EDISI 1064 - 14 JUNI 2011

Page 1

Selasa, 14 Juni 2011

KORAN JAKARTA Edisi 1064/Tahun IV

Harga Eceran Rp 2.500 (luar Jawa + ongkos kirim)

www.koran-jakarta.com

Terbit 24 Halaman

6 I Transportasi Jakarta

7 I Mavericks Juara

Pembatasan angkutan berat di tol dalam kota ruas Cawang-Tomang-Pluit akan dikembangkan ke ruas tol lainnya.

Dallas Mavericks untuk kali pertamanya dalam 31 tahun berhasil meraih gelar juara NBA setelah mengalahkan Miami Heat.

AFP/MARK RALSTON

SMS UNTUK BERLANGGANAN Ketik: Reg#Nama#Kota

082 1111 555 33 Mobile Website m.koran-jakarta.com

Twitter @koran_jakarta

Hotline 021 - 319 355 33

Facebook Koran Jakarta

Suksesi IMF

RI Harus Dukung Agustin Cartens JAKARTA – Dukungan pemerintah terhadap pencalonan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Industri Prancis Christine Lagarde untuk menjadi Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional, IMF, berpotensi kontraproduktif. Pasalnya pimpinan IMF dari luar kelompok negara berkembang dinilai tidak akan menguntungkan posisi Indonesia dan negara berkembang lain. Bahkan Indonesia pernah mendapat pengalaman buruk IMF, di bawah pimpinan Direktur Pelaksana Michel Camdessus yang juga berasal dari Prancis. Oleh karena itu pemerintah seharusnya mendukung gubernur bank sentral Meksiko Agustin Cartens yang mencalonkan diri sebagai wakil dari negara

REUTERS/ANDREW WINNING

Agustin Cartens berkembang. “Dengan melihat kondisi yang terjadi sekarang ini, alangkah baiknya kalau Direktur IMF itu diambil dari Amerika Latin seperti Meksiko. Bahkan, wakil dari Asia sangat pantas untuk didorong menjadi kandidat Direktur Pelaksana IMF,” kata pengamat ekonomi Unika Atmajaya, Prasetyantoko, Senin (13/6). Ditambahkan, mestinya Indonesia melepaskan diri dari pakem Eropa dan Amerika Serikat. Untuk itu, Indonesia seharusnya mendorong calon alternatif. “Kalau pun bukan Meksiko, calon dari negara-negara anggota BRICS, seperti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan juga memiliki kualifikasi yang sangat bagus. Negara-negara ini juga memiliki bargaining position yang sangat kuat,” jelas Prasetyantoko. Prasetyantoko menilai Indonesia sebagai penganut paham konservatif. “Mestinya, Indonesia lebih progresif dengan mendorong calon-calon alternatif. Tapi, mungkin sulit karena dia

sudah dipengaruhi Prancis yang sedang melakukan kampanye dukungan ke sejumlah negara di Asia. Dan, boleh jadi, dukungan Menkeu tersebut juga berkat lobi Pemerintah Prancis,” ujarnya. Kini, bankir Meksiko berusia 52 tahun itu mendapat dukungan dari negara-negara Amerika Lartin, seperti Belize, Bolivia, Kolombia, Honduras, Guatemala, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Dominika Republik, Uruguay, dan Venezuela. Negara-negara tersebut merasa perlu mendorong partisipasi lebih besar calon dari negara berkembang untuk menggantikan Dominique Strauss-Kahn yang kini duduk menjadi terdakwa dalam kasus pelecehan seksual di pengadilan New York. Sebelumnya, Menteri Keuangan Meksiko Ernesto Cordero menyatakan Meksiko akan mencalonkan kandidatnya sendiri untuk menempati posisi bergengsi di IMF. “Dia (Cartens) merupakan salah satu calon dari negara berkembang untuk menjadi pengganti Direktur IMF. Cartens memiliki kemampuan dan kualifikasi yang diperlukan untuk memimpin IMF,” kata Cordero. Seperti halnya Lagarde, Cartens juga melakukan lawatan meminta dukungan ke sejumlah negara. Diantaranya, ke India, Jerman, Brasil, Kanada, dan Amerika Serikat. Bahkan, dia mengklaim mendapat dukungan dari Menkeu Kanada Jim Flaherty dan Gubernur Bank of Canada (bank sentral Kanada) Mark Carney. Stanley Fischer Di saat kandidat calon pemimpin IMF sedang melakukan kampanye, mencuat kabar tentang keinginan gubernur bank sentral Israel Stanley Fischer untuk menyaingi Lagarde. Malah, dia terang-terangan mengkritik Lagarde yang tidak memunyai pendidikan ekonomi. Keinginan Fischer itu akan kandas terbentur peraturan karena telah berusia 68 tahun, sementara peraturan IMF menyebutkan seorang calon Direktur IMF harus berusia di bawah 65 tahun. Tak cuma itu, Fischer tidak disukai oleh negara-negara berkembang, terutama Asia. Soalnya, Fischer salah satu orang yang bertanggung jawab menjerumuskan sejumlah negara dalam krisis ekonomi pada 1997-1999. Saat itu Fischer menjadi wakil Camdessus. � lex/ Rtr /AR-2

FILE

ANTARA/WIDODO S JUSUF

Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengenai kemampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan pada kaum lansia.

“Harus diakui bahwa pemerintah maupun semua pihak di negara ini belum mampu memberikan yang terbaik untuk lansia.” Yogyakarta, 9 Juni 2011

“Saya pikir bantuan sebesar 47,7 miliar rupiah untuk lansia di 33 provinsi adalah wujud kemampuan pemerintah sebagai pelayanan terbaik bagi lansia.” Jakarta, 11 Juni 2011

H O T L I N E Untuk Langganan & Pengaduan:

Telp. +62-21- 319 355 33 Fax. +62-21- 315 4601 sirkulasi@koran-jakarta.com

PROTES WTO I Sejumlah aktivis berunjuk rasa di depan Gedung Kementerian Perdagangan di Jakarta, Senin (13/6). Mereka menolak usaha Direktur Jenderal World Trade Organizaton (WTO) yang hadir dalam World Economic Forum untuk menghidupkan kembali negosiasi WTO yang dianggap tidak sejalan dengan amanat UUD 1945.

KORAN JAKARTA/M FACHRI

Kebutuhan Pokok I Harga Beras Mulai Naik

Krisis Pangan Bakal Menambah Kemiskinan Kenaikan harga pangan akan menekan pendapatan riil mayoritas rakyat dan membuat mereka semakin miskin. JAKARTA – Pemerintah diminta mengantisipasi kenaikan harga pangan. Tanpa kebijakan pengaman, maka krisis pangan berpotensi memicu bertambahnya warga miskin di Indonesia. “Di Indonesia, 60 hingga 70 persen pengeluaran rakyat miskin untuk membeli pangan. Jadi, kalau harga pangan dan energi naik, maka porsi pembelanjaan akan meningkat dan anggaran untuk pendidikan dan kesehatan otomatis berkurang,” kata pengamat pertanian, Khudori, di Jakarta, Senin (13/6). Dia menambahkan krisis pangan akan membuat warga miskin semakin tertekan dan mendorong masyarakat menengah ke bawah semakin sulit. Khudori memproyeksikan kenaikan harga pangan, khususnya beras, akan berlanjut sampai akhir tahun ini. Beberapa bulan ke depan, kenaikan

harga beras dipicu oleh puasa, lebaran, dan musim paceklik. Sementara itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir meminta pemerintah tidak meremehkan tren kenaikan harga pangan, terutama beras. “Saat ini, kenaikan harga mulai terjadi. Kita sudah cek itu di Bali dan Jawa Barat,” ungkap dia. Winarno mencontohkan di Jawa Barat pekan ini harga gabah rata-rata naik 200 rupiah per kilogram (kg), dan gabah kering panen (GKP) tercatat di level 2.900 rupiah per kg. Padahal, saat ini masih dalam musim panen padi. Tren kenaikan harga akan terus terjadi jika Perum Bulog tidak memiliki stok yang cukup untuk meredam harga melalui operasi pasar (OP). Mengenai angka kemiskinan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah warga miskin saat ini sekitar 13,33 persen dari populasi atau sekitar 31 juta jiwa. Namun, garis kemiskinan versi lembaga negara itu dinilai terlalu rendah yakni menggunakan acuan pendapatan minimal rata-rata 211.726 rupiah per orang per bulan atau sekitar 7 ribu rupiah per hari atau di bawah 1 dollar AS. Jika menggunakan garis kemiskinan internasional, yakni purchasing power parity (PPP) yang sebesar

2 dollar AS per orang per hari, ada sedikitnya 110 juta jiwa dari total sekitar 240 juta jiwa penduduk Indonesia yang hidup tidak layak. Apalagi dengan basis dollar AS, daya beli riil masyarakat Indonesia kini telah merosot tiga kali lipat dibanding dengan sepuluh tahun silam. Artinya, pengeluaran 3 dollar AS saat ini memiliki daya beli komoditas pangan yang sama dengan 1 dollar AS pada 2001. Senada dengan Khudori, ekonom FEUI, Nining Indroyono Soesilo, sebelumnya, menjelaskan merosotnya daya beli masyarakat, terutama terhadap komoditas pangan mengindikasikan jumlah warga miskin yang sesungguhnya jauh lebih banyak dibanding dengan angka versi BPS. “Itu berarti sedikit saja ada guncangan seperti kenaikan harga pangan atau energi, mereka langsung jatuh miskin,” tegas dia. Tingkatkan Produksi Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berpidato dalam Forum Ekonomi Dunia-Asia Timur (World Economic Forum on East Asia/ WEF-EA) di Jakarta, Minggu (12/6), mengingatkan Asia agar mengantisipasi dan memperhatikan tekanan yang semakin tinggi terkait ketidak-

amanan pangan, energi, dan air. Bahkan, Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank/ADB) mengingatkan negara berkembang termasuk Indonesia terhadap pentingnya isu ketahanan pangan yang diprediksi akan menjadi permasalahan utama seiring meningkatnya penduduk dunia. “Dalam jangka pendek, kebutuhan pangan penduduk mungkin tercukupi, namun ini selalu menjadi isu fundamental yang mengemuka dari tahun ke tahun,” ujar Managing Director General ADB Rajat M Nag. Pernyataan Pemerintah Indonesia mengenai perlunya ketahanan pangan atau food security diniai mengindikasikan kekhawatiran pemerintah terhadap ketersediaan pangan nasional. Salah satu upaya meningkatkan produksi pangan adalah tidak mengkonversi lahan subur pertanian menjadi kawasan industri. Selain itu, pemerintah juga diminta mulai menunjukkan keberpihakan yang jelas terhadap petani. Pasalnya hampir semua negara yang mengalami surplus pangan memberikan subsidi yang jelas kepada petaninya. Subsidi itu bisa berupa keringanan harga sarana produksi, seperti bibit dan pupuk. � aan/ind/WP

Potret Kemiskinan

Ijazah Disandera, Impian ke SMA Pupus

H

arapan Nanang Catur Basuki, 17 tahun, melanjutkan pendidikan ke bangku SMA terpaksa pupus. Ijazahnya disandera pihak sekolah sebagai jaminan atas tunggakan biaya selama tiga tahun masa belajarnya di SMP. Dua tahun lalu, usia lulusan SMP Negeri I Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur itu baru menginjak 15 tahun. Sejak itu, ia terpaksa menghabiskan hariharinya sebagai penutuk melinjo di usaha kecil milik tetangganya. Tanpa bekal ijazah SMP, hanya itu yang dapat dilakukan Nanang kecil untuk menopang ekonomi keluarganya yang morat-marit. Selepas SMP, Nanang tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas. Ijazah SMP yang menjadi persyaratan untuk mendaftar ke SMA belum boleh dibawanya pulang. “Waktu itu, ijazah saya ditahan sekolah, belum akan diberikan sampai orang tua saya melunasi tunggakan di sekolah,” kata putra

ketiga pasangan Waginem dan Gondo Semi ini. Tunggakan sekolah yang belum dibayarnya 350 ribu rupiah, yaitu untuk pembayaran satu paket Lembar Kerja Siswa (LKS) dan uang acara perpisahan di sekolahnya. “Ibu saya sudah berusaha mencicilnya, tapi masih tersisa 350 ribu rupiah yang belum bisa dibayar,” tuturnya. Alhasil, sekolah tetap bergeming. Hingga dua tahun terlewat, ijazah tak kunjung dikeluarkan walau Waginem tak habis-habis meminta belas kasihan kepada pihak sekolah untuk meminta keringanan. Satu tahun setelah kelulusan Nanang, Endah, 16 tahun, kembali mengulang sejarah. Ijazahnya juga berada di “penjara” yang sama dengan kakaknya. Perkara yang sama dihadapi Endah. Tunggakan biaya sekolah sebesar ratusan ribu rupiah belum dapat dilunasi. Waginem, 55 tahun, orang tua Nanang dan Endah, hanya pasrah mendapati ijazah kedua anaknya tertahan di sekolah. Penghasilan-

Nanang (kanan) bersama ibunya, Waginem dan adiknya, Endah.

nya yang hanya 6.000 rupiah sehari dari hasil menjual bunga untuk keperluan ziarah tak mampu menutup tunggakan-tunggakan di sekolah anaknya tersebut. “Untuk membeli beras buat makan sehari-hari penghasilan saya tidak cukup. Belum lagi suami saya yang sakit diabetes dan darah tinggi, membuat saya harus bekerja sendiri menopang kehidupan ke-

ISTIMEWA

luarga,” ujar Waginem lirih. Hanya berbekal semangat untuk bertahan hiduplah Nanang dan Endah kemudian melakoni berbagai tawaran kerja kasar yang datang, mulai dari buruh bangunan, penutuk melinjo, hingga pembantu rumah tangga, demi membantu ekonomi keluarga. Baru pada 2010, ijazah yang tertahan tersebut berhasil dike-

luarkan dari sekolah. Melalui bantuan Kediri Woman Crisis Center (KWCC), lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perlindungan anak dan perempuan, penyelesaian ini pun dijembatani oleh Dinas Pendidikan dan DPRD setempat. “Miris rasanya mendapati ada sekolah bertindak tanpa peri kemanusiaan. Perilaku seperti ini tidak boleh dibiarkan,” tegas Yeti Nurhayati, Ketua Lembaga KWCC. Sekolah, terlebih lembaga pendidikan milik pemerintah, tidak sepatutnya menghambat berlangsungnya proses pendidikan hanya karena persoalan materi. Menurut Yeti, sistem pendidikan nasional belum berpihak pada si miskin. Sekolah seperti lembaga yang menjadi mesin pencetak kemiskinan baru. “Sebab banyak anak putus sekolah, karena alasan biaya, harapannya untuk dapat memperbaiki kehidupan keluarga dengan bekal ilmu yang dimiliki menjadi patah di tengah jalan,” tandasnya. � citra larasati/AR-1


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.