Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto

Page 203

DALIH PEMBUNUHAN MASSAL: GERAKAN 30 SEPTEMBER DAN KUDETA SUHARTO

api di stasiun Manggarai di Jakarta membantu pengangkutan perbekalan untuk pasukan Republik ini. Lima pemuda itu tinggal di Jalan Guntur di sebuah rumah yang dikosongkan oleh Residen Bogor, seorang nasionalis, yang pindah ke ibu kota Republik di Yogyakarta. Tidak lama kemudian mereka bertemu beberapa orang pemuda pelajar dan mahasiswa yang baru kembali dari Belanda. Di negeri itu mereka menjadi anggota Partai Komunis Belanda (CPN) dan ikut dalam perjuangan antifasis bawah tanah dalam masa perang dunia. Salah seorang di antara mereka, Hadiono Kusumo Utoyo, bekerja bersama Sjam dan Sukrisno di kantor Kementerian Penerangan di Jakarta. Ia menjadi mentor mereka dalam Marxisme dan Leninisme.15 Sekali sepekan, dengan jadwal teratur, mereka berjalan ke rumah Utoyo di Jalan Kebon Sirih untuk belajar di bawah bimbingannya. Sukrisno mengenang sebuah buku yang mereka baca ketika itu adalah karya Lenin State and Revolution dalam terjemahan Belanda. Dari tokoh-tokoh komunis di Belanda mereka pernah menerima kopor-kopor penuh buku-buku yang dengan bantuan para pelaut diselundupkan ke kota Jakarta. Pendidikan politik ini merupakan pengalaman yang mencerahkan bagi mereka. Pimpinan Partai Sosialis dalam kelompok Pathuk telah memberi Sukrisno dan kawan-kawan lebih dari sekadar sebuah tempat berkumpul dan semangat kerakyatan pada umumnya. Menurut Sukrisno aspirasi awalnya adalah ingin menjadi orang penting dalam pemerintahan pascakemerdekaan dengan pangkat tinggi dan gaji besar. Saat belajar tentang komunisme dari mantan anggota-anggota CPN yang baru kembali, Sukrisno merasa mendapat pengetahuan yang berbobot dan ilmiah. Ia mengubah rencana kariernya. Ia dan Sjam keluar dari pekerjaan mereka di Kementerian Penerangan, masuk PKI, dan mulai mengorganisasi serikat buruh, mula pertama di bengkel reparasi kendaraan bermotor pemerintah pendudukan Belanda, kemudian di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Mereka mendirikan Serikat Buruh Kapal dan Pelayaran (SBKP) pada akhir 1948 dan menjadi pimpinanpimpinan terkemukanya sampai Februari 1950, ketika serikat buruh ini berfusi dengan serikat sekerja sejenis yang bergerak di daerah Republik, yaitu Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayaran (SBPP). Sukrisno dan Sjam tidak mencalonkan diri dalam pemilihan pimpinan untuk serikat buruh baru, yang mempertahankan nama SBPP. Mereka malahan ditunjuk

177


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.