EDISI 912 - 7 JANUARI 2011

Page 4

4

GAGASAN

Jumat 7 JANUARI 2011

PERSPEKTIF

Cabai, Beras, dan Kita

K

omoditas cabai tiba-tiba membuat banyak orang, terutama ibu rumah tangga, tercengang. Bukan karena rasanya yang memang pedas, tapi harganya yang melangit. Padahal, setiap rumah tangga pasti membutuhkan cabai untuk bahan masakan, sambal, dan segala kebutuhan dapur. Melonjaknya harga cabai, baik cabai rawit maupun cabai merah, terjadi sejak beberapa bulan lalu dan puncaknya pada akhir tahun 2010, yang bertengger hampir menembus angka 100 ribu rupiah per kilogram. Harga tersebut relatif tidak berubah di sejumlah daerah saat pergantian tahun, termasuk sampai saat ini. Bukan hanya cabai yang terus meningkat harganya, tapi juga bahan pokok seperti beras. Sejak beberapa bulan lalu, hampir semua jenis beras naik, meski tidak merata. Kenaikan harga beras ini makin merepotkan ibu rumah tangga dalam mengatur alokasi keuangan keluarga. Baik beras maupun cabai, ternyata, menurut ekonom senior Mirza Adityaswara, kenaikannya sulit diprediksi di tengah pengaruh iklim yang tidak menentu. Selain iklim, kenaikan harga komoditas ini ikut dipengaruhi ekspektasi kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya. Apalagi kenaikan ini memang secara psikologis memengaruhi tingkat inflasi yang di luar ekspektasi mencapai 6,96 persen sepanjang 2010. Jadi, ternyata cabai juga ikut menyumbang inflasi. Persoalan kenaikan harga beras dan cabai tersebut, menurut Menteri Pertanian Suswono, lebih banyak dinikmati keuntungannya oleh pedagang, bukan petani. Sebab, sampai saat ini, di tingkat petani harga tidak setinggi di pasar. Khusus soal cabai, Menteri Pertanian mengatakan Di sinilah bukan saja harga di tingkat petani hanya seperempatnya. Jadi, diversifikasi pangan paling tinggi harga yang perlu digalakkan, tapi diterima petani adalah 30 ketahanan pangan kita persen dari harga pasar. Itu diuji. berarti kemungkinan besar petani hanya mendapat 24 ribu – 30 ribu rupiah. Di samping itu, sepanjang 2010, hanya ada satu musim yaitu musim hujan, padahal cabai ini tentu saja akan bagus pada saat musim kemarau yang kering dan tidak banyak air. Sedangkan soal beras, Suswono mengungkapkan, meningkatnya harga beras di pasaran terjadi karena banyaknya pasokan atau stok di pasar. Hal tersebut membuat para pedagang berani mempermainkan harga. Jika Menteri Pertanian Suswono menyalahkan pedagang yang memainkan harga cabai dan beras, maka Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa memastikan lonjakan harga pangan dan komoditas yang terjadi belakangan ini tidak terlepas dari ulah spekulan. Karena menyangkut kebutuhan pokok yang paling mendasar seperti beras, maka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun turun tangan. Kepala Negara menginstruksikan operasi pasar kebutuhan pokok, terutama beras, tetap dilanjutkan hingga panen raya agar harga-harga bisa turun dan terjangkau seluruh masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Sesungguhnya cabai dan beras memberikan pelajaran berharga buat kita. Komoditas yang sebenarnya mudah dan murah, seperti cabai, tiba-tiba menyulitkan. Pengaruh cuaca akhirnya dimanfaatkan spekulan. Jika saja kita mau memanfaatkan lahan dan pekarangan untuk menanam cabai dan beberapa jenis bahan sayuran dan bumbu dapur–meski sempit dan bisa juga di pot bunga–kita bisa menghemat. Melonjaknya harga cabai mestinya mendorong kita untuk segera menanam di halaman atau pot-pot bunga, sehingga beberapa bulan kemudian bisa berbuah. Akan halnya beras, masyarakat kita termasuk yang sangat fanatik dan tidak bisa lepas dari beras atau nasi. Bisa dibayangkan besarnya kebutuhan beras setiap hari atau per tahunnya. Cuaca ekstrem membuat panen terganggu dan akhirnya berpengaruh pada stok, lalu impor. Di sinilah bukan saja diversifikasi pangan perlu digalakkan, tapi ketahanan pangan kita diuji. Cabai dan beras hanyalah contoh kecil komoditas dan bahan pangan. Belum lagi garam dan banyak komoditas yang pemenuhannya mesti ditambah dengan impor. Jika impor selalu jadi solusi pamungkas, kapan kita akan mandiri? Padahal, kemandirian pangan dan juga kebutuhan lain sangat penting agar kita tidak selalu bergantung pada negara lain. Jika saja kita sejak lama menerapkan prinsip kemandirian dan berusaha keras mengurangi impor, cuaca ekstrem tidak akan terlalu berpengaruh. Devisa negara pun bisa dihemat cukup besar. Dan yang paling penting, muncul kebanggaan bahwa kita bangsa yang mandiri dan kuat menghadapi berbagai tantangan.

«

»

INFO BUKU Judul

: 20 Unusual Love Stories : Hikmah Perjalanan Cinta Unik 15 Perempuan dan 5 Lelaki Penulis : Winny Gunarti Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun : I, Maret 2010 Tebal : 208 halaman Harga : Rp50.000 Berawal dari kebiasaan mendengarkan curhat para sahabat tentang proses pencarian pendamping hidup yang mereka jalani, Winny Gunarti tergerak menulis 20 Unusual Love Stories: Hikmah Perjalanan Cinta Unik 15 Perempuan dan 5 Lelaki. Menemukan pendamping hidup idaman adalah dambaan semua orang yang masih melajang. Namun, proses itu tak selamanya mulus. Bagi sebagian orang, jalan yang harus mereka lalui sangat berliku, bercabang, bahkan curam. Buku ini secara menarik mengangkat kisah-kisah 15 perempuan dan 5 lelaki tentang pengalaman kencan mereka yang “unik”.

Setiap tulisan Gagasan/Perada yang dikirim ke Koran Jakarta merupakan karya sendiri dan ditandatangani. Panjang tulisan maksimal enam ribu karakter dengan spasi ganda dilampiri foto, nomor telepon, fotokopi identitas, dan nomor rekening bank. Penulis berhak mengirim tulisan ke media lain jika dua minggu tidak dimuat. Untuk tulisan Ruang Pembaca maksimal seribu karakter, ditandatangani, dan dikirim melalui email atau faksimile redaksi. Semua naskah yang masuk menjadi milik Koran Jakarta dan tidak dikembalikan. Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap semua isi tulisan.

KORAN JAKARTA

®

Menyambut Calon Independen oleh: Teuku Kemal Fasya

S

ehari menjelang pergantian tahun, Aceh kembali mendapat berkah politik. Pada 30 Desember 2010, Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui seluruh usulan judicial review undang-undang Pemerintahan Aceh (UU No 11/2006) pasal 256 yang membatasi keikutsertaan calon perseorangan dalam Pilkada mendatang. Pasal itu dianggap bertentangan dengan spirit UUD 1945 amandemen, terutama pasal 18 ayat (4), 27 ayat (1), 28D ayat (1 dan 3), dan 28I ayat (2) yang memberikan peluang kepada setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan tanpa diskriminasi, dengan melalui partai politik. Upaya ini cukup melelahkan dan berliku, didaftarkan sejak 31 Mei 2010 oleh beberapa aktivis politik muda Aceh, yang di tengah jalan berpikir hanya akan bertepuk sebelah tangan. Sempat beredar rumor proses ini akan dipeti-eskan karena lobi kelompok pro status quo, tapi akhirnya demokrasi rakyat tetap bisa tersenyum paling akhir. Sejarah Berliku Tuntutan menggugurkan pasal pembatasan ini telah mengalami sejarah perdebatan panjang di Aceh. Pertama, ketakutan usulan kaji ulang hukum satu pasal bisa menggugurkan seluruh undang-undang, ketika MK menganggap bahwa pasal dimaksud adalah “pasal jantung”. Sejarah ini pernah terjadi ketika judicial review undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan Badan Hukum Pendidikan (BHP), bukan hanya pasal tapi keseluruhan undang-undang dibatalkan. Jika itu terjadi, maka Jakarta kembali “menang” dan gagal pula self-government Aceh diterapkan sebagai lorong kesejahteraan pascakonflik. Ternyata, ketakutan berlebihan yang sempat diwacanakan oleh beberapa pakar hukum di Aceh tidak terbukti. Kedua, pembatasan bagi calon perseorangan di Aceh kontradiktif dengan keniscayaan demokrasi lokal yang telah diakui secara nasional. Dalam UU pemerintahan daerah yang telah direvisi (UU No 12/2008 pasal 56) praktik ini sudah dilakukan di beberapa daerah lainnya di Indonesia. Agak aneh, jika Aceh

ih” masebagai “penyebar benih” lah melayukan diri sendiri, ketika praktik semai di daerah lain mulai subur. Ketiga, kesempatan n calon independen ini jugaa memberikan kesegaran baru ru setelah udara politik Aceh h mulai pengap oleh sempitnya pilihan yang tersedia. Pemilu 2009 09 telah sukses menghadirkan kekuatan politik ah Pardominan baru di Aceh dibawah tai Aceh (PA). PA menjadi satu-satunya satunya partai lokal yang berhasil menguasai nguasai konsituen, bahkan menjungkalkan kan kekuatan tradisional di Aceh. Di tingkat provinsi, PA menguasai hampir 50 persen suara dan di beberapa kabupaten bupaten bekas konflik menguasai lebih 70 persen.

jibaku pada politik praksis ini. Calon independen bisa m menjadi antidot, agar politik ti tidak selalu berwatak borjuis karena kegagapan partai politik hanya m memiliki kosakata kekuasaan domin atau dominasi dan bukan perubahan, kesetaraan, atau persaudaraan. Ba Sejarah Baru p Hasil putusan MK datang pada waktu yang tepat. Peluang ini bisa digunakan un untuk Pilkada tahun ini yang melak akan melaksanakan kenduri politik unmemili gubernur dan 18 bupati/ tuk memilih se walikota secara serentak. Peluang ini juga akan m menjadi basi, jika tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh kenon kuatan nonpartai untuk menunjukkan perub arah perubahan damai dan demokrasi da sejarah yang telah ditunai progresif dari lima tahun lalu, sejak kesepakatan MoU Helsinki, 15 Agustus 2005. Kesempa Kesempatan ini adalah peluang untuk melaku melakukan konsolidasi demokrasi secara lebih luas dengan rakyat, karena tantangan yyang dihadapi calon perseorrangan jelas jel lebih berat, dibandingkan orangan paartai yang memiliki mesin mobilisasi partai p dan imaji politik. Meski de demikian, calon individual ini beeruntung karena tidak perlu menangberuntung gung beban dan janji politik yang tak ya terbalas yang sering dilakonkan part i politik. Di sini diperlukan ketokohta tai an dan visi yang harus lebih tinggi dan di konkret dibandingkan partai politik. Pendulum waktu telah mendewasakan merasio dan merasionalkan pilihan rakyat untuk menyertaka suaranya kepada yang dimenyertakan anggap ma mampu memberikan perubahan dan buk bukan janji plastik politik. Dan itu pun sudah terbukti. Di beda berapa daerah, calon perseorangan bisa menja menjadi pemenang dalam Pilkada. Sebut sa saja Rote Ndao NTT, Batubara Sumatera U Utara, Garut Jawa Barat, Kubu Raya Kalim Kalimantan Barat, dan lain sebagainya. Bagi Aceh, Ace inilah kesempatan untuk melanjutkan demokrasi, memutus stamelanjutka tus quo, dan da menghapus mitos bahwa rakyat tidak berkuasa untuk menentupilihannya secara otonom. Peluang kan pilihan independen semoga membuat calon inde masyarakat Aceh lebih independen dan jauh dari maop (hantu) politik yang membuatnya tidak merdeka. membuatny

«

Bagi Aceh, inilah kesempatan untuk melanjutkan demokrasi, n memutus status quo, dan a menghapus mitos bahwa tuk rakyat tidak berkuasa untuk menentukan pilihannya secara otonom.

»

Kehadiran PA saat itu disambut mbut gempita besar dan diyakini sebagai bagai alternatif ketika partai politik nasional sionaal gagal membersihkan bisul dan kurap demokrasi Aceh. Namun setahun n lebih, euforia pun kandas oleh realitas demokrasi yang tak kunjung menyembuhkan. buhkan. nvolusi, Bahkan ada kecenderungan involusi, ahirkan tanpa terobosan, dan gagal melahirkan nya keregulasi yang memacu tumbuhnya agi rakbahagiaan dan kesejahteraan bagi yat. n calon Secara matematis, kehadiran an parindependen menjaga kesempatan tisipasi bagi rakyat Aceh untuk menikuasnya. mati alternatif politik seluas-luasnya. ai jauh Di alam demokrasi yang mulai iharapdari api konflik, masyarakat diharaptrumen kan tidak hanya menjadi instrumen asi dan mobilisasi, tapi juga partisipasi ng hadir deliberasi. Elite politik lokal yang ukti tak dari momentum mobilisasi terbukti mampu memanggul amanah setepat suara yang diperolehnya. Dengan political finance yangg tinggi, tentu tidak semua orang tergerakk untuk menjadi gubernur atau bupati. Hanya erdediorang yang bersemangat dan berdediela berkasi pada perubahan saja yang rela

KORAN JAKARTA/GANDJAR DEWA

Penulis adalah dosen Antropolog Penu Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe.

RUANG PEMBACA

Penjelasan Markas Besar TNI AL

M

emperhatikan berita di Harian Koran Jakarta edisi Kamis, 6 Januari 2011 pada halaman 1, rubrik FILE menyebutkan pernyataan Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Marsetio tentang kebutuhan kapal selam, Pada alinea pertama tertulis “Kita belum membutuhkan kapal selam. Wilayah kita perairannya kebanyakan di antara pulau-pulau, sehingga butuh kapal-kapal kecil dengan high speed”. Kemudian pada alinea kedua disebutkan “Kami membutuhkan tambahan kapal selam sebanyak 39 unit. Kapal selam tersebut akan disebar ke berbagai penjuru laut NKRI. Sehubungan dengan hal tersebut, kami sampaikan bahwa pemberitaan tersebut cenderung kontradiktif dan berpotensi menimbulkan persepsi yang kurang menguntungkan bagi upaya pembangunan kekuatan TNI Angkatan Laut, sebab pernyataan beliau hanya dikutip sebagian dan ditampilkan dalam satu pemberitaan secara berdekatan. Untuk dapat memberikan pemahaman dengan lebih baik agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru, perlu kami jelaskan sebagai berikut. Pertama, pernyataan tersebut pada dasarnya disampaikan pada konteks dan momentum yang berbeda serta dalam kapasitas dan di tempat yang berbeda pula, sehingga untuk tidak menimbulkan persepsi yang keliru, pemberitaannya semestinya dikutip lengkap. Kedua, pernyataan sebagaimana dikutip pada alinea pertama, ketika itu (15 Juni 2010), Laksamana Madya TNI Marsetio, M.M. masih menjabat sebagai Panglima Komando Armada

RI Kawasan Barat, dengan pangkat Laksamana Muda di sela-sela acara atau kegiatan Pameran Fotografi yang diselenggarakan di Jl. Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Selaku Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat beliau menjelaskan bahwa Alutsista yang dibutuhkan Koarmabar adalah kapal-kapal kecil yang ukurannya sekitar 30-40 meter dan memiliki kecepatan tinggi. Ini karena wilayah perairan di Koarmabar umumnya terdiri dari perairan di antara pulau dan selat. Namun demikian, kapal-kapal kecil tersebut juga perlu dilengkapi torpedo maupun peluru kendali (rudal). Pada kesempatan itu, dinyatakan oleh beliau bahwa kapal selam lebih cocok untuk Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) karena perairan di wilayah Kawasan Timur Indonesia memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Sedangkan perairan wilayah Koarmabar tidak terlalu dalam. Sebaliknya, Koarmabar lebih mencakup wilayah kepulauan yang relatif dangkal. “Kalau kita (maksudnya Koarmabar) belum membutuhkan kapal selam. Wilayah kita perairannya kebanyakan di antara pulau-pulau, sehingga butuh kapal-kapal kecil dengan high speed. Jadi kapal selam kurang cocok untuk wilayah barat. Ketiga, sedang pernyataan kedua dikemukakan oleh Laksdya TNI Marsetio, M.M. setelah menjabat Wakasal ketika memberikan pembekalan kepada para Komandan Satuan jajaran Korps Marinir pada acara Apel Komandan Satuan Korps Marinir di Cikoneng, Bogor, Jawa Barat, 22 Desember 2010. Ketika itu, Wakasal menyatakan bahwa TNI Ang-

katan Laut membutuhkan tambahan alutsista sampai dengan 2014, sesuai dengan konsep Minimum Essential Force/MEF sebanyak 4 unit. Indonesia perlu menambah kekuatan armada Angkatan Laut. “Wilayah kita sangat luas dan membutuhkan pengamanan yang intensif dari gangguan pihak luar. Alutsista yang dimiliki armada Angkatan Laut masih jauh dari kategori memadai jika dibandingkan dengan kebutuhan yang dihadapi. Alutsista yang dimiliki TNI AL perlu ditambah dan diperkuat, termasuk jumlah kapal selam.” Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan dalam upaya membangun kemampuan atau kekuatan, TNI Angkatan Laut tetap membutuhkan kapal selam guna mendukung pelaksanaan tugas pokok TNI Angkatan laut dalam menjaga kedaulatan Negara. Adapun pernyataan beliau sewaktu menjabat sebagai Pangarmabar yang berbunyi, “Kita belum membutuhkan kapal selam dan seterusnya” lebih bermakna atau mengandung maksud pada tingkat prioritas penempatannya atau pendispersiannya saja (dalam hal ini karena wilayah Koarmabar perairannya kebanyakan di antara pulaupulau dan tidak terlalu dalam), maka prioritas kebutuhan alutsistanya adalah kapal-kapal kecil dengan kecepatan tinggi (high speed). Demikian tanggapan dan penjelasan kami. Terima kasih atas segala perhatian dan kerja sama. Kiranya redaksi Harian Umum Koran Jakarta berkenan memuat penjelasan ini secara utuh agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru di kalangan

pembaca. Selanjutnya, besar harapan kami agar kerja sama yang baik ini semakin hari semakin meningkat. Laksmana Pertama TNI Tri Prasodjo Kepala Dinas Penerangan TNI AL

Investasi Dubai Lirik Indonesia Keinginan para pengusaha Fujairah, Dubai, menanamkan modal dan melakukan kerja sama bisnis di Indonesia terungkap dalam pertemuan antara Konjen RI Dubai Mansyur Pangeran dan Putra Mahkota Fujairah Sheikh Mohamed bin Hamad Al Sharqi di Istana Emir Fujairah. Investasi di Indonesia masih mengalami pertumbuhan yang baik meski menghadapi tekanan pelambatan ekonomi dunia. Saat ini, Indonesia masih merupakan negara yang menjadi tujuan arus penanaman modal investor asing. Indikasi penguatan ekonomi Indonesia didukung peningkatan permintaan dalam negeri yang mendorong kekuatan secara menyeluruh. Kepercayaan konsumen terhadap kondisi perekonomian mulai menguat setelah selama dua bulan berturutturut mengalami penurunan. Para pengusaha Fujairah melihat perkembangan mengenai kerja sama ekonomi dan rencana kerja sama antara Indonesia dan Fujairah akan sangat efektif dan memiliki prospek baik. Haryani Jalan Latuharhary No 5, Menteng, Jakarta 10310

Pemimpin Redaksi: M Selamet Susanto Wakil Pemimpin Redaksi: Adi Murtoyo Asisten Redaktur Pelaksana: Adiyanto, Khairil Huda, Suradi SS, Yoyok B Pracahyo. Redaktur: Alfred Ginting, Antonius Supriyanto, Dhany R Bagja, Marcellus Widiarto, M Husen Hamidy, Sriyono Faqoth. Asisten Redaktur: Ade Rachmawati Devi, Ahmad Puriyono, Budi, Mas Edwin Fajar, Nala Dipa Alamsyah, Ricky Dastu Anderson, Sidik Sukandar. Reporter: Agung Wredho, Agus Supriyatna, Benedictus Irdiya Setiawan, Bram Selo, Citra Larasati, Dini Daniswari, Doni Ismanto, Eko Nugroho, Hansen HT Sinaga, Haryo Brono, Haryo Sudrajat, Hyacintha Bonafacia, Im Suryani, Irianto Indah Susilo, Muchammad Ismail, Muhammad Fachri, Muhammad Rinaldi, Muslim Ambari, Nanik Ismawati, Rahman Indra, Setiyawan Ananto, Tya Atiyah Marenka, Vicky Rachman, Wachyu AP, Xaveria Yunita Melindasari, Yudhistira Satria Utama Koresponden: Budi Alimuddin (Medan), Noverta Salyadi (Palembang), Agus Salim (Batam), Henri Pelupessy (Semarang), Eko Sugiarto Putro (Yogyakarta), Selo Cahyo Basuki (Surabaya) Bahasa: Yanuarita Puji Hastuti Desain Grafis: Yadi Dahlan. Penerbit: PT Berita Nusantara Direktur Utama: M Selamet Susanto Direktur: Adi Murtoyo. Managing Director: Fiter Bagus Cahyono Manajer Iklan: Diapari Sibatangkayu Manajer IT: Parman Suparman Asisten Manajer Sirkulasi: Turino Sakti Asisten Manajer Distribusi: Firman Istiadi Alamat Redaksi/Iklan/Sirkulasi: Jalan Wahid Hasyim 125 Jakarta Pusat 10240 Telepon: (021) 3152550 (hunting) Faksimile: (021) 3155106. Website: www.koran-jakarta.com E-mail: redaksi@koran-jakarta.com Tarif Iklan: Display BW Rp 28.000/mmk FC Rp 38.000/mmk, Advertorial BW Rp 32.000/mmk FC Rp 40.000/mmk, Laporan Keuangan BW Rp 17.000/mmk FC Rp 32.000/mmk, Pengumuman/Lelang BW Rp 9.000/mmk, Eksposure BW Rp 2.000.000/kavling FC Rp 3.000.000/kavling, Banner Halaman 1 FC Rp 52.000/mmk, Center Spread BW Rp 35.000/mmk FC Rp 40.000/mmk, Kuping (Cover Ekonomi & Cover Rona) FC Rp 9.000.000/Kav/Ins Island Ad BW Rp 34.000/mmk FC Rp 52.000 Obituari BW Rp 10.000/mmk FC Rp 15.000/mmk, Baris BW Rp 21.000/baris, Kolom BW Rp 25.000/mmk, Baris Foto (Khusus Properti & Otomotif ) BW Rp 100.000/kavling

Wartawan Koran Jakarta tidak menerima uang atau imbalan apa pun dari narasumber dalam menjalankan tugas jurnalistik


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.