21042012-metroriau

Page 4

4

opini

METRO RIAU SABTU, 21 APRIL 2012

Tambah Anggaran Kepentingan Publik! SUDAH bukan rahasia lagi kalau anggaran pemerintah, baik APBN maupun APBD, memberikan porsi yang ‘sangat kecil’ untuk kepentingan publik. Bahkan dalam beberapa tahun ke belakang, media massa dan kelompok penekan pemerintah sering sinis ketika berbicara proporsi anggaran untuk kepentingan publik. Maka pertanyaan yang ada di benak pembaca adalah, sebenarnya berapa sih besaran ideal alokasi anggaran untuk belanja publik? Menurut catatan Asian Development Bank, seharusnya anggaran untuk kepentingan publik harus pada kisaran 70-80 persen dari total anggaran. Bagaimana dengan Indonesia? Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis data, 2012 terdapat 291 kabupaten/kota memproyeksikan belanja pegawai di atas 50 persen. Terdapat 11 dari 291 daerah yang memiliki belanja pegawai di atas 70 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sehingga rerata hanya tersisa 9-14 persen untuk kegiatan publik. Angka ini sedikit lebih baik dari 2011. Sebab pada tahun lalu, 294 daerah mengalokasikan belanja aparatur di atas 50 persen, 116 daerah di atas 60 persen, dan 16 daerah di atas 70 persen. Bahkan Kabupaten Lumanjang mencatat rekor: 83 persen APBD habis untuk belanja pegawai. Postur APBN pun tidak jauh berbeda dari APBD. Dalam APBN 2102 porsi belanja birokrasi 41,85 persen atau Rp 404,863 triliun dari total belanja pemerintah pusat Rp 964,997 triliun. Angka pertumbuhannya mencapai 19,6 persen. Melihat kondisi di atas, tentu kita prihatin. Pemerintah daerah makin boros mengalokasikan sebagian besar anggaran untuk membiayai belanja pegawai ketimbang anggaran belanja publik. Kebutuhan masyarakat dialokasikan tidak lebih dari 10 persen, sehingga tekad mengalokasikan 20 persen untuk infrastruktur hanya mimpi. Birokasi dimanjakan, penguasa berpihak pada aparatur negara. Slogan demokrasi ‘dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat’ hanya sebatas retorika politik. Maka kebijakan moratorium penerimaan pegawai sebenarnya bisa untuk menekan belanja pegawai, namun persoalan ini ternyata rumit, sehingga belum bisa dilaksanakan efektif. Hingga tahun ini masih ada penerimaan pegawai, terutama honorer. Persoalan daerah seperti ketidakmerataan pembangunan, politisasi penerimaan PNS, gunjingan terhadap kenaikan gaji pegawai, bonus gaji ke-13 dan isu-isu miring lain, seharusnya diimbangi dengan penganggaran APBD/APBN yang proporsional, khususnya untuk kepentingan publik. Kita yakin, bila diwujudkan, maka slogan dari rakyat untuk rakyat bukan sekadar retorika politik, karena anggaran dalam APBN dan APBD bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Semoga. *

Dialektika Pengen Tahu Mutu Beton Jembatan Barelang? BETON mutu pemerintah tinggi saat ini pada umumdidefinisikan nya adalah sebagai beton menggunakan yang kuat mutu beton tekan melebihi K-225 atau 41 Mpa atau 18,675 Mpa, K-500. Matedan beberad rial dasar yang pa komponen dipakai bansstrukturnya juga yak berbeda menggunakan dengan mutu mutu beton beton normal, K-250 atau 20,7 yaitu mateMpa. Untuk rial komposite sstruktur banIr. RONI ARDIANSYAH MT IPU yang sangat gunan gedung g Pengamat Perkotaan/Dosen heterogen yang pencakar langit Magister Teknik Sipil UIR terdiri atas di Pekanbaru d unsur-unsur pada umumseperti pasta nya menggusemen, agregat, zona kontak nakan mutu beton K-300 atau antara pasta-agregat dan rong- 25 Mpa. Sedangkan untuk ga-rongga kosong. Perilaku beberapa tiang pancang mini mekanik beton akan dipengarr pile produk Pekanbaru, merr uhi oleh karakteristik unsur-uneka menggunakan mut7 beton sur penyusun. Perkembangan K-350 atau setara dengan pada bahan tambahan mineral 29 Mpa. Sedangkan mutu dan kimia telah memungkinkan beton untuk beberapa produk diproduksinya beton 90 Mpa tiang pancang pratekan, yang sampai 120 Mpa. secara visul betonnya sangat Bila ingin cerita masalah halus, mulus, padat dan sangat mutu beton. Mutu beton untuk kereas. Mutu beton pratejembatan moden sekelas denkan seperti spun pile mereka gan Barelang, sudah pastisudah menggunakan mutu lah menggunakan beton mutu beton K-500 dan K-600 atau tinggi. Sampai berapakah tinggi setara dengan 41 -50 Mpa. mutu beton yang digunakan di Silahkan Anda bandingkan sini?. Biar ada pembandingnya, dengan yang satu ini. Yakni, marilah kita lihat dari mutu beton mutu beton jembatan barelang yang sehari-hari ada di sekitar (Trend Teknik Sipil Era Milekita, mutu beton ruko misalnya. nium Baru: 7). Proyek Barelang Ruko-ruko di Pekanbaru selama ini menggunakan beton mutu ini menggunakan mutu paling tinggi dengan uraian: Abutment rendah yang diizinkan untuk = 35 Mpa, Footings = 35 Mpa, pekerjaan struktur, yakni K-175 Columnn = 50 Mpa, Deck = atau 14,5 Mpa. 50 Mpa, Arch = 50 Mpa, Arch Struktur selain ruko, sepFoundation = 35/40/50 Mpa, erti perkantoran atau proyek Buttres = 40 Mpa.***

Eks Bupati Rohul Ditangkap di Jakarta - Siapa nyusul tu Pak Cik.. Suap Revisi Perda No 6/2010, Tersangka Dibawa ke Jakarta - Tuntaskan kasus ne Pak Cik.. Si Udin Divonis 4 Tahun 10 Bulan - Moga tobat Pak Cik..

Menjadi Sufi di Abad Modern KENDATI Istilah tasawuf tidak ditemukan di dalam Al-Quran, namun semangat dan substansinya terkandung di dalam kitab suci. Misalnya pada ayat, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar benar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan islam” (QS. Al- Imron ayat 102). Tasawuf adalah ajaran yang mendidik manusia untuk mensucikan diri dan damba akan kedekatan dengan Yang Maha Suci. Dengan demikian seorang Sufi (pelaku ajaran tasawuf) pada hakekatnya adalah orang yang hatinya tidak tercemari oleh selain yang Maha Suci, dan hidupnya diarahkan untuk menggapai ridha Ilahi. Tuhan adalah sang Kekasih, sementara manusia adalah hamba yang menuju kepada-NYA, maka keberagamaannya diwujudkan dengan cinta yang begitu mendalam dengan Sang Kekasih. Siang, malam, pagi, petang, bahkan setiap waktu hatinya senantiasa terpikat dengan Tuhan Yang Maha Indah. Di sisi lain, seorang Sufi memandang kesenangan-kesenangan ragawi, pengetahuan tentang batin manusia, peristiwa-peristiwa masa depan, dan bahkan dominasi akan materi adalah sebagai sarana yang berfungsi untuk menyadarkan serta menghaluskan jiwanya agar bisa mencapai puncak kesempurnaan. Sufi tidak cukup dengan hanya berkhidmat secara vertikal, melainkan juga berkhidmat secara horizontal. Sehingga di samping selalu menengadahkan tangan ke langit sambil

Oleh berdoa, Allahumaksimlana min khosyatika ma tahulu bihi bainana wabaina maksiatika (Ya Tuhan, karuniakan pada kami rasa takut pada-MU, yang dengannya dapat menghalangi kami berbuat maksiat pada-MU), di waktu yang lain ia berkiprah di tengah masyarakat. Ada sebuah kisah menarik yang layak disimak. Pada suatu ketika, seorang Sufi bernama Abu Said al- Kirbaid didatangi murid-muridnya. Tiga diantara mereka mengajukan pertanyaan. Murid pertama bertanya, “ Wahai Syekh, si fulan bin fulan bisa terbang di udara”. Abu Said dengan singkat menjawab, “Burung jauh lebih pintar”. Kemudian murid yang kedua bertanya, “Wahai Syekh, si fulan bin fulan dapat berada di beberapa tempat sekaligus.” Syekh menjawab, “ Setan jauh lebih pintar”. Setan tidak terikat ruang dan waktu, jadi dia dapat berada di beberapa tempat sekaligus. Kemudian murid ketiga bertanya, “Apa tandanya seorang itu bisa disebut Sufi?”. Abu Said al-Kirbaid menjawab, “Berkhidmat kepada kemanusiaan”. Dalam cerita lain dikisahkan, suatu ketika seorang Sufi besar, Ibrahim bin Adham, bermimpi berjumpa dengan malaikat yang memangku lembaran. Ibrahim bin Adham bertanya kepada malaikat perihal lembaran apa yang dibawanya. Sang malaikat menjawab bahwa lembaran tersebut berisi daftar orang-orang yang dicintai Tuhan. Syekh Ibra-

M Imam Bukori him penasaran ingin melihat daftar nama-nama yang ada dalam lembaran itu. Namun kendati ia seorang Sufi besar ternyata namanya tidak tercantum dalam daftar, kemudian ia meminta agar malaikat mencatat sebagai orang yang mencintai sesama manusia. Pada malam selanjutnya, Ibrahim bin Adham bermimpi bertemu kembali dengan malaikat yang ternyata masih membawa lembaran. Namun kali ini berisi daftar orang-orang yang mencintai manusia, dan namanya berada di urutan paling bawah. Dari kedua kisah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mencintai dan peka terhadap sesama adalah sarat mutlak menjadi seorang Sufi. Dan seandainya Nabi Muhammad hanya seorang mistikus tentu beliau tidak akan kembali lagi ke bumi pada peristiwa Isra’ Mikraj. Karena pada saat itu beliau bertemu langsung dengan Tuhan. Dan pertemuan dengan Tuhan itulah puncak spiritualitas dalam Islam. ”Barang siapa mengharap penjumpaan (liqa) dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal saleh dan tidak menyekutukanNya.” (QS. Al Kahfi: 110). Akan tetapi karena Muhammad adalah Nabi sekaligus seorang pejuang kemanusiaan beliau kembali ke bumi untuk berkhitmat kepada umat manusia. Perjumpaan dengan Tuhan merupakan kenikmaan luar biasa dan berjuang di tengah masyarakat bukanlah hal yang mudah dan menyenangkan.

Tetapi nabi lebih memilih itu. Namun sayangnya, saat ini tidak jarang kesalehan diantara umat yang hidup di negeri berr penduduk mayoritas muslim ini lebih bersifat personal-vertikal tanpa membawa implikasi pada dimensi sosial-horizontal. Dan tentu, seorang Sufi bukanlah yang ketika di rumah Tuhan, Allah selalu diagungkannya namun di luar justru dilupakannya. Tetapi, sosok Sufi adalah ketika di dalam masjid seluruh anggota badan selalu dipergunakan untuk beribadah kepada Allah, sementara di luar masjid tidak menggunakannya untuk bermaksiat kepada-Nya. Seorang Sufi saat di rumah Allah bibirnya selalu basah dengan bacaan sakral tasbih, tahmid, dan tahlil, dan ketika di luar lisannya tidak digunakan untuk menghina, memfitnah, atau mencaci maki orang-orang yang berbeda pandangan dengannya. Seorang Sufi tentu merasa jijik menyaksikan para pejabat melakukan ritual haji berulangkali, namun tetap menilap uang rakyat tanpa henti. Dan Itulah alasannya mengapa ritual-ritual keagamaan yang spektakuler tidak juga membuahkan kesalehan sosial. Pengajian-pengajian akbar, majlis-majlis dzikir selalu di gelar setiap waktu, namun tidak juga mengubah wajah bangsa ini menjadi lebih baik. Khutbah-khutbah keagamaan yang bombastis ternyata belum juga mampu mengurangi beragam praktek kejahatan klasik: korupsi, kolusi, dan

nepotisme. Mengapa? Karena penghayatan terhadap dimensi insaniyah atau kesalehan sosial masih kering kerontang sehingga membuahkan keberagamaan yang timpang. Bahkan kini dalam konteks berbangsa, telah terjadi kejahatan sosial yang dalam bahasa populer perpolitikan kita saat ini di sebut ‘mafia’ yang nyaris menyentuh setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah salah satu bentuk dosa sosial yang akan menghancurkan kita semua yang disebut Mahatma Gandhi dengan Wealth without work and politics without principle, meraih kekayaan tanpa kerja keras dan politik tanpa prinsip. Dosa sosial inilah yang menyebabkan bangsa kita menjadi semakin rapuh, miskin, dan menuju keterpurukan di tengah kekayaan alam yang sangat berlimpah. Mukmin sejati pada dasarnya adalah Sufi cerdas yang survival di tengah deru globalisasi yang kian menggerus iman siapapun. Figur Sufi mengingatkan siapa saja bahwa manusia merupakan mandataris Tuhan di planet bumi ini, yang artinya eksistensi manusia tidak akan bisa dipahami tanpa keterikatannya dengan Tuhannya. Dan apabila ridha Tuhan tidak lagi menjadi pusat orentasi manusia, maka manusia akan mengalami kebangkrutan tak terperi dan jatuh terperosok ke jurang yang amat hina. Perasaan yakin atas kemahahadiran Tuhan inilah yang akan memberi “power”, pengendalian, dan kedamaa ian hati manusia. Akhirnya dia merasa berada pada radar Tuhan, bukan lagi pada putaran dunia yang tak jelas “jluntrung”-nya.*** Penulis adalah peminat studi mistisisme dan pemerhati masalah sosial keagamaan.

Pemberian Rumah Sebagai Modus Penyuapan Baru? IBARAT angin surga, tibatiba saja ada program pengadaan rumah murah bagi jurnalis. Ada sebagian jurnalis yang mensyukuri rencana ini, namun ada juga yang justru bertanya-tanya, ada apa di balik program perumahan wartawan tersebut. Pertanyaan itu masih berlanjut, mungkinkah ini bentuk penyuapan model baru, yang terkesan sangat halus, dengan melihat kenyataan masih banyak wartawan yang belum memiliki rumah. Soal pengadaan rumah bagi wartawan inilah yang menjadi tema perbincangan program Pilar Demokrasi yang diselenggarakan KBR68H. Perbincangan kali ini mengundang tiga narasumber, yaitu Kamsul Hasan (Ketua PWI Jakarta), Eko Maryadi (Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia) dan Paul Marpaung (Deputi Bidang FormalPerumahan Rakyat Kementerian Perumahan Rakyat). Rakyat)

Oleh Paul Marpaung menjelaskan, perumahan adalah kebutuhan dasar, sebagaimana diamanatkan UUD 1945Pasal 28 (h), bahwa setiap orang berhak bertempat tinggal dalam rumah. Menurut Paul, program pengadaan rumah ini sebelumnya sudah berjalan bagi PNS, TNI, dan buruh. Perbedaannya, kalau buruh difasilitasi oleh perusahaan tempatnya bekerja, PNS difasilitasi oleh pemda, tentu harus ada juga yang memfasilitasi wartawan, apalagi kalau terdiri dari berbagai media. Ini yang kemudian dicoba difasilitasi melalui Perum Perumnas, seandainya tidak ada developer yang berniat membangun perumahan bagi wartawan. Kamsul Hasan secara pribadi maupun sebagai pengurus PWI, mengucapkan terima kasih as kepada epada Kemenpera e e pe a

Putri Adenia yang sudah mencoba menyejahterakan wartawan, seolah mengambil alih peran perusahaan pers. Sebenarnya kesejahteraan wartawan itu tanggung jawab perusahaan pers, bukan tanggung jawab pemerintah. Namun menurut Kamsul, PWI belum pernah dihubungi secara resmi pihak Kemenpera soal program perumahan ini. Karena itu bila ada wartawan yang bertanya, bagaimana cara memperoleh fasilitas perumahan itu, Kamsul mengajak kita samasama menunggu. Eko Maryadi secara terus terang mengaku sulit menerima program pemberian rumah murah bagi wartawan, terutama secara faktual masih banyak rakyatt yang membutuhkan rumah, dan itu belum bisa dipenuhi oleh pemerintah. Sebagai jurnalis, kita justruu ingin just g mengembangkan e ge ba g a

sikap curiga. Kenapa tiba-tiba pemerintah ingin memberikan rumah murah buat wartawan, sementara mengurus pengadaan rumah untuk rakyat saja belum beres. “Jadi secara prinsip AJI tidak bisa menerima dengan suka cita tawaran pemberian rumah murah bagi wartawan,” tegas Eko. Paul Marpaung menepis anggapan adanya unsur suap. Program ini sesuai pesan dari Presiden, agar membangun rumah sebanyak mungkin. Kemudiam Menpera memberi perhatian khusus kepada wartawan. Mekanismenya, tanah dicari dulu, kemudian harganya (dengan rumah siap huni) tidak akan melebihi Rp70 juta. Angsuran akan dibayarkan melalui bank, sebagaimana berlaku umum, seperti PNS. Bahkan, masih menurut Paul, Kemenpe a aakan pera a mengembang e ge ba g-

kan konsep perumahan bagi masyarakat yang berpendapatan tidak tetap, dari sektor informal, melalui lembaga penjaminan di daerah. Eko Maryadi mengakui, tentunya wartawan akan lebih senang. Sekarang jadi punya rumah. Tapi Eko mengingatkan, kalau pemberian rumah murah ini sebagai modus baru penyuapan. Atau sebagai bentuk penjinakan, terhadap wartawan, agar mereka tidak lagi mengritik pemerintah, tidak lagi melakukan kontrol sosial kepada pemerintah. Entah itu berupa pemberian amplop yang berisi beberapa ratus ribu rupiah, atau bentuk transfer bank, dan sekarang berbentuk rumah, Eko mengajak kolega wartawan dan publik untuk mencurigai niat baik ini.*** Artikel ini sebelumnya disiarr kan pada program Pilar Demokraa si KBR68H. Simak siarannya sett iap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 89 2 FM Green Radio

Akses Jalan Agus Salim Difungsikan JALAN Agus Salim yang lokasinya berada ditengah kota, menjadi pasar ilegal hingga saat ini. Jalan itu sebenarnya menghubungkan Jalan protokol Sudirman ke Jalan Ahcmad Yani, yang panjangnya sekitar 300 meter. Sayangnya, jalan tersebut

yang digunakan pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan, belum kunjung dapat difungsikan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, sebagai akses arus lalu lintas. Sepertinya, Walikota Pekanbaru tak berdaya menertibkan para pedagang di kawasan itu. Padahal, jika akses jalan

Agus Salim ini dapat dibuka, maka dengan sendirinya akan mengurangi kemacetan yang saban hari terjadi di Jalan Ahcmad Yani. Mengingat setiap siang hari, Jalan Ahcmad Yani mengalami kemacetan, dikarenakan kawasan tersebut terdapat sekolah SD milik Yayasan Santa

Maria. Dan ketika siswa pulang sekolah, banyak orangtua merr eka menjemput anaknya dengan menggunakan kendaraan, yang berakibat kemacetan. Sebagai warga Pekanbaru, kita mengharapkan sebuah keberanian dari Walikota Herman Abdullah, untuk bertin-

dak tegas pada para PKL di jalan Agus Salim tersebut. Kita menunggu keberanian Walikota Pekanbaru, Herman Abdullah, dipenghujung masa jabatannya untuk membuka akses Jalan Agus Salim tersebut. Kamarudin Warga Kota Pekanbaru


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.