ePaper | METRO SIANTAR

Page 32

KAMIS

18 Oktober 2012

Menpora, Andi Mallarangeng.

“Posisi saya sebagai menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden kapan saja. Tapi kalau berita yang tidak ada jadi diadaadakan iya,”

“Itu tidak arif dan tidak bijak, ada Undang-undang yang dilanggar,”

Ketua DPR Marzuki Alie, terkait kekerasan terhadap wartawan di Riau.

“Sebagai pimpinan TNI, saya mohon maaf kepada media massa dan kepada wartawan khususnya yang terlibat situasi tersebut. Saya juga prihatin atas kejadian yang tidak terduga itu,” Panglima Tentara Nasional Indonesia, (TNI) Agus Suhartono.

Politik Anggaran Daerah (Bukan) untuk Rakyat

Desentralisasi kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke Daerah, merupakan salah satu pokok tuntutan yang dikumandangkan saat runtuhnya rezim Orde Baru, yang kemudian berganti dengan era Reformasi sekarang ini. Setelah melewati massa perdebatan dan penggodokan yang panjang, lahirlah Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan daerah menyenggelarakan otonomi daerahnya.

Oleh : Arif Novianto CITA-CITA dibalik keinginan pelaksanaan desentralisasi ini sendiri adalah untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahetraan terhadap masyarakat di daerah. Karena sepanjang sejarah bangsa ini, daerah-daerah di Indonesia menganggap dirinya seakan dianaktirikan dan diperas Sumber Dayanya oleh Pemerintah Pusat, tetapi imbas pembangunan terhadap daerah tersebut dianggap Nol dan mengecewakan. Sehingga dapat dimengerti ketika daerah-daerah menginginkan agar mereka sendiri yang mengelola daerahnya, karena mereka yang tahu tentang potensi serta apa yang diinginkan oleh daerah

itu sendiri. Problema Otonomi Daerah Akan tetapi seiring berjalannya waktu, pelaksanaan Otonomi daerah jauh dari apa yang dicitacitakan. Kesejahtraan dan kemakmuranyangmenjaditujuanutama dalam pengelolaan daerah seakan tidak tersentuh di dalam tataran kebijakan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah malahan seringkalidisibukandenganretorikaretorika politik dalam upaya pelanggengan kekuasaan, tetapi lupa dengan tugas-tugas yang diembannya. Itu dapat terlihat di dalam tataran politik anggaran dari setiap daerah di Indonesia ini, yang di-

manahampirsebagianbesar dana APBDnya digunakan hanya untuk belanja Pegawai. Sehingga proporsi yang digunakan untuk belanja Modal di dalam APBD sangat rendah, padahal belanja modal inilah yang akan memiliki Outcomes besar terhadap peningkatan pembangunan kehidupan masyarakat di daerah. Menurut data dari hasil kajian forum indonesia untuk transparansi anggaran (Fitra) pada tahun 2011, terdapat 291 kabupaten/kota dengan porsi belanja pegawai dalam APBD lebih dari 50 persen. Jumlah ini meningkat 135 persen dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 124 daerah. Dan 11 daerah di antaranya menghabiskan 70 persen dari APBDnya untuk belanja pegawai. Data tersebut memperlihatkan bagaimana ketidakberpihakan anggaran untuk rakyat. Bahkan Azwar Abubakar (Menpan) pernah menyatakan, bahwa dari 4,7 juta PNS, hanya 5 persen diantaranya yang benar-benar produktif dan efisien dalam memberikan sumbangsih bagi Negara, sedangkan sisanya hanya asalasalan kerja serta menghamburhamburkan uang Negara. Sehingga menjadi tidak tepat, ketika hampir separuh lebih proporsi dari APBD yang hanya ter-

serap di dalam kantong-kantong belanja pegawai, tetapi hasil kinerja dari para PNS tersebut, tidak sesuai dengan yang apa yang harusnya mereka lakukan. Penataan Politik Anggaran Daerah Dengan melihat kenyataan yang demikian, penataan terhadap politik anggaran daerah patut untuk dilakukan. Itu demi menciptakan efisiensi serta efektifitas di dalampelaksanaanpemerintahan sertamewujudkanpembangunan didaerahuntukmengarahkancitacita dari desentralisasi itu sendiri. Yaitu penciptaan kesejahtraan dan kemakmuran bagi masyarakat di daerah tersebut. Di dalam paradigma penganggaran Publik yang sedang hangat sekarang ini, ada dua sistem penganggaran yang sering diperbincangkan, yang Pertama; Performance Budgeting System yang dimanasetiapanggaranyangdikeluarkan harus dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga pegangan dalam penyusunan anggaran nantinya akan lebih melihat pada beban target dari kinerja tertentu melalui berbagai indikator yang terukur dan jelas. Dan yang Kedua adalah Participatory Budgeting System (Sistem Anggaran Partisipasi), merupakan suatu sistem penganggaran yang melibatkan keikutsertaan publik didalam proses punyusunan anggaran. Asumsi awal pada Sistem Anggaran Partisipasi ini, bahwa publik adalah pihak yang memiliki hak untuk merumuskan anggaran dari Pemerintah, sehingga publik wajib untuk diikutsertakan dalam proses-proses Penganggaran. Melihat kedua sistem anggaran tersebut, pengabdosian sistem anggaran partisipasi mungkin dapat memecahkan problem yang mengungkum tata kelola Anggaran Daerah selama ini. Dengan ikutsertanya masyarakat di dalam proses pengalokasian anggaran, maka mereka pasti akan tahu tentang apa saja yang mereka butuhkan dan inginkan untuk bagaimana dapat memperbaiki kehidupannya. Sehingga masyarakat akan dapat mengusulkan porsiporsi anggaran tertentu yang akan membangun kehidupannya

menjadi lebih baik. WalaupundidalampengaplikasianSistemAnggaranPartisipasiini pun tak luput dari berbagai kendala, antara lain; keterbatasan waktu serta sumber daya dari pemerintah untuk mengumpulkan partisipasi publik dan keterbatasan pengetahuan dari publik tentang apa itu proses penganggaransertaapasebenarnyamereka butuhkan. Namun tetap saja penggunaan Sistem Anggaran Partisipasi ini merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menciptakan keberpihakan Anggaran kepara rakyat. Dengan sifatnya yang bottom up, sistem ini merupakan wujud demokratisasi anggaran yang akan dibarengi terciptanya transparansi dan akuntabilitas dari anggaran itu sendiri. Seiring berjalannya waktu publik juga pasti akan dapat belajar untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Selain itu, komitmen politik dari pemerintah juga sangat menentukan dalam penciptaan keberpihakan anggaran untuk rakyat. Kemauan dan komitmen dari pemerintah untuk peduli kepada warga Negara demi terpenuhinya kepentingan dan kebutuhan publik merupakan Kunci dari Penganggaran Publik. Komitmen tersebut benar-benar harus diaplikasikan,janganhanyaidedanimpian semata (Bird. 2000:159-209).Artinya tanpa komitmen yang kuat dari pemerintah, cita-cita keberpihakan anggaran untuk rakyat hanyalah retorika-retorika semata, yang dibumbui dengan omong kosong tanpa wujud nyata. Nilai dari Anggaran pada dasarnya sebagian besar merupakan Uang dari rakyat, lewat berbagai wajib pajak yang mereka bayarkan. Sehingga keberpihakan anggaran untuk rakyat merupakan suatu hal yang mutlak untuk terpenuhi. Politik pengalokasian anggaran yang hanya menguntungkan kepada para segelintir orang, merupakan suatu bentuk penghianatan kepada rakyat yang perlu dilawan. Dengan terwujudnya secara nyata keberpihakan anggaran untuk rakyat, melalui komitmen dan tekad yang kuat dari Pemerintah

Kirim Opini Anda ke email: metroasahan @yahoo.com. Maksimal tulisan 5.000 karakter

Sikap Kami Kebebasan Pers (?) ADA tragedi sengit di balik jatuhnya pesawat milik TNI Angkatan Udara (AU) Lanud Rusmin Nuryadin di pemukiman warga Kompleks Gading Marpoyan, Pekanbaru, Riau, pada Selasa 16 Oktober pagi. Tragedi itu yakni aksi kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah oknumTNIAU.Kekerasanterjadisaatwartawanmelakukantugas peliputan jatuhnya pesawat Hawk 200 milik TNI AU. Namun, sejumlah kamera foto dan video milik wartawan justru dirampas. Berdasarkan foto maupun cuplikan kejadian di Youtube, terlihat jelas seorang perwira TNI AU tengah mencekik seorang wartawan. Ironisnya, tragedi itu disaksikan warga yang terdapat anak kecil. Bahkan, ponsel warga yang sempat merekam tragedi itu pun ikut diambil oknum TNI AU. Walhasil sejumlah wartawan mengalami luka dan terpaksa dirawat di rumah sakit. Adapun wartawan yang menjadi korban kekerasan, yakni Rian FB Anggoro (pewarta Antara, Biro Riau), Didik Herwanto (fotografer Riau Pos), Fakhri Rubianto (reporter RiauTelevisi),Ari(TVOne),Irwansyah(reporterRTV),danAndika (fotografer Vokal). Tragedi ini pun mengundang gelombang solidaritas wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Riau dan Asosiasi Jurnalistik Independen (AJI) cabang Riau. Kedua lembaga tersebut mengecam dan meminta kepada Komandan Lanud Pekanbaru Bowo Santoso untuk bertanggung jawab penuh atas kerugian moril dan materil yang dialami wartawan, korban tindakan represif anggota TNI AU di lapangan. Komandan Lanud Pekanbaru juga diminta untuk menindak keras anggota TNI AU yang melakukan penganiayaan terhadap para wartawan yang sedang bertugas mendapatkan informasi di lapangan. Tragedi ini merupakan catatan kelam bagi dunia jurnalistik. Sebab, tugas seorang wartawan adalah memberikan informasi yang sesungguhnya kepada publik. Tugas wartawan juga memilikikodeetikyangharusdipatuhi.Disisilain,tugaswartawan juga dilindungi oleh payung hukum, yakni UU No 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers di Indonesia, dan UU No.18 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Menghalangi-halangi tugas jurnalistik adalah kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana. Tindak tidak terpuji para oknum TNI AU ini pun tidak sesuai dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Janji Prajurit. Sudah selayaknya, tragedi ini tidak terulang lagi. Tepat rasanya jika persoalan ini menjadi pelajaran penting, di mana harus saling menghormati masing-masing profesi dan bukan saling menjegal. (*) serta partisipasi yang aktif dari masyarakat dalam penciptaaan akuntabilitas dan transparansi anggaran. Maka desentralisasi nantinya bukan hanya sebuah sistem yang tanpa hasil, tetapi benar-benar dapat menciptakan sumbangsih yang nyata. Di dalam penciptaan kesejahtraan dan ke-

makmuran bagi daerah sebagaimana cita-cita dari otonomi daerah tersebut. (***) MahasiswaManjemendan Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik di Universitas Gadjah Mada (UGM)-Yogyakarta


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.