bahkan di Eropa yang menghampiriku. Ada yang menawarkan untuk menjadi psikolog khusus anak yang cacat, anak yang mengidap autisme, dan lain-lain. Semua tawaran itu menggiurkan, apalagi dengan gaji yang tinggi. Namun, materi saja ternyata belum cukup untukku. Aku teringat janjiku 8 tahun yang lalu. Ya, sebuah janji yang tidak mungkin aku ingkari. Janji yang aku buat sendiri di dalam hati, ditempat ini, tanpa diketahui oleh Ibu Marlyn Mahardika, padahal aku sedang bersamanya saat itu. Ibu Marlyn adalah seorang pemilik lembaga konsultasi psikologi bekerjasama dengan lembaga-lembaga konsultasi psikologi di seluruh Asia. Semua yang bekerja di “Children for Future”, lembaga konsultasi milik Ibu Marly, tidak ada yang digaji dengan memadai, dengan kata lain sukarela. Ibu Marlyn adalah salah satu sosialita yang paling dermawan di antara kalangannya. Hidupnya seimbang, hura-hura namun tidak pernah lupa beramal. Buktinya, dia membuka “Children for Future”. Ibu Marlyn adalah orang yang menyarankanku untuk melanjutkan S2 di Curtin University. “Heidi sayaaaang! Udah lama disini? Maaf ya, tadi Ibu ada janji dulu ketemu Mr.Chad dari Spanyol. Jadinya agak telat” suara Ibu Marlyn mengagetkanku yang sedang melamun. “Ah Ibu! Gak apa-apa kok. Aku baru sekitar 15 menit aja di sini. Ayuk duduk, Bu!” aku langsung bangkit, dan mencium pipi kiri dan kanan wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu. Ibu Marlyn datang dengan berbagai barang-barang bermerk yang menempel di tubuhnya. Mulai dari jepit rambut, you can see, blazer, rok 129


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

selutut, high-heels, dan tas tangannya. Selera fashion yang sangat tinggi. Tentu saja, karena dia adalah Ibu sosialita. Wajahnya dipulas dengan blush on tipis, lip gloss, dan mascara. Tetap terlihat cantik, muda, dan segar. Namun yang aku salut, Ibu Marlyn tidak pernah mau memakai perhiasan ke mana pun dia pergi. “Aku gak suka yang kayak gitu. Terlalu mencolok dan aku jadi diperhatikan orang-orang,” begitu jawabnya ketika aku tanyakan alasannya tidak mau memakai perhiasan. Ibu Marlyn segera duduk di sebelahku dan memesan secangkir hot chocolate. Beliau langsung memulai pembicaraan. Menurutnya, basa-basi itu tidak penting. Lebih baik langsung saja ke pokok permasalahan. Akan lebih efisien dan praktis di tengah jadwalnya yang sangat padat. “Jadi, bagaimana, Di? Kamu betul-betul sudah memikirkan matangmatang keputusan kamu bergabung di “Children for Future”? Inget loh Di, aku tidak pernah memaksa. Semua tergantung kamu. Aku cuma cerita saja mengenai kegiatan-kegiatan di tempat kami” Aku menarik nafas dalam. Aku harus tegas dan membulatkan tekadku. “Iya, Bu. Aku yakin seratus persen. Aku sudah memikirkan ini matang-matang dan aku rasa ini adalah yang terbaik untukku dan aku pasti akan sangat menyukainya” “Bagaimana dengan gaji? Bukankah kamu terbiasa hidup mewah dan layak?” Ibu Marlyn menyeruput hot chocolate-nya yang baru datang. “Ibu, menurutku gaji sekarang bukanlah hal yang begitu penting. Apalagi, dengan hidupku yang sudah layak. Aku justru ingin bekerja sukarela yang seperti Ibu ceritakan. Aku senang dengan keadaan negeriku, Indonesia, selama aku tidak hidup di sini delapan tahun lamanya. Indonesia sudah banyak berkembang, terutama anak-anaknya, yang paling aku amati. Mereka mulai mendapatkan pendidikan yang layak. Itu yang aku sangat senang, Bu” aku merapikan ikat rambutku. “Waktu aku SMA dulu, 130


Bangkit itu Indonesia

aku lihat masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak, sekolahnya jelek, dan mereka jadi nggak punya cita-cita tinggi untuk membangun bangsanya” “Sekarang?” Ibu Marly hanya bertanya singkat. “Jauh lebih baik. Sudah banyak sekolah gratis. Berbeda dengan 8 tahun lalu. Aku seneng banget. Selain itu, pendidikan juga berkembang. Tunjangan guru diperhatikan sehingga mereka senang mengajar dan anakanak pun punya cita-cita lebih tinggi.” “Lalu? Kamu mau berbuat apa?” Ibu Marlyn tidak kehilangan wibawanya. “Justru itu, Bu. Aku ingin memberikan ilmuku kepada mereka. Aku ingin gabung dengan “Children for Future”. Aku siap dikirim ke daerah terpencil. Aku sudah memikirkan aku ingin ditempatkan sebagai apa. Aku ingin menjadi guru sekaligus menjadi teman mereka. Aku ingin mengajarkan mereka bahasa Inggris agar tidak tertinggal lagi dalam bahasa internasional dan ilmuku di psikologi aku manfaatkan dengan membuka konseling 24 jam untuk berbagi cerita dan cita-cita dengan mereka. Aku ingin, Bu, di masa yang akan datang, angka anak-anak yang putus sekolah di Indonesia berkurang. Jika sekarang tinggal 20 persen, aku ingin dengan kontribusiku, angka tersebut akan mengecil lagi. Tidak masalah ditempatkan di mana saja dan kapan saja, aku siap. Gaji, yang penting cukup untuk makan saja,” aku menjawab pertanyaan Ibu Marlyn dengan lancar dan tegas. Ya, aku sudah betul-betul yakin akan pilihan karierku. “Kalau begitu, lusa, kamu ikut dengan Ibu untuk observasi sekolah terpencil di Lombok. siap?” Ibu Marlyn tersenyum manis. “Siap, Bu. Insya Allah,” aku tersenyum lebih lebar lagi. Kami lalu terlibat sedikit bincang-bincang tentang trend fashion sebelum Ibu Marlyn meninggalkan kafe. Ya, begitulah. Aku, Heidi Clara Hanifa Prameswari, sudah sangat yakin dengan keputusanku. Selama delapan tahun aku meninggalkan 131


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

tanah air dan kembali di tahun 2016 ini, Indonesia sudah banyak kemajuan di bidang pendidikan. Dan, aku tidak mau jadi pengkhianat negeri. Aku pulang, dengan ilmu ku, aku bagi-bagikan kepada saudara-saudara dan adik-adikku di sini. Tidak masalah mengenai bayaran. Itu hanya faktor kesekian. Aku ingin Indonesia semakin maju dan tidak dipandang sebelah mata lagi di tahun-tahun ke depan. Mungkin 5 tahun atau 10 tahun lagi. Siapa tahu? Dan semoga, aku bisa memberikan kontribusi yang berguna untuk kemajuan negeri ini. Aku sudah bisa membayangkannya di depan mata. Aku menutup majalahku setelah sampai di halaman terakhir. Menentengnya, menyeruput minumanku dalam sekali sedotan terakhir. Aku pun melangkah meninggalkan kafe dengan impian yang begitu besar dan perasaan tidak sabar untuk segera ke Lombok dan bertemu adik-adik kecilku.

132


Cerita Tentang WC, Eh Bukan!! KAKUS Achmad Firmansyah Fakultas Teknik

Nama ku Renisa. tapi orang lebih suka memanggilku dengan nama singkat; Re, alias Re-re, Renisa. Panggilan yang sebenarnya tidak begitu rela kudengar. Tapi, sepertinya, orang lebih enak menyebut ‘Rere’ daripada harus memanggilku dengan ‘Renisa’.

Sekali lagi, namaku Renisa. Kenapa menjadi Rere?

Ah, dasar memang! Sepertinya, realitas kita memang sudah memicu orang semaunya memilih jalan hidup, termasuk memanggil atau menyebut nama orang semaunya memilih jalan hidup, termasuk memanggil atau menyebut nama orang. Sekedar satu detik untuk mengatup bibir pada huruf ‘b’ saja sudah tidak mau, apalagi untuk melakukan perubahan. Ah, wajar saja kalau kemudian banyak orang terdidik untuk memilih hidup dengan logika lompat katak.

“ Logika lompat katak?” Tanya Ibu pada suatu ketika.

“Iya, Bu.”

“Apa itu?”

“Ya, kenyataan kita saat ini. Bu. Hidup mau enak, punya banyak uang, pakaian mau bagus, tetapi kerja keras tidak mau. Akhirnya, menjalani hidup selalu potong kompas, menyuap, menyogok, membunuh, merampok. Anehnya, Bu, hidup seperti katak ini bukan saja dilakoni oleh orang bawah, tetapi juga para atasan kita.”

“Ah, masa begitu, Nak?”

“Bener, Bu!” Jawabku meyakinkan. 133


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

“Kalau tidak percaya, nih Ibu baca koran pagi ini. Politik Uang marak, menjelang Pemilihan Walikota. Dan ada lagi Bu, Menjelang pemilihan Gubernur atau presiden pun selalu saja bagi-bagi uang siluman.”

“Loh, itu kan demi kebaikan, Nak.”

“Ya, kebaikan buat mereka, kebaikan buat Laporan Pertanggung Jawaban-nya mereka. Besok-besok, kita dibuatnya lapar lagi, Bu. Itu sama saja potong kompas, sama seperti hidupnya katak. Lompat sana lompat sini. Jadi mereka itu,…” tak sempat terselesaikan.

“Hus, jaga mulutmu!” Hardik Ibuku agak marah.

Ibu, kembali merajut kain. Aku masih bercerita tentang apa saja, tentu yang aku suka.

Namaku masih Renisa, dipanggil Rere!.

Tahun 2000-an.

Aku tinggalkan sekolah. Padahal, kata orang, sekolahku adalah bagian dari penjara suci di negeri ini. Tapi aneh, tempat-tempat yang selama ini kuanggap suci, sakral, atau orang-orang yang kuanggap tak pantas melakukan tindakan kekerasan dan keji, justru telah mengguruiku menjadi manusia immoral.

Bagaimana tidak?

Sejak sekolah, guruku sudah mengajari aku dengan kekerasan. Memukul, menjemur, menendang, bahkan salah seorang teman ada yang tangannya disundut rokok, hanya gara-gara lupa mengerjakan Pe-er.

“Puih! Sekolah macam apa itu!” Aku mengumpat.

Makanya, sejak ia keluar sekolah, temanku itu, sampai sekarang, menjadi manusia pendendam, suka melakukan kekerasan terhadap teman sendiri. Kalau ini yang terus terjadi, berarti, sekolah hanya akan menciptakan manusia yang siap menjajah manusia lain. Ini tidak boleh terjadi. Guru, pejabat atau presiden sekalipun tidak boleh dan tidak berhak menjajah siapapun. Kalau semut saja bisa menggigit, kenapa aku harus diam? Kita 134


Bangkit itu Indonesia

harus merdeka dari penindasan apapun, kepada siapapun, oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun.

Masih tahun 2000-an.

Aku keluar dari asrama, yang dianggap orang-orang sebagai penjara suci itu.Bukan lantaran aku tidak lagi butuh, Tuhan. Atau karena aku berniat untuk memprotes kebijakan Tuhan, tetapi justru karena para guru di sekolahku telah keluar dari aturan Tuhan. Tahun kedua, menjelang aku keluar, di sekolahku sudah dibangun ratusan kamar VIP. Kamar ini diperuntukkan bagi anak-anak orang kaya, yang sudah tentu hidup serba enak dan tidak siap hidup susah di asrama. Belum lagi satu tahun berjalan, di sekolahku sudah terjadi kelompok-kelompok, antara kaya dan miskin. Antara penghuni kamar VIP dan penghuni kamar kelas gembel sepertiku. Bahkan, di dalam kelas-pun, murid-murid menjadi terbelah-belah. Barisan penghuni kamar VIP berbanjar dengan VIP. Sebaliknya penghuni kelas gembel berbanjar dengan kelas gembel. Padahal Tuhan tak membeda-bedakan antara satu sama lain. “Oi, kalian tak perlu berpisah-pisah seperti itu. Disini kita sama, dia makan nasi, kita makan nasi, tidak ada yang berbeda,� teriakku suatu kali saat istirahat siang, tanpa berniat sama sekali untuk menidentifikasi diri sebagai Tuhan. Tapi, aku hanya sendiri. Hanya beberapa kawan saja yang ikut mendukung aksi protes untuk segera menutup kamar VIP. Bahkan, sikap bersama dari Wali murid kelas gembel yang menolak kamar VIP, tak juga merubah sistem di sekolahku. Kesenjangan antara kelas VIP dan kelas gembel terus terjadi. Sentimen psikologis dan juga jurang materi tak bisa dihindarkan, bahkan makin menular kemana-mana. Muncullah di sekolahku dua buah kantin. Kantin VIP dan kantin sederhana. Sekolahku makin detik makin parah. Akhirnya, pagi usai shalat subuh, aku kabari Ibu bahwa aku tidak lagi sekolah 135


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

”Bu, aku ingin sekolah di dalam WC.”

“Ah, macam-macam saja kamu, Nak! Kenapa mesti di WC, sekolah lain kan banyak?” “Iya, Bu. Sekolah lain mungkin tak jauh berbeda. Ada kesenjangan. Ada perkelahian. Ada suap-menyuap untuk menambah nilai, atau masih saja ada penjajahan manusia atas manusia. Tanpa ada buku, guru mengancam tidak meluluskan ujian. Di sekolah, guru bukan manusia yang disegani lagi, tetapi menjadi monster yang menakutkan, seperti hantu.

“Lantas apa yang akan kau peroleh, jika sekolah di dalam WC?”.

“Di WC, aku temukan persamaan hak antara si gembel dengan pejabat, Bu. Tak akan ada yang berak mengeluarkan emas atau perak, tapi tai, t-a-i. Ya semua, bukan kelas gembel atau pejabat, semua t-a-i. Terus, selain itu, di dalam WC, tidak akan lagi kutemukan kesejangan miskin atau kaya, sejak kelas pinggiran sampai kelas presiden, tak ada yang berak sambil berdiri, semua jongkok atau duduk.”

Ibu sesaat tersenyum. “ada-ada saja kau ini, Nak.”

“Kenapa Ibu mesti tersenyum, ini kenyataan lho, Bu.”.

“Iya, Ibu tahu, tapi kok kedengaranya lucu.” Ibu tersenyum.

“Memang Bu, ini lucu bagi siapa saja yang tidak pernah berpikir filosofi di dalam WC.”

Ibu makin tertawa, “WC kok dibuat Filosofi.”

“Lho, kenapa tidak, Bu. Aku masih ingat Bu, apa yang Ibu katakana. Nak, jadikan setiap mahluk itu guru, dan setiap tempat itu sekolah. Makanya, di dalam WC-pun aku akan sekolah.” Ibuku makin penasaran, kenapa aku memilih sekolah di dalam WC. Dan saat itu, aku belum tahu benar, apakah Ibu mengizinkanku atau tidak. “Supaya Ibu tahu, kenapa aku meminta izin sekolah di dalam WC, karena di dalam WC aku merasa terdidik untuk disiplin. Sebab aku tidak 136


Bangkit itu Indonesia

akan berlama-lama melamun di dalam WC, kalau memang aku sudah selesai membuang tai. Sebab, Ibu pernah bilang, Nak, hidup ini tidak akan selesai dengan lamunan. Oleh sebab itu, Bu, aku juga tidak mau berlamalama di dalam WC. Itu namanya disiplin Bu”

“Karena alasan itu, lalu kau ingin sekolah di dalam WC?”

“Ada lagi, Bu! Di dalam WC, aku dididik untuk tidak menciptakan fitnah. Sebab, setiap aku selesai berak, aku kan harus membersihkan kotoran. Ini artinya sama seperti yang pernah Ibu katakan padaku, Nak jangan sebarkan kotoran dan fitnah dimanapun kamu bermukim.” “Dan terakhir, Bu. Ini yang mungkin tidak pernah dirasakan banyak orang.”

“Apa itu?”

“Di dalam WC, aku menemukan kebesaran Tuhan.”

“Hei, kenapa Tuhan kau bawa-bawa dalam WC!” Ibuku agak tersinggung. “Jangan marah dulu, Bu. Ibu kan pernah bilang, Tuhan menebar pelajaran dimana-mana. Dan menurutku, di dalam WC pun, Tuhan sedang memberi simbol kebesaran-Nya.” Sesaat, Ibu menghentikan merajut kain. Keningnya mengerut. Pertanda Ibu masih penuh tanda tanya. Aku menggeser lalu lebih mendekat dari posisi Ibu. “Begini, Bu, aku tidak bisa membayangkan, berapa besar biaya untuk berobat bagi orang yang dalam tiga hari tidak bisa berak. Akan berapa juta rupiah harus dikeluarkan, jika aku ini tidak bisa mengeluarkan tai dari dalam perut. Makanya, setelah selesai berak, aku ingat kata-kata ibu, Nak sering-sering bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Dan buatku, satu hari bisa berak satu kali saja, adalah bagian kebesaran Tuhan yang patut kunikmati dan kusyukuri. Itulah, Bu, kenapa aku saat ini memilih untuk sekolah di dalam WC. Di WC kutemukan kedamaian, tidak ada protes, 137


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

tidak ada suap menyuap, tidak ada pertengkaran, yang ada hanya kerelaan untuk duduk sesaat, membuang kotoran, demi kesehatan tubuh kita.”

“Ibu tidak setuju!”

Aku terperanjat.

“Kenapa, Bu, Kenapa?!”

“Jangan kau sekolah di dalam WC, tapi masuklah ke dalam Kakus.”

Aku masih binggung.

“Apa bedanya WC dengan kakus Bu.”

“WC ada di setiap tempat termasuk di hotel-hotel dan rumahrumah mewah, sementara kakus hanya ada di dusun dan pinggir sungai.”

“Maksud, Ibu?”

“Nak, di dalam WC itu ada tisu, ada mesin pengering tangan, ada sabun, ada sikat dan peralatan modern, yang banyak diproduksi oleh para pemilik modal.”

“Lalu?”

“Jangan kita tergantung pada para pemilik modal itu hanya garagara soal asesoris WC. Makanya, kalau kamu sekolah di dalam WC nanti akan lupa dengan kedamaian dan kebebasan kakus yang keluar dari ketergantungan. Modalnya hanya penutup kain dan jongkok, lain tidak.” “Supaya tidak tergantung dengan peralatan WC, aku harus bagaimana, Bu?”

“Ya, rebut pabriknya dan kuasai!”

“Lalu?”

“Lalu bangun dan tebar kakus di setiap tempat, dan ajari mereka bagaimana membuat alat pembersih kakus. Kalau itu sudah kau rebut, Nak, tak akan ada lagi penjajahan manusia atas manusia, tak ada lagi ketergantungan kita pada pemilik modal, kita akan mendiri, dan tidak akan 138


Bangkit itu Indonesia

ada lagi kesenjangan yang ada hanya kedamaian, sama seperti kedamaian kita di dalam kakus.” Aku kaget mendengar ajaran Revolusi WC dari Ibuku. Aku baru sebatas menyerap Filosofi WC tapi Ibuku sudah sampai pada Revolusi WC.

Tiba-tiba perutku mual.”Aduh Bu, perutku, perutku.”

“Kenapa perutmu, Nak?”

“Aku...aku kebelet Bu. Aku mau ke WC, eh... ke kakus Bu.

139


Menulis Kisahmu Sigit Hargiyanto Fakultas Teknik

Menghirup udara di senja hari Bernapas sesak di kemudian hari Berlinang sedih aku sembunyi Berapa banyak aku bertahan Tidak mungkin aku diam berpangku tangan Menangkap hari dengan tangan Aku korbankan nafasku Bukan lagi terdiam Bukan lagi sembunyi Tetapi nyata untuk dirimu Yang kehilangan suara kerasmu Yang kebingungan dalam jalanmu Aku, kami sebagai tulangmu Aku, kami adalah semangatmu Aku, kami penggerak nadimu Aku, kami adalah jiwa barumu Kini cobalah kau bergembira Aku mencoba memberimu arti Mengumpulkan kembali potongan mimpi Yang kau cita-citakan lama Sebelum aku berada di dunia ini Merajut kembali sumpah di hati Agar kau mampu berdiri Menulis kisahmu yang baru 140


Tunggu Kami, Pilar Masa Depanmu, Indonesia! Florence Dhalia Fakultas Teknik

Harga minyak melonjak di seluruh dunia, pemerintah tidak mampu lagi menanggung seluruh subsidi minyak, rakyat kecil yang putus asa memilih bunuh diri daripada kelaparan, bencana alam yang datang silih berganti memperparah kondisi negara kita. Lebih dari itu semua, hal yang lebih menakutkan adalah generasi muda yang goyah rasa cinta tanah airnya. Mereka yang pasrah meratapi nasib sambil menyalahkan negerinya atau mereka yang masih mampu berjuang berharap bisa mendapatkan kewarganegaraan bangsa lain. Mereka yang lupa dan malu akan tanah kelahirannya. Indonesia dilanda krisis, tidak hanya finansial tetapi juga kepercayaan dan moral. Malu untuk diakui memang, tetapi hal ini sudah menjadi rahasia umum. Kemanakah semangat perjuangan para pendahulu kita waktu dengan gagah berani mereka merebut kemerdekaan tanpa perlengkapan modern apapun? Semestinya, bangsa kita tidak terlena akan kemenangan yang sebenarnya baru langkah awal menuju cita-cita bangsa. Jalan masih sangat panjang untuk menujunya, kemerdekaan harus kita isi dengan pembangunan. “Ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country� Quote yang tidak asing terdengar lagi di telinga kita ini, belum benar-benar mengetuk hati kita, kalau tidak telah dilupakan begitu saja. Dengan kenyataan bahwa hanya mengeluhkan kondisi negara saja yang telah kita dilakukan, seharusnya perasaan bersalah menghantui saat membaca kalimat di atas. Tamparan ini bukan untuk dilupakan dan 141


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

dilapangkan, tamparan ini harus ditindaklanjuti. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki semua itu dan memulai dari awal lagi. Lebih baik mengetahui letak kesalahan kita daripada tidak menyadari bahwa selama ini kita telah melakukan kesalahan. Terkadang, mungkin sebagian dari kita pernah berpikir: “Apa yang dapat kulakukan untuk memperbaiki keadaan yang sedemikian rumitnya telah terjadi di bangsa ini?� Selamatilah dirimu yang telah mempunyai niat mulia itu. Anda telah menciptakan kunci untuk memasuki dunia pembangunan menuju Indonesia yang lebih indah di masa depan. Hal pertama yang dapat kita lakukan untuk bangsa kita adalah berhenti mengeluhkan keadaan bangsa ini. Mengeluh tidak akan menghasilkan apa-apa selain keputusasaan dan hal-hal negatif lainnya. Akan lebih menyenangkan sebenarnya apabila kita mensyukuri apa yang telah bangsa kita miliki. Dengan demikian, rasa cinta tanah air kita akan muncul dengan demikian hebatnya. Dulu saya pernah berpikir bahwa bermimpi itu tidak ada gunanya. Ternyata salah besar! Segala sesuatu yang telah diciptakan di dunia ini pada kenyataannya melewati dua kali proses penciptaan. Pertama, blue print dalam benak kemudian diikuti proses penciptaan kedua di dunia nyata. Mimpi itu adalah istilah lain dari ide. Tanpa ide, tidak ada permulaan penciptaan. Bayangkan seperti apa Indonesia yang dipenuhi penduduk yang makmur dan sejahtera, lingkungan yang bersih dan rapi, pemerintahan yang transparan dan efektif. Indah. Memang, anak muda seumuran kita sekarang belum bisa melakukan hal yang demikian hebatnya sehingga dapat menyelamatkan negeri ini dari semua krisis yang terjadi. Memang sulit untuk dapat menyelesaikan semua pembangunan ini dalam jangka waktu umur manusia. Namun, kita akan menjadi orang dewasa yang mempunyai kemampuan untuk membangun Indonesia sesuai apa yang kita impikan hari ini, suatu hari nanti. Kita akan 142


Bangkit itu Indonesia

tumbuh, berkarya hingga pada saatnya ketika kita tua nanti, tongkat estafet akan diterus lanjutkan ke penerus negeri agar Negeri ini akan selalu berkembang dan maju. Saya yakin, banyak sekali orang yang mempunyai pemikiran seperti ini di luar sana, yang telah memulai karya-karyanya. Kita tidak boleh tertinggal. “Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan� Seperti yang diungkapkan oleh Pramoedya Ananta Toer di atas, niat sedemikian kuatnya untuk membangun bangsa kita seharusnya diikuti dengan perbuatan dalam merealisasikannya. Apabila tidak, Indonesia yang indah di masa depan hanya akan dalam angan. Jangan menunggu orang lain yang melakukan untuk kita, bangunlah bersama karena bangsa ini adalah milik kita bersama. Bukan milik sekelompok orang, bukan milik sebagian orang golongan tertentu, tetapi milik kita semua tanpa memandang suku, bangsa, derajat sosial, pekerjaan, agama dan hal apapun yang biasanya dijadikan tolak ukur untuk membuat jurang di antara kita semua, rakyat Indonesia. Langkah nyata yang dapat kita lakukan pertama-tama tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan kita untuk menjadi anak bangsa yang cemerlang dan sukses di masa depan serta mempunyai andil besar dalam pembangunan. Kita menjauhkan diri dari hal-hal negatif seperti narkoba, pergaulan bebas dan mengisi hari-hari kita dengan hal-hal berguna seperti olahraga, agama, pendidikan, aktivitas pro-lingkungan dan kegiatankegiatan sosial. Kedua, mengembangkan jiwa nasionalisme, cinta damai, kerja keras dan komitmen di dalam diri kita sambil mengajak serta orang sekitar kita untuk berpartisipasi memajukan Indonesia kita. Banyak cara untuk membentuk diri kita menjadi anak bangsa yang berguna. Pilihlah cara yang terbaik untukmu, ingatlah setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda di tiap-tiap bidang. Ibu pertiwi tidak akan memperhitungkan berapa banyak yang kamu sumbangkan tetapi niat dan kesungguhan kita 143


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

dalam menjalaninya yang akan menyentuh ia. Setelah masing-masing dari kita menjalani proses untuk menjadi seseorang yang berguna, saya yakin kita semua akan dapat membayangkan Indonesia penuh dengan orang-orang hebat yang penuh kasih seperti Mahatma Gandhi, berkarisma seperti Soekarno, pandai seperti Habibie, dan anak-anak bangsa lainnya yang membanggakan Ibu Pertiwi. Perbedaannya, pada jumlahnya yang melimpah dan merata. Dapatkah kita semua membayangkannya? Beratus-ratus ribu Habibie dan Soekarno. Luar biasa. Kader-kader bangsa berbakat dan berdedikasi akan mempunyai banyak tugas yang harus diselesaikan. Dimulai dari setumpuk hal-hal kecil yang harus diubah, contohnya sungai-sungai kotor penuh sampah akan diubah menjadi tempat yang dikunjungi untuk rekreasi oleh seluruh penduduk dunia karena kebersihan dan kenyamanannya. Sering saya membayangkan anak bangsa kita membuat alat yang bisa menjaring semua sampah dan menyaring air yang kotor itu dalam sekejap. Bukan hanya membeli dari bangsa lain dengan anggaran luar biasa besar ditambah dengan korupsi kanan kiri. Untuk mempertahankannya, kita akan mengadakan penyuluhan untuk hal-hal sejenis yang merupakan pengetahuan bagi masyarakat umum lebih gencar lagi, lebih semangat lagi. Aplikasi ke hal-hal lainnya dengan semangat dan pemikiran sederhana seperti itu saja akan memberi dampak luar biasa. Selain pendidikan nonformal tadi, pendidikan formal-lah yang memegang peranan penting dalam menciptakan kader-kader bangsa masa depan bangsa yang lebih hebat dari yang sudah ada sekarang. Kami akan tersenyum menyambut mereka nanti setelah kami memperjuangkan pendidikan berkualitas yang dapat dinikmati semua anak bangsa. Kita juga akan mengambil peran dalam bidang eksekutif, yudikatif maupun legislatif nantinya. Kerja sama yang sinergis akan membuat pemerintahan Indonesia sangat dicintai seluruh rakyat Indonesia. Pemerintahan yang terbebas dari korupsi, transparan, memperhatikan kesejahteraan pegawai negeri sipil, hak-hak rakyat, mampu menciptakan 144


Bangkit itu Indonesia

keamanan lingkungan, mempertahankan nilai tukar rupiah sampai mengembangkan kerja sama asing dalam perdagangan bebas, sosial dan lain sebagainya. Semua impian indah tentang Indonesia hanya akan tercapai apabila semua usaha ini dilakukan secara bersama-sama, utuh, satu kesatuan. Apabila hanya secara “one man show�, seberapa keras orang itu berusaha, tidak akan mampu menandingi kekuatan seratus orang yang bekerja sama. Satu ditambah satu tidak akan kurang dari satu. Marilah satukan impian dan kekuatan kita demi tercapainya Indonesia yang maju di masa depan. Semua usaha memerlukan waktu, dan kami dalam proses untuk menjadi pilar-pilar masa depan. Tidak akan lama waktu itu berlalu, tunggu kami!

145


“Banyak yang hendak saya nyatakan, apakah yang dapat menghalangi saya, kalau menurut keyakinan saya, saya patut berbicara? Karena cara saya melahirkan keyakinan akan dicela setengah orang? Karena soal yang saya kemukakan, menurut setengah orang mesti didiamkan? Karena saya akan dihinakan orang? karena saya akan dimaki? Kalau keyakinan sudah menjadi beringin, robohlah segala pertimbangan lain. perahu tumpangan keyakinanku, berlayarlah engkau, janganlah enggan menempuh angin ribut, taufan badai, ke tempat pelabuhan yang hendak aku tuju. Berlayarlah engkau ke dunia baru.� Armijn Pane



Aku dan Prasasti Bisu Rizky Firdaus Fakultas Ekonomi

Waktu berlalu tanpa permisi Menelan semua cerita yang ada Mulai menghitung dan seakan sirna Beterbangan bagai debu ditiup angin Di sudut gelap reruntuhan karat Terpatri prasasti bisu tak bernyawa Ia hanya melihat tanpa bisa berbuat Seakan melukiskan kaum Adam dan Hawa Jangan seperti prasasti bisu tanpa arti Yang pesimis memaknai hari Jadilah sosok layaknya matahari Yang selalu menerangi tanpa henti Jadilah sosok pemberani Yang berpikir kritis, asertif, dan empati Maju bergerak untuk satu Satu kesatuan asa dan cita Ukir di langit dengan tinta pengabdian Berjuang demi masa depan Indonesia

148


Kado Kecilku untuk Indonesia Dewi Ririn Sihotang Fakultas Teknik

Kamar tidur, 12 Juli 2020 Buku harianku sayang, hari ini aku menonton televisi. Ada bom meledak lagi di negeriku. Aku takut sekali. Yang kutakutkan bukan hanya keselamatan papa, mama, dan Dion, tetapi juga kelangsungan hidup tanah airku Indonesia. Tapi apa yang harus aku lakukan? Aku hanya seorang anak SD berumur delapan tahun. Aku bisa apa? Terminal, 20 Juli 2020 Papa dan mama memutuskan supaya kami pindah rumah! Aku mendengar mereka berbicara tentang himpitan ekonomi, harga BBM, biaya kontrak rumah, dan hal-hal lain yang tidak aku mengerti. Dion juga tidak berhenti menangis. Dia tidak mau berpisah dengan teman-teman bermainnya. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Rumah baru, 21 Juli 2020 Kami sudah tinggal di rumah yang baru. Rumah ini memang lebih kecil dan sederhana dibandingkan dengan rumah kami yang lama, tapi yang membuatku heran adalah rumah-rumah lain yang ada di sekitar rumah kami. Dindingnya terbuat dari kardus, atapnya dari seng yang berkarat dan sudah berlubang disana-sini, bahkan pintunya hanya digantikan oleh selembar kain bekas reklame yang sudah lusuh. Sementara di seberang tempat ini berdiri tembok pemisah yang kokoh dan tinggi. Aku sempat melihat apa yang ada di balik tembok itu, ternyata kompleks perumahan yang mewah. Ada air mancurnya juga! Aku jadi heran, kenapa rumah-rumah di tempat ini tidak sebagus rumah-rumah yang ada di balik tembok itu, ya?

149


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Sekolah, 29 Juli 2020 Aku sudah seminggu bersekolah di sekolahku yang baru. Temanteman disini semuanya baik dan ramah. Aku jadi betah. Tapi keadaan sekolahku sungguh memprihatinkan. Atapnya banyak yang bocor sih. Pas hujan turun, kami harus bergeser ke tempat yang tidak terkena hujan, sampai berdesak-desakan! Kursi dan meja juga sudah banyak yang rusak, sampai-sampai satu meja digunakan oleh tiga atau empat orang. Meskipun begitu aku tidak mau patah semangat. Aku harus tetap rajin belajar! Kamar tidur, 2 September 2020 Tadi siang bu guru memanggilku. Beliau berkata bahwa lukisanku yang memuat gambar anak-anak dari berbagai suku bangsa sedang bergandengan tangan akan diikutsertakan dalam lomba melukis. Aku senang sekali! Beliau juga berkata bahwa karya terbaik di tingkat nasional akan diikutsertakan dalam perlombaan internasional. Wah, bagaimana kalau lukisanku menang, ya? Yang pasti aku berharap apa yang kutorehkan dalam lukisanku menjadi kenyataan. Seluruh suku bangsa mau bergandengan tangan dalam menjaga kedamaian dunia! Sekolah, 22 September 2020 Bu guru kembali mengingatkanku bahwa besok adalah hari pengumuman pemenang lomba lukis yang kuikuti beberapa minggu lalu. Aku jadi berdebar-debar. Mungkin nggak ya kalau aku... ah, entahlah. Bus kota, 23 September 2020 Aku menang!!! Lukisanku terpilih sebagai lukisan terbaik!!! Aku benar-benar bersyukur kepada Tuhan. Sekarang aku dan bu guru sedang dalam perjalanan menuju Balai Kota untuk menerima hadiah. Aku belum tahu hadiah itu akan kugunakan untuk apa. Yang jelas aku akan menggunakannya untuk hal-hal yang berguna. New York, 5 Januari 2021 Buku harianku sayang, maaf karena aku sudah lama tidak menyapamu. Bukannya aku sombong, hanya saja aku sibuk terus 150


Bangkit itu Indonesia

belakangan ini. Sebulan yang lalu aku diberitahu bahwa lukisanku menang di tingkat internasional. Aku pun diundang untuk menerima hadiah langsung dari Bapak Presiden Republik Indonesia. Tahu tidak, aku sempat ditanya Pak Presiden, �Nanti hadiahnya dipakai buat apa?� aku cuma bilang, �beli genteng buat sekolah saya, Pak. Abis udah bolong semua sih.� Waktu itu Pak Presiden cuma tertawa. Eh, keesokan harinya sekolahku langsung diperbaiki! Yah, mudah-mudahan bukan hanya sekolahku yang diperbaiki. Sekolah-sekolah lain kan masih banyak yang rusak, ya nggak? Sayangnya aku tidak bisa mengganti semua rumah kardus milik orang-orang di sekitar rumahku dengan rumah yang bagus. Aku hanya bisa membagikan baju dan bahan makanan pokok seadanya untuk mereka. Aku juga berdoa agar mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mudah-mudahan Tuhan mengabulkan doaku. Dan... disinilah aku sekarang! Aku dan keluargaku diundang ke New York untuk bertemu dengan para petinggi dunia di Kantor PBB. Mereka menyalamiku sambil mengucapkan kata-kata dalam bahasa yang tidak kumengerti. Aku cuma bisa tersenyum sampai mulutku terasa pegal. Hari ini juga aku dinobatkan sebagai duta anak-anak internasional oleh PBB. Aku akan ikut dalam berbagai kegiatan sosial memberi dukungan bagi anak-anak di seluruh dunia, termasuk anak-anak Indonesia. Aku memang hanya seorang anak kecil yang sebentar lagi berusia sembilan tahun. Tapi aku telah memberikan kado kecil yang indah bagi negaraku tercinta, Indonesia. Aku percaya hal-hal yang luar biasa selalu diawali oleh hal-hal kecil seperti ini. Apa kau juga percaya?

151


Lembayung Nusantara Bisuk Abraham Sisungkunon Fakultas Ekonomi

Ketika aku menatap langit Aku teringat akan bumi di mana ku berpijak Sebuah pelataran luas Yang menggantung di khatulistiwa Sebuah negara kaya Dengan jutaan keindahan di dalamnya Ketika aku menatap bulan Aku teringat akan kejayaan bangsaku ini di masa lalu Sebuah negara besar Dengan puluhan kerajaan tangguh di dalamnya Sebuah bangsa kuat Yang mampu lepas dari cengkeraman bangsa asing Ketika aku menatap bintang Aku teringat akan orang-orang yang bernaung di negara ini Dua ratus juta manusia Yang saling menghargai satu sama lain Ratusan suku bangsa Yang akan selalu tersenyum menghadapi hari esok Ketika aku menatap awan-awan gelap Aku teringat akan borok-borok yang ada di negara ini Tikus-tikus berkerah putih yang menggerogoti uang rakyat Masyarakat yang terus berkutat dalam rumitnya hidup Alam yang bergejolak tanpa mengenal kata istirahat 152


Bangkit itu Indonesia

Ketika aku menatap fajar menyingsing di ufuk timur Aku yakin Bangsa ini bisa tersenyum lagi Aku yakin Bangsa ini akan kembali bangun dari tidurnya Aku yakin Bangsa ini akan sembuh dari borok-boroknya Ketika aku melirik sang surya yang bersinar Aku berjanji pada diriku sendiri Akan kutempa diriku sebaik mungkin Agar aku bisa jadi petarung sejati Yang siap membawa bangsa ini Kembali pada kejayaanya

153


Puisi Kemarin Sore Luthie Febrianto Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Saat ku tulis puisi ini Ku tak tahu harus dari mana Pena indahku mulai menari Ku berpikir setiap detik dan bertanya “Apa yang bisa kutulis untuk negeri ini?� Aku bukan Chairil Anwar yang pandai menggugah hati Aku bukan Taufik Ismail yang lihai goreskan penanya Untuk negeri ini Ku hanya bocah yang coba tuliskan realita Tuliskan kesengsaraan, penderitaan, keserakahan Dan mimpi para marjinal Ku hanya anak kemarin sore Yang coba menyentil para pemuda Agar bangun dan abdikan raganya Bukan semata-mata untuk dirinya Tapi untuk negeri ini Indonesia tercinta

154


Totalitas Perjuangan untuk Indonesiaku Redho Meisudi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

-Totalitas PerjuanganKepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia Wahai kalian yang rindu kemenangan Wahai kalian yang turun ke jalan Demi mempersembahkan jiwa dan raga Untuk negeri tercinta Sebuah lagu berjudul “Totalitas Perjuangan� menjadi inspirasi bagiku tentang apa kontribusiku untuk Indonesiaku. Lagu ini mengangkat tema tentang suara hati pemuda yang rindu akan kejayaan bangsanya, dirangkai menjadi syair-syair membakar semangat dan sangat inspiratif. Setiap kalimat dirangkai bagaikan api obor yang disalurkan melalui estafet semangat bangsa setiap pemuda Indonesia dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, kontribusi dan masa depanku dan Indonesiaku tergambar dalam lagu ini Kejayaan adalah kata sarat makna yang menjadi impian setiap bangsa. Ketika kata tersebut belum berpasangan dengan bangsa ini, maka hanya impianlah yang ada sebagai suatu harapan. Perjuanganlah yang menjadi kunci utama untuk menggapai impian itu. Kejayaan memang bersifat relatif dan dimaknai dari sudut pandang yang berbeda. Tetapi, apakah perbedaan itu harus mengurangi totalitas perjuangan kita? 155


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Subjektivitas akan nilai perjuangan seseorang hendaknya jangan menjadi penurun semangat akan totalitas perjuangan. Totalitas perjuangan harus dijadikan sebagai pengoptimalan kemampuan kita akan impian yang kita perjuangkan. Perjuangan memang tidak sebatas seruan saja tapi kontribusi yang ikhlaslah sebagai api perjuangan yang sebenarnya. Perjuangan inilah yang nantinya menjadi penunjuk arah bagi bangsa yang bingung di persimpangan jalan. Bangsa yang bingung akan hari ini, esok, dan seterusnya. Bangsa kita adalah bangsa yang terkenal akan kegigihan perjuangannya. Kemerdekaan bangsa kita bukan berasal dari pemberian atau belas kasihan penjajah, tapi kecuran darah dan derai air mata yang dibayar penuh hanya untuk tiket kemerdekaan masa depan yang kabur. Lidah Bung Karno dan Mata Bung Hatta menjadi saksi akan kontribusi pemuda di waktu itu. Tanpa kedua indera itu, kemerdekaan kita belum tentu diplokramirkan. Kedua indera itu hanyalah wakil dari semangat perjuangan yang sudah tertoreh selama ini. Sejarah telah tercatat. Bangsa Indonesia telah merdeka. Apakah kita sudah menang? Pertanyaan itu menjadi kalimat yang tak terjawabkan. Karena untuk menjawabnya lagi-lagi membutuhkan kontribusi semangat juang yang ikhlas. Kemenangan adalah kerinduan bangsa ini. Kemenangan secara de jure akan kemerdekaan kita memang telah diraih. Tapi kemenangan yang sebenarnya belum dirasakan oleh segenap bangsa Indonesia. Beragam masalah yang mengucurkan air mata, mengurai kesedihan, serta menyiksa batin bangsa ini tidak akan tertoreh walaupun harus dilukiskan di Microsoft Word ini. Kontribusi yang ikhlas belum familiar di benak bangsa kita. Totalitas perjuangan akan kekuasaan melalui jembatan kebohongan, itulah yang familiar selama ini. Apakah kita harus selalu seperti ini? Para penguasa yang duduk di atas pundak bangsa, hanya berpikir akan dirinya dan otoritasnya. Selain itu hanyalah penikmat kebohongan yang selalu tertidur dalam impiannya akan kemenangan. Para pemuda hanya bisa tertunduk diam atau harus berorasi turun ke jalan-jalan akan respon terhadap kebohongan 156


Bangkit itu Indonesia

yang baru disadari. Tentulah tidak salah akan apa yang mereka perjuangkan, husnuzhan mereka hanya dibayar dengan kebohongan. “ Dari berpuluh tahun yang lalu sejarah pergerakan kita menunjukkan, bahwa pemuda itu bersedia berjuang di baris terdepan, bersedia menjadi pelopor perjuangan bangsa. Saya percaya akan kebulatan hati pemuda Indonesia, yang percaya akan kesanggupannya berjuang dan menderita. Pemuda Indonesia, engkau Pahlawan dalam Hatiku� -Bung Hatta Kutipan dari pernyataan Bung Hatta di atas adalah falsafah pemuda Indonesia untuk tetap eksis dalam berkontribusi secara ikhlas terhadap perjuangan menuju kemenangan. Pemuda telah lama berjuang untuk kemenangan bangsa ini. Sampai zaman kebebasan yang membebaskan segala hal ini, perjuangan pemuda masih tetap eksis. Bahkan di masa depan perjuangan itu harus tetap eksis. Ada satu hal yang menjadi alasan perjungan para pemuda untuk kemenangan bangsanya, yaitu kebulatan hati. Sesuai pernyataan Bung Hatta, bahwa ada kebulatan hati yang menjadi kodon di dalam kromosom yang tetap eksis dari generasi ke generasi dan tidak akan pernah hilang. Kebulatan hati akan kepercayaan diri untuk rela berjuang dan menderita demi keikhlasan dan impian akan kemenangan di atas kemerdekaan. Inilah inspirasi sekaligus pemacu semangat bagi penulis akan impian dan kontribusi untuk bangsa di masa depan. Semangat akan kerinduan kemenangan menjadi obor penyemangat di dalam kegelapan yang sarat keputusasaan. Akhirnya, jadikanlah hal itu sebagai kontribusi menggapai impian.

157


“Apakah saya harus memecahkan ini atau saudara-saudara? Saudarasaudara harus berlatih menjadi pemimpin. Dan seorang pemimpin itu, bedanya dengan orang yang dipimpin ialah, bahwa di suatu saat yang penting dia dapat memilih antara dua atau lebih alternatif. Kemampuan memilih dua atau lebih alternatif itulah ciri dari seorang pemimpin. Tetapi kalau saya kunyahkan untuk saudara-saudara bagaimana memecahkan persoalan itu, kapan saudara akan menjadi pemimpin? Kalau terus saja kamu sekalian saya berikan bagaimana harus begini dan begitu, maka tidak akan pernah matang kamu untuk memimpin dan akan tetap menjadi pengikut.� Haji Agus Salim



2028 M Subuh Fakultas Hukum

“Bung, Anda tak bisa begitu saja mengatakan bahwa pemerintahlah yang benar!” Suara penuh emosi itu memecah di sela-sela pertemuan tertutup para pemimpin BEM se-Indonesia. Suara lantang itu keluar dari mulut seorang pria bertubuh besar dan tambun bernama Khaeruddin Umbara. “Tapi, Anda juga tak bisa menyalahkan semuanya pada Pemerintah. Ini masalah yang kompleks. Kita tak bisa serta-merta menuduh pemerintahlah penyebab peperangan ini, banyak faktor lain yang harus kita pertimbangkan untuk menjatuhkan pemerintahan,” kali ini pria bertubuh kecil dan berkacamata menjawab pernyataan Umbara yang berapi-api. Pria kecil itu tetap duduk tenang di bangkunya sementara lima mahasiswa lainnya berdiri dan bersuara paling lantang. “Syach, bukankah kamu tahu sendiri, rakyat merasa terdesak dengan perang ini? Jutaan liter darah tak bersalah mengalir sia-sia, harga-harga barang naik seiring dengan embargo negara-negara maju terhadap negara kita, hancurnya kota-kota di garis peperangan berdampak pada hancurnya perekonomian Indonesia, belum lagi, keputusan memerangi Malaysia ini ditentang oleh organisasi dunia, PBB. Bukankah hal-hal tersebut menjadi bukti bahwa keputusan perang melawan Malaysia adalah keputusan terburuk yang pernah dijalankan oleh pemerintahan Renggono?” “Tapi,apakah kamu pernah merasakan kehormatanmu diinjakinjak? Dan apa yang kamu rasakan saat itu? Sakit hatikah? Atau kamu harus terus bersabar sampai darahmu menguning saat mereka dengan enaknya menginjak-injak tanah yang sangat kamu cintai ini?” Syach, pria 160


Bangkit itu Indonesia

kecil yang duduk tenang tadi,memandangi Umbara dengan tatapan minta pengertian. Umbara belum bisa berkomentar banyak. “Bukankah dengan demonstrasi yang akan kita lakukan seperti yang kamu sampaikan itu akan semakin berdampak pada hancurnya negara kita? Dan, apakah dengan demonstrasi yang akan kita lakukan tersebut malah semakin membuat Indonesia terpecah-belah?”Syach menambahkan. Umbara dan keempat mahasiswa yang tadi bersuara lantang, kini tertunduk lesu seakan dipukul oleh pukulan lemah namun sangat dalam rasa sakitnya. “Kita pikirkan kembali matang-matang demonstrasi kita ini… janganlah kita berdemo sementara rakyat malah dibuat semakin bingung harus mendukung siapa. Mahasiswa adalah rakyat. Kebangkitan kita juga kebangkitan rakyat. Kalau saja rakyat bingung, kita juga yang bingung. Haruskah kita cinta tanah air dengan mendukung perang ini? Ataukah kita hanya memikirkan kemakmuran semata daripada kehormatan negara dengan menentang perang ini?” Syach berdiri. Dia mencoba menyemangati kedua puluh mahasiswa yang berada di ruang tengah rumah salah satu mahasiswa. “Lalu, keputusan apa yang kamu ambil, Syach?” Umbara rupanya tidak ingin menyerah begitu saja, terlihat dari sorot matanya saat memandangi Syach. “Keputusan terbaik saat ini adalah menuntut hubungan kedua negara diperbaiki, bukan menuntut pemerintahan Renggono dibubarkan.” Ujar Syach dengan sedikit penekanan pada kata-kata terakhir. “Kalau begitu kita berbeda jalur, Syach. Sebaiknya, kita berjalan masing-masing. Aku akan tetap menuntut pemerintahan Renggono dibubarkan.” Umbara bersikeras pada pendapatnya di awal rapat tertutup ini.

Syach hanya bisa menghela nafas panjang sementara Umbara dan 161


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

keempat mahasiswa lainnya keluar dari ruangan. Empat belas mahasiswa lainnya juga hanya bisa menghela nafas panjang saat melihat perpecahan dalam rapat terjadi. “Apa yang akan kita lakukan pada Umbara, Syach?” Salah satu mahasiswi berambut pendek bernama Tara yang duduk di sebelah Umbara tadi bertanya. “Kita lihat saja aksinya… semoga dia tidak bertindak anarkis.” Syach berjalan meninggalkan ruangan menuju teras rumah. Anggota rapat lainnya semakin bingung dengan dualisme yang terjadi saat itu. Di teras, Syach yang perokok berat itu mengambil sebungkus rokok dari saku celananya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan membakar ujungnya dengan lighter kesayangannya. Tak lama kemudian, suara-suara gaduh kursi yang diseret dan langkah kaki berderap terdengar sebagai tanda selesainya rapat malam itu. Syach masih saja menghisap rokoknya sambil memandangi bulan sabit yang terlukis di langit malam. “Syach…” suara lemah lembut tiba-tiba mengagetkan Syach dan dia hampir melempar rokoknya jauh-jauh dari tangannya. “Eh, Tara… ada apa?” Syach mematikan rokoknya yang belum lama ia nyalakan. “Kamu tidak merencanakan untuk mengundurkan diri, kan?” Tara mendekati Syach.

“Mengundurkan diri dari apa?”

“Dari jabatan ketua demonstrasi besok?” Syach mengajak Tara duduk di kursi yang ada di teras itu. “Tentu tidak. Aku adalah orang yang bertanggung jawab dengan apa yang aku mulai. Demonstrasi tetap kita lakukan besok dengan konsentrasi pada usaha jalan damai penyelesaian peperangan. Aku juga sudah berkoordinasi dengan Kapolri untuk mempertemukan kita dengan Presiden Renggono.” 162


Bangkit itu Indonesia

“Tapi, bagaimana dengan Umbara? Aku takut akan terjadi dualisme saat demonstrasi besok. Kamu tahu kan demo kali ini juga akan diikuti dua belas aliansi reformasi dan sebagian besar dari mereka adalah pendukung Umbara?” Wajah Tara menunjukkan rasa takutnya. “Aku usahakan agar tidak terjadi perpecahan. Aku juga akan mencoba berbicara dengan Umbara malam ini. Jadi, kamu tidak usah khawatir.” Syach meyakinkan Tara. Tara terdiam dan matanya memandangi Syach dengan pertanyaan utama yang mendesak di hatinya. “Aku tahu, kamu meragukanku, Tara… tapi, persahabatanku dengan Umbara tidak akan berakhir karena perbedaan ini, kami akan bersahabat selamanya,” ujar Syach sambil tersenyum. Esoknya, demonstrasi besar-besaran terjadi di depan istana negara. Dua ribu mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh pelosok Indonesia berkumpul dan memadati jalan utama menuju istana negara. Mereka berkumpul sejak jam lima pagi dan mulai berorasi tepat jam tujuh pagi. Karena terjadi dualisme saat rapat semalam,pendemo terpecah menjadi dua yaitu kelompok Umbara –menempati sebelah barat istana- dan kelompok Syach –menempati sebelah timur istana. Walau terjadi dualisme, Syach berusaha untuk saling berkomunikasi dengan Umbara. Dia selalu menghampiri kelompok Umbara untuk meminta kepastian Umbara akan bertindak sesuai prosedur yang sudah disepakati. Jalan utama menuju istana negara itu terlihat bagaikan lautan manusia. Warna-warni jaket kebanggaan universitas masing-masing membanjiri jalan tersebut selain warna coklat, seragam kebanggaan kepolisian RI. Spanduk-spanduk besar bertuliskan ‘Jalankan Politik Damai untuk Selesaikan Perang Kalimantan’, ’Tuntut Permintaan Maaf Malaysia dan Perbaiki Persahabatan Antar Negara’, ’Perang Bukanlah Cara Terakhir Pembuktian Rasa Cinta Tanah Air’, dan berbagai tulisan lainnya dibentangkan di sepanjang istana negara. Wartawan-wartawan saling sikut dan berlomba-lomba untuk meliput kegiatan demonstrasi besar-besaran 163


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

mahasiswa itu. Kemacetan luar biasa terjadi di jalan yang mengarah pada jalan istana negara. Mobil-mobil mengantri untuk memutar balik ke arah yang ditunjukkan polisi. Kegiatan demonstrasi itu benar-benar melumpuhkan jalur ke istana. Jam sembilan pagi, Syach dan Tara menemui Kapolri Jendral Respati yang sengaja datang ke istana untuk melihat pengamanan istana. Mereka mengonfirmasi keinginan mahasiswa untuk menemui Presiden Renggono pada Kapolri. Keinginan pun dikabulkan dan Kapolri siap membantu mahasiswa menemui presiden. Tapi, belum lama berselang saat Kapolri meng-iya-kan keinginan mahasiswa, kubu Umbara tiba-tiba menghampiri kubu Syach. Mereka menuntut untuk dilibatkan dalam pertemuan dengan presiden. Karena Kapolri hanya meminta lima orang perwakilan dari mahasiswa dan Syach sudah menentukan kelimanya tanpa nama Umbara di dalam ‘list’ perwakilan mahasiswa, Umbara merasa tidak puas. Awalnya, ketidakpuasan itu dapat diatasi setelah Syach berbicara dengan Umbara. Pembicaraan selama hampir setengah jam itu dilakukan antara Syach dengan Umbara di pos dadakan polisi di dekat istana. Keduanya mencapai kesepakatan dengan mengganti posisi Tara dengan Umbara dalam daftar perwakilan. Tapi, setelah diputuskan, kubu Umbara terpecah lagi antara golongan tua dengan golongan muda. Golongan tua menuntut dilibatkan dalam pertemuan bersejarah itu sedangkan golongan muda mendukung keputusan Syach dan Umbara. Perpecahan semakin memanas saat lima orang perwakilan dari mahasiswa memasuki istana untuk menemui presiden Renggono. Golongan tua yang tidak puas mencoba menerobos masuk ke dalam istana. Polisi bertindak dengan menghadang massa yang jumlahnya cukup banyak (kebanyakan golongan tua adalah anggota mayoritas aliansi reformasi). Begitu tahu situasi kubunya memanas, Umbara berlari kembali ke kelompoknya dan mencoba untuk menenangkan mereka. Umbara berdiri di depan massa dan menghadang para demonstran golongan tua. Namun, begitu Umbara menghadang, tiba-tiba penyerangan brutal ke arahnya terjadi. Golongan tua yang merasa tidak puas dengan keputusan 164


Bangkit itu Indonesia

Umbara dan Syach itu mengeroyok Umbara. Begitu peristiwa pengeroyokan itu terjadi, tidak hanya mahasiswa pendukung Syach dan Umbara yang menghampiri TKP tetapi juga wartawan-wartawan berbondong-bondong menghampiri TKP untuk meliput secara langsung peristiwa tragis itu. Syach dan tiga perwakilan lainnya yang telah masuk ke dalam istana dan bersalaman dengan presiden Renggono terkejut begitu terdengar letusan senjata api polisi di sebelah barat istana. Sadar ada yang tidak beres, Syach berlari meninggalkan ruang penyambutan di istana menuju kubu barat. Pemandangan menyedihkan terlukis jelas dari dalam istana, bentrokan massal terjadi disana. Mahasiswa mencoba untuk melindungi seseorang yang terkapar di jalanan, yang tak lain adalah Umbara, sahabatnya. Syach berlari secepat mungkin, menerobos kerumunan polisi yang tidak bisa bertindak banyak karena banyaknya mahasiswa yang terlibat pertempuran dengan golongan tua itu berbaur di dalam kerumunan. Mahasiswa-mahasiswa terlibat adu pukul dengan golongan tua yang semakin beringas untuk menyerang mahasiswa dengan senjata-senjata tajam. Umbara yang masih terkapar di jalanan diseret menjauh dari TKP oleh sebagian mahasiswa. Syach berhasil menerobos kerumunan mahasiswa dan berdiri di tengah-tengah antara mahasiswa dan golongan tua. Dia berteriak untuk menghentikan situasi yang memanas itu. Kedua kubu berhenti begitu Syach memekik untuk yang kelima kalinya. “Kita bukan binatang!! Kita bukan binatang!! Lekas turunkan lengan baju kalian!! Kita disini adalah sama!! Sama-sama rakyat Indonesia!! Sama-sama memperjuangkan nasib bangsa!! Sama-sama ingin bangkit dari keterpurukan!! Kita bukan pelakon cerita anarkis!! Kita adalah bangsa Indonesia!! Bangsa yang besar dan damai!!� Pekikan Syach membuat mahasiswa berhenti berbicara. Tapi, tiba-tiba, sebuah bom molotov meledak di dekat Syach dan beberapa mahasiswa lainnya. Wajah semangat membara dari mahasiswa langsung berubah duka. Pemimpin besar mereka serta beberapa mahasiswa lainnya terlempar dan terpelanting hingga beberapa meter. Namun, yang 165


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

menjadi sorotan perhatian mereka bukan hanya tubuh-tubuh mahasiswa yang tergeletak tak berdaya tapi juga tubuh kecil berjaket kuning tergeletak tak bernyawa di atas jalan dan segera menjadi pemandangan mengharukan bagi para mahasiswa. Wartawan secara spontan merangsek masuk ke TKP dan meliput kejadian berdarah itu. Kali ini,polisi bertindak cepat dan menyerbu kelompok aliansi reformasi dengan membabibuta. Para mahasiswa tidak ada yang bergerak sedikitpun karena mereka meratapi,dengan penuh duka, tubuh-tubuh hangus terbakar yang tak lain adalah sahabat mereka. Dua minggu setelah demonstrasi besar-besaran itu,presiden Renggono mengadakan jumpa pers di depan istana negara yang dihadiri seribu mahasiswa peserta demonstrasi besar-besaran yang lalu dan hampir ratusan ribu masyarakat Indonesia dari segala penjuru. “Yang sangat saya cintai… para mahasiswa Indonesia sebagai penerus bangsa… dan yang sangat saya hormati… rakyat Indonesia sekalian” Ujar presiden Renggono di hadapan ratusan ribu manusia yang sebagian besar membentangkan spanduk bertuliskan, ’Kami Berdoa untuk Sahabat Rakyat Indonesia, Syachbenaz dan Umbara’. “Jakarta, 23 Oktober 2028… Saya selaku presiden Republik Indonesia menyatakan permohonan maaf yang seluas-luasnya atas perang Kalimantan yang telah saya cetuskan. Saya selaku presiden Republik Indonesia juga menyatakan rasa belasungkawa yang sangat dalam atas meninggalnya delapan mahasiswa yang dimana dua diantaranya adalah sahabat Republik Indonesia, Syachbenaz Longkhiran dan Khaeruddin Umbara. Serta saya selaku presiden Republik Indonesia juga menyatakan pertanggungjawaban saya atas semua masalah yang diderita bangsa ini karena perang Kalimantan, perang yang saya cetuskan. Untuk itu, saya atas nama saya sendiri, Renggono Salsabila mengundurkan diri dari kursi kepresidenan Republik Indonesia secara de jure di hadapan segenap bangsa Indonesia. Semoga apa yang telah saya lakukan selama ini baik yang berkenan maupun yang tidak berkenan dapat diterima atau dimaafkan. Menyangkut hal-hal pemerintahan selepas kepresidenan saya 166


Bangkit itu Indonesia

akan diaturkan dalam Sidang Istimewa MPR pada tanggal 28 Okober 2028 di Rengasdengklok. Tertanda, Renggono Salsabila‌� Presiden Republik Indonesia kesembilan itu menunduk lesu setelah membacakan kertas yang dituliskan oleh tangannya sendiri. Tak ada tepuk tangan ataupun sorakan kegembiraan setelah sang pemimpin itu mengumumkan pengunduran dirinya yang belum resmi itu. Kebanyakan mahasiswa menyenandungkan lagu ciptaan Umbara dan Syach, ’Ketika Bangkit’. Mereka saling berpegangan satu sama lain sehingga terbentuk sebuah pertalian erat diantara mahasiswa. Di dalam pertalian itu,tidak ada lagi perbedaan status,ras,universitas ataupun agama. Semua bersenandung duka untuk kedua sahabat mereka dan enam mahasiswa lainnya yang telah pergi menghadap Yang Mahakuasa. Senandung itu terus bergema di depan istana negara sampai matahari akhirnya tergelincir ke ufuk barat dan menandakan hari belasungkawa Indonesia berakhir. Tiga hari setelah pengunduran diri presiden Renggono secara resmi tanggal 27 Oktober 2028, perang Kalimantan pun berakhir atas desakan PBB dengan mengadakan Kapitulasi Zurich tanggal 30 Oktober 2028 yang menghasilkan permintaan maaf Malaysia atas penghinaan kedaulatan Republik Indonesia. Berkat kematian dua pemimpin besar mahasiswa, kedua negara yang berselisih akhirnya sadar dan menyelesaikan masalah dengan jalan damai.

167


Chatting Okvi Elyana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Doni begitu bahagia. Sepertinya senyum tak pernah lepas dari bibirnya sejak tadi. Perasaannya bagaikan melambung ke udara setelah menerima pengumuman UMB pukul 18.00 tadi. Sepulang sholat magrib berjamaah di masjid An-Nur, segera ia menuju Cyber_ Gun, warnet yang berada dibelakang mesjid tersebut. Ia segera menuju bilik yang masih kosong. Dengan nafas tertahan, ia mengetik satu demi satu nomor UMB yang telah ia hafal di luar kepala. Mulutnya terkunci rapat, tetapi lidahnya penuh tasbih yang terlontar semenjak sore tadi. Hatinya terus menerus meohon kepada yang Maha Tinggi untuk mengabulkan keinginannya. Akhirnya setelah menariik nafas dalam-dalam, dengan mata terpejam di tekannya tombol enter di atas keyboard. Ketika membuka mata, sebaris kalimat tertera di layar monitor ”Selamat, anda tercatat sebagai mahasiswa pada program studi 770426” Seketika itu juga ia melakukan sujud syukur di lantai warnet Cyber yang sedikit berdebu di tengah banyak tatapan mata yang terheranheran. Setelah pulang dan mengabarkan seisi rumah, yang disambut dengan ucapan syukur Alhamdulillah secara serempak. Dani kembali ke Cyber untuk mengabarkan semua teman-temannya lewat email. Tergelitik dirinya untuk mengabarkan kabar gembira itu ke orang yang tak dikenalnya dengan maksud pamer. Maka segeralah ia meluncur ke MiRC. Ketika sedang mencari-cari, dilihatnya sebuah nick bertuliskan ’Adud’, teringatlah ia kepada sahabat-nya sewaktu SD yang kemudian pindah ke Pontianak sewaktu naik ke kelas lima. Iseng disapanya si ’Adud’ itu siapa tahu memang benar temannya ketika SD dulu. 168


Bangkit itu Indonesia

Dani_senang : Hi.....! Adud : Hi Dani_senang : Asl plz Adud : 45, m, Jakarta. Lo….? ”Yah, ini mah bukan si Adud. Udah Bapak-bapak, sok gaul lagi mentang-mentang orang Jakarta, ngomongnya pake lu-gw. Nggak sadar umur apa? Ah ya udah deh lanjutin aja, udah kepalang tanggung” batin Dani. Dani_senang Adud Dani_senang

: 17, M, Bengkulu. : Lo lagi seneng? : Yo’i! Tau ga, gw baru aja keterima di PTN yang gw pengenin dari dulu. Jadi sekarang gw udah berstatus mahasiswa.

”Langsung curhat aja ah. Bodo amat dia peduli apa nggak“, Dani membatin lagi. Adud

: Bangga lo? Apa hebatnya sih mahasiswa jaman sekarang? Bisanya demo doang, nuntut hak, kuliah ga lulus-lulus, ngabisin duit orang tua. Udah kalo ngomong kaya yang paling pinter sedunia! Sok berdiplomasi tapi ga ada isi!

”Buset nih Bapak. Belum apa-apa, udah nyolot aja. Perlu gw kasih pelajaran nih, biar ma**us sekalian.” Dani mulai terpancing. Dani_senang

Adud

: Eh, orang tua! Tau apa lo? Lo pikir gampang jadi mahasiswa? Butuh pengorbanan tau ! Gw tuh tiap hari belajar ampe jam 12 malem, puasa senenkamis, shalat malem. Gw tuh jadi mahasiswa ga gampang ! Jadi jangan seenaknya ngata-ngatain! : Alaah dasar anak muda! Gede omong doang! Lo pikir gw nggak tau. Anak-anak seumur lo tu mikirnya cuma makan ma nongkrong. Lo pasti ga tau mau jadi apa pas lulus nanti, gw yakin buat 5 menit ke 169


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

depan aja lo ngga bakalan tau mau ngapain!� Dani_senang : Ati-ati, Pak kalo ngomong! Asal lo tau, lo boleh mikir apa aja tentang anak jaman sekarang, itu hak lo. Tapi gw kasih tau sama lo. Orang- orang kaya lo gini yang cuma bakalan bikin Indonesia tambah mundur. Orang-orang kaya lo! ORANG YANG PESIMIS KAYA LO!! Adud : Ha..ha..ha.! Pesimis? Eh, anak muda. Gw bukannya pesimis, gw realistis! Lo pikir apa yang masih bisa dibanggain dari Indonesia? Tingkat korupsinya yang peringkat pertama di seluruh dunia?� Dani_seneng : Mungkin gw emang masih muda. Gw yakin lo jauh lebih tau keadaan Indonesia dibanding gw. Tapi, karma orang-orang apatis macem lo gini, Indonesia ga pernah bisa berubah! Adud : Tadi lo bilang gw pesimis sekarang lo bilang gw apatis? Man...come on! Hadapi kenyataan aja deh! Negara kita tuh udah bobrok. Penuh sama orangorang serakah yang mikirin perutnya sendiri. Lo liat aja sekarang anggota dewan tuh dah kaya shiftshiftan ketangkep sama KPK. Hampir tiap minggu ada aja nama baru yang ketahuan makan uang negara. Dani_seneng : Ok..lo emang bener soal kenyataan. Negara kita emang udah penuh sama orang-orang serakah. Tapi kalo emang warga negara yang peduli sama nasib bangsa, lo ga bakalan ada disini, ngomong macemmacem tentang negara lo sendiri. Lo pasti lagi ada di suatu tempat untuk melakukan perubahan. Tapi apa yang lo lakuin sekarang ? Lo tuh ga ubahnya pengecut tau ga!? Ditekannya tombol close di ujung layar. Ditinggalkannya komputer 170


Bangkit itu Indonesia

itu dalam keadaan menyala. Dengan segera, Dani meninggalkan warnet tempatnya berdebat dengan orang yang sama sekali tidak dikenalnya, tapi telah mengusik rasa kebangsaannya. Entah kenapa ia begitu marah, sepertinya ia merasa begitu tidak rela mengetahui negerinya dipandang serendah itu. Negeri dimana ia menjejak tanah dan meminum airnya. Sepertinya pelajaran kewarganegaraan yang selama 12 tahun diikutinya cukup berdampak dalam pembentukan mental nasionalismenya. Jiwa patriotisme kaum muda yang sekarang ini dipertanyakan masih melekat di dalam sukma dan sampai kapan pun akan dipertahankan sekuat tenaga. Nun jauh disana, tersenyum seorang lelaki berkacamata. Ia hanya tertawa ketika partner chatting-nya memutuskan sebuah perdebatan sengit itu secara tiba-tiba. Tiba-tiba ada sedikit harapan yang kembali meletup di hatinya setelah perdebatan itu. Niatnya untuk sekedar mancari teman diskusi dari media chatting pun membuahkan sesuatu yang tak ia sangka sebelumnya. Akhirnya ia bisa mematahkan spekulasi banyak orang yang menyatakan Indonesia akan mati ditangan pemuda yang kian apatis. Tetapi 45 menit yang lalu, ia menemukan bukti bahwa masih banyak generasi penerus yang berjiwa pembaharu. Yang peduli dengan kondisi bangsa. Yang tanpa diminta akan berjuang untuk membangun kembali Indonesia. Tanpa sadar matanya menjadi bisa. ”Pak Mentri, maaf, saya cuma ingin mengingatkan pukul 19.30 nanti akan ada pertemuan dengan Bapak Presiden di Istana,” suara sekretaris yang terdengar dari speaker telephone diatas meja membuyarkan lamunannya. ”Terima kasih. Saya akan segera berangkat” Setelah mematikan komputer, dikenakannya jas yang sedari tadi disrungkan diatas kursi kerjanya. Selesai membereskan berkas-berkas yang menumpuk di meja, ia pun melangkah meninggalkan ruang kerjanya. Di depan pintu telah menunggu seorang pengawal yang akan menemaninya menuju Istana Kepresidenan. Dan di depan pintu ruangan itu tertulis ’Ruang Kerja Menteri Pemuda dan Olah Raga’ 171


Dicari, Pemimpin Indonesia Baru Muhamad Reza A Fakultas Hukum Pada suatu waktu, Indonesia sangat disegani dunia internasional. Indonesia menjadi pusat perdagangan dan bahkan dikenal sebagai saudara tua oleh bangsa asing. Bahkan pemimpin-pemimpin dunia terdahulu sangat hormat terhadap bangsa ini. Misalnya saja John F. Kennedy yang membawa perasaan segan dan menunduk hormat apabila bertemu Bung Karno karena merasa kalah pamor. Itu dulu, kini lain lagi. Bung Karno dan Pak Harto menjadi orang yang sangat disegani pada waktu itu. Mereka dianggap sebagai sesepuh yang patut dihormati di seluruh dunia. Kondisi tersebut kini berbalik total. Indonesia menjadi bangsa nomor sekian di dunia. Harkat dan martabat kita sering dilecehkan, bangsa ini menjadi kian terpuruk. Belum ada lagi pemimpin yang disegani seperti Bung Karno dan Pak Harto. Krisis kepemimpinan yang sedang melanda negeri ini menjadi salah satu hal yang harus disoroti selain sistem demokrasi yang juga salah diterapkan di Indonesia. Tanpa disadari, terdapat jurang pemisah antara pemimpin satu dengan yang lain. Sesama mantan presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya saling menjegal. Padahal kita semua tahu mereka pasti sangat mencintai bangsa ini dan ingin melihat bangsa ini maju dan berpengaruh di mata dunia. Alangkah baiknya apabila para pemimpin-pemimpin kita ini bersatu dan membentuk ikatan yang kuat sehingga dapat menghasilkan kekuatan yang sangat dahsyat untuk bangsa ini. Andai saja mereka mau berpikir lebih jernih dan menatap maju ke depan, tentunya kita akan melihat bangsa yang sudah besar ini menjadi lebih besar. Itulah mengapa Indonesia dianggap sedang mengalami krisis kepemimpinan. Kriteria pemimpin yang dibutuhkan Indonesia sangatlah sulit dicari. Idealnya, pemimpin Indonesia itu adalah gabungan dari Bung Karno yang 172


Bangkit itu Indonesia

seorang orator, jago strategi seperti Pak Harto, mempunyai kecerdasan yang tinggi seperti Habibie, agamis seperti Gusdur, keibuan seperti Megawati, dan berwibawa seperti SBY. Apabila mereka semua digabungkan Indonesia akan menjadi negara yang hebat dipimpin oleh pemimpin yang luar biasa. Andai saja ada satu forum atau perkumpulan yang berisi mantanmantan presiden Indonesia ataupun pemimpin-pemimpin lainnya, pasti ikatan sesama pemimpin tersebut menghasilkan kekuatan yang sangat dahsyat bagi bangsa ini. Kita pasti sangat menginginkan suatu saat nanti BJ.Habibie, Gusdur, Megawati, SBY bergandengan tangan dalam suatu forum dan berkomitmen bersama-sama membangun Indonesia. Tentu itu akan berdampak sangat luas bagi kemajuan bangsa ini. Hal ini sebetulnya sudah mulai dipraktikkan oleh elit-elit tingkat bawah. Daerah Jawa Barat misalnya, terciptanya komunikasi yang baik antara gubernur yang menjabat dengan gubernur sebelumnya membuat Jawa Barat menjadi kuat secara kepemimpinan sehingga daerah ini diprediksi akan menjadi salah satu daerah yang maju. Ini dapat dijadikan contoh oleh daerah lain terutama oleh negeri kita sendiri agar dapat membangun sistem komunikasi dan kepemimpinan yang kuat. Tidak ada lagi yang merasa dirinyalah yang paling pantas memimpin. Apabila dikerjakan bersama-sama pasti semua masalah akan terselesaikan dengan mudah. Faktor lain yang menyebabkan terpuruknya Indonesia adalah sistem demokrasi yang salah. Sistem multi partai tidak cocok untuk diterapkan pada negara berkembang seperti Indonesia. Sistem multi partai berakibat semakin ranggangnya hubungan persaudaraan dan kesatuan antar warga negara. Semakin banyak partai membuat negara ini kian rumit. Masing-masing partai mempunyai program dan agenda sendiri. Benturan kepentingan antar partai dan bentrokan antar pendukung partai menjadi dampak dari diterapkannya sistem multi partai. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris hanya menerapkan sistem dwi partai. Di Amerika sendiri hanya ada partai republik 173


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

dan partai demokrat sedangkan di Inggris hanya ada partai konservatif dan partai buruh. Dalam ajaran Islam pun hanya diajarkan dua partai, Hizbullah dan Hizbusyaitan. Sistem dwi-partai inilah yang sebetulnya cocok diterapkan di negara seperti Indonesia. Apalagi Indonesia masih tergolong negara yang sedang berkembang. Tidak perlu lagi kita melihat sesama penduduk Indonesia bercerai-berai dipenuhi pertikaian dan pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan. Apabila terus-menerus seperti itu, kapan kita membangun bangsa ini? Krisis yang sedang terjadi dapat kita hapus apabila kita semua bergandengan tangan bersatu membangun Indonesia dan sedikit merubah tatanan demokrasi yang sudah ada. Apabila para pemimpin kita masih belum mau bersatu biarlah persatuan itu kita mulai dari bawah. Biarlah kita yang menjadi pemimpin untuk negeri sendiri. Jangan biarkan negeri ini hancur dan menjadi bahan pelecehan dunia. Belajarlah dengan bijak dan perbaiki kesalahan yang ada. Bangkit Indonesia !

174


Janjiku kepada Timur Akhmad Rahadian Hutomo Fakultas Ilmu Komputer Menatapku dari sudut kereta yang merangkak mengoyak dingin gelapnya malam. di kota mati yang mereka sebut surga di kota diskriminasi yang mereka panggil kebebasan yang kulihat bukan surga, bukan pula sekedar kebebasan yang kulihat hanyalah mereka yang direbut tempat tinggalnya yang kulihat hanyalah mereka yang direngut orang tuanya yang kulihat hanyalah mereka yang mengais seonggok makanan yang kulihat hanyalah mereka yang duduk malas kekenyangan yang kulihat hanyalah mereka yang saling rebut kekuasaan ah‌ mengapa aku hanya bisa merenung dan menatap? Aku harus berbuat dami bangkitnya negeri hipokrit ini! Aku berjanji kepada timur, timur yang tidak pernah terlupa dan timur tidak pernah ingkar janji untuk memberikan secercah cahaya Bukan hanya selintas pikiran tentang kesombongan dan kealpaan, Namun sebuah mimpi dan optimisme demi BANGKIT INDONESIAKU!

175


Julian dan Harry Aditya Darmawan Fakultas Teknik

Udara di Pemakaman hari ini cukup sejuk dengan semilir angin membelai lembut tubuh Harry yang berpakaian kemeja hitam. Harry sedang berdiri bersama-sama dalam keramaian saat sebuah kurung batang beratapkan kain hijau bertuliskan ayat-ayat al-Qur’an yang diarak oleh 6 orang pria itu sampai di depan liang kubur. Bersama, orang-orang itu menurunkan kurung batang itu. Beberapa pengangkut yang rata-rata adalah lelaki paruh baya itu nampak penuh keringat dan kelelahan saat mereka menurunkan peti itu. Mata Harry nampak kosong. Ia berada sejauh 10 kaki dari liang kubur itu. Semilir angin membawa Harry mengingat kembali masa lalunya. Harry sedang berjalan bergandengan dengan ibunya dengan memakai seragam sekolah dasar dan melangkah dengan gembira. Hari ini adalah hari pertama ia masuk sekolah. Ia sampai di depan kelas lalu ibunya mencium dahinya sebelum ia masuk ke dalam kelas. Harry melambaikan tangannya pada ibunya lalu ia segera duduk di kursi yang dipilihnya, yaitu tepat di depan meja guru. Ia duduk dengan mantap sambil sesekali melihat ibunya di luar kelas yang kemudian membalasnya dengan senyuman sayang. Harry tersenyum balik lalu memalingkan mukanya pada ibunya dan pandangannya sekarang beralih pada anak laki-laki yang menjadi teman sebangkunya. Anak itu tersenyum saat Harry menjabat tangannya dan berkata, “Aku Harry, Harry Louis. Siapa namamu?� Anak lelaki itu itu membalas senyuman dan jabat tangan Harry sambil berkata “Julian, Julian Cancer.� 176


Bangkit itu Indonesia

Lalu kedua anak itu tertawa.

“Mana ibu kamu?” Seru Harry lugu pada Julian.

“Ibuku sedang bekerja, jadi tak bisa mengantar aku.” Jawab Julian sambil tersenyum manis.

“Apa cita-citamu?” Tanya Harry lagi.

“Ummm... aku punya satu...tapi aku mau dengar cita-citamu dulu.” Seru Julian jual mahal. “Presiden! Aku mau jadi presiden! Nah, aku kan sudah beritahu citacitaku. Bagaimana denganmu?”

“Aku juga ingin jadi presiden.” Balas Julian pelan.

“Wah! Kalau begitu ayo kita bertanding untuk mendapatkan citacita itu!” Balas Harry semangat. “Baiklah, aku tak akan kalah olehmu. Ayo kita bersaing.” Sambung Julian yakin. Suara gaduh orang-orang yang sedang membawa kurung batang itu membuyarkan lamunan Harry. Rupanya orang-orang itu kesulitan saat sedang menyingkap kain hijau yang menutupi kurung batang itu karena kain itu menyangkut di antara jeruji-jeruji kurung batang itu. Mulai terlihat orang-orang berkerumun sambil membantu melepaskan kain hijau yang tersangkut. Harry kembali meneruskan lamunan Harry.

6 Tahun berlalu.

Harry dan Julian, dua orang sahabat dengan cita-cita yang sama itu sekarang juga masuk di SMP yang sama. Hari itu pun juga hari pertama masuk SMP. Ibu Harry hanya mengantar Harry pada pintu gerbang sekolah karena pada hari akan diadakan Masa Orientasi Siswa Baru. Kali ini Harry tidak lagi menggandeng tangan ibunya dan menerima ciuman di dahi. Kali ini, ia hanya cium tangan ibunya, lalu segera masuk ke dalam gerbang. Julian telah menunggunya beberapa meter di depan gerbang. Harry kemudian bertanya, “Mana Ibumu?” 177


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Julian menjawab dengan nada datar. “Ibuku sedang bekerja. Sejak ibu bercerai dengan ayah, ia harus bekerja lebih keras sekarang. Jadi ia tak sempat mengantarku.” Selama di SMP, Julian dan Harry selalu mendapat peringkat pertama di kelas. Selain itu, pemikirannya juga kiritis apabila ia menerima pernyataan dan pertanyaan di kelas. Kedua anak itu bisa dibilang memiliki tingkat intelegensi yang sama. Keduanya pun lulus dengan nilai yang memuaskan. Akhirnya jenazah pun berhasil dikeluarkan dari kurung batang. Tiga orang terlihat membawa jenazah itu lalu menyerahkannya pada dua orang yang telah siap di liang kubur. Kedua orang yang telah menerima jenazah itu lalu meletakkan jenazah tersebut dengan hati-hati pada dasar liang yang telah diberi beberapa penyangga berupa bola-bola tanah liat yang ditumpuk di bagian muka dan kaki jenazah yang tertutup kain kafan itu. “Apa langkah-langkah strategismu jika kamu sudah menjadi presiden?” Seru Harry yang sedang menyeruput es jeruk yang sekarang telah berseragam putih abu-abu di kantin sekolahnya. “Pertama-tama aku akan membersihkan bidang kehakiman dulu karena bidang kehakimanlah yang paling utama harus dibersihkan dari korupsi daripada bidang-bidang yang lain. Jika keputusan hakim sudah benar dan bebas dari tekanan dan paksaan apapun, barulah aku akan memulai memberantas korupsi di bidang lain.” Jawab Julian yakin sambil menyeruput es tehnya. “Hmmm… kalau aku sih akan memperhatikan ketimpanganketimpangan dalam setiap departemen terlebih dahulu. Apakah ada segala bentuk kegiatan ilegal disana atau tidak? Apakah proses birokrasinya lancar atau tersendat? Apakah pembangunan di berbagai sektor dapat selesai pada waktunya atau diperlambat oleh oknum-oknum tertentu? Mungkin itulah langkah strategis pertamaku jika aku berhasil menjadi presiden nanti.” Harry tak mau kalah. 178


Bangkit itu Indonesia

“Tak apalah. Wajar saja kita berbeda pendapat. Lagipula pandangan kita tentang hal ini mungkin berbeda bila dilihat dari kacamatamu sebagai ketua OSIS dan aku sebagai ketua MPK, Kurasa semua langkah-langkah tadi akan terwujud apabila salah satu dari kita ini memenangkan persaingan ini. Setuju?” “SETUJU! Dan ingat, aku tak akan kalah olehmu!” Tegas Harry sambil mengepalkan tangannya ke atas.

“Begitu juga aku.” Jawab Julian diikuti senyum.

Ketajaman berpikir mereka tidak menurun, justru semakin mengingkat. Prestasi-prestasi telah mereka raih, tak hanya di bidang akademik sebagai juara kelas, tetapi mereka juga sempat menjuarai perlombaan debat, pidato dan berbagai lomba karya ilmiah. Mereka akhirnya lulus di perguruan tinggi yang berbeda. Harry diterima di jurusan ekonomi di sebuah universitas di Jerman. Lalu, Julian diterima di jurusan ilmu politik di sebuah universitas ternama di Indonesia. “Sekarang kita berpisah. Sudah 12 tahun kita saling kenal dan bertukar pikiran, sekarang saatnya kita memantapkan diri pada ilmu kita.” Seru Harry di airport sesaat sebelum keberangkatannya ke Jerman. “OK! Kita bertemu lagi setelah kita lulus kuliah dan telah menjadi orang sukses!” Seru Julian sambil merangkul sahabatnya. “Baiklah! Pertempuran kita baru saja dimulai!” Seru Harry lantang lalu mereka segera berpisah dengan komitmen mereka akan bertemu lagi setelah sukses. Setelah sang pembawa acara menyampaikan doa-doa, mulailah para penggali kubur menutup kembali kuburan yang terisi jenazah itu dengan tanah merah. Sekop demi sekop tanah merah mulai bertumpuk sedikit demi sedikit menutupi tubuh jenazah yang tertutup kafan itu. Sehari yang lalu Harry pulang ke Indonesia. Sudah 8 tahun sejak kepergiannya ke Jerman berlalu. Kini ia telah bergelar Master Ekonomi. 179


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Ia tak sabar untuk menemui sahabatnya sekarang. Ia sangat penasaran. Di kepalanya telah terlintas apakah Julian telah menjadi orang sukses atau belum? Apakah dia sudah direkrut oleh sebuah partai politik? Atau mungkinkah dia telah menikah? Ia berniat mendatangi rumah Julian yang sederhana. Rumah Julian bukanlah rumah yang bagus mengingat ia kini tinggal sendiri dengan ibunya setelah bercerai dengan ayahnya ditambah lagi dengar-dengar orangtuanya juga telah bangkrut. Ia melihat sebuah tenda biru besar dengan kerumunan orang yang lalu lalang. Kamera televisi juga terlihat melintas di sana. Yang paling mengejutkan Harry adalah kehadiran bendera kuning yang terikat di tiang listrik di samping rumah Julian. Ia pun penasaran lalu bertanya kepada seorang bapak berkumis yang kebetulan lewat di depan Harry. “Maaf Pak. Boleh saya bertanya sebentar?”

Bapak itu mengangguk.

ya?”

“Bendera kuning dan tenda ini, memangnya siapa yang meninggal

“Oh...itu, tadi ada pria yang gantung diri. Kalau tidak salah namanya Jul...aduh, siapa yah...” Jawab Bapak itu mencoba mengingat.

“Julian maksud Bapak?” Balas Harry cepat.

“Iya benar!”

Harry sangat kaget mendengar hal itu. Ia tak menyangka hal itu terjadi pada sahabatnya, Julian. Lalu ia kembali bertanya pada Bapak berkumis itu, “Apakah Bapak tahu sebab ia bunuh diri itu apa?” “Begini...Katanya yang bapak dengar itu gara-gara stres karena gencatan ekonomi. Sejak ibunya meninggal 6 tahun yang lalu karena sakit keras akibat stres karena lonjakan harga kebutuhan pokok, hidupnya jadi tak menentu. Ia lebih banyak stres, nilai-nilainya juga turun drastis sehingga ia di-DO oleh kampusnya. Ia mengalami stress berat karena kini dia harus hidup sendiri karena dia anak tunggal. Karena stres yang berkepanjangan, 180


Bangkit itu Indonesia

akhirnya ia mulai menyentuh narkoba. Hartanya habis dipakai hanya untuk membeli narkoba untuk menghilangkan stresnya. Akhirnya tadi pagi ada warga yang menemukan ia tergantung di kamarnya.â€? Jelas Bapak itu. Kini liang kubur itu telah penuh tertimbun oleh tanah. Batu nisan berukirkan nama Julian Cancer ditancapkan disana. Orang-orang mengantri untuk menaruh bunga diatasnya. Tampak disana sanak dan saudara Julian menangis. Harry pun melangkah ke pusara itu sambil menaburkan bungabunga kecil. Ia tersenyum, “Jul, ingat dulu kita sama-sama saingan untuk jadi presiden RI. Mengapa kamu menyerah dan tak mau berkontribusi untuk negara dan membuat Indonesia bangkit? Apakah kamu mengalah padaku? Kalau begini caranya, terpaksa aku yang akan menjadi pemenangnya. Dan jika aku menjadi presiden nanti, aku tidak akan membiarkan nyawa seorang pun warga negara Indonesia yang melayang hanya karena alasan gencatan ekonomi. Percayalah padaku.â€? Harry mengusap batu nisan itu sambil menitikkan air mata. Ia kemudian berdiri dan melangkah dengan langkah teguh dan optimis akan cita-citanya sejak kecil, menjadi seorang presiden dan memberikan kontribusinya bagi bangkitnya Indonesia. Har, jika kamu menemukan catatan ini, aku cuma mau bilang satu hal. Aku ini pecundang negara, aku tak bisa berbuat apa-apa, negara tak membutuhkanku. Pesanku, teruslah hidup dan gapai cita-citamu, cita-cita kita. Sahabatmu Julian‌

181


Mimpi Revantia Ariani Fakultas Ekonomi

Ku rekahkan mata ini… Mencoba tuk kuasai isi bumi yang tlah kutapaki seumur diri Bumi yang kudengar indah permai… Dipenuhi kekayaan bahari… Serta penghuni yang berhati… Ku coba tuk sadar Seolah tak percaya yang disekitar Bumiku t’lah terpencar dan tak bersinar Dan setiap diri saling bertengkar Hingga tak kulihat yang saling bertukar Ku sorotkan ke depan, kulihat hanya pejabat berperut buncit geram kumelihatnya… Ku alihkan ke belakang, kulihat peminta-minta berperut buncit tak sanggup kumelihatnya… Ku palingkan ke kanan, kulihat penghuni permukiman kumuh juga berperut buncit, tak sanggup kuteteskan air mata… Ku palingkan lagi ke kiri, seorang ibu yang masih membanting tulang meski perutnya buncit, kali ini kukoyakkan kantung airmataku selebar-lebarnya… Ku mulai bertanya sendiri, mengapa semua berkeadaan sama Ku rekahkan mata ini lagi… 182


Bangkit itu Indonesia

Kuucapkan syukur pada Illahi Ternyata semua mimpi Yang dikirim oleh Illahi Agar aku sadar diri Tapi‌ Itu bisa saja terjadi di saat nanti Jika aku tak bersiap diri Kubangkit dari mimpi Tuk menggali ilmu setinggi-tinggi

183


Pemuda untuk Indonesia Agastya Sesarianda Fakultas Ekonomi

Takkan habis kata ‘Tuk ungkapkan rasa dalam dada Akan keindahanmu, duhai Indonesia Oh, sungguh tiada terkira Namun terkadang lidah terasa kelu Diriku pun membisu Melihat realita yang ada Seakan mempermainkan asa, rasa, dan logika Sang tiran tidur bergelimang harta Si miskin tenang tidurnya tiada Untuk menyambung hidup pun terasa tiada guna Mengapa? Tak terasa air mata mengalir Dan keluh kesah ini pun hanya terhembus angin semilir Memberi sejuk yang semu Memadamkan api derita tanpa mampu

184


Bangkit itu Indonesia

Impian dan harapan mulai binasa Akankah kita hanya terus meminta Akan datangnya persembahan dari surga Bukankah kita harus bergerak Meraih kemenangan bagi yang berhak

Kawanku sesama pemuda, bangkitlah Songsong masa depan yang cerah Jadilah pemimpin yang berkarya nyata Demi Indonesia kita yang jaya

185


“Satu-satunya yang diperlukan oleh yang batil untuk maju mencapai kemenangannya adalah: asal saja yang haq tinggal diam, tak berbuat apaapa� Mohammad Natsir



Agar Kita Tidak Menjadi Salah Satunya Nanti Annisa Nadira Fakultas Kedokteran

“Dek, woy Dek!! Lima ratus lagi woy!”Teriak si supir angkot menaikkan tarif independen seenaknya. “Pak, Pak! Bapak juga, tambah lima ratus lagi!” Dengan suara hina supir itu berteriak lagi. Kesal? Yaiyalahyaaa. Tapi, berhubung lagi di pinggir jalan, banyak prokem, terus sudah diyakini itu kroni-kroninya si tukang angkot bang*at, Fajar cuma diam sambil melempar koin lima ratusan ke dashboard angkot yang tadi dinaikinya, terserahlah mau jatuh ke lantai atau bagaimana, biar supir budak uang itu yang repot. “Tungguin kek, Jar,” Ridwan akhirnya memanggil sahabatnya yang sedari tadi masih menunduk menahan emosi. “Hah? Oh... gue lupa dah ada elo… haha...” Fajar mendongak, sudah agak tenang dan baru sadar kalau dia pulang bersama seorang teman. “Yee... emte lu ah! Makanya ga usah suntuk gitulah supir angkot doang,”

“Jangan diingetin, ny**t! SUPIR ANJ*** tu emang!!!!!!”

Wah, Ridwan salah bicara.

Emosi Fajar kembali naik.

“Udah udah, sabar Jar, sabar. Tu ada angkot, naik yuk.”

gue.”

“Ogah ah. Kurang uangnya tauk! Gara-gara tadi tu anj*** bangkrut

“Pas-pasan ya uangnya? Yaudah jalan aja, gue temenin.” 188


Bangkit itu Indonesia

“Jar ko diem Jar? Woy! Rajin nih gue ke rumah elo, bukannya ngajarin!” Ridwan protes karena udah dari tadi memanggil Fajar tapi dikacangin mulu. Padahal ya benar kata Ridwan, rajin lho dia ke rumah Fajar mau belajar gitar, biasanya Fajar yang disuruh membawa gitar ke rumah dia. “Oh iya ada elo… lupa gue.” Fajar (lagi-lagi) baru ingat kalo ada anak yang namanya Ridwan, hidup, duduk, napas terus memegang-megang telecaster kesayangannya nan cantik dibetot-betot senarnya bikin stres yang punya. Ridwan langsung memasang muka yang kalo diliat-liat mirip ajah sama emoticon (-_-), mungkin karena emang dari sananya ni anak sipit.

“Tega lo Jar ama gue,” ujar Ridwan.

“Maaf maaf.. lagi mikir.” Raut muka Fajar langsung serius, matanya menerawang, kaya tadi pas bengong ngacangin Ridwan.

“Mikirin apaan? Lo ketemu cewek di mana, Jar?”

“Bukanlah beg*k! Gue lagi mikirin negara kita lo malah gitu dah!” Fajar langsung sewot menghadapi temannya yang tidak pengertian. “Ampun ampun. Kenapa? Lo mikir apa?” Fajar mengerutkan dahinya sesaat, bergantian melihat wajah temannya dan lantai, lalu langit-langit terasnya (wah bocor!) seraya berpikir. Ini anak bakal ngerti gak ya ntar kalo gue omongin.. gak yakin gue.

“Enggak ah, ntar lo gak ngerti.”

“Heh! Pinteran gue yaaa dibandingin elo!” Ridwan langsung berasa ingin meninju Fajar. Fajar juga sih, badmood pake semingguan… ini lagi pake sok-sok mikir…

Ckckckck… “Ha ha… ampun Bang! Gue masih mikirin supir angkot waktu itu.”

“Halah si Fajar, gopek doang, Jar.” 189


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

“Satu orang lima ratus, dia punya berapa penumpang? Jadinya lumayan juga kan?”

“Yah, dia perlu kali…”

“Itu namanya korup… orang kita tuh aneh… dari yang kecil aja korup tapi nanti protes-protes kalo pejabat korup. Mestinya bukannya sadar diri dulu?”

“Iya sih…”

Dan mulailah Fajar menceritakan segala pemikiran dan renungannya selama seminggu terakhir pada sahabatnya. Nanti, masih nanti tapi pasti, akan ada saat di mana giliran generasinyalah yang memegang pemerintahan, atau lebih tepatnya kekuasaan. Pada saat itu, kira-kira bagaimana keadaan negeri ini? “Tentu, semua mengharapkan Indonesia yang lebih baik. Pendidikan bisa murah atau bahkan gratis, kesejahteraan penduduk naik, Indonesia bisa menjadi negara yang mengglobal, maju, bisa mengembangkan teknologi dan perekonomiannya sehingga tidak ada lagi kemiskinan dan kebodohan, terlebih lagi tentu tidak ada korupsi dan segala tindak busuk lainnya yang menguasai pemerintahan.”

“Hanya saja, bisakah itu terjadi?”

“Pernahkah kita berpikir, pejabat-pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan mereka saat ini bisa saja di waktu mudanya, saat mereka seusia kita, membenci koruptor dan segala kekotoran pemerintah setengah hidup. Mereka mungkin pernah menjadi orang-orang yang berjuang menentang sistem lama yang membuat rakyat menderita. Tetapi entah mengapa, di tengah ‘pengambil-alihan’ dari sistem lama ke sistem baru tersebut, mereka tergiur oleh kekuasaan, oleh harta yang bukan haknya.” “Itu masuk akal,” Ridwan menanggapi temannya, “itu masalah kuat iman. Sadar hak, sadar kewajiban, sanggup menahan atau tidak.”

190


Bangkit itu Indonesia

“Coba kita lihat sekarang… Anak SD sudah bisa merokok, sangat tidak mungkin mereka jujur pada orang tua mereka soal itu. Lihatlah, anak itu yang generasinya nanti juga akan membangun bangsa ini… rusak sedari awal.” “Pikirkan, kita di sekolah untuk beberapa jam, Alhamdulillah kalau ada yang masuk ke otak, tetapi kita tidak tahu bagaimana dengan pendidikan ‘hati’, ‘iman’ maupun ‘moral’ kita. Guru bisa jadi contoh untuk perilaku yang baik, ya… itu benar. Tapi seberapa membekas perilaku guruguru tersebut di benak kita, bila dibandingkan dengan kawan-kawan yang berujar kasar, arogan, pemarah setiap saatnya?” “Belum lagi nanti saat di perjalanan pulang kita akan bertemu dengan supir-supir kendaraan umum yang hampir selalu melanggar rambu lalu lintas untuk secepat-cepatnya menambah penumpang. Tidakkah mereka berpikir? Melanggar lalu lintas membahayakan nyawa orang lain, membuat orang lain susah, tidak senang, marah-marah lalu mengumpat, menambah dosa orang lain… rizki macam apa yang akan menghampiri orang-orang yang dalam mencarinya melakukan hal seperti itu? Intinya sudah membuat orang lain susah, sia-sia pula. Supir angkutan akan terus jadi supir angkutan, orang bebal akan terus jadi orang bebal. Mereka mau mengubah nasib seperti apa juga jika caranya begitu, sia-sia. Dan tidakkah mereka berpikir… anak-anak sekolah yang jadi penumpang mereka mungkin saja menjadikan mereka sebagai contoh? Ya, makin rusaklah… dan ya, makin buruklah yang mereka kerjakan.”

“Lalu kita harus bagaimana?”

“Cobalah perbaiki, mungkin itu yang bisa dilakukan sekarang. Bercita-citalah, jadilah apapun yang bisa membuat negara ini lebih baik. Berjuanglah, untuk membantu membangkitkan negara ini. Dokter, insinyur, ahli ekonomi, ahli pertanian, apa saja.” “Lalu cobalah ingat satu hal: mereka-mereka itu, mereka yang rusak, mereka yang merusak, dan membawa kerusakan. Rusaknya berasal 191


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

dari kerusakan suatu bagian penting yang disebut akhlaq. Mereka hilang hati, mereka hilang otak, tidak berpikir dan tidak merasa.. tidak sadar kalau perilakunya menyimpang.” “Ingatlah, untuk terus menjaga akhlaq, lalu menjaga hati. Agar nanti saat terlintas suatu godaan di bawah batang hidungmu, atau ada dorongan untuk menjadi kotor.” “Kamu akan berpikir: Banyak yang akan menderita kalau saya melakukan ini. Banyak yang akan rusak. Terlalu banyak.” “Dan camkan baik-baik kalau kita pernah mengatakan, Saya benci pejabat korup. Atau segala keburukan lainnya, agar kita tidak menjadi salah satunya nanti.” “Tidak harus saat jadi pejabat, karena tidak pasti kita akan jadi pejabat. Jadi apapun kita nantinya, masalah apapun yang kita temukan, godaan seperti apapun yang nanti menghampiri… ingatlah… kita pernah membenci keburukan itu setengah hidup, jadi…. jangan jadi bagian dari keburukan tersebut.”

“Agar kita tidak menjadi salah satunya nanti.”

“Negara ini pasti jauh lebih baik kalau semua orang berpikir seperti itu. Berpikir berjuta-juta kali sebelum melakukan suatu keburukan.” Ridwan menghela nafas.

“Insya Allah iya…”

“Tapi gimana ya ngubahnya? Gimana caranya membuat semua orang-orang itu ngerti soal ini?” “Panutan utama sudah ada… mungkin kita perlu contoh dalam mempraktikkan.. kalau perlu sampai satu pasukan.” “Haha… Iya.” Ridwan mendongak merenung sendiri. Kita butuh lebih banyak pelajaran agama dan budi pekerti, mungkin juga bimbingan untuk menjadikan suatu kejadian sebagai pelajaran.

192


Bangkit itu Indonesia

“Tapi Jar, inget lho…”

“Apa?”

“Lo ngomongnya juga masih kasar… inget… perubahan akhlaq itu... harus kita mulai dari diri sendiri dulu.”

Ah, iya… Mulai dari diri sendiri...

193


Catatan Keoptimisan Anak bangsa: Indonesia Pasti Bisa! Selfi Andriani Fakultas Psikologi

20 Mei 1908.

Hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada hari itu, bangkitlah suatu kesadaran tentang kesatuan kebangsaan untuk menentang kekuasaan penjajahan Belanda yang telah berabad-abad lamanya berlangsung di tanah air Indonesia,yang diprakarsai oleh kaum intelektual Indonesia pada masa itu. Kebangkitan itu ditandai dengan lahirnya suatu organisasi yang bernama Boedi Oetomo. Dalam perjalanannya, Boedi Oetomo memang tidak lebih dari organisasi para priyayi Jawa dan kurang berperan dalam kancah politik maupun perjuangan kemerdekaan. Namun, gagasan mengenai perlunya membangun kesadaran berbangsa melalui pendidikan dan kebudayaan adalah terobosan pemikiran pada masa itu. Tak terasa, satu abad sudah peristiwa itu berlalu. Perayaan acara dan seremoni menyambut satu abad Hari Kebangkitan Nasional ini berlangsung sangat meriah. Tapi, apakah meriahnya acara itu berbanding lurus dengan semangat dan cita-cita untuk membuat bangsa ini bangkit?

Indonesia bisa!

Itulah slogan yang dikumandangkan pada saat satu abad Kebangkitan Nasional. Dua kata yang mengandung makna semangat dan cita-cita bangsa ke depan. Tapi, masih ada masyarakat Indonesia yang berpandangan pesimis. Memang sangatlah wajar, apalagi jika melihat keadaan umum bangsa Indonesia sekarang ini. Fakta di lapangan membuktikan masih banyak juga anak bangsa yang tidak bisa merasakan nikmatnya pendidikan, pengangguran dimana194


Bangkit itu Indonesia

mana, keadaan aman dan damai sulit tercapai (khususnya di kota-kota besar), kelaparan semakin menjadi-jadi, harga makanan pokok makin membuat masyarakat tercekik, KKN yang belum tuntas terselesaikan, pelanggaran HAM yang semakin marak, dan semua hal carut marut lainnya bangsa ini. Apalagi, semenjak kebijkan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Masyarakat semakin terjepit dalam kesusahan yang tak kunjung berhenti. Sebenarnya masalah itu semua bisa kita atasi. Mari kita flashback sejenak untuk mengingat lagi sejarah bangsa ini. Masih ingatkah kalian dengan Kerajaan Majapahit? Kerajaan yang pada zamannya telah menjadi kerajaan agraris terbesar di nusantara. Dengan semua kekuatan dan keteguhan hati, mereka berhasil mencapai kejayaan. Tapi, sangat disayangkan, Kerajaan Majapahit ini runtuh hanya karena perang saudara (Perang Paragrek). Lalu, masih ada Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan maritim terbesar di Nusantara, bahkan di Asia tenggara (7 M – 15 M). Kerajaan ini disebut- sebut sebagai Negara kesatuan pertama karena penguasaannya atas beberapa pulau. Masih belum cukup? Kita baca lagi perjuangan bangsa Indonesia untuk lepas dari pengaruh penjajah. Semangat tak pantang menyerah dan rela berkorban yang dimiliki para pahalawan demi kemerdekaan bangsa ini. Semangat persatuan dan kesatuan yang timbul pada bangsa Indonesia akibat dipijak-pijaknya harga diri bangsa kita tercinta ini. Integritas yang tinggi untuk mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. Mari kita belajar dari masa lalu !

Indonesia Bisa! Indonesia Pasti Bisa !

Entah kenapa, saya sangat yakin dengan slogan itu. Bahkan, saya berani menyisipkan kata pasti di antara Indonesia dan bisa. Hanya sekedar kata-kata belaka-kah? Tentu tidak! Lepas dari semua carut-marut yang terjadi pada bangsa ini, mari kita lihat sisi positif yang telah ditorehkan oleh generasi bangsa.

195


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Di bidang pendidikan, sejumlah penghargaan di bidang internasional telah kita raih melalui generasi bangsa yang cerdas. Ternyata kita, bangsa Indonesia, mampu mengalahkan negara-negara maju. Sebut saja Jonathan Pradana Mailoa (SMA Kristen 1 Penabur, Jakarta). Jonathan tidak hanya melampaui nilai pelajar China, tetapi juga menang mutlak untuk teori dan eksperimen, sehingga berhak mendapat gelar the Absolute Winner pada olimpiade fisika tingkat internasional di Singapura, 8 Juli 2006 lalu. Dalam bidang ekonomi, bangsa Indonesia juga telah berhasil keluar dari jeratan hutang IMF yang merupakan bentuk penjajahan ekonomi bagi bangsa Indonesia. Pemerintah pun, melalui KPK-nya, dengan perlahan namun pasti dapat menangkap para koruptor tingkat atas tanpa pandang bulu.

Indonesia bisa ! Indonesia pasti bisa !

Mungkin kita tidak menyadari bahwa kita, bangsa Indonesia, diberi banyak anugerah dari Tuhan. Kekayaan alam Indonesia yang begitu banyak, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Pulau Sumatera dengan hutan hujan tropis dan barang tambangnya, Pulau Jawa dengan pertanian, gunung merapi, serta industrinya, Pulau Bali dengan kemolekan lautnya dan keindahan alamnya, Pulau Kalimantan dengan batu baranya, Pulau Sulawesi dengan perikanannya, Maluku dengan rempah-rempahnya, serta Papua dengan emasnya. Semua tersedia di alam Indonesia yang subur ini. Belum lagi ditambah dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa ini. Indonesia gemah ripah loh jinawi. Semua itu merupakan modal bagi kita, bangsa Indonesia, untuk bisa bangkit dari keterpurukan ini. Hanya saja, kebanyakan kita belum dapat memanfaatkan semua yang kita miliki itu. Kita telah dibiasakan menjadi bangsa pemalas, yang hanya bisa duduk berpangku tangan menunggu sesuatu turun dari langit. Padahal, jika kita bisa sedikit membuka mata, kita akan melihat begitu banyak peluang yang kita miliki untuk dapat bangkit. Kemanakah semangat Kebangkitan Nasional itu? 196


Bangkit itu Indonesia

Kemanakah semangat rela berkorban dan tidak pantang menyerah itu ?

Kemanakah semangat persatuan dan kesatuan itu ?

Kemanakah integritas yang tinggi itu ?

Kemanakah semangat untuk bangkit dari keterpurukan ini?

Kita, sebagai generasi muda penerus bangsa, mari bersama- sama bekerja keras untuk kebangkitan bangsa ini. Dengan tangan, tenaga, otak, segenap hati, dan jiwa-raga, mari kita berjuang untuk kejayaan bangsa ini. Mari kita tumbuhkan semangat yang sudah lama menghilang itu! Semangat untuk terus berjuang, semangat tak kenal menyerah, semangat persatuan dan kesatuan, semangat rela berkorban,dan semangat untuk bisa bangkit. Percayalah, kita mampu untuk tidak sekedar bermimpi,tapi juga untuk dapat mewujudkan semua mimpi-mimpi itu. Ayo bangkit para pemuda Indonesia!

Indonesia bisa! Indonesia pasti bisa! Demi tanah yang telah menyediakan makanannya hingga saya bisa tetap hidup, demi air yang telah menghilangkan rasa dahaga saya. Saya, Selfi Andriani, berjanji akan melakukan yang terbaik untuk kejayaan bangsa ini. Saya mencintai tanah air ini dengan segenap jiwa raga saya. Semangat Indonesia!!! Merdeka!!!

197


Hari Pembalasan untuk Indonesia Trianto Purnomo Fakultas Ilmu Komputer

Saat aku terima, harus ku beri Saat aku terpapah, harus ku bantu Saat berhutang budi, harus ku balas Nafasku, udaramu Segarku, airmu Teduhku, hutanmu Kenyangku, makananmu Senyumku, karenamu Selalu ku bertanya, apa yang tidak kau beri? Semua telah kau beri dan semua telah ku terima Kau telah berjasa, namun kapan ku berjasa? Aku tak bisa terus berhutang padamu hingga mati Semua ini, Harus ku balas Saat ini ku berdiri dan berjalan hanya dengan tubuhku Hingga saatnya nanti, ku bawa kau di pundakku Indonesia... Kan ku angkat kau menuju cerahnya cakrawala Kan ku hantarkan kau menuju pintu jaya Ku pasti tepati janji ini Kan ku penuhi sumpah ini Suatu saat nanti, seluruh hidupku Adalah... Hari-hari pembalasan tuk Indonesia 198


Sebuah Rumah dan Sebuah Buku Putu Pradnya Dewi Andani Fakultas Psikologi

Waktu saya membaca tema dari essay yang diwajibkan oleh panitia OKK UI 2008, saya merasa senang karena saya bisa berangan-angan tentang Indonesia di masa depan sesuai dengan apa yang selama ini saya impikan. Ya, untuk memulai catatan ini, mari kita berbicara tentang sebuah impian yang menggambarkan Indonesia di masa depan. Meskipun terdengar muluk, tetapi kita tidak bisa memungkiri bahwa semua hal dimulai dengan impian, bukan? Langkah pertama, mari kita andaikan Indonesia sebagai sebuah rumah. Saya harap Anda tidak merasa aneh untuk membandingkan negeri seluas Indonesia dengan sebuah rumah. Mengapa saya memilih sebuah rumah sebagai perbandingannya? Tentu saja, hal ini tidak akan jauh dari yang kita sebut nasionalisme dan rasa kepemilikan terhadap sesuatu. Jika Indonesia benar adalah rumah Anda, tentunya Anda tidak mau ada atap yang bocor saat musim hujan atau sampah yang berserakan di sekitar ruang keluarga bukan? Ya, itulah yang saya maksudkan. Jika Anda merasa memiliki Indonesia seperti rumah Anda sendiri, Anda akan bertanggung jawab penuh atas apa yang Anda lakukan terhadap Indonesia. Saya pribadi tidak akan membayangkan Indonesia sebagai sebuah rumah yang megah dengan dua buah BMW dan sebuah Harley Davidson di garasinya. “Rumah Indonesia� dalam pikiran saya adalah sebuah rumah pedesaan dengan beberapa hektar sawah di belakangnya dan beberapa kandang ternak disekitarnya. Rumahnya cukup luas dan tentu saja sangat bersih. Terbuat dari batu bata merah dengan pagar kayu jati di sekelilingnya. Tumbuhan hijau dan pohon-pohon rindang memenuhi setiap sudut halamannya dan tentu saja berbagai jenis bunga. Ada empat orang yang 199


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

tinggal di rumah itu; ayah, ibu, dan dua orang anaknya. Seluruh lahan pertanian dan pertenakan diurus sendiri oleh masing-masing anggota keluarga. Yah..seperti inilah Indonesia di masa depan yang saya impikan. Ini memang hanya sebuah impian. Tapi, setiap kata-kata yang saya gunakan dalam mendeskripsikan “Rumah Indonesia” memiliki arti tersendiri. Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah salah satu negara agraris terbesar di dunia. Hal inilah yang saya lambangkan dengan sebuah rumah pedesaan dengan sawah di belakangnya. Dengan kemajuan teknologi di masa depan, saya sangat berharap predikat “Negara Agraris” ini tidak akan pernah lepas dari Indonesia. Bukan berarti saya tidak mendukung kemajuan teknologi, tetapi akan lebih baik jika teknologi itu dapat mendukung identitas bangsa kita sebagai sebuah negara agraris. Rumah yang cukup luas dan bersih melambangkan tata kota yang baik untuk semua daerah yang ada di Indonesia. Hal ini juga berarti pembangunan yang merata untuk setiap wilayah di Indonesia. Batu bata merah dan pagar dari kayu jati melambangkan pertahanan dan keamanan negara yang kuat. Bukan hanya secara fisik tapi juga secara mental. Indonesia harus mampu menyaring pengaruh-pengaruh dari dunia luar, dengan Pancasila sebagai filter-nya, sehingga pengaruh-pengaruh yang bersifat negatif dapat seminimal mungkin masuk ke Indonesia. Tumbuhan hijau dan pepohonan rindang melambangkan lingkungan yang hijau serta lestari. Dengan maraknya isu global warming saya yakin penghijauan dan pelestarian hutan di Indonesia terlalu diperlukan. Dengan melestarikan hutan Indonesia bukan hanya ozon di atas tanah kita yang kita selamatkan atau kutub utara dan kutub selatan yang menjadi bagian dari bumi kita tetapi juga ekosistem dan berbagai macam spesies hewan dan tumbuhan yang membentuk identitas negeri kita. Empat orang yang tinggal di dalam “Rumah Indonesia” melambangkan sebuah Keluarga Berencana (KB). Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Permasalahannya, sektor 200


Bangkit itu Indonesia

perkonomian di negeri kita tidak seperti Cina atau Amerika sehingga besarnya jumlah penduduk selalu menjadi permasalahan. Dengan adanya Keluarga Berencana, saya rasa akan meningkatkan kesejahteraan keluarga Indonesia. Yang terakhir, sawah dan ternak yang diurus sendiri melambangkan swasembada. Saya yakin Indonesia memiliki banyak orang pintar dan sudah seharusnya mereka digunakan untuk membangun “rumah kita”. Begitu juga dengan segala sumber daya alam. Kita punya semuanya; kita punya minyak bumi, kita punya barang tambang, tanah yang subur, sawah-sawah hijau, hutan yang lebat, semuanya. Pikirkanlah. Kita punya semuanya. Perlu Anda ingat bahwa kalimat-kalimat yang saya paparkan di atas baru merupakan sebuah impian. Impian belaka seorang manusia yang memang suka bermimpi. Tentu saja, manusia yang suka bermimpi pun memiliki kekhawatiran. Keadaan yang paling saya takuti adalah jika salah satu dari kita, bisa jadi saya atau Anda atau mungkin orang lain yang tidak membaca essay ini akan memalami hal yang dialami oleh Will Smith dalam film “I am Legend” di Indonesia di masa depan. Bisa jadi karena kita termakan oleh teknologi itu sendiri atau mungkin kita terlalu asik bekerja tanpa kita sadari sebenarnya kita bekerja untuk negara lain, sebut saja “rumah” orang lain atau mungkin juga kita terlalu asik menikmati semua yang kita punya sampai-sampai kita tidak menyadari bahwa semua yang kita punya ternyata tidak ada lagi. Begitu banyak kemungkinan yang mungkin terjadi, tapi yang paling buruk adalah jika semua kemungkinan itu terjadi sekaligus, saling kait-mengait, dan lagi-lagi kita tidak menyadarinya. Hasilnya, Indonesia di masa depan hanya akan menjadi kebalikan dari semua impian-impian saya. Langkah kedua, setelah semua impian saya tentang Indonesia di masa depan dan apa yang saya khawatirkan akan terjadi, sudah saatnya saya membicarakan tentang apa yang bisa saya berikan. Apa yang bisa saya kontribusikan untuk “rumah” saya sendiri. Hal yang akan saya kontribusikan tentu saja berkaitan dengan bidang yang saya kuasai nanti. Karena saat ini saya terdaftar sebagai salah satu mahasiswi psikologi Universitas Indonesia, 201


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

tak lain dan tak bukan, hal yang akan saya kontribusikan akan berhubungan dengan psikologi. Entah sejak kapan, dari seluruh masalah yang dihadapi Indonesia, masalah tentang anak-anak selalu menarik minat dan keprihatinan saya. Saya begitu prihatin dengan masalah-masalah yang dihadapi anak-anak Indonesia baik dari segi pendidikan yang kurang layak, peredaran narkotika yang merajarela, perbudakan anak oleh orang-orang yang amoral dan tidak berperikemanusiaan, rendahnya gizi pada balita, sampai tingginya angka penderita HIV/AIDS. Mengapa hal ini begitu menarik perhatian saya? Karena saya adalah juga seorang anak. Sangat sulit‌bahkan terlalu sulit bagi saya untuk membayangkan jika saya berada dalam posisi mereka. Jika saya harus bangun pagi bukan untuk pergi ke sekolah melainkan harus bekerja keras demi mendapatkan sesuap nasi, jika saya harus memulai hari dengan dikejar oleh kebingungan bagaimana caranya melunasi hutang kepada para bandar narkotika yang tak henti-hentinya mengejar saya bagai lintah darat, jika saya harus membuka mata dan hidup dalam penyesalan mengetahui bahwa saya adalah penderita AIDS, jujur..saya tak sanggup membayangkan hal itu terjadi pada diri saya. Karena itulah, saya harus dan pasti memberikan kontribusi saya kepada Indonesia. Mungkin, saya hanya bisa menjadi seorang psikolog di salah satu tempat rehabilitasi atau pindah dari satu sekolah ke sekolah lain untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya narkotika, tapi itulah kontribusi yang dapat saya berikan. Meskipun kontribusi yang akan saya berikan hanya akan berupa sebuah titik dalam sebuah buku yang berjudul “Indonesia dan Segudang Masalahnyaâ€?, saya yakin teman-teman yang lain, mungkin Anda salah satunya, juga akan menjadi titik-titik yang lain yang akan menghentikan laju setiap kalimat dalam buku tersebut. Sampai akhirnya, buku itu selesai dibuat dan semua pertanyaan terjawab sudah. Entah kapan buku itu selesai dibuat atau bagaimana akhirnya sehingga seluruh rakyat Indonesia dapat membacanya, tapi satu yang pasti, setiap titik, tanda petik, ataupun tanda koma memiliki peran dan arti dalam sebuah buku dan 202


Bangkit itu Indonesia

seperti itulah kontribusi kita kepada Bangsa Indonesia. Sebuah rumah dan sebuah buku adalah dua hal yang berbeda yang kaitannya begitu sulit ditemukan. Tapi di dalam catatan ini, sebuah rumah dan sebuah buku memiliki kaitan yang begitu dalam karena buku tersebut sedang menceritakan tentang sebuah rumah yang selalu merenovasi dirinya dan tidak tahu kapan harus berhenti sampai menjadi sebuah rumah impian bagi para penghuninya. Yang saya tahu, kita semua dapat menciptakan akhir ceritanya, sebuah happy ending, jika kita semua mau terus berusaha dan berdoa.

203


Tips Menanam Indonesia Ni Putu Eka Rosmala Dewi Fakultas Ilmu Keperawatan

Sediakan satu biji khatulistiwa Bibit harus merk nasionalis asli pribumi Tanam di tanah pertiwi tanpa batas hektar Pastikan si surya teranginya sepanjang masa Sirami dengan iman Pupuk dengan tulus cinta Atur suhu kebaikan Mungkin larutkan sedikit moral dan budaya ke dalamnya Saat ketika bibit berkecambah!! Bisikkan nilai-nilai Pancasila untuknya Lindungi dia dari gulma problema jenis lokal atau internasional Harap-harap cemas?? Jangan lupa naikkan doa Semoga Indonesia mekar makmur sentosa Rutin pantau perkembangannya, ya!!

204


Kami dan Indonesia Impian Kami *

Tentang Kami kami mendeskripsikan diri dengan: prestasi 5%

lainnya 5%

lingkungan tempat tinggal 6%

sifat karakter terbaik 58%

pilihan untuk sosial 26%

Prestasi Kami prestasi paling membanggakan kami di bidang: organisasi 8%

lainnya 9%

akademik 54%

religius 3% sosial 6%

seni 13% olahraga 7%

* Merupakan Focus Group Discussion yang dilakukan oleh seluruh mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2008. Pertanyaan-pertanyaa untuk diskusi diberikan oleh panitia Orientasi Kehidupan Kampus Universitas Indonesia 2008. Hasil statistik dari diskusi ini kemudian diolah dengan bekerja sama dengan Badan Otonom Pers Suara Mahasiswa UI, dengan menggunakan teknik stratified random sampling sehingga jumlah sampel di tiap fakultas proporsional dengan kesuluruhan jumlah mahasiswa baru di fakultas itu. 205


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Kebanggaan menjadi mahasiswa UI kami bangga menjadi mahasiswa UI karena: lainnya 9%

jaminan masa depan 9%

kebangaan orang tua 10% pengaruh sosial 8%

seleksi ketat 26%

kualitas 38%

religius 0%

Tentang Indonesia kami melihat Indonesia dari: keindahan alam 11%

lainnya 7% kekayaan SDA 29%

sifat penduduk 13%

keragaman budaya 32%

kualitas SDA 8%

206


Bangkit itu Indonesia

Harapan untuk Indonesia sungguh kami ingin melihat Indonesia yang lebih baik di bidang: politik 9%

lainnya 9%

keadaan fisik indonesia 21%

kebudayaan & pendidikan 13%

sosial 18%

hukum 10% ekonomi 20%

Kami benar-benar ingin mewujudkannya tidak 0%

207

ya 100%


Catatan Mahasiswa Universitas Indonesia tentang Indonesia Mereka

Yang akan kami lakukan 5 tahun lagi adalah:

wiraswasta lainnya menikah 3% 5% 5% pejabat negara

melanjutkan kuliah 34%

1%

bekerja 52%

Yang akan kami lakukan 10 tahun lagi adalah: lainnya 10% berkeluarga 32% bekerja 29%

pejabat negara 5%

wiraswasta 9% melanjutkan kuliah 15%

208


Bangkit itu Indonesia

Yang akan kami lakukan 20 tahun lagi adalah: menikmati hasil kerja 13%

lainnya 14%

pejabat negara 6%

menjadi orang yang berpengaruh 11%

wiraswasta 17% membangun negara 18% membina keluarga 21%

Yang akan kami lakukan saat berusia 60 tahun adalah: pensiun 8%

lainnya 11%

pejabat negara 2%

menikmati masa tua 41%

bersama keluarga 19% melakukan kegiatan bermanfaat 19%

209


*Ikrar ini dibaca oleh lebih dari 5000 mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2008 pada tanggal 19 dan 21 Agustus 2008. Ditulis oleh Muhammad Akhyar. **Dikutip dengan pengubahan kata “umat” menjadi “bangsa” dari catatan berjudul Dakwah Kami yang ditulis oleh Hassan Al Banna. Catatan ini terdapat di dalam buku Kumpulan Risalah Dakwah yang diterbitkan Al-I’tishom, halaman 14. ***Dikutip dari roman bagian pertama Tetralogi Pulau Buru, Bumi Manusia, yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, halaman 535.


Š Office workers in lightbulb-shaped by Stockbyte


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.