Edisi 354 - 04 Juni 2009

Page 16

16

BEDAH TELKO

Kamis 4 JUNI 2009

KORAN JAKARTA

®

Jasa Internet l Angka Perpindahan Pelanggan Melonjak hingga 37 Persen

SPEKTRUM BRTI Minta Natrindo Beri Penjelasan “Pulsa Siluman” JAKARTA - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendesak PT Natrindo Telepon Seluler (NTS) untuk mengklarifikasi pengiriman “pulsa siluman” ke pelanggannya pada awal pekan lalu. “NTS sebagai pemegang merek Axis harus menjelaskan ke pelanggan dan regulatornya terkait kasus tersebut. Jangan hanya berpromosi tetapi tidak memperhatikan kenyamanan pelanggan,” tegas anggota KRT BRTI Nonot Harsono, Rabu (3/6). Nonot menyarankan NTS mengambil langkah-langkah mengembalikan kepercayaan konsumen dengan mengembalikan pulsa dan memperbaiki kinerja jaringannya. “Jika pulsa dikembalikan itu akan menjadi promosi yang baik bagi perusahaan tersebut,” katanya. Sebelumnya, pada Senin (25/5) pekan lalu, sebagian dari sekitar dua juta pelanggan Axis mendapatkan “pulsa siluman” mulai dari 50 ribu sampai dengan 300 ratus ribu rupiah. Pelanggan yang senang, langsung memanfaatkan pulsa tersebut. Padahal, pulsa tersebut ternyata ditarik kembali dan pelanggan kemudian menggunakan pulsanya sendiri. “Kami akui banyak pelanggan Axis yang mendapat pulsa tiba-tiba. Kami tarik kembali karena ada kesalahan dari sistem,” kata Manager Corporate Communication NTS Ati Kisjanto. Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) meminta BRTI mengaudit jaringan NTS dan memberikan peringatan bagi operator yang sahamnya dikuasai oleh Saudi Telecom dan Maxis itu. dni/E-2

Industri Telekomunikasi Diminta Perhatikan Regulasi Akuisisi JAKARTA – Industri telekomunikasi diminta memperhatikan peraturan komisi tentang merger dan akuisisi dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hal tersebut bertujuan agar aksi korporasi yang diambil tidak dipermasalahkan di kemudian hari. “Industri telekomunikasi diperkirakan pada tahun ini akan banyak melakukan merger dan akuisisi. Diharapkan para pelaku usaha memperhatikan regulasi yang dikeluarkan pada pertengahan Mei lalu itu sebelum melakukan aksi merger. Pelaku usaha wajib melakukan pranotifikasi untuk dinilai sah atau tidak,” ujar Direktur Komunikasi KPPU A Junaidi kepada Koran Jakarta, Rabu (3/6). Dijelaskannya, pranotifikasi berlaku bagi badan usaha milik negara (BUMN), BUMD, dan usaha asing yang beroperasi dan berdampak pada pasar domestik jika aset hasil penggabungan melebihi 2,5 triliun rupiah atau omzet lima triliun rupiah atau menguasai pangsa pasar melebihi 50 persen. Hasil penilaian dari pranotifikasi adalah disetujui atau dibatalkan. Jika tidak ada pranotifikasi, KPPU bisa mengaji dan membatalkan suatu akuisisi. Di industri telekomunikasi, belum lama ini, Telkom membeli saham PT Elnusa sebesar 49 persen melalui anak perusahaan PT Multimedia Nusantara (Metra) di PT Infomedia Nusantara. Akibat aksi korporasi tersebut, Telkom menjadi penguasa di Infomedia. Infomedia adalah perusahaan yang bergerak di jasa informasi dan menguasai 55 persen pangsa pasar. VP Public and Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia mengatakan aksi itu adalah transaksi bisnis biasa dan sudah melalui kajian legal yang matang. Menanggapi hal itu, Junaidi meminta Telkom membaca kembali regulasi merger versi KPPU dan melakukan pranotifikasi. “Bisa jadi Telkom belum mengetahui adanya regulasi. Kami sendiri baru mendengar dari Koran Jakarta, karena itu ada baiknya dibaca dulu regulasi itu,” tandasnya. dni/E-2

» Kualitas Layanan

Menuju Akses Kecepatan Tinggi Tawaran akses Internet berkecepatan tinggi dari penyedia jasa Internet hanya sekadar janji. Aturan tentang kualitas layanan bagi pemain di layanan tersebut kini tengah disiapkan regulator.

H

asil penelitian lembaga riset Sharing Vision mengungkapkan bahwa konsep akses Internet menggunakan pola up to yang ditawarkan Penyelenggara Jasa Internet (PJI) sangat merugikan konsumen. Pola tersebut dianggap tidak memberikan jaminan layanan yang tegas. Konsep up to adalah akses Internet yang seolah-olah menjanjikan kecepatan tinggi, padahal susah sekali terealisasi. Misalnya, kecepatan yang dijanjikan adalah up to 1 Mbps, tetapi dalam realisasinya, kecepatan itu tidak pernah dirasakan pelanggan. Jika pelanggan melakukan keluhan terhadap kecepatan yang didapat, PJI akan berkilah sudah sejak awal mengingatkan akses yang ditawarkan adalah up to, bukan from to. Survei Sharing Vision sepanjang periode April 2007-2009 menunjukkan angka perpindahan pelanggan sekaligus nomor hangus terus naik, dari 14 persen menjadi 37 persen. Alasan utama naiknya nomor hangus adalah pelanggan merasa terkelabui dan kecewa dengan persoalan kecepatan akses. Sebelumnya, berdasarkan survei yang dilakukan lembaga riset Tenov, tarif akses Internet sekitar 128 rupiah per Kbps. Sedangkan rata-rata tarif Internet per 20 jam adalah 40 ribu rupiah. Sementara pada 2008, pelanggan fix broadband berkisar 600.000 pengguna dan mobile broadband 10.756.880 pengguna. Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) mengatakan masyarakat mengalokasikan dana lumayan besar, yakni 200 ribu hingga 500 ribu per bulan, untuk mengakses Internet. Sharing Vision meminta PJI meninggalkan konsep berjualan up to dan memilih from to layaknya di Australia. Lang-

DOK.KORAN JAKARTA

kah penetapan from to yang berlaku di Broadband Wireless Access (BWA) dengan meminta kecepatan mulai 256 Kbps layak diberlakukan untuk semua akses Internet menggunakan teknologi broadband lainnya. Ketidakberanian Penawaran up to yang dipertahankan para PJI dinilai menandakan tidak beraninya operator menyatakan kualitas layanan yang dapat dijanjikan. “Idealnya memang di era Web 2.0 kecepatan yang dibutuhkan minimal 256 Kbps untuk mengakses situs jejaring sosial,” ujar pengamat telematika dari Universitas Indonesia Riri Fitri Sari, Rabu (3/6). Menyikapi kondisi tersebut, regulator kini sedang menyiapkan aturan tentang kualitas layanan bagi PJI, dimulai dari penyelenggara broadband, apalagi yang menggunakan jaringan tertutup. “Masalahnya PJI berkilah mengatur kecepatan akses karena tergantung best effort. Bagi saya ini seperti pembangkangan tidak mau diatur,” tegas Anggota KRT Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi. Praktisi telematika Heru Nugroho menjelaskan masyarakat harus memahami bahasa

up to adalah sekadar siasat pemasaran dari PJI. “Sebenarnya kecepatan itu bisa dikalkulasi. Jika mau kecepatannya solid, harus dedicated, dan ini biasanya untuk pelanggan korporasi. Tetapi jika sharing seperti di pasar ritel, risikonya kecepatan maksimal tidak tercapai,” katanya. Heru meragukan konsep

»

Masalahnya PJI berkilah mengatur kecepatan akses karena tergantung best effort. Bagi saya ini seperti pembangkangan tidak mau diatur.

»

Heru Sutadi ANGGOTA KRT BADAN REGULASI TELEKOMUNIKASI INDONESIA (BRTI)

from to ditawarkan oleh PJI karena kalkulasi teknisnya lebih banyak merugikan secara komersial meskipun tidak ada penambahan investasi untuk menjalankan hal tersebut. Bagi penyedia jasa Internet, konsep from to bisa dijalankan, tetapi tidak menjual secara bahasa pemasaran. “Untuk ritel, PJI berjualan paket layanan, bukan bandwidth. Dan untuk

memikat pelanggan tentu wajar diberikan permainan katakata,” tutur Anggota Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) John Sihar Simanjuntak. APJII, menurut dia, tidak pernah menolak regulasi kualitas layanan yang ditawarkan oleh regulator. Masalahnya, masih wajarkah regulasi itu dikeluarkan di tengah persaingan bebas seperti sekarang? Regulator pun diharapkan mengetahui bahwa kualitas layanan adalah bagian dari layanan akses Internet. “Dan setiap PJI pasti memiliki strategi kualitas layanan masing-masing sesuai dengan target pasar,” katanya. Direktur Pemasaran Indosat Guntur S Siboro mengatakan masalah kualitas layanan sebaiknya diserahkan saja kepada pasar. “Jika tidak suka, tinggalkan saja. Indosat saja banyak dikomplain pelanggan dan akhirnya ditinggalkan. Tetapi itu memacu kami untuk meningkatkan pelanggan,” katanya. Tidak Mudah Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) mengakui tidak mudah memberikan kecepatan yang stabil bagi pengguna mobile

broadband mengingat jaringan nirkabel menggunakan teknologi sharing resources. Penggunaan teknologi tersebut membuat kapasitas yang ada digunakan secara bergantian dengan besarnya kapasitas yang harus diinstal ditentukan berdasarkan perhitungan statistik memakai asumsi jumlah dan distribusi pelanggan tertentu. Hal ini berbeda dengan wireline yang jaringan aksesnya dedicated. Semua itu menyebabkan jaminan untuk memberikan kecepatan tertentu untuk data service agak sulit dilakukan, kecuali jika margin kapasitas di semua lokasi cukup besar dan dapat menampung perubahan trafik yang mendadak. Margin kapasitas tersebut memerlukan investasi besar yang pada akhirnya bisa membebani pelanggan karena harga lebih tinggi. “Operator tentu saja selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi pengguna. Tetapi ada hal-hal yang membatasi, misalnya harga frekuensi 3G yang relatif mahal. Padahal frekuensi adalah resources utama untuk memberikan kapasitas yang cukup. Regulator harus pahami itu sebelum membuat regulasi kualitas layanan,” kata Sekjen ATSI Dian Siswarini. dni/E-2

Benang Kusut BlackBerry Tak Bertuan

D

KORAN JAKARTA/JULIARDI

Pengguna telepon seluler melintas di depan menara » BTS (Based Transciever Station) di Bekasi Timur, Jawa Barat. beberapa waktu lalu. Pembangunan BTS dilakukan operator untuk meningkatkan kualitas layanan.

Indosat-Bakrie Telecom Capai Kesepakatan JAKARTA - PT Indosat Tbk (Indosat) akhirnya mencapai kesepakatan dengan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dalam hal pembukaan interkoneksi bagi jasa Sambungan Langsung Internasional (SLI) 009 milik BTEL. “Telah dicapai kesepakatan dengan BTEL untuk pembukaan interkoneksi. Semuanya diselesaikan secara business to business (B2B) tanpa campur tangan regulator. Kesepakatan diambil berdasarkan aturan interkoneksi,” ujar Direktur Jabotabek & Corporate Sales Indosat Fadzri Sentosa di Jakarta, Rabu (3/6). Dikatakannya, penandatanganan perjanjian kerja sama akan diselenggarakan pada bulan ini juga. “Ini bukti Indosat tidak takut berkompetisi,” katanya. Secara terpisah, Direktur Korporasi Bakrie Telecom Rakhmat Junaedi mengakui telah tercapai kesepakatan dengan Indosat dan akan melakukan pembukaan interkoneksi pada pekan ketiga bulan ini. Sebelumnya, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai Indosat takut berkompetisi dengan BTEL dalam menyelenggarakan SLI karena menetapkan syarat melarang BTEL menjalankan tarif promosi setelah interkoneksi dibuka. dni/E-2

epartemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) akhirnya bersuara juga terkait fenomena diedarkannya BlackBerry di luar mitra Research in Motion (RIM), yaitu Telkomsel, XL, dan Indosat. Pemerintah menegaskan perangkat yang beredar dan dijual itu sah karena importir telah memenuhi persyaratan melakukan importasi alat atau perangkat telekomunikasi. Pemerintah malah balik menuding klaim para mitra RIM yang mengatakan 80 persen BlackBerry yang beredar di pasar adalah barang black market (BM) tidak benar. “Jika yang dihitung hanya punya tiga operator mungkin saja benar. Tetapi para importir ini juga berhak memasukkan barang tersebut karena telah memenuhi persyaratan dari pemerintah,” kata Juru Bicara Depkominfo Gatot S Dewo Broto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/6). Berdasarkan catatan, saat ini BlackBerry digunakan sekitar 300 ribu pelanggan. Semua mitra RIM mengakui 80 persen pengguna yang ada menggunakan barang BM karena para operator tersebut minim sekali mengimpor barang. Di luar mitra RIM, Depkominfo meminta penjualan BlackBerry memperhatikan regulasi yang ada. “Jika tidak diperhatikan, bisa saja dilakukan penghentian sementara waktu importasi atas produk tersebut sampai terpenuhnya persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.

KORAN JAKARTA/BRAM SELO AGUNG

PASAR BLACKBERRY I Konsumen mencoba produk Blackberry di gerai penjual BlackBerry di mal Ambassador, Jakarta, Rabu (3/6). BlackBerry yang diedarkan bukan oleh mitra RIM marak beredar. Gatot menegaskan gertakan itu bukan omong kosong karena pada tiga minggu lalu departemennya telah menerima permohonan baru dari RIM untuk memperoleh sertifikasi. Namun, terpaksa ditolak sampai dengan terpenuhinya persyaratan layanan purnajual. Keresahan akan keabsahan BlackBerry keluaran nonmitra RIM tentu tak bisa dilepaskan dari aksi perusahaan asal Kanada itu yang men-suspend (Personal Identification Number/ PIN) BlackBerry milik pengguna yang membeli bukan dari tiga operator yang ditunjuk.

Akibatnya, perangkat yang memiliki keunikan pada layanan Blackberry Internet Service (BIS) itu tidak bisa digunakan mengakses Internet atau chatting. Padahal tanpa BIS, BlackBerry tak ubahnya ponsel biasa yang hanya bisa digunakan untuk basic telephony (SMS dan Suara). Prematur Pengguna BlackBerry dari komunitas id-blackberry@ yahoogroups.com, Faizal Adiputra, menilai pemerintah prematur mengeluarkan pernyataan bahwa beredarnya BlackBerry di luar milik tiga

operator adalah sah karena belum memahami model bisnis yang dikembangkan selama ini oleh RIM. “Saya melihat sikap pemerintah ini prematur. Justru yang ditangkap oleh para pengguna BlackBerry adalah pemerintah melegalkan sesuatu yang ilegal. Sebaiknya memahami dulu model bisnisnya baru berbicara,” katanya, Rabu (3/6). Berdasarkan keterangan resmi dari para petinggi RIM, selama ini pola kerja sama yang dikembangkan untuk memasarkan perangkat di satu negara adalah selalu menggandeng para operator. Untuk Indonesia,

dalam hal ini adalah Telkomsel, Indosat, dan XL. Bahkan tak lama lagi Smart Telecom dan Axis akan menyusul. Pola ini diyakini banyak pihak sebagai upaya RIM untuk mengamankan BIS berjalan lancar karena operator tentunya memiliki backbone guna terhubung dengan server RIM. Hal ini karena hakikatnya yang dijual RIM adalah layanan BIS, bukan semata perangkat. Selain memasukkan barang, operator menjadi pick up point apabila handset mengalami masalah dan meneruskannya ke RIM. Sebagai prinsipal, RIM akan meminta sertifikasi perangkat A pada Depkominfo. Setelah itu diberikan ke operator yang menjadi rekanan agar bisa mengurus izin impor. “Hal yang aneh adalah RIM seharusnya memberikan izin sertifikasi perangkat yang diperoleh ke importir atau operator yang menjadi rekannya. Lantas kenapa ‘importir sah” menurut Depkominfo itu bisa mendapatkan sertifikasi pula?” kata sumber Koran Jakarta. Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengungkapkan sudah ada komunikasi dengan pihak RIM untuk mengklarifikasi pola bisnisnya. “Rencananya perwakilan RIM akan datang. Kami akan meminta kepastian tentang layanan purnajual atau masalah suspend PIN seperti yang terjadi belum lama ini. RIM harus bisa mengikuti aturan main di sini,” tegasnya. dni/E-2


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.