Majalah Frasa

Page 1

Edisi 6 Tahun pertama | majalah digital | senin, 26 November 2012

Frasa Pendidikan Karakter

Lewat

S

astra

Cerpen Mubaqi Abdullah | Puisi Alex R. Nainggolan dan Muhammad Ardiansyah | Cerpen Teenlit M. Dirgantara | Puisi Teenlit Indra Anwar, Dona Rahayu, Juliana Dian Komala Sari dan Rudi Anwar Hasibuan | Fiksimini Fathromi R | Puisimini Hendrik Efriyadi, Bagus Burham dan Eli Yani Art Cover: Internet


HAL

2

SALAM

Frasa

M a j a l a h

Penanggungjawab Pemimpin Umum Pemimpin Redaksi Wakil Pemipin Redaksi Tim Redaksi Design Tata Letak Sekretaris Redaksi

D i g i t a l

: 4 Bratvas : Makmur HM : M Asqalani eNeSTe : Delvi Adri : Jhody M Adrowi Makmur HM M Asqalani eNeSTe Delvi Adri Yohana Nia Nurul Syahara Putu Gede Pradipta : Makmur HM : Jhody M Adrowi

Redaksi menerima tulisan yang bersifat orisinil dan belum pernah diterbitkan di media manapun. Tulisan berupa karya sastra yang terbit akan dibukukan setiap edisi akhir tahun. email: redaksifrasa@yahoo.com

Tarif Iklan full colour per edisi 1/4 halaman: Rp150,000 1/2 Halaman: Rp300,000 1 Halaman: Rp500,000 Iklan Sosial: Mulai Rp30,000 - Rp100,000 Alamat Redaksi / kontak Email: redaksifrasa@yahoo.com Phone: 0852 6536 9405 Blog: http://majalahfrasa.blogspot.com/

Salah seorang tim redaksi MSD Frasa, Putu Gede Pradipta (depan, satu kanan) saat berpose di UWRF 2012. Assalamualaikum pan dari karya-karya kesdan salam hangat Frasa usastraan. Di Malaysia dan untuk kita semua... Jepang, warga usia seko-

lah diwajibkan membaca sedikitnya 25 karya sastra. Pengaruh kesusastraan terhadap kehidupan tak bisa diremehkan. Tokohtokoh dalam karya fiksi seringkali mempengaruhi hidup, standar moral, dan bahkan mengubah dunia.

Pada dasarnya, manusia tidak pernah lepas dari aktivitas sastra. sastra memiliki pengertian yang cukup luas sehingga tidak menutup kemungkinan sastra dapat merubah karak足t er seperti yang diuraikan dalam artikel Pada rubrik Cerpen, yang kami angkat sebagai tema utama dalam edisi 6 tersaji Orang-orang yang ini dengan judul Pendidi- Memperkosa Hujan karya kan Karakter Lewat Sastra. Mubaqi Abdullah yang Di beberapa negara sangat menarik dan sayang sekali untuk dilewatkan. maju, pendidikan karakter Ada juga karya-karya Alex berbasis sastra ini sudah R. Nainggolan dan Muhamlama dilakukan. Di Inggris, mad Ardiansyah yang misalnya, puisi-puisi Shake- menghiasi rubrik Puisi. Dan seperti biasa, masih speare menjadi bacaan banyak lagi bacaan-bacaan wajib sejak SD. menarik di rubrik Teenlit Tujuannya untuk mena- mulai dari cerpen hingga namkan tradisi etik dan puisi. Tak ketinggalan pula kebudayaan masyarakat- fiksimini dan puisimini. nya. Di Swedia, beragam Terakhir, redaksi ucapkan: Selamat membaca! spanduk dibentangkan

di hari raya. Isinya? Kuti-

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Redaksi

Frasa


DAFTAR ISI

HAL

3

Halaman 6

Utama: Pendidikan Karakter Lewat Sastra

Halaman 10

Haiku, Puisi Tradisional Jepang yang Jujur Terhadap Realitas

Halaman 12

Mestikah Sinis kepada Dunia Sastra?

Halaman 14

Sastra Arab Pada Zaman Permulaan Islam

Halaman 18

Komunitas: Parade Puisi Community Pena Terbang

Halaman 20

Cerpen Mubaqi Abdullah: Orang-orang yang Memperkosa Hujan

Halaman 24

Puisi Alex R. Nainggolan dan Muhammad Ardiansyah

Halaman 26

Sastradukasi: Menelisik Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Halaman 28

Lentera Budaya: Bambu Gila, Permainan Warga Maluku

Halaman 29

Lentera Budaya: Baamar Galung Pancar Matahari dari Suku Banjar

Halaman 30

Cerpen Teenlit M. Dirgantara: Dia

Halaman 32

Puisi Teenlit Indra Anwar, Dona Rahayu, Juliana Dian Komala Sari dan Rudi Anwar Hasibuan

Halaman 34

Fiksimini Fathromi R: Lelaki Itu Telah Mati

Halaman 35

Puisimini Hendrik Efriyadi, Bagus Burham dan Eli Yani

Halaman 36

Inspiring: NH Dini (Hulu Novelis Perempuan Indonesia)

Frasa

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

4

NEXT ISSUE

Kekaburan Kritik dan Fenomena Penulis Pemula Oleh: Sutejo Bagaimanakah potret kritik sastra kita dewasa ini? Tampaknya kritik sastra kita masih centang perenang, belum mempunyai sosok pribadi yang jelas. Beni Setia, pernah melontarkan tulisan ‘’Demistifikasi Kritik’’. Pemikiran Beni Setia demikian menyadarkan kita pada fenomena kritik sastra yang tanpa karakter. Sampai gemasnya penyair Bandung ini (kini tinggal di Caruban Jawa Timur-red) melihat fenomena kritik sastra dengan menyebutnya sebagai sebuah arogansi elite sastra yang begitu determinatif dalam pengukuan dan kualifikasi kepenyairan seorang penyair. Sebuah tombak dengan arsitektur kokoh terbangun Indonesia kecil yang terkotakkotak. Sastra universal dan konstektual, puisi gelap dan puisi terang (komunikatif?), penyair kota dan daerah, penyair ibu kota dan penyair pedalaman serta penyair pemula dan penyair senior. Akankah tembok-tembok yang muncul demikian, yang membagi dunia sastra menjadi dua –mungkin saling bertentangan- adalah upaya untuk melindungi ideologi individu dan komuna kolektif masing-masing? Dalam pandangan Beni Setia, kearifan kasusastraan itu tak mengenal pusat dan daerah, tak mengenal sastrawan ibu kota dan sastrawan pedesaan, dan juga tak mau tahu karya yang adiluhung dan picisan. Bagi kearifan kasusastraan, setiap karya adalah karya, setiap karya sastra adalah karya sastra.***

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


CORNER

HAL

5

Telah Terbit!

Tangisan Kanal Anakanak Nakal (125 Puisi Pendek) Karya Muhammad Asqalani eNeSTe Spesifikasi Buku Sajak-sajak Muhammad Asqalani eNeSTe mengingatkan pada Presiden Penyair (Sutarji). Di balik diksi yang terkesan nyeleneh dan aneh tersimpan makna yang begitu dalam. Ia juga sangat lihai memasukkan kata-kata asing sehingga semakin kokoh diksi dan maknanya. Judul: Tangisan Kanal Anakanak Nakal (125 Puisi Pendek) (Hardcover) ISBN 978-602-17023-6-9 Hal. xiv+133 Ukuran: 5.6 x 7,7 inch BISAC: Antologi Puisi

harga Rp40.000,Pesan Melalui:

http://minangkabauonline.com/buku

Frasa

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

6

UTAMA

Pendidikan Karakter Lewat Sastra Intisari-Online.com

Benarkah sastra mempunyai kaitan erat dengan perkembangan karakter individu atau masyarakat?

P

engakuan seorang intelektual muda Yudi Latif dalam bukunya (Menyemai Karakter Bangsa: Budaya Kebangkitan Berbasis Kesastraan) menegaskan hal tersebut. Pengalamannya bertaut dengan berbagai karya sastra sejak usia remaja turut membentuk kepribadiannya. Cakrawala pikiran meluas, kemampuan bertutur meningkat, kepercayaan diri menguat, kepekaan etik dan estetik menajam. Setidaknya itulah sejumlah manfaat yang dirasakan Yudi lewat sastra. Sebagai sebentuk medium seni keberaksaraan, sastra mempunyai cakupan yang luas. Untuk kategori sastra lisan, bisa berupa dongeng, hikayat, pantun, tambo, atau berbagai bentuk Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


UTAMA cerita rakyat yang melekat dalam tradisi masyarakat. Sementara untuk kategori cetak, bisa berupa novel, novelet, roman, cerita pendek, puisi, dan drama. Semua itu bisa ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk seni pertunjukkan, seperti teater, film, pantomim dan lain-lain. Sastra memiliki peran penting untuk mendorong efektivitas pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan pendekatan menyeluruh. Pendidikan karakter dapat menjembatani dimensi moral pendidikan dengan ranah sosial dan sipil kehidupan siswa. Di kelas atau dalam kehidupan publik, pendidikan karakter biasanya disampaikan melalui contoh-contoh keteladanan dan kepahlawanan. Di sinilah sastra berperan. Siswa dan masyarakat dapat mengidentifkasi sifat-sifat atau karakter sang teladan atau pahlawan itu. Melalui karya sastra nilai-nilai keteladanan ini tidak diajarkan secara kognitif. Misalnya, dalam bentuk rumus atau pilihan ganda. Tetapi nilai-nilai itu ditangkap lewat penghayatan emotif, tanpa bersifat menggurui. Dari sini tampaklah medium kesusastraan dengan karya-karya agungnya memang bisa memberikan wahana yang tepat bagi pendidikan karakter. Di beberapa negara maju, pendidikan karakter berbasis sastra ini sudah lama dilakukan. Di Inggris, misalnya, puisipuisi Shakespeare menjadi bacaan wajib sejak SD. Tujuannya untuk menanamkan tradisi etik dan kebudayaan masyarakatnya. Di Swedia, beragam spanduk dibentangkan di hari raya. Isinya? Kutipan dari karya-karya kesusastraan. Di Malaysia dan Jepang, warga usia sekolah diwajibkan membaca sedikitnya 25 karya sastra. Pengaruh kesusastraan terhadap kehidupan tak bisa diremehkan. Tokoh-tokoh dalam karya fiksi seringkali mempengaruhi hidup, standar moral, dan bahkan mengubah dunia. Contohnya, Hikayat Perang Sabil menginspirasi perjuangan rakyat Aceh melawan kolonialisme. Kisah Rosie the Riveter, yang melukiskan sepak terjang seorang pekerja pabrik kerah biru memicu kemunculan gerakan pembebasan perempuan. Belum lagi kalau kita mencermati pengaruh yang ditimbulkan karya-karya Homer, Goethe, hingga Ronggowarsita. Karya-karya mereka memberi dampak yang luas bagi dunia kehidupan masyarakatnya masingmasing. Dengan mengambil pelajaran dari moralitas para tokohnya, karya sastra bisa menjadi wahana persemaian nilai dan praktis moralitas yang efektif.***

Frasa

HAL

7

Di beberapa negara maju, pendidikan karakter berbasis sastra ini sudah lama dilakukan. Di Inggris, misalnya, puisi-puisi Shakespeare menjadi bacaan wajib sejak SD. Tujuannya untuk menanamkan tradisi etik dan kebudayaan masyarakatnya. Di Swedia, beragam spanduk dibentangkan di hari raya. Isinya? Kutipan dari karya-karya kesusastraan. Di Malaysia dan Jepang, warga usia sekolah diwajibkan membaca sedikitnya 25 karya sastra.

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

8

UTAMA

Telah Terbit!

Aku Puisi,

Puisi-puisi dari Robekan Kertas Karya Makmur HM Pesan Melalui:

http://minangkabauonline.com/buku

Spesifikasi Buku Judul: KATA-KATA (Dwilogi Puisimini) Episode 1 BISAC: Puisi

Harga Rp33.000,-

(Harga belum termasuk ongkos kirim)

Spesifikasi Buku Judul: KATA-KATA (Dwilogi Puisimini) Episode 2 BISAC: Puisi

Harga Rp33.000,-

(Harga belum termasuk ongkos kirim) Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


UTAMA

Spesifikasi Buku

HAL

9

Aku Puisi adalah sekumpulan memori luka duka serta suka cita dalam kehidupan yang digoreskan Makmur HM pada sobekansobekan kertas, sesuatu yang menjadi puisi, yang seharusnya ia lukapan. Judul: Aku Puisi, Puisi-puisi dari Robekan Kertas (Hardcover) ISBN 978-602-17023-5-2 Hal. viii+83 Ukuran: 5.6 x 7,7 inch BISAC: Antologi Puisi

Harga Rp38.000,-

Untuk Pembelian

SEPASANG

Dapatkan Harga Spesial!

A T A K A T A K : I N I M I S I U P DWILOGI Karya Makmur HM

hanya Rp60.000,-

dari harga semula Rp66.000,- (belum termasuk ongkir) Caranya: ketik KATA2_Alamat Lengkap_Nama Lengkap

Kirim ke 0852 6536 9405

Frasa

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

10

SASTRA DUNIA

Haiku, Puisi Tradisional Jepang yang Jujur Terhadap Realitas Oleh Ombi

H

aiku adalah salah satu bentuk puisi tradsional Jepang yang paling penting. Ia merupakan sajak terikat yang memiliki 17 sukukata terbagi dalam tiga baris dengan tiap baris terdiri dari 5, 7, dan 5 sukukata. Sejak awalnya, sering muncul kebingungan antara istilah Haiku, Hokku dan Haikai (Haikai no Renga). Hokku adalah sajak pembuka dari sebuah rangkaian sajak-sajak yang disebut Haikai no Renga. Hokku menentukan warna dan rasa dari keseluruhan rantai Haikai itu, sehingga menjadi penting, dan tak jarang seorang penyair hanya membuat hokku tanpa harus menulis rantai sajak lanjutannya. Istilah Haiku baru muncul 1890an, diperkenalkan oleh Masaoka Shiki. Haiku dapat kita artikan sebagai pembebasan Hokku dari rantai Haika. Haiku bisa berdiri sendiri, sudah utuh pada dirinya tanpa tergantung pada rantai sajak yang lebih panjang. Tokoh lain dalam reformasi Haiku ini adalah Kawahigashi Hekigoto yang mengajukan dua proposisi: Haiku akan lebih jujur terhadap realitas jika tidak

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


SASTRA DUNIA ada “center of interest” (pusat kepentingan, fokus perhatian) di dalamnya Pentingnya impresi penyair pada hal-hal yang diambil dari kehidupan sehari-hari dan warna-warna lokal (ini tidak jauh berbeda dari kaidah hokku) Haiku muncul baru pada penggal terakhir abad ke-19. Sajak-sajak yang terkenal dari para empu jaman Edo (1600-1868) seperti Basho, Yosa Buson, dan Kobayashi Issa seharusnya dilihat sebagai hokku dan harus diletakkan dalam konteks sejarah haikai meski pada umumnya sajak-sajak mereka itu sekarang sering dibaca sebagai haiku yang berdiri sendiri. Ada juga yang menyebut Hokku sebagai “Haiku klasik”, dan Haiku sebagai “Haiku modern”. Di luar Jepang, terutama di Barat (mungkin awalnya dari penerjemahan haiku Jepang) haiku mengalami degradasi dengan absennya beberapa prinsip dasar hokku (haiku klasik). Pola sajak 17 suku kata itu menjadi tidak ketat diikuti. Akhirnya haiku di barat hanya tampil sebatas bentuk pendeknya saja. Haiku tidak memiliki rima/persajakan (rhyme). Haiku “melukis” imaji ke benak pembaca. Tantangan dalam menulis haiku adalah bagaimana mengirim telepati pesan/kesan/imaji ke dalam benak pembaca HANYA dalam 17 silaba, dalam tiga baris saja! Dalam bahasa Jepang, kaidah-kaidah penulisan haiku sudah pakem dan harus diikuti. Dalam bahasa lain, kadang sulit untuk mengikuti pola ini, dan biasanya menjadi lebih longgar. Haiku bisa mendeskripsikan apa saja, tetapi biasanya berisi hal-hal yang tidak terlalu rumit untuk dipahami oleh pembaca awam. Bebarapa haiku yang kuat justru menggambarkan kehidupan keseharian yang dituliskan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepada pembaca suatu pengalaman dan sudut pandang baru/lain dari situasi yang biasa tersebut. Haiku juga mengharuskan adanya “kigo” atau “kata (penunjuk) musim”, misalnya kata “salju” (musim dingin), “kuntum bunga” (musim semi), sebagai penanda waktu/musim saat haiku tersebut ditulis. Tentu saja kata-kata penanda musim ini tidak harus selalu jelas-terang. Bagaimanapun juga, saat ini haiku di tiap-tiap tradisi bahasa mengikuti aturan-aturannya sendiri sesuai sifat alami bahasa di mana haiku tersebut dituliskan. Silakan menulis haiku dengan pertimbangan Anda sendiri, apakah akan mematuhi aturan-aturan baku dari haiku Jepang yang asli, ataukah lebih mementingkan esensi atau ruh dari haiku dengan membengkokkan beberapa syariatnya. Di sinilah tantangan kesulitan, sekaligus kenikmatan menulis haiku.(www.jendelasastra.com)

Frasa

HAL

11

Haiku adalah salah satu bentuk puisi tradsional Jepang yang paling penting. Ia merupakan sajak terikat yang memiliki 17 sukukata terbagi dalam tiga baris dengan tiap baris terdiri dari 5, 7, dan 5 sukukata. Sejak awalnya, sering muncul kebingungan antara istilah Haiku, Hokku dan Haikai (Haikai no Renga). Hokku adalah sajak pembuka dari sebuah rangkaian sajaksajak yang disebut Haikai no Renga. Hokku menentukan warna dan rasa dari keseluruhan rantai Haikai itu, sehingga menjadi penting, dan tak jarang seorang penyair hanya membuat hokku tanpa harus menulis rantai sajak lanjutannya.

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

12

SASTRA INDONESIA

Mestikah Sinis kepada Dunia Sastra? Oleh: Herry Firyansyah

Problem utama yang paling serius dalam kesusastraan kita saat ini adalah bagaimana menumbuh kembangkan minat sastra di kalangan muda. Bahkan kalau perlu mencuci otak anak-anak muda menjadi setengah sastrawan. Sikap itu diperlukan, sebab lingkungan mereka (keluarga, sekolah dan mungkin negara) sepertinya punya sikap sinis terhadap sastra dan sastrawan. Mestikah bersikap sinis? Dalam keluarga misalnya. Kebanyakan orang tua akan mengutuk diri sepanjang hidupnya kalau akhirnya kecolongan punya anak atau menantu seorang sastrawan. Sebab dimata mereka sastra adalah “bidang pekerjaan� paling gila yang pernah ada. Dan mereka yang nyemplung di dalamnya adalah “orang gila�. Nada lembaga persekolahan terhadap sastra dan sastrawan juga tidak jauh beda. Bahkan lebih brutal. Prilaku kurikulum pendidikan kita malah terkesan ingin menghapuskan etika atau akal budi yang bersumber dari karya sastra. Hal ini dibuktikan sampai saat ini pelajaran kesusasteraan Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


SASTRA INDONESIA masih sebagai bagian dari mata pelajaran lain, seperti bagian Bahasa lndonesia dan porsinya pun hanya 10 persen. Kalau diperguruan tinggi ia hanya bagian dari mata kuliah budaya dasar, porsi materi sastra 0,1 persen. Seakan-akan sastra hanyalah pelajaran sampingan yang jika dalam keadaan mendesak layak untuk ditiadakan. Bebeda dengan matematika, fisika, kimia dan akuntansi. Ironisnya lagi generasi muda seakan percaya bahwa sastra memang tak bisa memberikan apa-apa. Apalagi memberikan titik terang pada masa depannya. Sebenarnya banyak problem lain dalam kesusastraan, tapi ringan. Seperti sempitnya jalan menuju singgana sastra karena system akomodasi yang terlunta-lunta, terutama bagi pemula. Tersumbatnya saluran regenerasi akibat pengapuran yang sengaja dibuat generasi tua dan media massa. Ada juga problem tentang munculnya saluran baru kesusastraan yang sengaja dibuat generasi muda seperti gua bawah tanah dalam perang gerilya karena mampatnya saluran lama, yakni sastra cyber. Yang mana setelah diproklamirkan kemunculannya menjadi perdebatan. Bahkan dituding-tuding sebagai sastra “sampah�. Tapi ini pun masih bukan problem serius. Yang menjadi problem utama kita bagaimana menumbuhkan minat sastra pada generasi muda. Sebab sastrawan generasi tua mulai bengok-bengok bahwa kita kekurangan sastrawan. Dari 1 juta penduduk hanya lahir satu sastrawan. Sedangkan idealnya dari 1 juta penduduk perlu 10.000 sastrawan baru. Ini artinya kita kekurangan juru damai. Dan dampaknya akan sangat menyeramkan; jiwa manusia muda Indonesia akan mudah tersulut dan tenggelam dalam lautan bencana moral yang secara tibatiba membesar dan meluluh lantakkan etika negeri ini. Tawuran, pemerkosaan, free sex, pembunuhan dan narkoba yang kerap dilakukan generasi muda setidaknya bisa menjadi bukti kongkret.

Frasa

HAL

13

Ya. Sebab sastra tidak menjadi panji utama penjaga etika di negeri ini. Padahal sastra berfungsi sebagai agen pendidikan membentuk pribadi keinsanan seseorang dan memupuk kehalusan adab dan budi kepada individu serta masyarakat agar menjadi masyarakat yang berperadaban. Fase-fase pemikiran ini jelas memberi pengetahuan bahwa sastra berkaitan dengan pemikiran, pendidikan, dan akal budi manusia. Tegasnya Friedrich Schiller mengatakan sastra semacam permainan menyeimbangkan segenap kemamuan mental manusia berhubung dengan adanya kelebihan energi yang harus disalurkan. Dengan kesusastraan, seorang diasah kreativitas, perasaan, kepekaan dan sensitivitas kemanusiaannya, sehingga terhindar dari tindakan-tindakan yang destruktif, sempit kerdil dan picik (Darmaningtyas, 2004;81). Bahkan kalau kita mau melakukan refleksi lebih mendalam bahwa para sastrawan yang kaya secara material murni merupakan hasil jerih payahnya menciptakan karya yang berkualitas. Seorang Joni Andriadinata yang dulunya pernah menjadi tukang becak di Jakarta, kini telah punya rumah sendiri, mobil sendiri karena keseriusannya menekuni dunia sastra. Beda dengan Insinyur sipil yang kaya, kebanyakan karena terlalu besar mengkorup biaya konstruksi. Akibatnya bagunan menjadi buruk. Juga para dokter yang kaya pada umumnya karena ekslotatif terhadap pasien. Tapi mengapa cita-cita anak selalu ingin menjadi dokter atau insinyur. Tidak menjadi sastrawan? Menurut hemat penulis, mungkin karena lambang kesenimanan di Indonesia adalah “binatang jalang� sehingga citra buruk pun terbentuk pada kaum sastrawan atau seniman; kumal, awut-awutan, berambut gondrong, mungkin malah tatoan seperti gali. Nah, penampilan luar inilah yang sering menjadi cercaan public tentang sastrawan. (www.publiksastra.net)

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

14

SASTRA RELIGI

Sastra Arab Pada Zaman Permulaan Islam Oleh: Abdul Hadi WM

T

elah kita ketahui bahwa sastra Arab telah berkembang sebelum datangnya agama Islam. Namun dengan datangnya Islam terjadi perubahan mendasar. Sebelum Islam sastra Arab berkembang mengikuti tradisi lisan dan sedangkan sesudahnya sastra tulis yang berkembang, kendati tidak dengan senirnya sastra lisan mati.. Pada zaman pra-Islam penyar menyampaikan syair yang mereka karang secara lisan, Hanya beberapa penyair tertentu yang karya-karyanya direkam dalam bentuk tulisan. Syair-syair itu biasanya ditulis atas kulit domba dan unta serta daun papirus yang sudah dikeringkan. Syair-syair yang dituliskan itu pada umumnya merupakan karya penyair besar dan diletakkan di dinding Ka’bah. Sebagian besar syair yang ditulis itu pula tidak lengkap melainkan hanya potongan yang terdiri dari beberapa baris atau bait. Syair-syair yang dituliskan ini disebut mu`allaqat, artinya sajak-sajak yang ditaruh pada dinding Ka’bah. Penyair-penyair mu`allaqat yang terkenal antara lain ialah Imr al-Qays, Zuhair bin Abu Sulma,

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


SASTRA RELIGI

HAL

15

Nabiqah al-Zuhyani, Tarafah bin al-`Abd, `Amr bin Syekh al-Busiri yang masyhur hingga kini dan dibaKulam, Labid bin Rabi`ah dan Antarah. Beberapa di cakan hampir dalam setiap perayaan maulid di berantara mereka memeluk agama Islam pada masa bagai pelosok Dunia Islam ialah Qasidah al-Burdah. hidup Rasulullah. Misalnya, yang paling terkenal, Puisi Masa Awal ialah Labid bin Rabi`ah. Setelah memeluk Islam, Penerimaan terhadap agama Islam di kalangan Labid menjadi pembela Islam yang gigih melalui bangsa Arab pada mulanya memang tidak banyak syair-syairnya. membawa perubahan terhadap perkembangan Para penyair Arab sebelum Islam tidak hanya sastra Arab, juga tidak banyak memberi perubahan menulis mu`allaqat, tetapi terhadap sifat-sifat, watak dan Ciri-ciri karya sebelum Islam itu tabiat bangsa Arab. Lagi pula juga bentuk pengucapan sastra lain seperti khotbah, perib- umumnya seragam. Selain syair- pada masa awal sejarah Islam, ahasa, legenda dan dongeng syair kepahlawanan suku, penyair- kesusastraan berkembang yang tidak kalah indahnya dari penyair Arab jahiliyah gemar agak lambat. Hal ini terjadi karmu`alllaqat. Khaliah al-rasyisekali menulis syair-syair berisi ena banyaknya peperangan din pada umumnya menyamungkapan kebanggan terhadap yang dihadapi kaum Muslimin paikan pandangannya melakabilahnya dan garis keturunan yang begitu menguras tenalui khotbah atau peribahasa, ga kaum Muslimin sehingga mereka. Bentuk pengucapan serta aforisma yang indah. Di memberi peluang bagi sastra lain yang digemari ialah tidak antara empat khalifah yang kaum terpelajarnya, termasuk ucapannya sangat indah ialah marasin (elegi),ghazal (sajak-sajak penyair, untuk memikirkan cinta, khususnya cinta berahi), masalah-masalah kesenian Ali bin Abi Thalib dan Abu sajak-sajak pemujaan terhadap dan kesusastraan. Pada awal Bakar Siddiq. Ciri-ciri karya sebelum anggur (khamriyah) dan ungkapan abad ke-7 M, setelah RasuIslam itu umumnya seragam. dendam kesumat kepada kabilah lullah wafat dan kepemimpiSelain syair-syair kepahlawanmusuh. nannya diganti oleh khalifah an suku, penyair-penyair Arab yang empat, satu-satunya jahiliyah gemar sekali menulis syair-syair berisi ung- bentuk kegiatan penulisan yang berkembang ialah kapan kebanggan terhadap kabilahnya dan garis penyusunan dan penulisan mushaf al-Qur’an. keturunan mereka. Bentuk pengucapan sastra lain Kendati demikian sebenarnya pada masa ini yang digemari ialah marasin (elegi),ghazal (sajak- telah muncul beberapa penyair yang kreatif. Di sajak cinta, khususnya cinta berahi), sajak-sajak antaranya ialah penyair-penyair yang disebut pemujaan terhadap anggur (khamriyah) dan ung- golongan mukhdramain, artinya penyair yang kapan dendam kesumat kepada kabilah musuh. hidup dalam dua zaman, yaitu zaman Jahiliyah Mu`allaqat adalah untaian syair panjang dan dan zaman Islam. Di antara mereka telah terdapat indah dengan sistem persajakan yang rumit. Yang penyair yang menulis karya-karya yang dipengarpaling terkenal sebagai penulis mu`allaqat sepan- uhi ajaran dan sejarah perkembangan Islam. Syairjang sejarah ialah Imr al-Qays. Sajak-sajaknya masih syair yang mereka tulis kebanyakannya merupakan digemari orang Arab sampai saat ini dan dibawa- rekaman sejarah awal perkembangan agama Islam, kan melalui nyanyian, sebuah tradisi yang tetap khususnya perjuangan Nabi Muhammad dan para hidup sampai kini. sahabatnya. Walaupun sikap hidup penyairmukhBentuk syair lain yang digemari ialah qasidah, dramain ini secara umum tidak berubah setelah sajak-sajak pujian yang dinyanyikan. Yang disaji- memeluk agama Islam, namun karangan mereka kan dalam qasidah pada umumnya ialah pujian cukup penting karena nilai sejarah yang dikandterhadap pahlawan suku dan orang yang dicin- ungnya. tai seperti pemimpin dan gadis cantik. Jenis sajak Di antara penyair mukhdramain itu terdapat cinta juga digemari, antara lain yang disebut nasib. orang yang dekat dengan Rasulullah seperti Hasan Penulis-penulis Arab masih melanjutkan kegema- bin Tsabit, Ka`aab bin Zubair, Ka`ab bin Malik dan rannya menulis sajak-sajak warisan lama ini setelah Labid bin Rabi`ah. Hasan bin Tsabit misalnya sering agama Islam datang. Hanya saja tema dan isinya mendampingi Nabi dan tampil dalam perdebatan sudah berubah serta diperluas. Pada abad ke-12 M dengan para penyair yang gemar merendahkan bentuk puisi iini dikembangkan oleh penyair Mesir dan mengejek agama Islam. Bersama-sama Labid Syekh al-Busiri menjadi puji-pujian kepada Nabi bin Rabi`ah, Hasan bin Tsabit dianggap sebagai Muhammad s.a.w (al-mada`ih al-nabawiya). Karya perintis penulisan sajak-sajak pujian kepada Nabi

Frasa

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

16

SASTRA RELIGI

Muhammad. syair zaman pra-Islam yang ditulis untuk mengejek Perubahan besar dalam perkembangan sastra kabilah musuh. Biasanya sajak-sajak seperti itu bisa Arab terjadi setelah munculnya penulisan mushaf menyulut sengketa dan permusuhan antar kabial-Qur’an, yaitu pada masa kepemimpinan khali- lah. Beberapa syair sengaja ditulis untuk menghina fah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kegia- kabilah musuh. Untuk keperluan itu maka setiap tan penulisan mushaf al-Qur’an ternyata memberi kabilah mesti memiliki penyair andalan, yang setiap pengaruh besar dan bermakna bagi perkemban- diharapkan dapat menulis syair-syair berisi jawaban gan sastra Arab. Pengaruh langsung dari kegiatan terhadap syair ejekan dari kabilah lain. tersebut ialah berkembangnya kajian terhadap teks Ali bin Abi Thalib kitab suci, terutama dari segi bahasa dan sastra. Apabila pada masa sebelumnya prosa tidak Semenjak itu orang Arab juga mulai giat mengum- berkembang, karena kecintaan pada puisi yang pulkan puisi lama dan cerita lisan warisan nenek- mendalam, maka setelah agama Islam datang, moyang mereka. Gaya bahasa dan puitika al-Qur’an prosa mulai bertunas dan memainkan peranan kemudian semakin menarik perhatian para penyair yang tidak kecil dalam adab dibanding syair. Arab yang pada gilirannya kelak mempengaruhi Tokoh yang dipandang sebagai penulis prosa corak penulisan puisi dan karangan prosa mereka. paling awal dalam sejarah sastra Arab ialah Ali Dalam tradisi Arab, puisi bin Abi Thalib (600-601 M). disebut manzun, yaitu komsejarah Islam, tokoh Pada zaman Ali bin Abi Thalib Dalam posisi (nazm) yang bahasanAli bin Abi Thalib merupaya terikat pada pola rima dan inilah muncul dua penyair wanita kan pemuda Arab pertama terkemuka, yaitu Tumadir bin yang memeluk agama Islam. sajak. Prosa disebut mantsur, Amr (lebih dikenal sebagai yaitu gubahan yang bahasanDia adalah menanti Nabi al-Khansa’) dan Layla al-Akhy- dan terkenal sebagai orang ya longgar, tidak terikat pada pola rima dan aturan persaja- aliyal. Keduanya penulis nasarin, yang berani membela Islam kan tertentu. Dari segi tema, yaitu elegi atau sajak-sajak dan sangat terpelajar pula. amanat dan coraknya sastra sedih. Kesedihan yang sering Ketika Rasulullah masih Arab baru ini pun berbeda mengilhami syairnya biasanya hidup, dia pernah diberi dari sastra Arab lama. Pada ialah kematian orang yang dekat tugas menjadi pengumpul masa ini para sastrawan mulai dengan penyair. Nasarin memang wahyu yang diterima Nabi. mengaitkan sastra dengan merupakan bentuk syair yang Ali bin Abi Thalib menguasai adab, bahkan menyebut sasbahasa Arab dengan baiknya, tra sebagai adab, yaitu sikap digemari oleh para penyair Arab khususnya dialek Hejaz yang zaman permulaan. Banyaknya dianggap sebagai dialek dan perbuatan yang didasarpeperangan yang terjadi dalam bahasa Arab yang terindah kan pada akhlaq dan sopan sejarah awal perkembangan Islam, pada zaman itu. Karya Ali santun. Adab juga dihubungkan dengan tingginya tingkat mendorong lahirnya banyak syair bin Abi Thalib yang masyhur seperti ini. pendidikan dan pengetahuan sebagai karangan prosa peryang dicapai oleh seorang tama yang indah dalam sastra penulis, serta kedewasaan dan kematangan pan- Arab ialah Nahj al-Balaghah (Jalan Terang). Kitab dangan hidup mereka. Berdasar pandangan ini ini merupakan kumpulan khotbah, peribahasa, maka sastra tidak hanya berisi ungkapan peras- kata-kata mutiara dan surat-surat bernilai sastra. aan dan pengalaman hidup biasa sebagaimana Dia menggantikan Usman bin Affan sebagai khalkerap diartikan orang, begitu pula sekarang ini. ifah al-rasyidin keempat dan sekaligus khalifah Sastra lebih dari itu. Ia juga merupakan karangan terakhir. Sebuah syairnya dituliskan pada banyang menyajikan kearifan dan gagasan-gagasan yak batu nisan makam raja-raja Pasai dan Malaka penting kehidupan termasuk moral, al-hikmah pada abad ke-14 dan 15 M. dan spiritualitas. Pada zaman Ali bin Abi Thalib inilah muncul dua Perubahan itu juga tampak dalam bahasa yang penyair wanita terkemuka, yaitu Tumadir bin Amr digunakan. Kaya-karya baru yang dihasilkan oleh (lebih dikenal sebagai al-Khansa’) dan Layla al-Akhypenulis Muslim ini lebih halus, sedangkan isinya aliyal. Keduanya penulis nasarin, yaitu elegi atau lebih universal. Puisi karya penyair zaman pra-Islam sajak-sajak sedih. Kesedihan yang sering mengilbiasanya kasar dan nadanya sombong. Isinya pun hami syairnya biasanya ialah kematian orang yang tidak mendalam, sering hanya berkaitan dengan dekat dengan penyair. Nasarin memang merupamasalah-masalah sensual. Bahkan terdapat syair- kan bentuk syair yang digemari oleh para penyair

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


SASTRA RELIGI Arab zaman permulaan. Banyaknya peperangan yang terjadi dalam sejarah awal perkembangan Islam, mendorong lahirnya banyak syair seperti ini. Ali bin Abi Thalib sendiri menulis sejumlah syair religius yang indah. Salah satu di antaranya ialah yang dipahatkan pada batu nisan makam raja Samudra Paasai di Aceh abad ke-13 M: Dunia ini fana, tiada kekal Bagaikan sarang laba-laba O kau yang menuntut terlalu banyak Cukupkanlah yang kauperoleh selama ini Ada orang yang berumur pendek Namun namanya dikenang selamanya Ada yang berusia panjang Namun dilupa sesudah matinya Dunia ini hanya bayang-bayang Yang cepat berlalu Seorang tamu di malam hari Mimpi seorang yang tidur nyenyak Dan sekilat cahaya yang bersinar Di cakrawla harapan

HAL

17

berasal dari kabilah Quraysh ban Makhzun. Ayahnya pernah diberi tugas oleh Nabi untuk menyebarkan agama Islam di Yaman. Menjelang akhir hayatnya dia banyak menulis syair-syair zuhudiyah. Gaya bahasanya sangat halus dan ekspresif. Pada awal abad ke-8 M, sebuah tradisi baru dalam penulisan syair muncul, yaitu penulisan syair-syair untuk dinyanyikan, tetapi berbeda dari madah. Jenis syair baru ini disebut al-sy`r al-ghina(syair pelipur lara). Di antara tema-tema yang digemari oleh para penulis syair al-ghina’ ialah tema-tema erotis dan sensual, serta mujun, yaitu tema-tema yang menyimpang dari ajaran agama dan moral. Pada masa ini pulalah mulai muncul penyair-penyair yang gemar mengembara untuk berdakwah dengan cara membacakan dan menyanyikan syair-syair mereka. Syair yang didakwahkan itu dinyanyikan sehingga menarik perhatian bagi pendengarnya. Jenis syair lain yang juga digemari dan muncul pada zaman ini ialah al-ghazal al`uzri, yaitu sajaksajak percintaan muni. Penyair terkenal yang melahirkan banyak jenis syair ini ialah Qays alias Majnun bin Amir. Kisah cintanya yang mendalam kepada seorang gadis bernama Layla, menarik perhatian masyarakat Arab dan diabadikan dalam kisah yang sangat terkenal Layla wa Majnun. Temaghazal a-uzri ialah cinta murni yang didasarkan atas ajaran Islam. Cinta sepertiitu menuntut ketulusan, pengurbanan dan kesucian. Bentuk syair yang disebut hija’ (sindiran) juga digemari. Melalui hija’ mereka melontarkan kritik atau kecaman terhadap ketimpangan yang berlaku dalam masyarakat seperti ketidakadilan penguasa, penyelewenganyang dilakukan pejabat, pemimpin agama dan politisi. Biasanya hija’ ditulis untuk mengecam orangorang yang perilakunya menyimpang dari ajaran agama. Di antara penulis hija’ yang terkenal ialah Farazdaq (w. 728 M). Contohnya ialah syair yang dikarang penyair Khawarij untuk mengejek pengikut Mu’awiyah:

Jenis syair lain yang berkembang pada masa ini ialah syair-syair zuhudyah, yang kaitannya dengan ajaran Islam lebih jelas dibanding banyak jenis syair Arab yang lain. Syar-syair zuhudiyah ditulis oleh penyair yang menyukai tafakkur, ibadah dan amalan yang menjunjung tinggi akhla serta adab. Penyair-penyair zuhudiyah lebih suka memilih hidup dalam kesalehan dan tafakur sebagai bentuk kekecewaan meeka terhadap meluasnya gejala hidup serba mewah di lingkungan masyarakat Muslim. Di antara penyair zuhudiyah yang awal ialah Abul Aswab al-Du`ali (w. 681 M). Dia adalah seorang ulama besar, pakar Hadis dan hukum Islam. Al-Du`ali juga dikenal sebagai orang terpelajar pertama yang menciptakan tanda-tanda baca dan titik dalam al-Qur’an untukk membedakan harakatnya dan memudahkan pembacaannya. Syair-syair al-Du`ali kebanyakan bertemakan ketawakkalan dan kesalehan. Kau membanggakan dua ribu orang beriman Dia sering menyeru pembacanya agar supaya Berada di belakangmu bukan? ingat mati dan hari akhirat. Syair-syair jenis lain Tak malu, sedangkan mereka itu tewas tersungkur yang ditulis olehnya terutama ialah hija’ (satire) Di tangan empat puluh perajurit kami di Asak dan madah, yaitu syair-syair berirama indah yang Kau bohong, mereka pengecut dibuat untuk dinyanyikan. Tak seperti yang kaubanggakan Pada akhir abad ke-7 M muncul pula penyair Arab terkemuka yang membawa pembaruan cukup Sastra Arab mulai memperlihatkan perkembanberarti, yaitu Umar bin Abi Rabi`ah (643-712). Dia gan pesat pada zaman Daulah Umayyah. hidup pada zaman gemilang pemerintahan DaulMadina, kota awal pusat peradaban Islam (www. ah Umayyah di Damaskus. Umar bin Abi Rabi`ah ahmadsamantho.wordpress.com)

Frasa

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

18

KOMUNITAS: community pena terbang Sajak Putih

Oleh: Lailatul Kiptiyah

Embun bertasbih, membasahi daun dahan pohon puisi. pohon diri. sunyi menanam benih di tanah naluri.

YANG SANGAT SUNYI Oleh: Mawaidi D. Mas

embun bertasbih. membasahi daun dahan pohon puisi. pohon diri. sunyi menanam benih di tanah naluri aku tidak tahu engkau adalah perempuan. atau sebagai utusan dengan cara yang lain bagiku. tiba-tiba ada kesunyian yang sangat dalam. ia, ingin mengambil nyawaku dari ingatan embun bertasbih. membasahi daun dahan pohon puisi. pohon diri. sunyi menanam benih di tanah naluri hari ini hujan turun mulai rawan. pada setiap baris hujan aku ingin engkau. seperti perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, mengaguminya kemudian memetikkan satu baris hujan untukku. barangkali inilah kelemahanku jika tak ada engkau di tulang rusukku.

Tuhan, betapa aku serapuh daun-daun yang dihinggapi debu. terbawa angin ke pucuk-pucuk lembah. bersamaMu, betapa aku hanya ingin jatuh. jatuh kedalam ribuan sujud ribuan sembah. Tuhan, seperti malam yang tak henti merajahi asmaMu kubawa segala bentuk rupaku. dengan sepenuh utuh dan teguh ke hadapMu agar segala bentuk kerinduanku mewujud, melampaui maut yang kelak kau lesatkan menembus jantungku dengan tusukanMu yang maha lembut. Lailatul Kiptiyah, 28 Dzulhijjah 1433 H

embun bertasbih. membasahi daun dahan pohon puisi. pohon diri. sunyi menanam benih di tanah naluri aku sakit, aku ingin mendung kali ini gelisah. aku ingin hujan turun dengan galau minta segera disembunyikan. kali ini baik hujan reda dengan cepat atau masih gerimis. engkau tidak perlu tahu di balik itu aku belum siap melahap elegi waktu.

THARIQAT ILALANG

Oleh: Choyron Baba Muda

Jogja, Oktober 2012 Embun bertasbih

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


parade puisi :KOMUNITAS Membasahi daundahan pohon puisi Pohon diri Sunyi menanam benih di tanah naluri Tuhan Aku Maujud ilalang Pada tiap sembahyang labuh MenyembahMu Menganut syari'at angin Merangkum bacaan yang bingung Bersilompat mengkhatam raka'at Dari baqa ke fana Fana ke baqa Baqa ke fana Fana ke fana Fana ke salam Tuhan Aku Maujud ilalang Hingga menjejak 26 tahun lebih Nuju kematian Sembahyangku Menganut syari'at angin Sungkurku limbung Sekedar condong kosong Setahap di bawah ruku' Atau sebatas menjungkal Serendah takabbur Tak-tak lantas-tuntas Menyentuh hampar tanah kehambaan Mencumbu hakikat sujud Merajah AhadMu Di alir darah puisi. Tuhan Begini ini sembahyangku Pun hanya untukMu.

HAL

19

puisi. pohon diri. sunyi menanam benih di tanah naluri. Tuhan...! kala rintih meringkik di garis jerit ibu. ku rangkai akar hijaiyah dari tinta darahnya, ku lawatkan sajak pada beribu malaikat di sambung sanjung tembang nembang. keram geram, di dendang hasub kujur tubuhku. tertata tingkak tataku, sampai kejora membintang di benih air mata mata airmu. Tuhan...! saat diri membungkam, berhamburan seluruh hijaiyah yang bersemedi di tubuhku, hingga tulang-tulangku melupa dendang dimana lambang rindu mekar pada putik ranum kesturi. Dimana kan ku susun kembali, sedang tintaku kerap karat dalam gersang darahku. Bismillahi majrieha wamursaaha ijinkan ku kibarkan layar kembangku di didah dada ini, sampai ku arungi lautan samudra di pipi ibu. ijinkan kembara ini menukik semedi paling sakti dari liuk lekuk tubuh ibu. hingga aku adalah petapa sebagai segara di dadanya. *Sakehing kan dumadi makardi lir Hyang Widhi kan tansah makarya nguribi jagad tan leren surya, candra lan bayu, bhumi, tirta kalawan agni peparing panguripan mring pamrih wus mungkur anane nuhoni dharma iku dadya sastra cetha tanpa tulis nulat lakuning alam

**Semua yang ada ini berkerja bahkan Tuhan pun bekerja menghidupi dunia ini tanpa henti Pondokkidul, 12112012 matahari, bulan, angin, bumi, air dan api semua bekerja demi kelangsungan hidup tanpa pamrih dasarnya hanyalah merasa wajib alam adalah “ilmu nyata� kita wajib meniru dharmanya Inilah tembang keramatku, ku basuh bersama karat keris sang empu, dan kusucikan pada setiap melati ziarahkan wanginya, dan akulah hamba yang lahir dari rahim sang ibu. Menata hijaiyah di pelataran maiyah rindu.

Pekik Tilam Nilam Hijaiyah

Oleh: Jhody M. Adrowi

Embun bertasbih, membasahi daun dahan pohon

Frasa

*tembang jawa (dandanggula). **artinya Yogyakarta, 12, November. 2012

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

20

CERPEN: Mubaqi Abdullah

yang Memperkosa Hujan Orang-orang

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


CERPEN *dan kau meminta hujan dengan kesakralan do’a tanpa membersihkan sampah di selokan atau memberhentikan penebangan hutan dan daun-daun tidak kembali kau hijaukan -Semarang, 2012“Baiklah, besok kita adakan upacara bersama untuk meminta hujan “ bunyi palu yang diketok Pak Lurah tiga kali mengakhiri rapat sore itu. Malamnya para ulama masing-masing kepercayaan mengumumkan lewat tempat peribadatan mereka. Di desa itu, hujan sudah lama tidak turun. Sekarang bulan november, berarti sudah sepuluh bulan kemarau menjadi musim. Awalnya dianggap biasa, tetapi lama-kelamaan persediaan air bersih yang semakin menipis menjadikan kemarau sebagai sebuah permasalahan. Tanah sawah retak, sumur-sumur menjadi dangkal. Entah airnya yang berkurang atau tanah lumpur di dalamnya yang semakin banyak. Yang pasti, permasalahan di desa itu bertambah yakni kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan. Bahkan kekerontangan. Lapangan menjadi ramai dipagi hari. Anak kecil hingga orang sepuh1 berkumpul di sana. Orangorang berbaju serba putih dan kopiah dikepala, orang berpenampilan biasa, wewangian dupa sudah menyerbak. Ada lagi orang-orang yang menggunakan pakaian mahram berwarna cokelat. Semuanya membaur di lapangan. Hanya sekat tali rafia yang memisahkan petak antar kepercayaan. “ Pak Lurah, ini yang akan menjadi imam siapa? “ tanya Pak Dasrun yang memakai baju putih-putih. “ Iya Pak Lurah, saya tidak mau jika saya dan jemaat saya harus mengikuti cara Pak Dasrun meminta hujan kepada Tuhan “ ucap Pak Kris. “ Masa, satu tempat imamnya harus ada enam bapak-bapak ? Tidak lucu kan ?” jawab Pak Lurah dengan pertanyaan “Salah lima diantara kita harus ada yang mengikuti cara salah satu kepercayaan “ teriak Pak Min dari barisan kedua. “ Oh… tidak bisa Pak Min. Kalau caranya seperti itu, berarti Pak Min memaksa kami untuk berpindah keyakinan “ timbal Pak Satria.

Frasa

HAL

21

Embun di dedaunan mulai menguap. Sedang pemuka-pemuka kepercayaan masih berunding siapa yang menjadi imam, tiba-tiba datang kakekkakek berpakaian ganjil. Dia menggunakan pakaian mahram2 berwarna coklat, tetapi berkalung salib dan kepalanya dikenakan pecis. Tangannya memegang batu yang itu-itu juga. Seraya diputar-putar, mulutnya tidak pernah berhenti komat-kamit. Kakek itu berjalan menuju kerumunan pemuka kepercayaan yang sedang berunding. Selama berjalan kakek itu selalu mengucap lirih, apa kalian sudah siap menampung air hujan? Berulang-ulang hingga sampai diantara para pemuka kepercayaan. “ Apakah kalian sudah siap menampung air hujan? “ tanya Si Kakek yang membuat para pemuka kepercayaan terdiam sejenak. Sebab kegilaan Si Kakek, maka ucapannya tidak diperhitungkan dalam perundingan. Apalagi tidak membantu memecahkan permasalahan yang ada saat itu. “ Ya sudah, masing-masing kepercayaan melakukan cara sendiri-sendiri “ ucap Pak Lurah memutuskan permasalahan. “ Tetapi kami tidak akan khusyu, jika ketika kami meritual ada suara-suara disekitar kami Pak Lurah. Kami membutuhkan tempat yang tenang “ bantah Pak Min. “ Kami juga pak Lurah “ tambah Pak Satria. “ Apakah kalian sudah siap menampung air hujan? “ suara Si Kakek terdengar lagi. tetapi tetap tidak dihiraukan. Sembari meninggalkan para pemuka kepercayaan dan Pak lurah, Si Kakek berulang-ulang mengucapkan kalimat tanya itu. Hingga lirih terdengar di salah satu jemaah, kalau kalian tidak siap, bersiaplah menampung air mata kalian sendiri. Matahari semakin memanaskan kulit para warga. Dan permaslahan kedua belum di putuskan pintu keluarnya. Tentang bagaimana ritual meminta hujan itu dilangsungkan. Pak lurah dan pemuka-pemuka kepercayaan masih berunding di baris terdepan. Sedang para jemaat semakin ramai sebab matahari semakin tidak ramah. Sementara itu, kepergian si kakek tidak ada yang menghiraukan. Para jemaah mengurusi dirinya masing-masing. Menutupi kepalanya dengan koran yang di sediakan panitia. Si jemaat terakhir yang mendengar ucapan kakekpun mengikuti tingkah jemaat lainnya yang melindungi diri dari sengatan

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

22

CERPEN

matahari. “ Begini saja Pak Lurah. Kita adakan undian saja “ sela Pak Dasrun menawarkan pilihan kepada pak lurah dan pemuka kepercayaan lainnya. “ Undian bagaimana maksudnya? “ tanya Pak Lurah keheranan. “ Ritual kok di buat undian “ cetus pak Satria. Hanya Pak Dharta yang menggunakan kain mahram berwarna coklat yang diam. “ Sebentar, ini kan hanya usulan. Keputusan tetap ditangan forum “ lanjut Pak Dasrun membela diri. “ Baiklah pak Dasrun “ Pak Lurah memberi kesempatan. “ Begini, kita sediakan nomor dari satu sampai enam. Di dalamnya dituliskan nama jemaat yang ada. Satu nomor satu jemaat. Lantas kita kocok hingga salah satu kertas keluar, nama jemaat yang di kertas itulah yang melaksanakan ritual terlebih dahulu. Sedangkan jemaat lainnya harus menghormati jemaat yang sedang meritual. Bagaimana bapak-bapak? “ “ Bagaimana bapak-bapak? “ Pak Lurah menegaskan tawaran Pak Dasrun. “ Baiklah “ Nama-nama jemaat ditulis seperti usulan pak Dasrun. Undianpun dilaksanakan. “ Jemaat Pak Satria silahkan meritual yang pertama “ kata Pak Lurah sesaat setelah membuka gulungan kertas yang keluar dari gelas. Gelas itu di tutup dengan kertas yang di lubangi. Sedang jemaat Pak Satria mempersiapkan diri disalah satu petak, Pak Lurah mengumumkan kepada jemaat lainnya untuk menghormati jemaat yang sedang meritual. Dan tidak diperoblehkan untuk pulang sebelum ritual bersama selesai hingga jemaat terakhir. *** Hanya ada suara jemaat Pak Satria yang sedang meritual. Jemaat Pak Dharta mendapat nomor undian ke dua, undian nomor ketiga adalah jemaat Pak Johan, selanjutnya jemaatnya Pak Kris, sedangkan jemaat Pak Dasrun mendapatkan nomor undian terakhir. Semua jemaat sudah meritual, tetapi langit justru semakin terik. Bau tanah kering sebab angin yang menerbangkan debu, tercium. Ini pertanda kekeringan belum usai. Semua jemaat semakin resah, sebab sudah tidak ada lagi persediaan air. Antar jemaat saling meributkan ritual.

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

“ Wah, ini pasti kutukan dari Tuhan “ kata salah satu jemaat Pak Johan “ Ritual sudah selesai, tetapi hujan belum juga turun “ tambah salah satu jemaat Pak Dasrun Suasana semakin gaduh. Semua jemaat mengaduh tentang panas yang membakar kulit. Para pemuka kepercayaan mencoba menenangkan masing-masing jemaatnya. “ Sabar bapak-bapak, Ibu-Ibu. Kita hanya harus ikhlas dan pasrah “ ucap Pak Satria Tidak menjadi tenang, jemaat semakin gaduh. Mereka berlarian ke tempat teduh. Hingga bersisa imam-imam dari masing-masing kepercayaan. Mereka kembali merapat. “ Pak Dasrun, mungkin ada yang salah dalam cara ritualmu “ ucap Pak Joho an “ Tidak pak. Atau mungkin jemaatmu “ jawab Pak Dasrun “ Ah tidak. Atau jangan-jangan jemaatmu pak Satria “ tuduh Pak Johan “ Kami meritual seperti yang diajarkan moyang kami “ balas Pak Satria “ Lantas apa dan siapa yang salah dalam meritual? Harusnya jika semua benar saat meritual, hujan sudah turun “ teriak Pak Min Anak-anak semakin gaduh meminta air minum kepada orang tuanya. Sedangkan orang tuanya semakin bingung sebab, air sudah tidak ada lagi. Jangankan air yang masak. Bahkan ikan-ikan tergeletak di sungai yang tidak ada airnya. Mereka kehilangan tempat tinggal. Dan laut jauh dari desa itu. Sementara para Imam sedang mencari solusi agar Tuhan mau menurunkan hujan. “ Sudah! Tidak usah mencari siapa yang salah saat meritual “ tegas Pak Lurah. “ Lantas? “ pak Min menagih “ Kita meritual kembali, mengiba penuh, hingga Tuhan menurunkan hujan untuk kita “ “ Dan pastikan jika tidak ada yang salah dalam meritual “ tambah Pak Lurah. “ Tetapi, jemaat kita sudah tidak sanggup dengan matahari yang semakin terik. Lihat saja mereka semua berteduh “ sanggah Pak Kris “ Iya kita paksa mereka demi kebaikan bersama pak “ jawab pak Dasrun Akhirnya para jemaat mengulangi ritual sesuai dengan undian kali pertama.

Frasa


CERPEN Kemarau menjalar ke kerongkongan mereka. Wajah-wajah semakin pucat dan berkeringat. Kemarau panjang telah menjadi musim yang paling menakutkan. Salah satu jemaat Pak Dasrun yang mendengar ucapan terakhir Si Kakek, mendekat ke Pak Lurah. “ Pak, tadi sebelum kita meritual yang pertama, aku mendengar ucapan kakek berpakaian aneh “ “ Oh. Biarkan saja, dia itu gila “ “ Tetapi, kata-katanya ada benarnya juga. Kata kakek itu apakah kita sudah siap menampung air hujan? Jika tidak siap maka kita harus bersiap menampung air mata kita masing-masing “ “ Pak Zaenal, dia itu orang gila. Jadi ucapannya tidak bisa dijadikan pegangan “ lanjut Pak Lurah. “ Sudah, jangan diributkan, nanti jemaat Pak Johan terganggu ritualnya “ lanjut Pak Lurah meyakinkan Pak Zaenal. Ritual kedua sudah sampai dijemaat Pak Dasrun. Setelah ini selesai. Langit sudah nampak mendung dan wajah-wajah jemaat terlihat sumringah. Bungah. Di sebelah timur lapangan, dari kejauhan, terlihat hujan turun. Para jemaat menjadi riuh. Sedang Pak Dasrun dan jemaatnya masih meritual. Khusyu3. “ Hujan datang “ teriak Pak Luk, jemaat Pak Kris. “ Terima kasih Tuhan “ teriak pak Abra jemaah Pak Johan. Pak Dasrun dan jemaatnya selesai meritual. Wajah-wajah mereka menjadi sama, sebungah jemaat lainnya. Hujan datang dari timur. Dan lapangan mulai terkena rintik-rintik hujan. Semakin banyak rintiknya. Dan hujan turun di desa itu. Semerbak wewangian tanah basah menyedak hidung. Bunyi gemercik air di atas atap menambah ramai. Ternak-ternak menyusul tuannya ke lapangan. Bahkan itik yang biasanya menepi juga ikut ke lapangan. Semua jamaah masih ada di lapangan, merayakan dengan hujan. Anak-anak ada yang bermain air, sepak bola, bahkan layang-layang. Sedang ibuibu membawa semua pakain kotornya dan mencuci dengan hujan. Sementara bapak-bapak ada yang bermain catur, juga ada yang membaca koran bekas sajadah, ada yang meminum kopi dan merokok. Semuanya di bawah hujan. Tiba-tiba Si Kakek berpakaian ganjil datang kembali, menghampiri Faishol, anak Pak Zainal yang merayakan hujan dengan duduk berteduh.

Frasa

HAL

23

“ Le, kenapa kau menghindari hujan? “ tanya Si Kakek “ Takut jika nanti sakit kek “ “ Sampaikan pada ayahmu, apa warga sudah siap menampung air mata? “ “ Iya kek, nanti jika hujan reda “ “ Hujan tidak akan reda nak “ Faishol segera berlari menuju ayahnya yang sedang menikmati kopi. Menyampaikan semua pesan kakek. Termasuk tentang hujan yang tidak akan reda. “ Sekarang, Si Kakek dimana? “ tanya pak Zainal “ Di situ “ jawab wildan seraya menunjuk tempat dia berteduh. Keduanya tercengang ketika tatapan matanya tidak menemui tubuh Si Kakek. Hujan masih deras. Hingga malam menjelang. Para jemaah sudah meninggalkan lapangan. Sungai-sungai sudah di penuhi air hujan. Semakin lama lapangan tenggelam. Para warga beralih sibuk merenovasi atap rumah yang bocor. Mereka melupakan sungai-sungai yang sudah menjadi dangkal dan sampah-sampah yang ada di selokan dan sungai-sungai kecil. Hujan yang mereka harapkan dalam ritual sekarang beralih menjadi sesuatu yang merepotkan. Lapangan menjadi tidak terlihat rumputnya. Sungai meluapkan air hujan yang tidak mampu di tampungnya. Hingga rumah-rumah warga tenggelam setinggi dada. Harta benda mereka hanyut terbawa arus. Anak-anak kecil bermain di atap rumah bersama orang tuanya. Tidak terkecuali imam-imam yang memimpin ritual pagi tadi. Sementara itu, Pak Zainal masih memikirkan ucapan si Kakek gila. Masing-masing warga sekarang takut jika musim hujan panjang.*** Catatan : * puisi Mubaqi Abdullah “ tentang yang memperkosa hujan” 1 sepuh = tua 2 mahram = pakaian haji Mubaqi Abdullah adalah nama pena dari Abdullah Mubaqi. Lahir di Tegal, 09 Juli 1991. tercatat masih sebagai mahasiswa aktif di IKIP PGRI Semarang dan santri di PonPes Addainuriyah 2 Semarang. Sekarang ini sedang menunggu antologi puisi “ Pinangan “ bersama sahabat-sahabat dari Dapur Sastra Jakarta.

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

24

PUISI Alex R. Nainggolan

Debar Tangis - torang nainggolan di debar tangisanmu selalu ada laut di mana aku akan menjemput dengan sebotol susu yang selalu tak pernah lekas kauhabiskan di sana engkau meminta untuk terus ditimang seperti membawakan bintang di lenganku tapi tangismu adalah laut yang menyulut segala kalutku di sana, aku akan berlayar menyimpan angin dan gelombang sampai kaulelap dengan senyum dan terasa tahunpun bersujud mengeras di kepalaku 2012 Stanza - tujuh tahun pernikahan masih pipimu yang dulu yang sembul merah ketika kukecup dan ada wangi bunga yang ruap di rambutmu dan aku selalu tak selesai bercakap denganmu mungkin tentang sedikit hujan yang jatuh membayang di pekarangan tetap tubuhmu yang dulu yang pernah kusibak bersama getar malam semacam aku yang mengeja saat bibirmu tersingkap dan aku mendadak gagap dan aku selalu hinggap di pundakmu sampai tahun makin rambat dan tubuhku memucat

kau adalah lembaran usiaku yang terus menulis di atas tubuhku 2012 Takjil /hari pertama mestinya aku berbenah sujud di sajadah dan berbubak dengan senyummu betapa takbir telah bergema tapi redup tubuhku kembali mengatup engkau tersa tambah jauh lenyap bersama keluh hanya waktu yang rayap butiran korma di meja segelas sirup masih tak teraba di dada bara hangatmu sementara aku kerap dahaga /hari kedua dari kelindan pikir batas akhir menjauh sepanjang hari yang terik pekik tahmid masih beranak di pangkal usiaku aku melulu lupa dan rabun membaca alifmu langkahku hanya kayuh yang tak sebanding dengan musa sementara tanya itu nyata bahkan ketika magrib kumandang akulah tursina yang menjelajah bersama kebirimu cuma dahaga yang kupanggul /hari ketiga berharap waktu segera tunai

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

aku yang lepai menggapai tanganmu cuma samar cahaya yang merobek jantung tirainya begitu sulit tersibak masalalu terpendam aku berenang di barisan kafillah menyebutmu dalam jemari doa tak terengkuh bengalku terkepal jalan-jalan penuh elegi /hari keempat bertahun aku abai tak bertamu ke rumahmu membacamu mungkin masih ada pintu terbuka bagi usia yang alpa Ramadhan, 2012 Alex R. Nainggolan Dilahirkan di Jakarta, 16 Januari 1982. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan Manajemen. Tulisan berupa cerpen, puisi, esai, tinjauan buku sempat nyasar di Majalah Sastra Horison, Jurnal Puisi, Jurnal Sajak, Kompas, Republika, Jurnal Nasional, Suara Pembaruan, Media Indonesia, Jawa Pos, Seputar Indonesia, Sabili, Annida, Matabaca, Surabaya News, Radar Surabaya, Lampung Post, Sriwijaya Post, Riau Pos, Suara Karya, Bangka Pos, Radar Surabaya, NOVA, On/ Off, Majalah e Squire, Majalah Femina, www.sastradigital.com, www.angsoduo.net, Majalah Sagang Riau, dll. Buku kumpulan cerita pendeknya yang telah terbit Rumah Malam di Mata Ibu (Penerbit Pensil 324 Jakarta, 2012).

Frasa


Muhammad Ardiansyah PUISI Tak Sampai Segalanya alhasil meraut janji tinggal janji Tajimu tinggal tajiku yang sederhana dikawinkan Simbiosis generasi multikulasi Ayah, artikulasi jiwamu bercampur kerak-kerak bumi yang reyot Mampirlah ke sirna petang tanpa undangan itu, mari Dibukit cassanova yang kau ajarkan aku berguling mengukur besarnya gutasi dosa para manusia Memadu padankan peraduan-peraduan pada malam-malam Perambah-perambah yang kau tularkan padaku tak lagi merakyat rembuyat keakarnya Berkaki tanpa merasakan gelagat menyentuh bumi

HAL

25

Jambi, 20 Juli 2012 Sauh Di Subuh Subuh menyambut tanpa sauh Petang semakin menantang Akankah perlawanan 2 moderat kan terlumuri kaki Angkatlah sauhmu mulailah berlabuh Jambi, September 2008

Ayah aku rindu semangat itu Kalatika kau merajut tulang besi menjadi aura tameng permainanku yang kuno Sebelum lelap menyambut datangnya gelap; kau sempatkan menegur mimpiku Terpa badai malam kaupun larut dalam mimpi tinggal mimpi Buyarkan masa gelap menjadi kerapu-kerapu raksasa di awan perairan biru Teguklah asinnya air ari-arimu sebelum sinar kau hirup Anakku lihat beberapa diantara ilalang petang kembali kealam kesialan Tebaklah beberapa anginnya ke arahmu; menyeru sendu atau mengabutkan masa eram sisa 3 abad silam Kau diundang kedalam ruangan tanpa kadaluarsa itu, mari Apa rintik itu mengacaukan rimba rayuanku ayah? Kau telah menjawabnya sendiri dengan pertikaian mimpi dan alam sadarmu Kibaslah kain-kain basah untuk kau tempelkan diwajah lugu layu Terperas, sadar maka sadarlah Mimpi-mimpi selaras sepanjang malam-malam penuh gairah Meneguk mabuk embun hingga kau kudekap dalam hangat dan jauh Kau mabukkan aku dalam angan-angan semasa gelap belum mengantarku bermimpi Ayah, mari kita bertamasya ke rimba Alusio, mari‌

Frasa

Muhammad Ardiansyah, kelahiran Jambi 22 Agustus 1986,dengan nama pena Mahabrata Liwangi. Mengeluti dunia sastra dan seni lukis sejak duduk dibangku SMP, diantaranya cerpen, esai, puisi dan naskah drama. Beberapa karya yang telah terbit, antologi puisi Menyambut Kabut (Sabda Sastra, 2006), antologi puisi Menyirat Malam (TBPIK, 2009), antologi puisi Majelis Sastra Bandung berjudul Bersama Gerimis (MSB, 2009). Antologi 25 cerpenis Indonesia Untuk Sumarni Dari Suparman (FAM Publishing, 2012). Antologi puisi 250 penyair Cinta Indonesia (Pedas Publishing, 2012). Antologi cerpen Shoppingholic’s Diary (AE Publishing, 2012). Sekarang bekerja sebagai Dosen sastra di Akademi Bahasa Asing Nurdin Hamzah Jambi, editor karya sastra (novel, cerpen, puisi, esai, naskah drama), aktif menulis diblog serdadukataku.wordpress.com dan pimpinan sekaligus pelatih Teater Mata Langit Jambi.

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

26

SASTRADUKASI

Menelisik Bahasa Indonesia yang baik dan benar Oleh: Rian Harahap

P

ercakapan seorang abang becaK dengan seorang penumpangnya membuat saya terperanjat pagi ini. Tentu saja saya bingung seketika melihat ia membuat sebuah kondisi yang cepat dimengerti. “Berapa?�, hanya sebuah kata yang diucapkan calon penumpang. Bahasa yang singkat padat dan berisi sehingga tidak perlu ada bahasa pengantar yang membawa menuju ke tujuan dari komunikasi tersebut. Saya baru sadar jika bahasa Indonesia adalah bahasa yang luar biasa dalam konteks perbandingan dengan bahasa lainnya. Indonesia memilki berbagai macam bahasa daerah sebagai bahasa tutur sehari-hari. Namun posisinya yang terkadang rancu sehingga diperlukan sebuah bahasa yang mampu menerjemahkan komunikasi antar masyarakat. Proses antara komunikan dengan komunikator mampu menyimpulkan sebuah konvensi pemaknaan yang jelas. Hal ini merupakan implementasi yang jarang didapatkan di masyarakat kita saat ini. Banyak yang menjadi kendala dalam proses komunikasi bahasa Indonesia ini secara baik dan benar. Melihat itu perlu ditelisik, jika kita menggunakan patokan yang pertama, yakni jumlah penutur maka bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu jumlah penuturnya mungkin tidak sebanyak bahasa jawa atau batak. Akan tetapi, jika pada jumlah itu ditambahkan penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, kedudukannya dalam deretan jumlah penutur berbagai bahasa di Indonesia ada di peringkat pertama. Lagi pula hendaknya disadari bahwa jumlah penutur bahasa Indonesia lambat laun akan bertambah.

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Pertambahan itu disebabkan oleh berbagai hal. Pertama jika ditilik dari perpindahan kaum urban yang memilih kota sebagai tempat penghidupan mereka. Terjadinya proses itu membuat mau tidak mau mereka harus melakukan interaksi dengan penutur bahasa Indonesia yang sudah sejak lama memiliki konsep struktural yang kuat di kota. Kedua, perkawinan antar suku yang menyebabkan indikasi bahwa adanya strukturalisasi pola bahasa akan dicerna oleh anak-anak mereka yang lebih memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Ini dikarenakan jika ia memilih bahasa daerah salah satu dari orang tuanya akan sulit menemui kata sepakat. Lantas, bahasa Indonesia yang baik dan benar seperti apa ?. Hasan Alwi, dkk: dalam Tata Bahasa Baku Indonesia mengungkapkan bahwa pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan pemakaian bahasa yang benar. Lain lagi jika menilik pengertian bahasa Indonesia yang baik yaitu pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itu. Sebuah analisis yang mendalam ditemukan jika melihat dari pernyataan di atas. Bahasa perlu sebuah pemahaman yang konvensi dari penutur dan pemakai bahasa itu dalam konteksnya. Semisal kita membeli di pasar dan terjadi percakapan biasa antara penjual dan pembeli. “Berapa nih bu, kangkungnya?�. Tentunya mendengar pertanyaan seperti itu ada konvensi bahasa yang ragamnya mngaburkan situasi kejadian itu sendiri berlangsung. Mungkin bukan jawaban yang diterima si pembeli malah tertawaan dari penjual sayur. Bayangkan saja,

Frasa


SASTRADUKASI

HAL

27

mana mungkin seorang membeli kangkung hal itu terlihat di Australia. Sekolah-sekolah saja dengan bahasa se-formal itu. disana sudah mulai mempelajari bahasa IndoAda kaidah yang sangat tidak tepat disana. nesia dalam pembelajaran sekolah menengahSebaliknya, jika yang terjadi seorang pelamar nya. Sebuah pencapaian yang luar biasa jika kerja berbahasa dengan tidak senonoh bak mungkin Ki Hajar Dewantara mendengarnya orang pasar tentunya dia tidak diterima oleh pasti tersenyum segar. tempat dia melamar kerja. Begitulah rumitnya Berulang kali terjadi perbaikan dalam bahasa bahasa namun kerumitan itu sesungguhnya mer- Indonesia. Mulai dari memperbaiki ejaan Van Ophupakan jalan menuju sebuah uijsen kemudian melanjutkan penyempurnaan dari hakikat Soewandi, Melindo hingga Hasan Alwi, dkk: dalam Tata berbahasa itu sendiri. menuju ejaan yang Bahasa Baku Indonesia mengung- akhirnya Sebuah kewajiban yang disempurnakan atau EYD. kapkan bahwa pemakaian bahasa Bahasa Indonesia sudah saatbesar memang jika kita teluyang mengikuti kaidah yang suri apa alasan terkuat kita nya dihargai oleh rakyatnya dibakukan atau yang dianggap menggunakan bahasa yang sendiri. Pemakaian yang selabaku itulah yang merupakan baik dan benar. Bukan hanya lu tepat dan cermat akan lebpemakaian bahasa yang benar. untuk sebuah penghargaan baik sehingga tercipa opini Lain lagi jika menilik pengertian ih dan komunikasi. Ada makna bahwa bahasa Indonesia merbahasa Indonesia yang baik yaitu upakan bahasa yang mudah yang lebih dari perintah yang pemanfaatan ragam yang tepat dipakai. termaktub dalam Undangdan serasi menurut golongan Undang Dasar RI 1945, Pasal Pemakaian bahasa Indopenutur dan jenis pemakaian nesia 36. Bahasa yang berangkat yang efektif di segala bahasa itu. dari bahasa melayu ini menbidang akan membuat genembus cakrawala berpikir kita erasi muda semakin bangga dalam menggunakannya hingga saat ini. Kenapa jika berbangsa Indonesia. Kita akan melihat tulisan tidak Soekarno dan Hatta menggunakan bahasa buka bukan open atau kita akan melihat tulisan asing dalam proklamasi sehingga masyarakat luar selamat datang bukan welcome. Sudah selayaknya lebih cepat mengerti dan mengakui kemerdeka- pembibitan bahasa Indonesia menuju sesuatu annya. Tapi bahasa Indonesia harus diperlakukan yang lebih dari apa yang selalu terpikir dan terdoglebih dari sekarang. Miris sekali melihat hanya ma oleh pikiran-pikiran yang merendahkan bahasa sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang Indonesia itu sendiri. benar-benar menggunakannya sebagi bahasi ibu Alangkah indahnya negeri ini yang terbentang karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak luas dari sabang sampai merauke membicarakan resmi, masyarakat Indonesia lebih suka menggu- semuanya dengan bahasa ibunya. Harta yang nakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai sebenarnya perlu dijaga ialah bahasa Indonesia. bahasa ibu. Benar jika batik diperebutkan oleh negara tetKi Hajar Dewantara dalam Kongres Baha- anggga membuat kita panas kuping tapi apakah sa Indonesia I tahun 1939 di Solo menitipkan lebih panas lagi nanti jika ada sebuah negara sebuah pemahaman penting dari bahasa kom- yang mengklaim bahasanya ialah bahasa yang plesitas ini. Beliau menitip bahasa Indonesia hampir keseluruhannya memenuhi struktur kaidialah bahasa melayu namun sudah ditambah, ah bahasa Indonesia itu sendiri. Sungguh sebuah dikurangi menurut keperluan zaman lalu mudah penyesalan yang akan hadir dan pelu diratapi dipakai. Ini merupakan sebuah awal yang pent- sepanjang hari. ing dan kokoh jika kita memang menyadarinya Mulai sekarang perlu dipupuk sebuah asa yang sehingga bahasa Indonesia tidak menjadi sebuah tercetus tentang bahasa Indonesia. Mudah-mudayang harus dinomorduakan. han percakapan tukang beca dan calon penumpSekarang itu semua tergantung dari gen- angnya tadi tidak lagi membuat kita berpikir lagi erasi muda yang selalu diawasi oleh orang apa hakikat bahasa Indonesia itu sendiri untuk tua dalam pelaksanaannya. Memang apa yang rakyat Indonesia. Harta bangsa Indonesia ialah dikatakan Ki Hajar Dewantara sudah berhasil, bahasa Indonesia.(www.jendelasastra.com)

Frasa

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

28

LENTERA BUDAYA

B

ambu Gila merupakan permainan rakyat warga maluku. Permainan ini melibatkan kekuatan supranatural untuk menjalankannya, walaupun tidak diperlukan ritual tertentu. Sebatang bambu dipegang oleh beberapa orang, lalu oleh seorang dukun bambu ini diberi mantera. Lama kelamaan bambu ini terasa berat hingga orang-orang yang memegangnya berjatuhan ke tanah. Pelaksanaannya biasanya diiringi dengan musik perkusi. Permainan ini dimainkan oelh 7 orang pemuda yang memegangi bambu dan didampingi oleh seorang yang disebut pawang. Atraksi diawali dengan membaca do’a memohon keselamatan. Kemudaian pawang akan membakar kemenyan atau mengunyah irisan jahe sambil membaca mantera atau jampi-jampi. Setelah itu, pawang akan melumuri bambu dengan asar kemenyan atau menyemburkan jahe ke bambu sampai dengan ruas bambu yang terakhir. Kemudian pawang akan berteriak “gila, gila, gila�. Maka atraksi bambu gila pun dimulai. Para pemain akan terombangambing kesana kemari mengikuti bambu tersebut.(www.budaya-indonesia.org)

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Bambu Gila

Permainan Warga Maluku Frasa


LENTERA BUDAYA

HAL

29

Baamar Galung Pancar Matahari

Dari Suku Banjar B

aamar Galung Pancar Matahari adalah salah satu baju pengantin dari suku Banjar. Secara tradisional berwarna kuning. Baju ini terbuat dari bahan beludru (velvet) untuk mencerminkan kemewahan, serta kaya akan aplikasi manik-manik (airguci) dengan berbagai motif. Aplikasi ini banyak terdapat di daerah pesisir di Indonesia. Pakaian untuk mempelai laki-laki berupa hiasan kepala dari bahan serupa, jas, celana panjang, dan sarung pendek (sepanjang lutut). Mempelai perempuan mengenakan amar (mahkota) dari logam berwarna emas berbentuk dua naga berebutan mustika dan tumpukan kembang goyang. Selain itu dipercantik dengan hiasan bunga serta ronce dari kelopak mawar

Frasa

merah dan kembang melati yang menguncup untuk melambangkan kesucian gadis perawan. Di belakangnya halilipan (lipan) yang terbuat dari janur. Bajunya berupa atasan lengan pendek dengan hiasan sabuk berwarna emas, sedangkan bawahannya menggunakan sarung dengan motif halilipan dan sisik naga, sama dengan pada pengantin pria.Terlihat pada foto bahwa pelaminan juga dihias dengan berbagai hiasan airguci bergambar floral.(www.budayaindonesia.org)

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

30

TEENLIT CERPEN

Oleh: M. Dirgantara

memujiku, (aku tahu aku rupawan) tapi dia hampir menyusulku, menyaingiku. Dengan membuatnya tergila-gila, posisiku tidak akan tergantikan sebagai orang terrupawan di sekitaran sini. “Ranselmu terbuka,” tegurku. Siapa yang memuja selalu berada di bawah. “Oh.” Ia berbalik menengok ke belakang, Semua puisi-puisinya (dia seorang penulis jadi-jadian –kadang-kadang kurasa dia sok puitis) menjelaskan mengecek ranselnya. “Iya.Terima kasih.” Ia penyembahannya terhadapku. melirikku penuh arti. Ada terima kasih, juga Diam-diam sering kuintip ke catatan-catatannya yang lain di cokelat mata itu. di Facebook, ataupun postnya di blog pribadi. Ia tidak produktif. Hanya sesekali ia memosting sesuatu. Pandangannya belakangan ini sering ia arahkan * padaku. Aku bertingkah tidak tahu.Tapi sungguh aku Sepulang les, kami semua seperti biasa membuat orang yang paling tahu saat seseorang menyukaiku. Rasa ribut di warung makan. Selain kami, hanya ada beberapa suka itu memancar dari senyum mereka, dari mata mere- pengunjung. Seorang wanita berjilbab seperti bendera ka. Dari matanya. Seperti cahaya memancar dari matahari dan pasangannya, dua muda-mudi, dan seorang wanita melalui ruang kosong. paruh baya dengan perut berlapis. Gelambir lemak terliMata adalah magnet bagi mata yang lain. Tiap dua hat jelas dari kaus biru bergambar ikan lumba-lumba itu. bola mata cokelatnya itu menatapku, misAku duduk di hadapan ia yang gampang alnya di saat pelajaran berlangsung, memerah pipinya itu. mataku akan merasa meski aku sedang Satu set meja-kursi menghadap ke arah yang lain. Seperti biasanya hanya gatal dengan jenis yang lain. Kadang-kamenampung empat dang orang-orang memang punya perasorang pelanggan. aan saat seseorang mengawasinya. Kami yang lebih Tak seketika aku memalingkan wajah. sepuluhan orang Melakukan itu sama saja mengakhiri pandanmenyebar menggannya, mengakhiri kenikmatan diamati. isi tiga set mejaSegera setelah kubalas pandangannya, ia berkursi warung itu. balik, menarik matanya. Kadang dengan sedikit Kulirik sekilas, senyum, di waktu lain tanpa ekspresi. Datar. Namun ia memandankutahu, ia suka denganku dan aku suka itu. Tapi aku giku. Bibirku tidak suka dia. yang menguAku senang membuatnya tergila-gila. Membuatnyah bakso nya mencintaiku. Tiap gelisahnya, gundahnya, semacam pasti terlihat pemuas ambisi bagiku. Orgasme versi lain. menggemasAku akan mencuri juga mencari perhatiannya. Ia akan terus dan tetap mencintaiku. Selamanya. Walau aku tidak mencintainya. Satu-satunya yang kucintai adalah saat orang-orang mencintaiku. Aku cinta dicintai. “Les kita jam dua, kan?” tanyanya. “Ia. Kurang lebih.” jawabku. Orang di negeri ini mengenal dirinya sendiri sebagai pengolah karet yang baik. Untuk waktu misalnya. “Bulu matamu jatuh.” “Mana? Di bagian mana?” Ia menunjuk-nunjuk matanya bergantian. “Ini.” Kuseka helai hitam itu dari bawah kelopak mata kirinya. Pipi putihnya merona. “Sampai jumpa nanti.” Aku pamit. * Sejak awal, tidak terlalu awal, hanya tahun lalu. Keputusan telah kubuat. Bentuk fisiknya yang di atas rata-rata itu tidak kusenangi. Bibir merahnya yang jelas, hidungnya yang tegas, dan keningnya yang luas. Meski ia sering

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Dia Frasa


TEENLIT CERPEN kan. “Baksonya enak,” kataku. Ia tidak menjawab, hanya tersenyum tipis. Kutarik pandanganku sebentar, lalu kulirik lagi. Ia masih memandangiku. Aku tersenyum. Kunaikkan alisku yang pernah secara langsung dipujinya. “Alismu lucu,” katanya waktu itu sambil tersipu. * “Ga, kamu sendiri kan?” tanya Al, teman sebangkunya. Ia mengangguk. Lalu mengiyakan permintaan Al untuk mengantarku pulang. Sepertinya Al buru-buru. Ia dan Al sangat akrab. Pertemanan mereka tanpa pretensi. Al bukan seseorang yang loveable –terutama segi fisiknya. Hidungnya masih dapat dikatakan mancung. Tapi dahi, hidung dan bibirnya membentuk satu garis lurus. Lagipula, Al juga tidak tertarik padanya. Gadis berkawat gigi di ruang kelas (gadis itu duduk tiga bangku di depan mereka) lebih menarik perhatian Al. Kabarnya Al telah menyatakan cintanya. Hanya, cinta itu tak berbalas. Mengagumi tanpa dicintai, tulis Al di status Facebooknya. Gadis itu kurasa malah menaruh hati padanya yang menaruh hati padaku. Sayang sekali untuk Al, sayang sekali untuk gadis itu, dan sayang sekali untuknya. Aku suka situasi ini. Aku berada di puncak piramida cinta. “Kamu mau kan?” tanyaku mengulang, sekaligus menyatakan kesetujuan. Ia mengangguk. “Dengan senang hati,” lanjutnya samar. Mungkin hanya aku yang mendengar. Semua butir bakso sudah hilang dari mangkuk-mangkuk kami. Matahari yang tergelincir ke barat meloloskan jingga ke dalam warung. Sudut yang dibentuk pas sekali. Warna di sana seperti kue lapis dengan pewarna yang tidak cukup. Selesai membayar, kami menuju parkiran. Ia menarik kendaraan birunya keluar. Aku naik. Motor merangkak pelan. Kulingkarkan tanganku di perutnya. Tapi kemudian ia menghelanya. Mungkin godaan genit teman-teman di belakang membuatnya malu –malu-malu kucing. Dia salah tingkah. Kulihat di balik kaca helmnya, ia tersipu lagi. Kulancarkan ‘serangan’ lanjutan. Kurapatkan tubuhku di ranselnya. Ia pasti bisa merasakan beban yang bertambah di punggung. Ia tidak bergerak. Tidak maju, juga tidak mundur. Benar-benar salah tingkah. * Memburu esok yang berlari, yang tak pasti. Atau jangan-jangan esok tidak berlari? Atau esok itu tidak ada. Bunyi pesan broadcast yang masuk. Sok puitis! Aku tidak terlalu menyukai puisi, kecuali puisi tentangku. Semua tentangku itu menarik. Upacara bendera ini membosankan. Pagi itu, di bawah matahari yang kadang sayu, aku berdiri di depannya, membelakanginya. Upacara sudah setengah jalan.

Frasa

HAL

31

“Kamu mau di sini?” tanyaku meliriknya. “Tidak,” katanya. “Di sini saja. Panas.” Ia mendalihkan matahari. Posisi kami memang menghadap ketimur. Di sana matahari tetap terik saat awan berlubang lewat di langit timur. Aku yang sedikit lebih tinggi darinya menjadi penghambat –pencipta bayang-bayang bagi teduhnya. Sambil menunggu pembina upacara selesai dengan omongan abstraknya, aku iseng-iseng menggulung beranda Facebook. Kutemukan pembaruan statusnya, baru lima menit yang lalu. Kuharap suatu saat pemenu-penemu menemukan eyephone, untuk mendampingi earphoneku. Kamu sulit diabaikan soalnya. Aku memang sulit diabaikan. Ha! Ia beberapa kali mengungkapkan perasaannya padaku, tapi tidak secara langsung, hanya pesan singkat. Kamu makin cakep, tulisnya. Kamu juga, balasku. Aku makin naksir. Terima kasih. Percakapan itu berhenti di situ. Ia tidak membalasnya. Mungkin bingung, dan banyak mungkin lainnya. Satu hal yang kusadari, ia hanya menyatakan perasaannya, tidak menanyakan perasaanku. Apa ia tidak berniat jadi kekasihku? * Aku duduk di depan ruangan. Separuh kelas di dalam berkutat dengan ulangan, sisanya keluar agar tersedia ruang ideal di ruangan. Guru-guru itu tidak tahu, separuh yang di dalam menulis, separuh di luar bekerja. Pesan singkat menjadi pahlawan tanpa tanda jasa sementara. Daun-daun di lapangan beton menggelinding seperti koin yang bisu. Angin pancaroba meluruhkan yang dulu begitu hidup dan menghidupkan. Kupandangi daun itu hingga berhenti, diam. Ia mengacuhkanku beberapa hari ini. Ia tak menggubris pancinganku, walau masih menjawab pertanyaanku. Tanpa menatapku. Entah kenapa. Ia seperti sengaja menganggapku tidak ada. Dianggap tak ada itu perih, perih yang menggelitik ulu hati, organ penyimpan rasa yang sebenarnya tidak ada. Ia di sana, di sudut jauh, memainkan telepon genggamnya. Kuperhatikan ia yang tidak memerhatikanku. Telepon genggamku bergetar. Dari dalam kelas, pikirku. Kita tak berharap untuk kecewa, bunyinya. Pinrang, 17 Oktober 2012 M. Dirgantara lahir di Pinrang 1995. Masih berstatus pelajar di SMA 1 Pinrang. Seorang pembaca yang sekali-kali menulis. Buku antologi Merentang Pelukan yang memuat puisinya terbit Nopember 2012.

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

32

TEENLIT PUISI

Khaila Khaila....terpaku dalam bingkai kaca yang mengambangkan angan dan keceriaan Seperti kemarau menyelinap masuk di pagi Saat embun telah menyapa fajar dengan isyarat kokokan ayam... Mengintip dijemari-jemari awan dan ia masih di sofa itu Khaila.....perempuan kecil dengan rindu berkecamuk dalam dadanya Menatap belaian resah dengan gelora yang tak berujung Seperti pekekikan kaca yang retak dilantai dan retak Khaila...perempuan yang masih berumur belia duduk di situ....di sofa itu dengan mata masih menatap cermin....

RINAI aku membaca tulisanmu senja ini, rinai membasahi kulit bumi ibuku. aku harus berkata apa? "dingin", yah sedingin ini tulisanmu untukku. senja ini lidahku kelu, hanya bisikan rinai ini yang mampu ku dengar. bahkan tatapanku nanar hanya untuk bisa mengeksperikan bahwa aku memang bersalah padamu.

Surabaya, 14 Juli 2012

aku harus bilang apa?? rinai ini kembali turun. hanIndra Anwar. Kelahiran Ujung Pandang, 8 April 1984. ya sepenggal maaf yang bisa tertulis. Pernah mendapat juara I lomba menulis cerpen tingkat Kabupaten Maros yang diselenggarakan oleh Pekanbaru, 24 oktober 2012 DPD KNPI Kab. Maros. Juara II Lomba Karya Ilmiah Dona Rahayu. Seorang Wartawan. Belajar sastra di pemuda Dinas Pemuda dan Olahraga Kab. Maros. Anomali FLP Pekanbaru. Tergabung dalam Antologi Titipan Langit

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


TEENLIT PUISI

HAL

33

Senandung Rindu Untukmu

: Abangku Tersayang

Kisah ini terlalu sulit untuk kuurai Terlalu panjang untuk kuberai Darimana harus aku mulai ini semua? Dalam renungan itu aku bertemu dengan sendu wajahmu Kasih sayang dan rindu terurai dalam cinta kasih ukhuwah Engkau hadir dengan canda dan tawa Tanpa air mata. Namun engkau pergi tanpa kata Raib ditelah waktu Bulir air bening menetes menjadi telaga direlung hatiku Telaga itu penuh tak terbendung Dalam gelap malam kulihat bayangmu Namun semu tak bersuara Tiba-tiba aku tersentak dengan tangisan Engkau benar tak lagi ada untukku Juliana Dian Komala Sari. Dara yang terlahir 7 Juli tahun 1994 ini terkenal Narsis. Aktif di Community Pena Terbang (COMPETER). Fbnya JULIANA DIAN KOMALASARI. Silaturrahim via ponsel 081365977794

Frasa

Sudah 48 bulan.. Lantas koridor itu bertanya, "Sampai berapa lama lagi kau duduki tiang tubuhku, Anak Muda?" Anak Muda itupun hanya bisa diam, menunduk sambil mencubiti lembar-lembar memori dalam perjalanan 48 bulan menuju purnama di Sabtu pagi. Lalu, kepada siapa aku membagi? Sedang sajakku pun masih bermimpi. RAH_Sajak 48 Bulan_13/10/12 Rudi Anwar Hasibuan, lahir di Rokan Hulu-Riau, 21 tahun silam. Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini menggeluti dunia puisi sejak duduk di bangku kuliah. Baik dalam bidang tulis puisi ataupun baca puisi. Dapat ditemui di rudianwarhasibuan@ymail.co.id

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

34

FIKSIMINI Fathromi R

LELAKI ITU TELAH MATI Hari ini aku mendengar kabar, lelaki itu telah mati. Ya, mati. Aku tak percaya. Sama sekali tak habis pikir. Bergegas aku ke kediaman lelaki itu; gubuk tua hampir tumbang. Telah ramai orang di sana. Benarkah kabar yang disampaikan Jamal, tetanggaku itu? Bukankah seluruh kampung percaya lelaki itu tak kan bisa mati-mati, oleh apapun? “Benarkah dia telah mati, Zan?” “Dia telah mati.” “Bagaimana bisa dia mati?” “Sebentar lagi pihak berwajib datang kemari.” “Mana mungkin.” “Engkau bisa lihat mayatnya.” “Aku tak percaya, Zan.” “Sepertinya malam tadi dia meninggal.” “Tentu itu bukan dia.” “Kami yakin.” “Yakin?” “Dia memang telah mati. Apa bedanya dia dengan kita, Nul? Tak ada. Syukurlah orang-orang di tempat kita sadar. Termasuk aku. Dia itu tak lebih dari manusia. Dia akan mati. Meyakini dia tak akan mati-mati berarti meyakini bahwa kata-kata Tuhan itu salah. Kita akan dapat dosa.” Aku tak berminat dengan kata-katanya. Aku penasaran. Apa dia telah-benar-benar mati? Aku menerobos kerumunan warga. Seorang lelaki terlentang dengan celana pendek dan kaos cokelat. Mulutnya menganga dengan mata yang tampak

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

tak bisa ditutup lagi. Ia seperti orang terkejut, atau serupa lelaki yang tengah melihat makhluk menyeramkan di luar jendela. Menyeramkan. Dia tentu sedang menipuku, menipu orangorang. Aku tak percaya dia mati. Sungguh pintar lelaki ini berakting. “Hei Husnul. Kau sedang apa?” Pak RT kami. “Aku tak percaya dia mati Pak.” Kataku. Kugoncang-goncang tubuhnya. Kulitnya dingin, tak ubahnya vampir. Keras seperti patung. Sepertinya lelaki ini sudah tidak punya darah di tubuhnya. Ia tampak beku. Bagaimana bisa dia sehebat itu membuat tipuan. “Dia memang dah mati Nul. Dah mati!” “Tapi..” “Kata Leman, jirannya itu, dia mati tercekik kulit durian. Aku tak habis pikir. Tapi, aku jadi yakin saat aku lihat memang ada kulit durian dalam mulutnya, Nul. Kau lihatlah sendiri.” Benar memang ada... itu artinya, dia.. Dia memang dah mati? “Ya, dia dah mati.”***

Fathromi R. penulis. Alumni UIN Suska Riau. Aktif di Forum Lingkar Pena Wilayah Riau. Asal Bengkalis. Tinggal di Pekanbaru

Frasa


PUISIMINI

HAL

35

Malam Merindu hari ini putik tak ditemui benangsari kumbang enggan menghampiri kembang gulungan ombak sungkan menyapa karang serupa wajahku yang tak pernah tertatap kedip kedip bola itu Purwokerto,2012

bersua bintang bersua bulan bersulam mimpi

Siluet bayangan mempesona nyanyian merekah di pucuk-pucuk pagi embun diam meleleh di rerumputan Bagus Burham,lahir di Kudus-Jawa Tengah,31 Agustus 1992.Menulis Puisi,Esai dan Cerpen.

Jalanan kehidupan yang kau ciptakan banyak peran yang kau lahirkan dari banci pencuri hingga mucikari silih berganti dan semua hanya menunda mati Purwokerto, 2012

puisi tak lantas mati suri cinta terselip di segelas madu dan roti : yang mulai dingin masih ada sisa setia tersangkut di gagang pintu

Hendrik Efriyadi, lahir di desa Mandiraja Wetan, Bekasi/10/11/2012 Madiraja, Banjarnegara, 1 februari 1994. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Aktif menjadi anggota Komu- Eli Yani. Puisinya termaktub dalam "Flows Into the nitas Penyair Institut (KPI). Sink, Into the Gutter". Menyukai puisimini.

Frasa

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

36

INSPIRING

NH Dini

Hulu Novelis Perempuan Indonesia Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


INSPIRING

HAL

37

Oleh: Linda Sarmili

K

ita mengenal namanya Nh Dini semenjak sekolah dasar. Puisinya kerap kali dibacakan dalam berbagai kesempatan, khususnya perlombaan yang berskala nasional. Dia adalah seorang sastrawan yang novel-novelnya dianggap sebagai hulu dari para novelis perempuan di belakang hari. Untuk segenap jasanya itu, tahun lalu, NH Dini dianugerahi Penghargaan Achmad Bakrie Award. Penghargaan tersebut di berikan di Jakarta, dihadiri ratusan tokoh dari berbagai disiplin ilmu. Sepanjang karirnya sebagai penulis, Nh. Dini telah memperkuat realisme, merintis ideologi anti-patriarki, dan mendalami novel autobiografis, dalam sastra berbahasa Indonesia. Sastra “realisme fotografis�-nya kaya dengan detail. Pencapaiannya sangat menonjol, terutama jika disimak dari semangatnya dalam menggali dunia perempuan, termasuk seksualitas tersembunyi, khususnya perempuan Jawa. Begitu juga dengan novel-novelnya, selalu dipadatan dengan beragam cerita tentang kelebihan dan kreativitas perempuan. Tak pelak lagi, Nh Dini menjadi induk dari novel-novel populer yang ditulis pengarang perempuan, juga menjadi pendahulu bagi karya sejumlah penulis-perempuan yang sejak akhir 1990-an mendorong lebih jauh lagi feminisme ke arah pengungkapan seks dan seksualitas. Anda pernah membaca betapa hebatnya novel-novel otobiografisnya Nh Dini? Edgar Cairo, salah seorang penyair dari Amsterdam selalu memuji buku novel Nh Dini karena memiliki kedalaman ilmu tentang tokoh-tokoh yang ditampilkannya. Penilaian serupa juga kerap dikemukan banyak praktisi kebudayaan dan sastrawan di Indonesia. Novel novel otobiografis karangan Nh Dini, menurut penilaian penulis selalu sanggup melebur antara kenyataan faktual dan kenyataan fiksional dengan baik. Dalam sastra Indonesia, dunia perempuan sebelumnya hampir selalu dilukiskan oleh pengarang laki-laki. Tetapi Dini merebut itu semua dan menegaskan bahwa perempuan hanya bisa tampil wajar dalam fiksi jika dikisahkan oleh perempuan sendiri. Perempuan memiliki suaranya sendiri yang bukan lagi pemalsuan dari suara laki-laki,begitu kata Nh Dini yang kemudian dibenarkan oleh sejumlah wanita yang menghabiskan kesehariannya dengan dunia menulis. Dalam novel autobiografis riwayat hidup si pengarang menjadi bahan utama pengisahan. Tetapi hanya pengarang yang

Frasa

Sepanjang karirnya sebagai penulis, Nh. Dini telah memperkuat realisme, merintis ideologi anti-patriarki, dan mendalami novel autobiografis, dalam sastra berbahasa Indonesia. Sastra “realisme fotografis�-nya kaya dengan detail.

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

38

INSPIRING cemerlang seperti Dinilah yang sanggup melebur antara kenyataan faktual dan kenyataan fiksional dengan amat baiknya. Beda dengan Nh Dini dari para penerusnya adalah novel-novelnya hadir dengan kualitas bahasa yang tetap terjaga. Kalimat-kalimatnya kokoh, pelukisannya tentang sesuatu tampak halus, kadang samar-samar, sehingga memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menerka-nerka. Penghargaan Achmad Bakrie yang diterimanya pada malam penganugerahan Minggu, 14 Agustus tahun lalu, bertempat di XXI Ballroom Djakarta Theatre, Jakarta, membuat para perempuan penulis kagum kepadanya, terutama ketika ditanya oleh seorang wartawan apakah masih ada waktu menulis di usianya sekarang yang telah mencapai 75 ? Ternyata Nh Dini menjawab: “saya akan menghabiskan usia saya dengan menulis. Saya merasa bangga apabila tulisan saya bisa memberi makna kepada pembacanya, kepada masyarakat luas, dan kepada usaha pembaruan pembaruan pola pikir perempuan Indonesia�. Ternyata benar, Nh Dini terus menulis untuk memajukan pola pikir perempuan Indonesia, dan memajukan dunia sastra Indonesia. Baru-baru ini, NH Dini, meluncurkan buku terbarunya berjudul Pondok Baca Kembali ke Semarang Buku yang diterbitkan Gramedia itu diluncurkan di Toko Buku Gramedia Amaris Semarang, Jawa Tengah, belum lama ini. Peluncuran buku tersebut ditandai dengan Diskusi

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


INSPIRING

HAL

39

Buku dan Perjalanan SasBaru-baru ini, NH Dini, melun- Jakarta dan Semarang, tra bersama NH Dini yang tahun 1985, Dini menetap curkan buku terbarunya berjudul Pondok Baca Kembali di kota asalnya, di Kampung dipandu budayawan Semake Semarang Buku yang diter- Sekayu, Semarang Tengah. rang Prie GS. Dalam diskusi tersebut, bitkan Gramedia itu diluncurkan Di kampungnya dia mendidi Toko Buku Gramedia Amaris rikan taman bacaan yang NH Dini menuturkan perSemarang, Jawa Tengah, belum dinamakan Pondok Baca jalanan hidupnya, termasuk lama ini. Peluncuran buku tersebut NH Dini. bagaimana proses menuditandai dengan Diskusi Buku lis buku-buku yang meruDiskusi dengan Nh dan Perjalanan Sastra bersama pakan pengalaman dan Dini dihadiri keluarga dan NH Dini yang dipandu budayawan kisah hidupnya. “Semuanya penggemar bukunya, bahSemarang Prie GS. secara jujur saya sampaikan kan sejumlah anak sekolah apa adanya,” ujar Dini. dari Semarang mengaku “Buku Pondok Baca Kembali ke Semarang” mendapat banyak pencerahan setelah mencermengisahkan saat Nh Dini kembali ke Tanah mati kalimat demi kalimat yang dituturkan Nh Air tahun 1980. Setelah mondar-mandir antara Dini.(www.publiksastra.net)

Frasa

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]


HAL

40

X-COVER

BACA DAN DOWNLOAD MAJALAH FRASA DI http://www.majalahfrasa.blogspot.com/ KIRIM KARYA ANDA KE redaksifrasa@yahoo.com

Edisi 6 Tahun I [Selasa, 26 November 2012]

Frasa


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.