komunika 03 2008

Page 1


2

KomunikA satu kata Indonesia

BERANDA

Kenaikan Harga Minyak Dunia

Pemberdayaan Perempuan Harus Multisektoral

desain: ahass foto:sby.info, bf, net

muslim@yahoo.co.id

Hati-Hati Parkir Sembarangan Mulai Mei tahun ini warga Jakarta, atau mereka dari luar daerah yang membawa kendaraan pribadi harus ekstra sadar dan hati-hati

Ari Pegawai Swasta Jakarta Timur

Jalur Semarang-Rembang Rusak Parah Sejak terjadinya banjir yang melanda Jawa Tengah beberapa waktu lalu, Jalur Pantura Semarang-Rembang memang rusak parah. Sulit dilalui dengan nyaman untuk kendaraan. Waktu tempuh normal yang biasanya sekitar 2 sampai 3 jam sekarang bisa mencapai 5 sampai 6 jam dari Semarang ke Rembang. Tidak hanya jalannya yang berlubang, yang lebih parah adalah debu yang sangat tebal. Jarak pandang kendaraan tidak mencapai 100 meter. Jika tidak segera ditangani akan sangat membahayakan pengendara kendaraan bermotor, belum lagi kesehatan warga yang tinggal sepanjang jalur pantura tersebut. Semoga pemerintah provinsi dapat memperhatikan gangguan jalan utama perekonomian ini. Yuri Yogyakarta

Mau kirim surat pembaca? Kirim saja ke alamat redaksi, faksimil, atau melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info

foto:insan

Harus diakui, Indonesia telah mencapai kemajuan dalam meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender, terutama di bidang pendidikan. Hal ini dapat dibuktikan, antara lain dengan semakin membaiknya rasio partisipasi pendidikan dan tingkat melek aksara penduduk perempuan terhadap penduduk laki-laki. Keberhasilan lainnya adalah meningkatnya kontribusi perempuan dalam sektor non-pertanian, dan meningkatnya partisipasi perempuan di bidang politik dan lembaga legislatif. Namun demikian, beberapa masalah terkait dengan pemberdayaan perempuan masih menghadang di depan mata. Rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan, banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender atau bahkan diskriminatif terhadap perempuan, dan lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender, masih menjadi batu sandungan hingga kini. Dengan kata lain, kesenjangan gender masih terjadi di negara kita. Budaya patriarki yang dianut sebagian besar suku di Indonesia sangat tidak kondusif bagi gerakan pemberdayaan perempuan. Kendati demikian, justru dalam kondisi yang tidak ideal itulah eksistensi pemberdayaan perempuan perlu dimunculkan. Bukankah Indonesia masa depan membutuhkan ibu-ibu yang cerdas dan pandai untuk meredam berbagai permasalahan yang bermula dari rumah tangga seperti gizi buruk, muntaber dan lain-lain? Selama ini, perempuan masih cenderung dianggap sebagai the second sex setelah lelaki. Posisi perempuan berada pada subordinat, sebaliknya lelaki pada superordinat. Imbasnya, peran perempuan lebih ditekankan pada urusan domestik seperti melahirkan dan merawat anak, mengurus rumahtangga, dan kegiatan dalam rumah lainnya. Sementara lelaki lebih aktif dalam kegiatan produktif dan sosial kemasyarakatan, termasuk di bidang ekonomi, politik, pendidikan dan kesehatan. Dalam empat bidang terakhir, peran perempuan dianggap kurang atau bahkan tidak penting, sehingga perempuan lebih diposisikan sebagai objek ketimbang subjek. Seiring dengan gerakan pengarusutamaan gender, ke depan keadaan yang tidak memihak kaum perempuan tersebut harus diubah. Peran perempuan secara gradual harus diseimbangkan dengan lelaki, bukan hanya di sektor pendidikan namun di seluruh sektor. Tantangan yang dihadapi dalam rangka menghapuskan kesenjangan gender antara lain adalah bagaimana meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di segala bidang pembangunan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pengambilan keputusan. Revisi peraturan perundang-undangan yang bias gender atau diskriminatif terhadap perempuan juga harus segera dilakukan. Di samping itu perlu meningkatkan kesempatan kerja dan partisipasi perempuan dalam pembangunan politik, serta melaksanakan strategi pengarusutamaan gender di seluruh tahapan pembangunan dan di seluruh tingkat pemerintahan baik nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional pun mengamanatkan "pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing”. Hal itu berarti, proses pembangunan nasional mulai dari hulu hingga hilir, harus mempertimbangkan kesetaraan gender. Anggaran yang sensitif gender dapat diwujudkan dengan mengajukan berbagai pertanyaan terhadap suatu perencanaan. Pertanyaan tersebut antara lain, apakah sebuah perencanaan sudah merefleksikan kebutuhan perempuan dan kebutuhan laki-laki, apakah perencanaan tersebut telah disusun dengan menggunakan data terpilah sehingga keseimbangan gender terwujud, dan sebagainya. Apabila indikator-indikator pengarusutamaan gender ini sudah teridentifikasi, maka rencana kegiatan tersebut layak dianggarkan (didanai). Pengarusutamaan gender di seluruh bidang dan kegiatan pembangunan memang harus dimulai dari penyusunan kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik, meningkatkan taraf pendidikan dan layanan kesehatan serta bidang pembangunan lainnya untuk mempertinggi kualitas hidup perempuan. Selain itu, menyempurnakan perangkat hukum untuk melindungi perempuan dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Terakhir, memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, pemenuhan komitmen-komitmen internasional, serta peningkatan partisipasi masyarakat. Budaya patriarki memang tidak bisa dihilangkan secara radikal, akan tetapi bisa direduksi dengan meningkatkan kualitas perempuan secara internal dan melibatkan mereka lebih intens dalam dunia yang selama ini dianggap sebagai “ranah lelaki”. Dengan pemberdayaan perempuan melalui peningkatan peran secara multisektoral, diharapkan kesenjangan gender yang selama ini masih terjadi di Indonesia secara perlahan-lahan dapat dieliminasi. (g)

Krisis minyak internasional secara tidak langsung juga berimbas ke kehidupan sehari-hari sebagian besar rakyat Indonesia, terutama mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Dalam kondisi normal saja, saat ini harga kebutuhan sehari-hari naik akibat tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Saya tidak bisa membayangkan jika harga kebutuhan pokok harus mengalami kenaikan kembali. Banyak pengamat menilai bahwa ada salah sasaran dalam kebijakan subsidi BBM yang sebenarnya untuk rakyat menengah ke bawah. Seharusnya masyarakat miskin yang menikmati akhirnya malah sebagian besar yang tidak seharusnya disubsidi malah mengambil hak yang mendapat subsidi. Rakyat kebanyakan yang miskin pada akhirnya semakin terpuruk. Harusnya mereka yang mengambil hak orang miskin itu diberikan hukuman yang membuat mereka jera. Petugas pemerintah di lapangan pun harus benar-benar memperhatikan supaya program subsidi ini tepat sasaran. Saya memang sepakat dengan tujuan pengurangan subsidi atas BBM tapi kompensasi yang diberikan kepada rakyat miskin harus tepat sasaran. Mungkin ini bisa menjadi perhatian pemerintah dan semua lapisan masyarakat. Bagaimanapun subsidi tetap dibutuhkan oleh masyarakat miskin, dan seharusnya masyarakat yang berpendapatan tinggi pun dapat mensubsidi masyarakat bawah, atau minimal bisa membantu berhemat penggunaan BBM. Rasanya semua rakyat miskin pasti tidak mampu memikul beban kenaikan BBM jika itu memang harus sementara pendapatan yang mereka terima cenderung tetap.

agar tidak memarkir kendaraannya di sembarang tempat. Pasalnya, Dinas Perhubungan menerapkan aturan ketat bagi para pelanggar rambu dilarang parkir. Jika melanggar akan ditilang dan roda kendaraan akan digembok! Harapan kita peraturan itu bisa menertibkan pinggir jalan yang seharusnya untuk pejalan kaki akan tetapi digunakan sebagai lahan parkir. Namun, di sisi lain, sebagai warga masyarakat kita harus tegas pula jangan sampai membuat program seperti itu menjadi lahan pencarian uang oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Bisa memulainya dengan tertib dari diri sendiri untuk tidak "bayar sogokan". Di ibukota negara, ke depan, pemerintah menurut hemat saya juga harus mempertimbangkan keberadaan lahan parkir resmi, karena saat ini dirasakan lahan parkir tidak sebanding dengan jumlah kendaraan.

Dirjen Minyak dan Gas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Luluk Sumiarso memaparkan ada tiga langkah untuk mengurangi subsidi BBM yakni pengurangan pemakaian BBM jenis tertentu, pemilihan harga patokan BBM yang tepat, dan rasionalisasi harga jual BBM. ”Rasionalisasi harga jual atau menaikkan harga BBM adalah upaya terakhir pemerintah,” kata Luluk dalam Konferensi Pers “Pengaruh Kenaikan Harga Minyak Dunia terhadap Perekonomian Indonesia” di Departemen Komunikasi dan Informatika, Jum’at (25/4). Selain Luluk, acara dihadiri pula Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio, pakar perminyakan Dr. Kurtubi (Direktur Center for Petroleum and Energy Economic Studies/CPEES), pakar ekonomi Dr. Aviliani (Direktur Institute for Development of Economics and Finance/Indef).

Diterbitkan oleh: DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Prof. Dr. Moh Nuh, DEA (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Dr. Suprawoto, SH. M.Si. (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Drs. Bambang Wiswalujo, M.P.A.(Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Drs. Supomo, M.M. (Sekretaris Badan Informasi Publik); Drs. Ismail Cawidu, M.Si. (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); H. Agus Salim Hussein, S.E. (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Drs. Sofyan Tanjung, M.Si. (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Drs. Sugito. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Dra. Fauziah; Drs. Selamatta Sembiring, M.Si.; Drs. M. Abduh Sandiah; Mardianto Soemaryo. Reporter: Suminto Yuliarso; Dimas Aditya Nugraha, S.Sos; Hendra Budi Kusnawan, S.S; Koresponden Daerah: Amiruddin (Banda Aceh), Arifianto (Yogyakarta), Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Supardi Ibrahim (Palu), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Leonard Rompas. Desain: D. Ananta Hari Soedibyo. Pracetak: Farida Dewi Maharani, Amd.Graf, S.E. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail: komunika@bipnewsroom.info Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.


3

Edisi 3/Tahun IV/Mei 2008

POLHUKAM

pendapatan masyarakat," ujarnya. dan turut membangun daerahnya," tulis kolumnis Agusti Anwar suatu ketika.

Senyum membuncah dari wajah orang nomor satu di Kabupaten Sidoarjo itu. Meski ada beberapa masalah yang belum tuntas terselesaikan, namun pekerjaan rumah terbesar di pundaknya untuk mengembangkan Sidoarjo perlahan namun pasti diselesaikan, "Tak banyak yang bisa saya lakukan sendiri, ini semua berkat kerja keras semua warga Sidoarjo," tutur Win Hendrarso mengomentari capaian pembangunan di Sidoarjo, Jawa Timur yang juga menjadi rujukan di beberapa daerah di Indonesia. Kerja keras, itulah inti dari keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dua belas tahun lalu. Sidoarjo mungkin satu contoh daerah yang bisa optimistis memandang kebijakan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan kualitas kehidupan warganya. Ada banyak daerah lain yang bisa tersenyum melihat perubahan yang bisa dirasakan langsung oleh warga sebagai dampak kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan otonomi daerah memang pembangunan semakin giat melebar meluas ke berbagai wilayah, "suasana memang sudah lain, saat ini di Riau tampaknya putra daerah telah memetik banyak manfaat, termasuk diajak ke kancah perpolitikan lokal

Masih Timbulkan Ekses Penilaian lain diberikan Gubernur Sumatera Utara Rudolf M. Pardede. Sejak digulirkannya pelaksanaan otonomi daerah pada tahun 1996, sampai kini keberadaanya masih menimbulkan berbagai ekses atau dampak negatif. "Masih ada kecenderungan meningkatnya biaya ekonomi bagi investasi, dan belum sinkronnya pelaksanaan pembangunan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota," jelasnya. Menurut Rudolf pada peringatan HUT ke12 Otonomi Daerah, di kantor Medan (25/ 4), selain berdampak pada peningkatan biaya ekonomi bagi investasi, otonomi daerah juga mengakibatkan persoalan di bidang koordinasi antarsusunan pemerintahan. “Pada tahun 2004 lalu, UU No. 22 Tahun 1999 kembali disempurnakan dengan munculnya UU No. 32. Dan sekarang ini juga ada beberapa bagian yang disempurnakan, dimana fokusnya menekankan pada demokrasi pemilihan kepala daerah langsung dan penataan susunan pemerintahan,” ujar Gubernur Sumatera Utara. Meski demikian, Rudolf mengakui seiring perjalanan otonomi daerah, telah banyak program pembangunan yang dilaksanakan. Bahkan, Provinsi Sumatera Utara yang saat terbentuknya hanya 18 kabupaten, kini berkembang menjadi 21 kabupaten dan 7 kota. "Pengembangan daerah ini dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pembangunan dan peningkatan

sebagai fasilitator, sehingga kegiatannya dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri," jelas Kepala Badan Komunikasi dan Informatika Kota Bandung, drg. Bulgan Alamin. Tak urung hal itu membuat delegasi Malaysia berdecak kagum dan mengundang KIM Sukabungah untuk bertandang ke Malaysia. ”Saya undang, KIM Sukabungah ini untuk melawat ke Negeri Malaysia, supaya kita bisa saling bertukar pengetahuan dan dapat meningkatkan kerjasama kita,” ujar Dato H. Abdullah Murat.

Udara yang panas tak membuat gerah warga Kelurahan Sukabungah, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung untuk berkumpul di balai kelurahan. Suasana mendung pun tak menyurutkan niat untuk menyambut kedatangan Delegasi Kementerian Penerangan Malaysia yang dipimpin Dato H. Abdullah Murat, Ketua Pengarah Jabatan Penerangan Malaysia, Selasa (15/4) lalu. Rombongan dari Malaysia itu secara khusus ingin melihat aktivitas Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Kelurahan Sukabungah. Sebuah inisiatif yang digagas warga Sukabungah untuk meningkatkan nilai tambah teknologi informasi dan komunikasi. Betapa tidak, melalui KIM yang bermula dari obrolan warung itu ternyata kini ibuibu bisa menjual beragam hasil kerajinan dan juga menimba banyak ilmu melalui internet. "Kegiatan KIM yang ada seperti di Kelurahan Sukabungah merupakan prakarsa dari masyarakat itu sendiri, pemerintah hanya

Komuniti Bestari Menurut Dato. H. Abd. Murat KIM yang ada di Indonesia konsep dan falsafahnya serupa dengan Komuniti Bestari di Malaysia yang berjumlah 1094. Di mana asalnya bernama K3P (Kumpulan Pendengar, Penonton, dan Pembaca). ”Mungkin K3P ini kalau di Indonesia adalah Kelompecapir, yang sekarang telah berubah wajah dan nama menjadi Kelompok Informasi Masyarakat,” tuturnya. KIM dan Komuniti Bestari menurutnya mempunyai nilai yang sama, yang lebih penting lagi bagaimana meningkatkan kerjasama di antara ke dua negara, dan melakukan kunjungan kerjasama bukan hanya yang resmi dari unsur pemerintahnya saja tetapi juga unsur masyarakat yang tergabung dalam KIM itu sendiri. Walikota Bandung dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Badan Komunikasi dan Informatika, mengemukakan dengan adanya kunjungan dapat memberikan hikmah bagi Kementerian penerangan Malaysia maupun bagi pemerintah dan Warga Kota Bandung. ”Bukan hal yang tidak mungkin, kunjung-

Tak Perlu Cemas Secara konseptual, tujuan otonomi daerah adalah untuk mengurangi beban pemerintah pusat dalam bidang urusan pelayanan kepada masyarakat, agar tercapai pelayanan masyarakat yang efektif dan efisien, penggunaan sumberdaya yang lebih efisien, pemantapan perencanaan pembangunan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan peningkatan persatuan dan kesatuan, serta lebih meningkatkan demokrasi di tingkat lokal. Selama dua belas tahun penerapan otonomi daerah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun masih menilai belum berjalan baik sesuai yang diharapkan. ''Kalau saya ditanya apakah otonomi daerah sudah berjalan baik? Jawabnya, belum,'' kata Presiden dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-12 Otonomi Daerah yang digelar di Kabupaten Tanah Bambu, Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu. Presiden tak menjelaskan alasan penilaiannya itu. Namun, ia meminta semua pihak tidak merasa cemas pada kenyataan yang dikatakannya tersebut. Menurut dia, pelaksanaan otonomi daerah memang membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mencapai bentuknya yang terbaik. ''Negara lain juga begitu, perlu belasan atau puluhan tahun,'' tandasnya. Menurut Presiden, otonomi daerah diberikan dengan maksud untuk menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan kualitas demokrasi. Melalui otonomi daerah, pelayanan masyarakat pun diharapkan lebih cepat dan baik. Masyarakat bisa lebih aktif berpartisipasi dan bahkan ikut memutuskan kebijakan di daerahnya. ''Dengan otonomi daerah,

an ini akan menjadi titik awal membangun kerjasama yang lebih luas antara Kementerian Penerangan Malaysia dengan pemerintah dan warga Kota Bandung, khususnya di bidang pengembangan teknologi informasi,” ujarnya. Kelanjutan MoU Kunjungan delegasi Malasyia ke Sukabungah merupakan salah satu kegiatan dalam tiga hari kunjungan resmi ke Indonesia. Kunjungan ini sendiri merupakan bagian kelanjutan dari perjanjian kerjasama antara Departemen Penerangan Malaysia dengan Departemen Komunikasi dan Informatika untuk mengembangkan kesepahaman antar negara di bidang komunikasi dan informasi. Sehari sebelumnya, delegasi telah diterima Menteri Komununikasi dan Informatika di Gedung Depkominfo Jalan Medan Merdeka Barat sehari sebelumnya. "Kami berharap bahwa Malaysia dan Indonesia bisa membangun saling kesepahaman, dengan demikian akan terbentuk saling menghargai dan saling percaya dan pada akhirnya masing-masing pihak bisa saling diuntungkan dalam kerjasama itu," tegas Menkominfo dalam sambutannya. Dalam kesempatan itu pula, delegasi Malaysia menyampaikan perkembangan terkini mengenai berbagai kebijakan pemerintah Malaysia di bidang kegiatan komunikasi dan informasi terkini. Apresiasi delegasi Malaysia juga diberikan atas kehidupan pers yang demokratis di Indonesia saat ini," kami dari Malaysia juga tengah mengembangkan hal yang telah dilakukan Indonesia tersebut," kata Dato HA Murat. (m)

pimpinan harus kreatif dan inovatif untuk menciptakan daya saing masing-masing,'' imbuh Presiden. Dengan otonomi daerah pula, Presiden melanjutkan, kepala daerah tak hanya berfungsi sebagai administrator. Kepala daerah dituntut untuk menjadi inovator yang mampu menguasai ekonomi, dunia usaha, dan mengerti peluang. ''Mari dengan niat baik, kita terus sempurnakan otonomi daerah,'' ajaknya. Momentum Evaluasi Peringatan otonomi daerah juga dilakukan Pemerintah Kota Medan. Walikota diwakili Sekda Drs H Afifuddin Lubis MSi mengatakan, peringatan ini sangat penting sebagai momentum untuk melakukan evaluasi sejauh mana pelaksanaan semangat dan amanat otonomi daerah sebagaimana tertuang di UU No. 32/2004. "Kita memang harus telah menyikapi semangat otonomi daerah berlandaskan kinerja atas filosofi UU No. 32/2004, yaitu mengembangkan semangat demokratisasi dan upaya dalam rangka meningkatkan pelayanan publik,” ujarnya. Namun, lanjutnya, masih banyak yang harus dilakukan, terutama memperluas upaya dan program pembangunan guna mewujudkan pelayanan publik yang lebih prima, serta terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan demokratis. Memang otonomi daerah dan desentralisasi bukanlah tujuan, tetapi sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/2000 disebutkan bahwa kebijakan otonomi daerah diarahkan kepada pencapaian peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat, keselarasan hubungan antara Pemerintah dengan Daerah dan antar daerah dalam kewenangan dan keuangan, untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah. Tugas Bersama Permasalahan mendasar saat ini dihadapi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah menanggulangi kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan dan pengangguran bukanlah permasalahan statistik atau angka, melainkan persoalan yang menyangkut kondisi kehidupan rakyat. Melalui desentralisasi dan otonomi daerah, diharapkan koordinasi kebijakan baik secara horisontal maupun secara vertikal dapat berjalan lebih baik. "Pilihan yang bijak memang strategi dan kebijakan dasar pembangunan ekonomi “pertumbuhan disertai pemerataan” atau growth with equity. Pilihan strategi dan kebijakan ini merupakan koreksi dan perbaikan dari pelaksanaan pembangunan yang dijalankan selama ini, yang kenyataannya lebih berorientasi kepada pertumbuhan ketimbang pemerataan," ingat Presiden Yudhoyono dalam pidato di depan anggota Dewan Perwakilan Daerah beberapa tahun lalu. Inilah tugas pokok ke depan realisasi kebijakan otonomi daerah. Bagaimana memastikan prioritas pembangunan benar-benar diarahkan kepada peningkatan pertumbuhan, pengelolaan inflasi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan pengurangan kemiskinan. Semua pihak memang harus berperan secara aktif dan proporsional, agar keadilan dan pemerataan ekonomi ini dapat diwujudkan. "Saya sungguh berharap para Gubernur, Bupati dan Walikota dapat membangun kemitraan dengan dunia usaha, termasuk peningkatan investasi baik dari dalam maupun dari luar negeri, agar dunia usaha tumbuh di daerahnya masing-masing," harap Presiden suatu setahun yang lalu. (m/berbagai sumber)


4

KomunikA satu kata Indonesia

PEREKONOMIAN

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Sinergi Pemberdayaan Masyarakat Keriput kulit ibu tua itu seolah menyembunyikan gurat kegembiraan di wajahnya. Betapa tidak, hari ini ia menerima langsung bantuan dari tangan orang nomor satu di negeri ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sepanjang hidupnya ibu tua asal Magelang itu mungkin tak pernah beranganangan bisa bertemu muka dengan Presiden. Akan tetapi bantuan lewat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mungkin akan lebih bermanfaat bagi sang ibu dan rakyat miskin lain yang masih ada di seluruh Indonesia. PNPM Mandiri adalah salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguraan dan kemiskinan. "Program ini ditempuh dalam tiga langkah, yaitu dengan menyediakan "ikan" bagi masyarakat yang benar-benar sudah tidakberdaya. Kedua, menyediakan "kail" bagi masyarakat agar mereka bisa memberdayakan diri sendiri, dan yang terakhir adalah pemberian Kredit Untuk Rakyat (KUR)," kata Presiden Yudhoyono di Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, awal Mei lalu saat menyerahkan PNPM Mandiri untuk masyarakat. Intervensi Taktis Pemerintah menargetkan angka kemiskinan tinggal 10 persen saja pada 2009, sehingga sekitar 8-10 juta orang yang saat ini miskin akan diupayakan tidak lagi miskin. Sedangkan jumlah pengangguran ditargetkan turun menjadi 5,1 persen. Sementara itu, jumlah keluarga miskin

dan mendekati, menurut perhitungan pemerintah saat ini masih sebanyak 15,8 juta. Dengan asumsi setiap keluarga terdiri dari 4 orang, maka jumlah penduduk miskin dan mendekati miskin sebanyak 63,2 juta atau 28,7 persen dari total jumlah penduduk. "Apapun yang dilakukan pemerintah di bidang ekonomi harus dirasakan oleh masyarakat. Program ini merupakan pemberdayaan masyarakat, sebagai jembatan dari makro ke mikro," kata Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Boediono. PNPM Mandiri dicanangkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono di Palu, Sulawesi Tengah, 30 April tahun lalu. Program nasional ini menyelaraskan dan mengharmoniskan berbagai program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang saat ini tersebar di 21 kementerian dan lembaga. Selain PNPM Mandiri, Presiden juga meluncurkan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 5 November 2007 sebagai upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan. Berkelanjutan PNPM ini, merupakan program berkelanjutan yang telah dilakukan uji coba di beberapa daerah, pada tingkat kecamatan di tahun 2007 lalu. Pada tahun ketiga diharapkan akan mencakup seluruh kecamatan di Indonesia. Inti dari program ini adalah proses pengambilan keputusan di tingkat desa, oleh penduduk di desa. "Jadi proses kebijakan oleh

mereka sendiri. Pemerintah tidak menentukan uang untuk apa, kapan, oleh siapa. Semuanya ditentukan oleh musyawarah desa itu sendiri, pemerintah hanya sediakan uang dan pendampingan. Menko Kesra Aburizal Bakrie menambahkan sebelumnya program PPK dan P2KP hanya sampai 2008 dan 2011. Namun, karena ada peningkatan baik dana maupun program maka diharapkan tetap berlanjut, untuk PPK hingga 2009 dan P2KP hingga 2015. Pendanaan progam itu, kata Aburizal, termasuk dalam anggaran penanggulangan kemiskinan. Anggaran itu pada 2005 lalu sebesar Rp22 triliun, pada 2006 Rp42 triliun tahun lalu Rp51triliun. "Mengingat jumlahnya besar

Jimah (55th) bukan wanita perkasa, kendati beban seberat 50 kg sering naik turun ke gendongannya. Ia melakukan “angkat berat” itu bukan untuk olahraga, akan tetapi demi tegak ekonomi rumahtangga dan kelangsungan sekolah putra-putrinya. “Di gendongan ini terletak masa depan anak-anak saya,” ujarnya. Sudut Pasar Beringharjo, Yogyakarta, belum terang tanah. Akan tetapi, peluh telah menitik di kening Jimah. Saat ditemui komunika pukul 05.45 di dalam pasar tradisional legendaris terbesar di Yogya itu, Jimah sedang istirahat di sebuah los yang belum dibuka oleh pemiliknya. “Sejak jam lima tadi saya dapat borongan menurunkan beras satu kol (pikap bak terbuka—Red),” ujar nenek dua cucu ini sambil mengunyah getuk (makanan dari singkong) yang ia bawa dari rumah. Sebagai buruh gendong, “jam kerja”-nya memang jauh lebih pagi ketimbang jam bangun matahari. Pukul 04.00 dinihari, bisa dipastikan ia telah berjalan kaki dari kampungnya di belakang Stasiun Tugu menuju pasar Beringharjo, sejauh sekitar 1 km. Bekalnya cuma selendang gendong tua berwarna merah hati, sebuah termos kecil berisi teh manis, dan getuk yang biasa disantapnya sebagai menu sarapan pagi. Tepat setelah azan subuh berkumandang, ia bersama kawan-kawan seprofesi sudah siap menunggu di pintu pasar. Begitu datang truk atau pikap bak terbuka membawa barang dagangan, ia mendekat. Tanpa banyak tanya, ia langsung mengangkat karung-karung dan barang-barang dagangan itu ke kios-kios di dalam pasar. Jimah sudah hafal benar, barang itu milik siapa dan harus diletakkan di mana. Maklum, setiap pagi— selain Minggu pagi—selama 20 tahun, ia ber-

sama rekan-rekannya melakukan hal yang sama, sehingga sudah menjadi mitra tetap bagi para pedagang pasar Beringharjo. Dari ongkos sebagai buruh gendong itu, hingga menjelang tengah hari, Jimah bisa mengantongi uang Rp10 – 20 ribu. “Kadang kalau lagi ramai ya bisa Rp 30.000. Tapi saya nggak mau kerja secara berlebihan. Jam 10.00 saya pasti sudah berhenti. Lebih dari itu, saya bisa kelenger (mau pingsan—Red), maklum balung tuwo (tulang tua—Red ),” imbuhnya sambil tertawa lepas. Jika dihitung, penghasilannya sebulan memang tak lebih dari Rp600 ribu. Sangat tidak sebanding dengan tenaga yang harus dikuras, lebih-lebih untuk perempuan seusianya. “Namun harus bagaimana lagi, hanya dengan begini saya dapat menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak,” kata perempuan yang tidak lulus SD ini. Jimah, yang suaminya hanya pekerja serabutan, punya empat orang anak. Dua anak lelakinya telah menikah, sedangkan dua anak perempuannya masih sekolah di SMP dan SMK. “Yang masih sekolah itulah yang makan banyak duit. Tapi tak apalah, namanya juga demi masa depan, saya ikhlas menjalani profesi sebagai buruh gendong ini,” sambungnya. Selain membiayai sekolah anak-anaknya, kebutuhan rumahtangga lain seperti makan, membayar listrik dan air minum, membayar kontrakan, semua ia tanggung sendiri. “Maka

kalau sehari saja saya sakit, ekonomi keluarga langsung kalang kabut,” imbuhnya, seraya bersyukur masih dikaruniai kesehatan di usianya yang tak lagi muda. Jimah adalah tipe pekerja keras yang tak pernah mengeluhkan kondisi yang dialaminya. “Hidup itu sudah ada yang ngatur. Saya narimo ing pandum, menerima apa yang telah diberikan Tuhan kepada saya, tapi saya tak pernah berhenti berusaha. Mungkin sudah takdir saya harus jadi buruh gendong sepanjang masa, ya tidak mengapa. Saya tetap bersyukur, meskipun penghasilan sangat mepet tapi masih bisa menyekolahkan anak. Itu yang penting bagi saya.” Ia memang sangat getol mendorong anak-anaknya untuk belajar secara serius. “Biar anak-anak saya jadi ‘orang.’ Saya tidak ingin mereka jadi buruh gendong seperti saya atau seperti bapaknya yang tak punya pekerjaan tetap. Anak saya harus sukses, dan jalan sukses adalah melalui pendidikan.” Lugas dan sederhana, namun setidaknya Jimah telah mengajarkan kepada kita bahwa hidup adalah perjuangan yang harus dilakukan secara optimistis. Ya, kita harus senantiasa berusaha agar menjadi bagian dari pemecahan masalah, bukan sebaliknya justru menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Dan Jimah, telah menyadari hal itu sejak 20 tahun lalu! (gunarjo@bipnewsroom.info)

sekali, maka tahun ini kita harapkan 2008 program ini akan bisa dikoordinasikan," kata Aburizal. Sinergitas PNPM Mandiri dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) di tingkat pusat. Sementara di tingkat daerah (provinsi/kabupaten/kota), dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD). "Tahun 2008, PNPM mengelola dana sekitar Rp13 triliun dari enam program penanganan kemiskinan," kata Deputi Koordinator Penanggulangan Kemiskinan Menko Kesra, Sujana Royat di Jakarta, akhir April lalu.. Dia mengatakan, pada 2009 semua program penanggulangan kemiskinan yang saat ini tersebar di berbagai departemen dan lembaga bisa dikumpulkan dalam satu wadah yakni PNPM Mandiri. "Tahun depan ditargetkan 51 program semuanya masuk ke PNPM, sehingga dana yang dikelola mencapai Rp58 triliun," ujarnya. Sujana menambahkan, pelaksanaan program tetap dilakukan oleh departemen masing-masing, tapi di tingkat perencanaan disusun secara bersama-sama dan terkoordinasi. Tak Bisa Tidak "Pengurangan angka kemiskinan merupakan program pemerintah yang tidak bisa ditawar-tawar. Dan kami sangat serius untuk melakukannya,'' kata Menko Kesra, Aburizal Bakrie saat membuka Temu Nasional PNPM Mandiri di Jakarta, jelang akhir April lalu. Temu nasional itu dihadiri sekitar 500 peserta yang terdiri dari berbagai unsur, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun kelompok perwakilan masyarakat. Untuk mengoptimalkan hal itu, ujarnya, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kemenko Kesra dengan setiap departemen melakukan koordinasi melalui tiga kluster program, diantaranya bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. "Dananya tidak melalui propinsi dan kabupaten tetapi langsung diberikan dari pemerintah pusat dalam hal ini departemen keuangan kepada kelompok masyarakat, dengan mengusulkan suatu program yang dibutuhkan untuk desa bersangkutan," katanya. Dengan demikian kegiatan ekonomi dapat berkembang, dan terbentuk pula lapangan pekerjaan. Sementara mengenai skala perencanaan dan pemilihan desa dilakukan dan dievalausi bersama oleh seluruh departemen.''Pemerintah buat program pengentasan kemiskinan yang dilakukan dengan sistematis bukan untuk mempersiapkan pemilu di tahun 2009, namun supaya program tersebut dapat diukur,'' paparnya. Benar juga, agar guratan senyum bahagia bisa mengalahkan guratan kesedihan di (m) wajah rakyat yang masih miskin.


5

Edisi 3/Tahun IV/Mei 2008

KESRA

TESA 129

Tak Hanya Berbunyi Kring! Kriiiing!!!! “Selamat pagi, Telepon Sahabat Anak 129, ada yang bisa kami bantu…”. Nada bersahabat terucap dari bibir sosok berjilbab. Tak berapa lama, di ujung telepon mulai terdengar suara anak perempuan yang bercerita, bahasa gaulnya curhat. Sang operator dengan seksama mendengarkan sambil sesekali mengetikkan beberapa detail melalui keyboard di hadapannya. Helaan nafas, ungkapan singkat “ya” dan gumam kadang terdengar dari bibir Winda (20 th), sang operator. Tak jarang beberapa pertanyaan keluar untuk mengkarifikasi cerita di ujung telepon. Sepuluh menit berlalu, telepon ditutup dengan salam khas Winda dengan iringan senyum. Terima kasih, Selamat Siang.... Sejurus kemudian, Winda merapikan tulisan di layar komputer dan menyimpannya di folder TESA 129. Bagi Winda dan sekitar 40-an relawan dari berbagai universitas, menerima telpon,

mendengarkan berbagai keluhan serta memberikan informasi yang dibutuhkan penelepon menjadi aktivitas rutin sejak 20 September lalu. Di salah satu sudut ruangan media center Depkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, aktivitas pelayanan call center kembali bergairah. Winda dan para relawan bergantian menjadi penjaga gawang layanan telepon bagi anak, TESA 129. “Melalui layanan ini anakanak bisa mengadukan berbagai perlakuan yang tidak mengenakkan dari orang di sekitarnya atau sekadar curhat,” tutur Winda, mahasiswi Fakultas Psikologi sebuah perguruan tinggi negeri ternama di Jakarta. “Senang juga sih bisa bantu anak-anak untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Kita hanya menjadi pendengar dan memberikan beberapa alternatif penyelesaian yang bisa mereka pilih,” cetus Anggi (20 th)yang pagi itu sedang bertugas jaga dari pukul 8 pagi hingga pukul 1 siang bersama dengan Winda. Selain masalah jatuh cinta, curhat atau masalah sekolah, beberapa telepon yang masuk sudah ada kisah yang yang cukup mencengangkan. “Seorang penelepon berusia 16 tahun bertanya bagaimana mengatasi keinginannya untuk berhubungan seks dengan teman dekatnya,” kata Keke, (20 th) relawan yang menggantikan Winda berjaga dari pukul 1 siang hingga 4 sore. Kisah para relawan yang melayani konseling dan permintaan informasi melalui telepon itu paling tidak menggambarkan kompleksitas permasalahan anak-anak jaman sekarang.

Keberadaan TESA 129 merupakan hasil kerjasama antar tiga departemen, yaitu Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Sosial dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, dengan Telkom dan Plan Indonesia. Namun demikian, konsep dasar TESA 129 adalah pelayanan informasi dan rujukan atau refferal system. Sistem ini merupakan upaya untuk memadukan penanganan permasalahan anak. Namun pelayanan TESA tidak hanya seba-tas pada menerima sambungan telepon untuk berkeluh kesah. Konsep pelayanan TESA dimulai dari pelayanan informasi, pelayanan konseling melalui telepon hingga pelayanan penjemputan (outreach) dan rujukan bagi anak-anak yang membutuhkan pertolongan segera. Penghargaan Bulan November tahun lalu TESA129 mendapat penghargaan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dalam usaha mengembalikan anak korban penculikan. Penghargaan itu diberikan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan, Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono. Kasus penculikan Dewi Alpabeth alias Melly merupakan salah satu kasus unik di mana relawan TESA terlibat. Suatu siang, di asal Januari 2007, seorang anak ditemukan menangis dalam metromini jurusan Pasar Minggu. Dalam tangisnya dia mencari si ibu. Spontan saat itu juga, semua penumpang metromini beranggapan anak itu sengaja ditinggalkan si ibu. Atas inisiatif seseorang,

Melly dibawanya ke Kantor Polsek Kalibata. Status sang anak kala itu adalah sebagai anak hilang. Selama di kantor polisi, petugas mengalami kesulitan untuk menggali informasi dari sang anak yang lebih memilih diam. Kalaupun menjawab hanya ya dan tidak. TESA 129 diminta bantuan kepolisian untuk menangani secara psikis kondisi sang anak. Awal ditemukan sepintas perawakan Melly seperti anak lelaki, rambutnya di potong gundul dan pakaiannya pun bergaya lelaki dan tubuhnya terlihat kucel. Polisi sendiri sempat salah mengidentifikasi. “Dari sinilah peran TESA, kami berlahan membuka komunikasi dengannya,” ucap Nice Fajriani, wakil Koordinator TESA 129. Perlahan sikap Melly, nama anak itu mulai melunak, dan mulai berani berbicara lebih banyak. Menurut Nice, sikap manja yang di tunjukan Melly kepada timnya tidak seperti anak lelaki. “Melly tampak lebih manja, gitu kita cek ternyata memang anak perempuan,” jelasnya. Kondisi Melly waktu itu sangat rentan. Tidak satupun informasi yang di dapat dari Melly, "untuk itu relawan TESA memutuskan membawanya ke Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA)”, timpal Nice. Selama dua bulan Melly tinggal dan mendapatkan pendampingan dari TESA. Di RSPA ini Melly dikenal sebagai Dewi Alphabet. Nama yang diberikan Suprihati (penculik, red). Melly ternyata sudah mengalami penculikan selama 6 bulan, dan sudah 2 bulan Melly di dititipan di RPSA. “Melly hilang sejak 8 januari, dan bertemu dengan ayahnya setelah 8 bulan kemudian”, terang Nice. Ketika dipertemukan dengan ayahnya prosesnya pun sedikit sulit. “Melly hampir tidak mengenali ayahnya, dia menangis saat di gendong sang ayah”. Sekarang secara psikis Mely sudah bisa kembali seperti anak lainnya, tetapi trauma yang dialaminya tidak akan mudah hilang begitu saja. Mungkin kelak Mely bisa tetap menghubungi TESA untuk bercerita, seperti kebanyakan anak seumurnya yang selalu menelepon TESA walau hanya sekedar bercerita atau hanya ingin didengarkan bernyanyi. (faridadewi@bipnewsroom.info)

Bias Semangat Kartini Di Rembang Meski zaman telah berganti, namun semangat Kartini masih terasa di Rumah Dinas Bupati Rembang, Jawa Tengah. Kompleks bangunan yang berada di jalan Gatot Subroto, Rembang, Jawa Tengah itu kini difungsikan sebagai Museum Kartini. Bangunan Rumah Bupati dulunya ditempati RA Kartini dan suaminya Djojo Adiningrat, Bupati Rembang (1889-1912). Tempat tinggal Kartini sekeluarga itu hingga saat inipun kondisinya tidak berbeda jauh. Bangunan kuno itu memang turun temurun digunakan sebagai rumah dinas Bupati Rembang sekaligus museum. Sejak Bupati Rembang, H. Mochamad Salim menjabat, bangunan itu dikhususkan untuk museum. Beberapa bagian bangunan yang rusak mulai kembali direnovasi. Surat Dibawah Tempat Tidur Museum RA Kartini sendiri menempati salah satu kamar pribadi RA Kartini. Tempat ia melakukan segala aktivitas, menulis buah pikiran dan ide-idenya. Bahkan kegiatan melukis, bermain dakon serta membatik juga dilakukan di kamar itu. Ukuran kamarnya memang sangat besar. Jauh jika dibandingkan dengan kamar dalam rumah di kawasan perkotaan. Tidak begitu banyak perabotan dalam kamar tersebut. Tepat di depan pintu masuk kamar ter-

dapat tempat tidur kayu dengan ukiran khas Jepara. Terlihat kokoh dan mewah. Di bagian bawah tempat tidur itulah Kartini menyimpan surat-surat dari sahabat penanya dari Belanda. Ada juga kamar-kamar lainnya yang biasa dijadikan tempat menginap tamu resmi Bupati. “Silakan menginap disini, kami menyediakan kamar untuk tamu yang berkenan bermalam disini”, tawar Ngatini, SH, Kepala Bidang Keluarga Berencana Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat Rembang yang mendampingi komunika. Tak Lapuk Oleh Zaman Di rumah itu Kartini tidak hidup sendiri. Ia hidup bersama dengan tiga istri Raden Adipati Joyodiningrat lainnya. “Mereka tidak tinggal di bangunan yang sama, untuk selir Bupati disediakan tempat di belakang gedung utama," jelas Ngatini sambil menunjuk lorong di sebelah taman. Lorong itu terletak di tenggara gedung utama. Antar gedung utama dengan rumah tinggal selir pun dibatasi tembok setinggi 2,5 meter, hanya pintu itulah satu-satunya jalan menuju ke gedung utama. “Dari lorong itu Bupati memanggil istri-istri lainnya”, ungkap Ngatini. Di sisi kanan kamar Kartini terdapat ruang makan, sementara di bagian kiri adalah kamar mandi. Sebagian besar perabotan di museum ini asli, kecuali plafon yang terpaksa diganti karena aus termakan usia. Dalam kamar mandi yang berada di sisi kiri luar kamar terdapat bathtub khusus dari Belanda yang dilengkapi shower dan lampu kuno. Kamar mandi inilah

yang sering digunakan Kartini. Di depan ruang makan terdapat taman kecil dengan hiasan bunga dan rumput yang tertata rapi. Ada pula kolam ikan berdiameter setengah meter yang telah direnovasi. “Di sinilah Kartini menghabiskan waktu senggangnya, dia senang duduk di dekat air mancur sambil memperhatikan ikan-ikan didalamnya. Dia sangat senang menikmati taman mungil tersebut, terkadang dia menikmati sendiri atau bermain bersama anak-anaknya.” Multitalenta Salah satu kesenangan Kartini memang melukis. Tak heran jika di kamarnya banyak pula terlihat lukisan hasil karya Kartini dan beanak-anaknya. Dilihat dari hasil lukisannya sudah bisa terbayangkan hebatnya Kartini. Lukisan tiga ekor angsa di danau sekilas tampak hidup. Ada pula foto-foto Bupati terdahulu selain lukisan foto Kartini bersama suami dan anaknya. Lukisan foto tersebut dibuat ketika Kartini sedang hamil tua, dikelilingi oleh anakanak tirinya seolah menyiratkan kedekatan Kartini dengan anak-anak tirinya. Mereka semua bergelendotan manja pada Kartini. “Kartini selalu berusaha dekat dengan anak-anak tirinya, menganggap sebagai anak sendiri”, jelas Bungatini. Ada juga hasil karya seni Kartini lainnya. “Beliau memiliki pemikiran yang maju dan memiliki banyak keahlian. Selain melukis Kartini juga pandai membantik. Beliau menyempatkan mengajar membatik ke anak-anak perempuan Rembang," tambah Ngatini, Bungatini mengkisahkan, Raden Adipati

Joyodiningrat sangat memahami keinginan Kartini, untuk itulah dia memberikan kebebasan kepada Kartini untuk tetap beraktivitas. Di sebelah timur kompleks Kantor Bupati Rembang terdapat sekolah wanita yang didirikan Raden Adipati Joyodiningrat Gedung itu digunakan Kartini untuk mengajar belajar dan membaca perempuan-perempuan Rembang kala itu. Saat ini gedung tersebut digunakan sebagai gedung Pramuka tanpa merusak bangunan aslinya. Dalam kompleks bangunan itu, "Konon, terhadap orang-orang tertentu, Kartini suka menampakkan diri untuk membagi semangatnya yang tidak pernah padam," imbuh Ngatini sambil tersenyum. (faridamaharani@bipnewsroom.info)


6

KomunikA satu kata Indonesia

foto: mn,bf

“Peran perempuan dalam ketahanan ekonomi keluarga di banyak daerah sangat vital, bukan sekadar sebagai pelengkap seperti yang selama ini kita kira, namun sering juga sebagai tulang punggung utama,” kata Dewi Utari dari Community Development RS Bethesda Yogyakarta, yang pernah meneliti tentang eksistensi ekonomi perempuan di masyarakat Kota Gudeg.

Bob Marley, si raja musik Reageae, pernah membuat lagu berjudul “No Woman No Cry,” Tak Ada Perempuan Tak Ada Tangis. Sebagai seniman, sah-sah saja ia menulis lirik yang tidak peka gender itu. Namun ia pasti tak tahu, bahwa di Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, justru ada keluarga yang ‘menangis’ jika tak ada perempuan di rumah itu. Adalah Sastro Redjo, sang kepala keluarga, yang mengakui terus terang bahwa kiprah istrinya, Mukminah, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sangat hebat. “Tanpa kerja keras Mukminah, mustahil anak saya yang jumlahnya sembilan bisa menjadi ‘orang’ semua,” tutur Sastro. Penghasilan Sastro sebagai petani kecil, tentu tak cukup untuk menyekolahkan kesembilan anaknya. Beruntung ia memiliki istri yang sangat ulet dalam berdagang hasil bumi. Dari hasil dagang itulah, pendidikan kesembilan anaknya berhasil dituntaskan hingga SLTA, beberapa diantaranya bahkan sampai perguruan tinggi, dan akhirnya semua mendapatkan pekerjaan di berbagai instansi pemerintah. Sebuah prestasi yang terbilang langka untuk ukuran orang desa pada saat itu. “Coba kalau istri saya menganggur, saya paling hanya bisa menangis dalam batin setiap kali anak-anak minta disekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi. Syukurlah, meskipun buta huruf, istri saya punya naluri bisnis yang sangat istimewa. Kemampuan wirausahanya telah mematahkan anggapan banyak orang, bahwa hanya kaum lelaki yang mampu menjadi tiang ekonomi keluarga. Nyatanya perempuan juga bisa,” kata Sastro Redjo yang kini mengaku hidup tenang setelah kesembilan anaknya mentas. Di Samarinda, Kalimantan Timur, keluarga Heri juga bisa menyambung hidup berkat kegigihan Suci mencari nafkah dengan berjualan makanan di sekitar gelanggang olahraga Sempaja, Kota Samarinda. “Suci, istri saya, yang

bekerja. Saya membantu sambil mengasuh anak. Terbalik ya, mestinya saya yang kerja, tapi begitulah kenyataan kehidupan keluarga kami,” ujar Heri, bapak tiga anak asal Tuban, Jawa Timur ini. Dari hasil berjualan aneka makanan dan minuman, dalam sebulan Suci bisa meraup penghasilan bersih sekitar Rp500 ribu. “Cukup untuk makan dan biaya sekolah anak-anak di TK dan SD,” imbuh Heri. Awalnya, Heri dan Suci kesulitan mencari nafkah di kota yang daratan dan lautnya ‘sama rendah’ (asal kata Samarinda) ini. “Saya pernah narik ojek, tapi bangkrut karena jumlah motor lebih banyak daripada orangnya, ha ha ha,” kata Heri. Suci kemudian berinisiatif membuka kedai makanan. “Ternyata lumayan laris. Ya pekerjaan inilah yang menjadi sumber penghasilan keluarga saya hingga sekarang,” sambung lelaki yang sekolah SD hingga SMA-nya ia selesaikan di Tuban ini. Lain lagi dengan kisah Asriah yang harus membanting tulang menjadi pengojek setelah suaminya Basuni terkena stroke. Puluhan kilometer jalanan di Sidoarjo, Jawa Timur harus disusuri setiap hari untuk mendapatkan Rp75.000 rupiah yang menjadi bahan pengebul asap dapur rumah tangganya. Kiprahnya menjadi pengojek membawanya menjadi Duta Kartini Sidoarjo, sebuah penghargaan yang diberikan Pemkab Sidoarjo atas kesungguhannya menjadi penopang ekonomi keluarga. "Tapi bukan itu yang saya mau, saya cuma ingin menghidupi keluarga saya saja," tutur ibu empat anak dan nenek satu cucu ini merendah.

kaum perempuan terhadap geliat ekonomi mikro, sejatinya tidak bisa dipandang sebelah mata.” Bahkan berdasarkan hasil penelitiannya, 37 persen penggerak ekonomi masyarakat golongan menengah ke bawah di Yogyakarta adalah kaum hawa. “Walaupun tidak seluruhnya aktif di sektor produksi secara langsung, akan tetapi perempuanlah yang mengatur pemakaian uang dalam rumahtangga. Dengan sistem manajerial ala peremnom puan ini, ekonomi keluarga bisa men dikelola secara lebih baik,” tutur perempuan yang juga penggiat raan ge gerakan feminisme ini.

ini. Di

Hidden Economy Di seantero pelosok bumi Nusantara ini, ada jutaan keluarga seperti Sastro Redjo, Heri, dan Basuni yang menggantungkan hidup pada ekonomi yang digerakkan oleh kaum hawa. Kondisi semacam ini bukan saja terjadi di daerah yang

rempu Stereotype Perempuan Pertanyaan yang harus dijaIndon wab, mengapa sampai saat ini ekmani sistensi ekonomi perempuan beakui lum juga muncul sebagai kekuatan dominan yang mencuat ke permupe kaan? Pemerhati masalah sosial budaya dari Universitas Gadjah Mada, Prof Sugianto Padmo menyatakan, hal itu terkait dengan mind set (pola pikir) sebagian besar masyarakat yang masih diselimuti oleh dikotomisasi peran antara lelaki dan perempuan: laki-laki ada pada superordinat, dan perempuan pada subordinat. Menurut Sugianto, jaman telah berganti, akan tetapi pemahaman masyarakat tentang peran perempuan dalam rumahtangga masih belum bergeser dari pemahaman jaman ‘baheula’. “Dulu tugas laki-laki adalah berburu dan perempuan meramu. Berburu adalah aktivitas luar rumah yang produktif, karena binatang buruan adalah sesuatu yang berharga, atau dalam istilah sekarang bernilai ekonomi. Sedangkan meramu adalah kegiatan dalam rumah yang tidak bernilai ekonomi. Kini, di zaman modern ini, stereotype semacam itu masih ada. Istri atau perempuan sering masih dianggap hanya pantas mengerjakan tugas-tugas domestik se-

secara kultural ‘menseyogyakan’ perempuan untuk bekerja seperti di Nanggroe Aceh Darussalam dan Bali, akan tetapi juga di daerah-daerah lain baik di desa maupun kota. “Peran perempuan dalam ketahanan ekonomi keluarga di banyak daerah sangat vital, bukan sekadar sebagai pelengkap seperti yang selama ini kita kira, namun sering juga sebagai tulang punggung utama,” kata Dewi Utari dari Community Development RS Bethesda Yogyakarta, yang pernah meneliti tentang eksistensi ekonomi perempuan di masyarakat Kota Gudeg. Sayang, menurut Dewi, realitas ekonomi perempuan cenderung berada dalam ranah tersembunyi alias hidden economy, ada namun tak tampak nyata. Ada banyak penyebab mengapa ekonomi perempuan terkesan ‘tenggelam’. Salah satunya adalah budaya masyarakat yang cenderung masih berwajah maskulin. “Kendati banyak sektor ekonomi digerakkan perempuan, masih banyak orang percaya bahwa ekonomi adalah dunia laki-laki. Kentalnya budaya patriarki membuat banyak orang menyepelekan bahkan meragukan peran perempuan sebagai tulang punggung ekonomi, meskipun di lapangan realitasnya tak terbantahkan,” urainya. Ia mencontohkan, sebagian besar pedagang dan pembeli yang bertransaksi di pasarpasar tradisional adalah perempuan. Warungwarung, toko, kios, banyak pula yang dikelola atau ‘dimanajeri’ oleh perempuan. Demikian pula pegawai swasta seperti pegawai bank, karyawan biro perjalanan, karyawan hotel, pekerja pabrik, dan pekerja informal lainnya di Yogyakarta, sebagian besar adalah perempuan. “Semua itu menunjukkan bahwa sumbangsih

perti melahirkan, mengurus rumah tangga, dan mengelola harta suami. Sementara tugas suami adalah mencari rejeki di luar rumah,” urainya. Sugianto tidak menafikan adanya perempuan pekerja yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. “Di kalangan masyarakat miskin perdesaan, sebagian perempuan memang melakukan alternatif pekerjaan secara off-farm sebagai salah satu strategi kelangsungan hidup rumahtangga. Di kota juga banyak perempuan bekerja di berbagai sektor. Akan tetapi jumlah penghasilannya masih belum sebanding dengan penghasilan lelaki yang bekerja di sektor ekonomi produktif.” Ia mengharapkan, seiring munculnya kesadaran terhadap kesetaraan gender, jumlah perempuan yang bekerja dengan penghasilan yang baik akan semakin meningkat. Bahkan kalau melihat struktur penduduk Indonesia dimana jumlah perempuan yang lebih banyak dari lelaki, tidak menutup kemungkinan di masa datang perempuan akan ‘menyalip’ lelaki dalam kegiatan ekonomi-produktif ini. Sugianto melihat kesempatan perempuan untuk eksis di bidang ekonomi cukup terbuka. Mengapa? “Karena secara kodrati otak perempuan sebenarnya memiliki kemampuan berhitung lebih cermat dibanding laki-laki, perempuan juga lebih teliti dan njelimet. Keunggulan komparatif ini mestinya bisa dimanfaatkan oleh kaum hawa untuk mengembangkan sektor ekonomi yang jelas memerlukan analisis, kecermatan dan ketelitian.” Hanya saja, menurut dosen Pascasarjana UGM ini, ada satu titik lemah kaum hawa Indonesia, yakni banyak diantara mereka yang kurang terdidik. “Dari total penduduk yang buta aksara di Indonesia, sebagian besar adalah kaum perempuan. Ini tentu akan menjadi batu


7

Edisi 3/Tahun IV/Mei 2008

Geliat Sektor Informal Untunglah, ada sektor lain di luar sektor formal yang lebih ‘ramah’ terhadap perempuan. Alisjahbana dalam penelitiannya tentang ekonomi kaum urban di Kota Surabaya menemukan bukti, bahwa dari seluruh pekerja perempuan di Surabaya, 85 persen di antaranya bekerja di sektor informal. “Enam dari sepuluh pekerja perempuan di sektor informal mencari nafkah sebagai penerima upah, sedangkan sisanya berwirausaha baik secara mandiri maupun dibantu oleh anggota keluarga yang lain,” tulis Ali yang juga dosen Pascasarjana Institut Teknologi 10 November dan Universitas Airlangga Surabaya ini. Setidaknya ada dua alasan mengapa jumlah

Peluang di Sektor Kreatif Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1995 menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan kemajuan perempuan. Bangsabangsa dengan kaum perempuan yang maju umumnya pertumbuhan ekonomi di negara tersebut lebih baik. Sebaliknya, di negara-negara dengan pembatasan peran perempuan, ekonominya cenderung berjalan stagnan. Apresiasi yang tinggi ini memunculkan tren baru bahwa kaum perempuan kini tengah berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang layak diperhitungkan. Menteri Perdagangan Mari Pangestu, seperti dikutip berbagai media, menyatakan sektor ekonomi kreatif di dunia saat ini tumbuh pesat. Nilai ekonomi kreatif global yang diperkirakan memiliki tingkat pertumbuhan 5 persen per tahun akan berkembang dari US$ 2,2 triliun pada Januari 2000 menjadi US$ 6,1 triliun pada 2020. Masih menurut Mari, tahun ini kontribusi industri ekonomi kreatif diperkirakan mencapai 4,75 persen terhadap produk domestik bruto Indonesia. Industri kreatif telah menyerap 3,7 juta tenaga kerja atau 4,7 persen lapangan kerja di Indonesia dan telah memberikan kon-

perempuan yang bekerja di sektor informal semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pertama, karena keharusan, sebagai refleksi dari kondisi perekonomian keluarga yang rendah, sehingga bekerja untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga menjadi penting. Kedua, karena pilihan, sebagai refleksi dari kondisi sosial ekonomi pada level menengah ke atas. Ali mengutip pendapat Ware menyatakan, alasan kedua ini muncul karena pendapatan keluarga sudah dirasakan cukup, namun perempuan tetap memilih bekerja di sektor informal untuk mengisi waktu luang, mencari kepuasan diri, menambah penghasilan dan aktualisasi diri. Mengapa perempuan lebih banyak terlibat dalam sektor informal, terutama dalam industri rumahtangga (home industry)? Ali menyatakan, keadaan ini disebabkan dalam industri rumah tangga proses produksi dilakukan di dalam rumah, tak memerlukan keahlian khusus dan modalnya kecil. Perempuan memilih sektor ini, karena dapat berkecimpung dalam kegiatan ekonomi produktif tanpa meninggalkan fungsi domestiknya sebagai ibu rumahtangga. Sementara itu, Barbara Chapman dalam penelitiannya di Kota Bogor menemukan bukti yang sama, bahwa pekerjaan informal yang dilakukan di sekitar rumah ternyata lebih didominasi oleh kaum perempuan ketimbang laki-laki. Salah satu penyebabnya, karena sektor ini memiliki tingkat penyerapan yang sangat baik terhadap perempuan, bahkan yang tidak memiliki keahlian sekalipun. Pekerjaan seperti berjualan makanan, jajanan dan minuman, sangat dekat dengan “bakat alam” perempuan, sehingga mereka tidak memerlukan adaptasi yang terlalu ruwet. Asal mau dan ulet, dengan sedikit modal, seorang perempuan bisa langsung menjadi

tribusi ekspor sekitar 7 persen. Dari sekitar 12 subkategori ekonomi kreatif, tiga di antaranya memberikan kontribusi terbesar, yaitu fashion 30 persen, kerajinan 23 persen, dan periklanan 18 persen. Dalam tiga sektor tadi bisa dikatakan peran perempuan juga tak bisa dipandang sebelah mata. Lihat saja yang dilakukan oleh Ayu dari Kota Surabaya, Jawa Timur. Setiap bulannya dia menerima order pakaian jadi rata-rata senilai lebih dari Rp50 juta untuk dikirim ke Nusa Tenggara Timur. Belum lagi permintaan dari daerah lain. Semua itu hanya dikerjakan di rumahnya di kawasan Mulyorejo, "disini ada 5 orang yang bantu, jika pesanan banyak saya biasanya minta bantuan penjahit yang ada di sekitar sini," jelas ibu dua orang anak itu. Keterlibatan kaum perempuan di dunia usaha, khususnya usaha kecil-menengah memang cukup signifikan. Data Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia sendiri menunjukkan bahwa ada sekitar 16 ribu wanita pengusaha yang menjadi anggota organisasi tersebut. Jika ditambahkan perempuan pada kategori "wirausaha yang tak tampak", jumlah UKM yang melibatkan perempuan wirausaha dapat mencapai di atas 30 persen. Jadi, jangan pernah menyepelekan ekonomi perempuan. Tampak atau tidak tampak, diakui maupun tidak, ekonomi perempuan terus menggeliat dan siap tampil menjadi penentu gerak laju roda ekonomi Indonesia di masa depan. Kalau saja Bob Marley masih hidup dan sempat melihat realitas kiprah perempuan di beberapa kawasan di Indonesia, ia mungkin akan berfikir untuk merevisi judul lagunya menjadi, “No Women We’ll Cry”, Tanpa Perempuan Kita Akan Menangis.... (gunarjo@bipnewsroom.info)

foto: rompas, bf

Berapa banyak perempuan bekerja di sektor ekonomi produktif? Pertanyaan itu terasa menggelitik di tengah arus deras kesetaan gender yang tengah menerpa dunia saat ni. Di luar fakta masih minimnya peran peempuan di jagad politik, kiprah perempuan ndonesia di sektor ekonomi ternyata lebih manifes dan prospektif. Kendati belum diakui secara eksplisit, jumlah perempuan penggerak roda ekonomi, terutama ekonomi mikro, ternyata sangat banyak!

pekerja informal tanpa harus melalui proses bertele-tele. Yang menggembirakan, kendati eksistensinya masih sering diragukan oleh banyak pihak, namun ternyata sektor ini mampu mendongkrak pendapatan keluarga secara signifikan. Chapman menemukan, penghasilan perempuan yang bekerja di sektor informal bahkan mengungguli gaji para pekerja pabrik di Kota Bogor dan sekitarnya. Ia bahkan berani menyimpulkan, bahwa sektor informal yang digerakkan kaum perempuan ini mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan kota Bogor dan pendapatan nasional!

Syahdan, seorang bapak menuntut agar kaum pria bisa ikut dalam PKK. "Kenapa hanya ibu-ibu saja yang jadi pengurus PKK? Kenapa bapak-bapak tidak pernah ikut berkiprah dalam PKK?" kata salah seorang pria berkopiah hitam bersemangat. Padahal, menurut lelaki itu, PKK artinya Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Didalam arti itu berarti tidak hanya perempuan saja yang bisa berkarya di PKK. Lelaki juga bisa berkiprah di PKK. "Iya benar. Seharusnya bapak juga bisa ikut dalam pertemuan PKK dan berkiprah didalamnya. Tidak hanya ibu-ibu saja yang bisa," ucap perempuan yang duduk disebelahnya menyetujui. Jangan salah sangka dulu, itu hanya sepenggal cuplikan simulasi Festival Surabaya Gender Award akhir tahun lalu di Surabaya. Simulasi yang menggelikan dan cukup menghentak. Betapa tidak, ketika kesadaran akan gender begitu menghebat hingga mengubah cara berpikir dan tatatan keseharian kemasyarakatan di tingkat yang paling kecil: keluarga. Tapi jangan keburu berbangga dulu, karena tak semua lelaki menginginkan hal tersebut. Menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Surabaya, Erna Uliantara kepada wartawan ternyata banyak masyarakat yang tidak sadar gender. Seperti masih banyak yang menganggap istri harus di rumah atau menganggap hanya perempuan yang boleh memasak. "Padahal pandangan itu harus diubah. Pandangan tersebut bukanlah pandangan yang sadar gender," ucapnya. Program Untuk Perempuan Pemerintah pun memang telah banyak menggagas program penyadaran gender berbasis ekonomi keluarga. Semua program diarahkan untuk mengedepankan perempuan dalam penentuan arah dan gerak ekonomi masyarakat. Sebut saja, Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (Perkassa) yang diluncurkan pada 21 Desember 2006 lalu. Program itu diharapkan dapat membangkitkan jiwa kewirausahaan kaum perempuan Indonesia. Secara khusus. program ini diarahkan untuk membantu ekonomi keluarga dengan mengembangkan usaha-usaha kecil, seperti warung makan, menjual kebutuhan pokok, kue-kue, kerajinan tangan, dan lain-lain. "Pelaku usaha kecil seperti ini di Indonesia jumlahnya cukup besar, sehingga memiliki andil bagi perekonomian bangsa kita," kata Ibu Negara, Ani Yudhoyono pada acara peningkatan Program Perkasa di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, akhir tahun lalu. Kementerian Negara Koperasi dan UKM mencatat bahwa melalui program Perkassa tahun 2006 dan 2007 telah dilakukan penguatan permodalam kepada 450 Koperasi Wanita yang tersebar di seluruh Indonesia. "Saya berharap perempuan Indonesia dapat memanfaatkan fasilitas ini dengan baik dan semoga target 3.000 koperasi penerima hingga 2009 dapat terwujud," imbuh Ani Yudhoyono. Untuk itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada tahun ini menyiapkan dana pinjaman modal bagi koperasi milik kaum wanita senilai Rp100 miliar, atau naik 400% dari tahun lalu.

Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengatakan dana program Perkasa pada tahun lalu yang tersalur senilai Rp25 miliar. "Tahun ini program Perkassa dinaikkan 400% menjadi 1.000 koperasi wanita dengan penyediaan dana Rp100 miliar. Ini cukup ambisius, tapi untuk kebaikan dan sudah saya sampaikan ke Presiden," ujarnya, baru-baru ini. Berbasis Koperasi Koperasi wanita, kata Menteri, tergolong lembaga koperasi yang tidak memiliki masalah, karena dana pinjaman yang disalurkan terhadap anggota umumnya tidak mengalami kemacetan. Menurut dia, kesuksesan perempuan dalam mengelola koperasi dan usaha mikro kecil perlu dikembangkan sebagai kekuatan baru guna meningkatkan pendapatan keluarga. Suryadharma mengakui tidak mudah menjangkau 1.000 kopwan sehingga menilai perlu menunjuk wanita mantan model, yakni Okky Asokawati dan Ratih Sanggarwati, sebagai duta koperasi guna memotivasi terbentuknya kopwan. Kepala Dinas Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Jawa Timur Braman Setyo menyebutkan program Perkassa di provinsi tersebut tahun lalu menjangkau 46 kopwan, dengan rincian 19 kopwan berpola syariah dan 27 kopwan konvensional. "Tahun ini mengajukan usulan penguatan modal terhadap 100 kopwan di Jatim," ujarnya tanpa merinci berapa dana program Perkassa yang tersalur di Jatim tahun lalu. Tinggal sedikit lagi memang membuat perempuan kian perkasa melalui pemberdayaan ekonomi keluarga. (mth/berbagai sumber)

foto: bf

sandungan saat mereka diharuskan tampil sebagai penggerak mesin ekonomi yang lebih besar.”


8

KomunikA satu kata Indonesia

WAWANCARA Direktur PT Pos Indonesia, Hana Suryana

Layanan Yang Terjangkau

Siapkan Strategi Khusus Ada banyak terobosan yang dilakukan PT Pos Indonesia sebagai konsekuensi logis perkembangan zaman. Saat ini mungkin tak bisa dikatakan kalah bersaing dengan produk layanan jasa pos lainnya. Apa dan bagaimana strategi PT Pos Indonesia. PT Pos Indonesia kini memang sudah berbenah. Ada banyak fitur yang disajikan seiring perkembangan jaman.Meredupnya pamor bisnis komunikasi PT Pos Indonesia ini bukannya tidak disadari Hana Suryana. Sejak mengemban tugas sebagai Direktur Utama PT Pos Indonesia pada 2006 silam, Hana Suryana memahami betul pekerjaan yang akan dijalaninya tidak mudah. BUMN di sektor perposan ini dituntut untuk tetap eksis di tengah-tengah semakin ketatnya persaingan. Hana mengakui jika tantangan berat membentang di hadapannya. “Dalam tiga tahun terakhir bukan cuma profitabilitas yang turun, tapi PT Pos Indonesia menghadapi persoalan likuiditas yang serius,” katanya kepada komunika di sela-sela softlaunching Warung Masyarakat Informasi di Malang beberapa waktu lalu. Kondisi krisis yang dialami PT Pos Indonesia tersebut ternyata tak menyurutkan tekad Hana. Strategi pun disusun dengan satu keyakinan membawa BUMN yang dipimpinnya ini keluar dari krisis. Berikut petikan wawancara dengan Direktur PT Pos Indonesia: Apa sebenarnya tantangan PT Pos Indonesia? PT Pos Indonesia harus bisa bersaing di

era global. Ini bukan tugas ringan. Keberadaan pesan singkat (SMS) melalui telepon seluler serta surat elektronik (email) lewat internet menjadikan orang mulai meninggalkan budaya berkirim surat konvensional. PT Pos Indonesia adalah perusahaan jasa. Jika layanan yang kami berikan memuaskan pengguna jasa, tentunya mereka akan tetap menggunakan jasa kami. Tantangan PT Pos Indonesia adalah dapat keluar dari krisis sekaligus meletakkan fundamental perusahan untuk go public tahun 2010. Langkah apa saja yang sudah diambil? Kita sudah melakukan persiapan sebenarnya telah dilakukan sejak lama.Caranya adalah dengan meredifinisi bisnis pos. Seperti bisnis pengiriman surat diredefinisi menjadi bisnis komunikasi, kemudian bisnis pengiriman paket menjadi bisnis logistik, dan bisnis pengiriman wesel serta giro menjadi bisnis keuangan. Selain itu, bisnis keagenan diredifinisikan menjadi bisnis ritel. Hanya bisnis filateli yang tetap dipertahankan dengan pertimbangan telah sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan bisnis. Redefinisi ini merupakan fundamental perusahan sebagai entitas bisnis yang dikelola secara profesional. Setelah redefinisi dila-

Tamalia Alisyahbana :

STA Bicara Soal Kartini Seratus tahun yang lalu, tepatnya 11 Februari 1908 di Natal, Sumatera Utara lahir seorang anak dengan empat jari di tangan kiri. Dunia sastra nasional kemudian mengenalnya dengan nama Sutan Takdir Alisjahbana. Karena kecacatan yang dimilikinya pada tangan kiri tersebut ia diberi nama "Takdir". Anak-anak lain, seusianya pada saat itu selalu mengejeknya sehingga ia menjadi malu dan selalu menyembunyikan tangannya di kantongnya atau menutupinya dengan sapu tangan. “Cacatnya dan ejekan anak-anak membuat Takdir merasa tidak setara dengan anak-anak lain sehingga ia merasa harus bekerja dua kali lebih keras dari pada anakanak lain, agar ia bisa setara. Pada awalnya ia memang menderita tetapi dalam jangka panjang hal tersebut menjadikannya orang yang sangat produktif dan kreatif,” tutur putri Sutan Takdir, Tamalia Alisyahbana, kepada Ismadi dari komunika. Semangat Pengagum Kartini “Dalam hidupnya Takdir ada banyak hal yang sedih yang bagi sebagian orang mungkin akan menimbulkan depresi. Tapi justru sebaliknya, Takdir bisa menjadikan kesedihan hidupnya sebagai jalan keluar dari jurang kemurungan. Sejak kecil Takdir sering berfikir bahwa ia akan meninggal di usia yang muda. Hal ini disebabkan pada usia muda ia sudah dikirim ke kota lain oleh orang tuanya untuk hidup bersama keluarga pamannya. Di tempat pamannya tersebut, ia kurang diperhatikan, baik secara fisik maupun psikologis. "Namun, karena falsafah hidupnya bahwa jalan keluar dari kesedihan adalah melakukan sesuatau yang kreatif, Takdir pun dapat mengatasi keadaan kurang beruntung yang menimpanya," jelas Tamalia.

Takdir adalah pengagum berat Kartini. Itu bukan tanpa alasan, meskipun ia tidak sempat mengenal Kartini, karena Takdir baru lahir pada tahun 1908, empat tahun setelah Kartini meninggal dunia karena melahirkan di usia 25 tahun. "Kartini dan Takdir sama-sama pernah melalui penderitaan. Karena Kartini, tidak pernah mencapai cita-citanya, baik pendidikan, meskipun ayahnya termasuk modern membiarkan putri-putrinya bersekolah maupun rumah tangganya," imbuh Tamalia. Senafas Seide Dalam buku–buku yang menuliskan sejarah RA. Kartini dan Sutan Takdir Alisjahbana, kita akan menemukan hal-hal yang sama, yang mendasari pemikiran mereka dalam perkembangan bangsa Indonesia. Kartini sama halnya dengan Takdir, yang menyadari bahwa modernisasi dan perkembangan bangsa Indonesia tidak mungkin berjalan tanpa ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat. Namun mereka juga menyadari bahwa teknologi serta ilmu pengetahuan tidak dapat diambil begitu saja, ada nilai-nilai tertentu yang harus menyertainya. "Boleh dikatakan, Takdir meneruskan pemikiran Kartini. Takdir menginginkan suatu Negara Indonesia yang tidak saja merdeka tetapi makmur, penduduknya berpendidikan tinggi dan memilki kebebasan untuk mengembangkan kreatifitas. Karenanya, pengaruh budaya Barat tentu menyertai perkembangan bangsa ini," tegas Tamalia. Indonesia, kata Tamalia dibentuk berdasarkan dialog. Itu sangat penting. Kita bisa bertahan sebagai negara kesatuan karena dialog. "Selama dialog itu bisa berlangsung terus, kita Indonesia bisa bertahan," ungkapnya mengutip pemikiran STA. (aam)

kukan kemudian dilanjutkan dengan transformasi bisnis. Implementasinya? Kami menyebutnya tekad quantum leap. Ada visi Pos Indonesia 3G yang diimplementasikan dalam bentuk program kerja, pengembangan bisnis, efisiensi biaya, serta penyehatan perusahan. Sebagai contoh, program kerja yang mulai dijalankan adalah pembangunan infrastruktur bisnis keuangan untuk menyediakan layanan Giro Pos Online. Selain itu, tampilan fisik serta sistem layanan kantor pos pun diubah. Tujuannya tak lain mewujudkan kantor pos yang home sweet home bagi pelanggan dan pegawai sebagai keluarga besar PT Pos Indonesia. Terhadap Pelanggan? Komitmen kami melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya melalui prinsip pelayanan prestasi. Prestasi sendiri merupakan akronim dari Profesional, Ramah, Empati, Senyum, Tanggap, Amanah, Semangat, dan Inisiatif. Tak hanya dalam segi layanan saja yang terus ditingkatkan, jenis layanan ikut ditambah. Berbagai program strategis untuk menambah jenis layanan dilakukan. Sejak tahun 2007 telah , dibentuk special purpose vehicle (SPV) Pos Ekspres dan SPV Pos Logistik. Sesuai road map 2006-2010, ada 3 SPV yang akan dibentuk. Satu SPV lainnya adalah SPV Giro Pos. Pembentukan ketiga SPV ini tak hanya didasarkan pada upaya peningkatan layanan kepada pelanggan. Sejatinya, pembentukan tiga SPV tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahan menjelang go public pada tahun 2010 nanti. Nantinya, ketiga SPV itu akan diprivatisasi yang diharapkan dapat memperkuat struktur permodalan perusahaan. Apa dampaknya? Dampak dari Pos Indonesia 3G sudah mulai terasa. Hana menyebutkan wilayah-wilayah yang dulunya biasa tak produktif kini sudah mulai mengalami surplus. Bisa Dijelaskan soal Warmasif? Itu kerjasama kami dengan Depkominfo. Depkominfo melihat potensi lokasi strategis dan ketersebaran jaringan infrastruktur layanan Pos di seluruh Indonesia. Inilah yang bisa dimanfaatan untuk pengembangan Warmasif, sebagai titik perte-

muan berbagai komunitas.Intinya membantu penyebaran informasi dan pelayanan publik yang terjangkau dan mudah diakses. Warmasif telah beroperasi secara bertahap sejak tahun 2006 di 63 lokasi Kantor Pos meliputi kota-kota besar, seperti Semarang, Palembang, Serang, Medan, dan Malang. Kenapa diresmikan di Malang? Terpilihnya Kotamadya Malang sebagai lokasi peresmian WARMASIF pada dasarnya dilatarbelakangi atas pertimbangan potensi masyarakat setempat yang memberikan apresiasi sangat baik atas perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di tanah air. Soal Revisi UU Perposan? Rencana revisi UU No 6 Tahun 1984 tentang Perposan memang tengah digodok di DPR-RI. Kami juga ikut berperan dalam proses itu. Memang ada sorotan terkait peran PT Pos Indonesia dalam kaitannya dengan hak eksklusif yang diberikan. Dalam UU Perposan diamanatkan PT Pos Indonesia sebagai satu-satunya badan yang oleh negara diserahi tugas mengelola pos dan giro. Hak eksklusif yang diberikan berupa tugas pengiriman surat, kartu pos, dan warkat pos. Namun sejalan dengan diberlakukannya UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, hak eksklusif tersebut mulai dipertanyakan. Menurut Anda? Hak eksklusif tersebut tetap diperlukan untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan layanan pos secara merata dan standar di seluruh Indonesia. Tetapi nantinya kita serahkan kepada pembuat regulasi untuk hal itu. Sebab PT Pos Indonesia akan tetap meningkatkan pelayanan. Peningkatan pelayanan ini nantinya akan secara alamiah membentuk monopoli. Maksudnya, PT Pos Indonesia tetap menjadi pemimpin pasar dalam industri pos. Dengan demikian, PT Pos Indonesia tetap menjadi pilihan utama masyarakat tanpa harus mengandalkan proteksi dari pemerintah dalam bentuk hak eksklusif. PT Pos Indonesia dipilih masyarakat karena layanannya yang berkualitas dengan harga terjangkau. (mth@bipnewsroom.info)


9

Edisi 3/Tahun IV/Mei 2008

Kartini, Organisasi Perempuan, dan Harkat Pekerja Perempuan? Kartini bukanlah satu-satunya perempuan yang berjuang untuk pendidikan kaum perempuan pada zamannya. Banyak butir dari cita-cita perempuan yang dinamis, dan dalam banyak hal jiwa pemberontakan atas kemapanan itu diikuti oleh tokoh-tokoh perempuan lainnya, terutama cita-citanya tentang pendidikan bagi kaum perempuan. Di Jawa Barat, Dewi Sartika menyebarkan pandangan yang sama, dan di daerah Minangkabau, Sumatra Barat, Rohana Kudus berbuat serupa pula. Meskipun demikian Kartini yang menjadi simbol gerakan perempuan Indonesia. Hari kelahiran Kartini, 21 April, selalu dirayakan oleh organisasi-organisasi perempuan dewasa ini. Adanya kaum perempuan di sekolah, universitas, atau bahkan angkatan bersenjata, biasanya dikaitkan dengan bukti nyata taraf emansipasi yang telah dicapai oleh perempuan Indonesia. Ada pula lomba untuk mencari siapa di antara para peserta yang berwajah paling mirip dengan Kartini, tentu saja mirip secara lahiriah, bukannya dalam semangat memerangi ketidakadilan dan keinginan untuk merdeka dari segala penindasan. Dalam biografi singkat R.A. Kartini ini terkandung sebagian besar unsur gerakan perempuan Indonesia pada masa sebelum perang. Keanggotaan gerakan berasal dari kalangan atas. Akhirnya isu yang bergulir pun berkaitan dengan perjuangan untuk pendidikan kaum perempuan dan reformasi perkawinan merupakan masalah pokok. Hal yang sama pun juga terjadi baik di Eropa maupun di kebanyakan negeri Dunia Ketiga, persoalan yang menjadi perhatian perempuan Indonesia adalah yang lebih berkaitan langsung dengan perempuan kelas atas. Organisasi Perempuan dan Perjuangan Nasional Unsur lain gerakan perempuan Indonesia yang sedang tumbuh ialah hasrat untuk "emansipasi nasional." Organisasi perempuan yang pertama, Poetri Mardika didirikan tahun 1912. Organisasi ini ada hubungannya

Suatu hari seorang isteri memberitahukan kabar duka kepada suaminya. “Pa, tadi aku nonton TV, di kota X ada kecelakaan lalu-lintas, dua orang meninggal dunia di tempat kejadian.” Sang suami sambil cengengesan menjawab, “Ah, cuma dua. Kemarin di kota Y yang mati sembilan!” Dialog di atas bukan rekaan, akan tapi benar-benar penulis dengar di sebuah kampung di Tanah Abang, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Desensitivitas agaknya sedang menyergap ruang berpikir, memajalkan dan bahkan Penulis:

Nursodik Gunarjo*

dengan organisasi nasional yang pertama yang telah disebutkan, Boedi Oetomo, yang didirikan tahun 1908. Namun sebelum organisasi nasional ini berdiri, Kartini sudah sering mendengungkan gagasan-gagasannya. Dalam tahun-tahun berikutnya sesudah Poetri Mardika berdiri, bak jamur di musim hujan berkembang-biak organisasi perempuan. Majalah-majalah perempuan terbit di mana-mana, dengan tulisan-tulisan misalnya mengenai kejamnya perkawinan anak-anak dan permaduan, dan bermunculan perkumpulan perempuan dengan nama-nama "Putri Sejati" dan "Wanita Utama." Sesudah tahun 1920, dalam skala lebih luas kaum perempuan mulai mengorganisasikan diri menurut garis agama. Aisyiyah, seksi perempuan dalam gerakan pembaharuan Islam Muhammadiyah terbentuk pada tahun 1917. Belakangan juga didirikan organisasi pe-rempuan Katolik dan Protestan. Demikian pu-la di luar Jawa bermunculan organisasiorga-nisasi serupa, misalnya di Maluku, Minahasa, dan Minangkabau. Penguatan Peran Domestik Meski bersifat kedaerahan dan keagamaan, organisasi itu mempunyai masalah dan kegiatan sendiri-sendiri dan memiliki beberapa kesamaan kepentingan. Peran sebagai istri dan ibu "yang baik" lebih diutamakan agar bisa mengemban tugasnya dengan baik. Hal itu mengemuka dalam perkumpulan kaum perempuan masa itu meski juga perempuan dianjurkan untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan yang sangat diperlukan seperti menjahit pakaian dan mengasuh anak. Akan tetapi organisasi-organisasi perempuan Kristen dan "non-agama" di satu pihak, dan organisasi-organisasi perempuan Islam di pihak lain, dipisahkan sangat dalam dan menentukan oleh masalah sentral: poligini, seorang pria yang memiliki beberapa isteri. Organisasi perempuan Kristen dan nonagama memandang poligini sebagai penghinaan terhadap kaum perempuan yang tidak bisa dimaafkan, dan justru karena itulah mereka aktif berjuang melawannya. Sementara

mungkin mematisurikan rasa kita. Bagaimana tidak? Kematian (apalagi karena kecelakaan) seyogyanya menyengat rasa kita untuk iba dan bergetar haru. Akan tetapi, bagi warga Tanah Abang yang saya ceritakan di depan, tragedi kecelakaan yang berbuntut kematian tak lagi membuncahkan keharuan. Buktinya, tak terbersit rasa kaget, shock, ataupun sedih di raut wajahnya. Kematian, yang sesungguhnya terjadi secara tidak wajar (kecelakaan lalu lintas), dilihatnya wajar dan biasa-biasa saja. Ironisnya, ia bahkan membandingkan secara kuantitatif dengan kematian lain yang jumlah korbannya lebih banyak. Seolah-olah korban dua orang kurang hebat dibandingkan dengan sembilan orang. Jika George Gerbner pada tahun 60-an mengemukakan Teori Kultivasi yang menyatakan para penonton berat televisi—yang acaranya penuh dengan adegan kekerasan— akan mengalami sindrom ketakutan yang berlebihan, maka kini dampak adegan kekerasan yang ditampilkan media bukan saja membuat orang menjadi takut, namun juga membuat orang kehilangan sensitivitas terhadap realitas. Media massa-lah yang menciptakan mereka menjadi insan majal rasa. Sentuhan media terutama media cetak dan elektronik yang demikian sarat dengan adegan kekerasan dan tragedi, secara berangsur-angsur membuat

organisasi perempuan Islam lebih menitikberatkan kepada perbaikan kondisi di dalam poligini, bukan menghapuskan lembaga poligini itu sendiri. Karena memang poligini atau poligami diperbolehkan dalam Islam dengan syarat khususnya yang tidak bisa diartikan tanpa batas dan sekehendak hati. Ideologi Kaum Tertindas Dalam banyak hal sejarah gerakan perempuan Indonesia itu tidak terlepas dari gerakan nasional. Setiap partai atau organisasi nasional berusaha membangun sayap perempuannya sendiri, baik organisasi yang berhaluan nasionalis, Islam, maupun kiri. Sepanjang yang kita ketahui, tandatanda pertama adanya perhatian sistematis kaum perempuan yang kebanyakan kelas menengah itu pada kesulitan yang dihadapi oleh kaum perempuan buruh itu terdapat dalam kalangan perempuan yang aktif dalam Sarekat Rakyat. Dalam dasa-warsa 1930-an mereka mengorganisasi demonstrasi-demonstrasi politik buruh perempuan, menuntut peningkatan upah, den lain-lain. Salah satu di antara aksinya yang pertama dan paling penting adalah demonstrasi mereka pada tahun 1926 di Semarang, ketika mereka berdemonstrasi dengan mengenakan "caping kropak" atau topi bambu menuntut pebaikan kondisi kerja buruh perempuan. Perjuangan itu tentu timbul tenggelam sejalan dengan berjalannya sejarah. Pergantian rezim demi rezim pemerintahan membuat setiap organisasi juga menempuh berbagai jalan dan visi mereka masing-masing. Tetapi misi perjuangan mereka jelas: mengangkat harkat kaum perempuan khususnya perempuan yang bekerja atau buruh perempuan. Perempuan Pekerja Tapi apakah sekarang kondisi pekerja perempuan sudah membaik? Tentu akan banyak kenyataan relatif, karena semua peker-

rasa manusia menjadi kebas terhadap tragedi. Di televisi saja, sekurangnya saat ini ada tujuh program berita kriminal yang pada setiap tayangannya hampir selalu menampilkan para korban dan pelaku pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penculikan, perampokan, pencurian, kekerasan, kecelakaan, dalam kondisi yang seringkali sangat mengenaskan. Korban ditampilkan begitu saja dalam keadaan berdarah-darah. Itu belum seberapa. Berdasarkan Monitoring Siaran Televisi Nasional (8 stasiun) yang dilakukan Departemen Komunikasi dan Informatika pada tahun 2007, sebanyak 57% tayangan sinetron yang konon “dikhususkan” untuk anak, ternyata juga mengandung adegan kekerasan, baik itu berupa kekerasan fisik, kekerasan verbal maupun kekerasan seksual. Demikian juga pelaku sering ditampilkan babak belur setelah dihakimi massa. Sementara di media cetak, foto korban kriminalitas dan kecelakaan sering ditampilkan dalam kondisi yang sangat mengerikan, tak kalah vulgar dengan yang ditampilkan televisi. Bagaimana tidak majal rasa kita, jika setiap hari disuguhi tayangan yang mengerikan semacam itu. Gejala yang umum terjadi adalah tragedi akhirnya tak lagi dianggap sebagai hal yang luar biasa. Maka, tatkala masyarakat diterpa

OPINI jaan mempunyai suka dukanya sendiri. Mendengar tuturan beberapa wanita atau perempuan pekerja, kebanyakan memang disamping mempunyai rasa bangga karena mampu menghasilkan uang sendiri. Di sisi lain ada juga tersirat rasa keluh kesah, karena tugas mereka jadi berganda: sebagai penghasil uang sekaligus juga ada tugas tambahan atau malahan tugas utama di rumah, yakni ketika mereka menjelang berangkat bekerja dan juga ketika mereka pulang kerja. Apabila pekerja laki-laki/suami, begitu datang lalu beristirahat melepas lelah, pekerja perempuan masih harus menghadapi permintaan anak,bahkan juga permintaan suami yang minta dilayani, padahal tubuhnya tentu sudah letih dan capai. Lebih menyedihkan,kalau si suami tidak mempunyai pengertian sama sekali,dan mengharuskan isteri/perempuan wajib bertugas menangani pekerjaan rumah tangga, sementara dalam hal mencari uang dan kebutuhan rumah tangga, sang isteri juga diwajibkan untuk ikut mencari! Pertanyaannya ialah,apakah organisasi perempuan yang telah didirikan sejak sebelum zaman kemerdekaan itu, kini sudah semakin melangkah maju dalam menangani nasib kaum perempuan yang bekerja? Ataukah tantangannya masih juga sama dengan tantangan pada masa sebelum kemerdekaan? Ini hanya pertanyaan refleksi,dan bukan gugatan yang mengharubiru.... (Viddy AD Daery)

oleh tayangan yang berisi tragedi, mereka akan menganggap realitas media tak beda dengan realitas nyata, perilaku yang abai terhadap tragedi pun “disahkan” dalam kehidupan sehari-hari. Seperti itulah yang terjadi akhir-akhir ini pada masyarakat Indonesia. Lihatlah bagaimana masyarakat ramai-ramai menghakimi pelaku kriminalitas. Memukuli maling sampai mati, membakar hidup-hidup orang yang dicurigai sebagai perampas ojek, menyiksa anggota masyarakat yang dicurigai melakukan perselingkuhan, dan sebagainya. Mereka menganggap, korban yang jatuh akibat tindakan mereka adalah sesuatu yang “wajar” dan biasa-biasa saja. Tampaknya apa yang dikemukakan oleh Baran dan McQuail tentang teori masyarakat massa, kini sedang berlangsung di Indonesia. Masyarakat mudah dipengaruhi, media mempunyai kekuatan yang besar, sedangkan peran media banyak yang disfungsional. News judgement banyak ditinggalkan oleh media kita demi mengejar rating dan prestise yang bermuara pada satu tujuan “keuntungan”. Media tidak lagi bijaksana dan lupa bahwa mereka adalah institusi sosial yang punya tanggungjawab menjaga tatanan sosial, mendidik masyarakat, bukan sekadar memberikan informasi tetapi tidak mendidik.*** *) Penulis sedang mengambil program S3 di Universitas Gadjah Mada.


10

KomunikA satu kata Indonesia

LINTAS DAERAH merintah Pusat sebanyak 40 kg. Adapun kawasan penanaman benih tersebut diantaranya berada di Kota Banjarbaru, Kabupaten Kotabaru, Banjar, Hulu Sungai Tengah (HST), Barito Kuala (Batola), Hulu Sungai Selatan (HSS), Tabalong dan Kabupaten Tanah Laut.

Sumatera Utara Bangun Tol Lintas Sumut Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersama Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) di Jakarta, Jumat (18/4) lalu, membahas upaya pelibatan pengusaha lokal dalam pembangunan kedua ruas jalan tol di Sumut, yakni tol Medan-Binjai dan Tanjungmorawa–Tebingtinggi-Junction Kualanamu, melalui konsorsium dengan Pemprov Sumut. Kepala Bappeda Sumatera Utara Dr RE Nainggolan MM di Medan, Selasa (22/4), meminta pengusaha lokal untuk berkontribusi demi percepatan pembangunan ruas jalan tol Medan-Binjai, dan Tanjungmorawa–Tebingtinggi-Junction Kualanamu. Pembangunan ruas tol tersebut merupakan salah satu upaya didalam mendukung Bandara baru Medan di Kualanamu, yang rencananya akan mulai beroperasi pada Oktober 2009. (www.bainfokomsumut.go.id)

Riau

(www.banjarmasinprop.go.id)

Bali Limbah Padi Untuk Energi Listrik yaitu Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), di Bandung, Kamis (24/4). Gubernur Jabar, H. Danny Setiawan menjelaskan bahwa LPSE untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, mengeliminir praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, mewujudkan profesionalisme birokrasi dan mempercepat pelayanan publik. Pelaksanaan LPSE sepenuhnya didukung oleh Bappenas sebagaimana diamanatkan dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi serta Keputusan Dewan Teknologi dan Informasi Nasional. (www.jabar.go.id)

APBD Desa Ala Riau Saat ini di Riau tengah dibahas Peraturan Daerah (Perda) yang menyebut 10 persen dana perimbangan dan pajak dikembalikan ke desa. Konsekuensinya kepala desa beserta perangkatnya akan dapat mengelola sendiri keuangan desa. Gubernur Riau HM Rusli Zainal di Pekanbaru, Kamis (23/4) menjelaskan, dengan sendirinya setiap kepala desa akan melaksanakan sendiri APBD desanya untuk pembangunan di desa-nya masing-masing. Hal ini salah satu komit-men pemerintah daerah dalam memberikan perhatian kepada desa. Saat ini menurut Rusli, Pemprov Riau telah memberikan perhatian yang besar terhadap desa melalui Program Pemberdayaan Desa (PPD) dan bantuan ekonomi bergulir untuk desa. (http://bikkb.riau.go.id)

Sumatera Barat Kembangkan Pariwisata Internasional Kabupaten Limapuluh Kota pada tahun ini akan mengadakan acara lomba panjat tebing berskala Internasional, sekaligus untuk mendukung program Provinsi Sumatra Barat sebagai salah satu daerah kunjungan wisata di tanah air. Kepala Bidang Pariwisata dan Seni Budaya Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat Drs. Abrar di Jakarta, Kamis (24/4), menyebutkan, acara panjat tebing yang akan berlangsung di Lembah Arau pada bulan Desember 2008 tersebut dikuti oleh 20 negara. (mf)

Jawa Barat Luncurkan LPSE Pemprov Jabar secara resmi menggelar soft launching penerapan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik

Jawa Timur Buku Wisata Berbahasa Jepang Tim Surabaya Tourisme Promotion Board (STPB) atau Badan Promosi Wisata Surabaya Pemerintah Kota Surabaya, meluncurkan buku panduan wisata berbahasa Jepang full colour, untuk lebih meningkatkan kunjungan wisatawan asing khususnya dari Jepang. Peluncuran Tourist Guide Book yang berjudul Sparkling Surabaya and East Java tersebut, dilakukan Rabu (23/4) siang di Balai Kota Surabaya. Executive Director STPB Yusak Anshori menjelaskan pembuatan buku panduan wisata Surabaya dalam bahasa Jepang ini didorong potensi negara Sakura itu sebagai asal wisatawan untuk berkunjung ke Surabaya dan Jawa Timur. Yusak Anshori menyebutkan bahwa STPB akan selektif dalam pendistribusian buku tersebut. Rencananya buku tersebut akan didistribusikan ke semua Japan Club dan Japan Foundation, Kantor Perwakilan STPB, Sister City Kochi serta beberapa kota di Jepang yang warganya berpotensi mengunjungi Surabaya dan Jawa Timur. (www.d-infokom-jatim.go.id)

Kalimantan Selatan Kembangkan Kedelai 7.750 Ha Kalimantan Selatan tahun ini akan mengembangkan tanaman kedelai seluas 7.750 hektare yang tersebar di beberapa kabupaten untuk memenuhi kebutuhan kedelai di daerahnya. “Kami telah mendapat bantuan benih bermutu dari Departemen Pertanian (Deptan) untuk mendukung hal itu,” kata Kepala Dinas Pertanian Kalsel, Ir Yohanes Sriyono, di Banjarmasin, Senin (21/4). Dalam pengembangan tanaman kedelai tersebut, menurut rencana setiap hektare mendapat bantuan benih bermutu dari Pe-

Wakil Walikota Denpasar IB Rai Darmawijaya Mantra. SE. Msi mendukung pengolahan limbah padi seperti sekam dan jerami untuk diolah menjadi tenaga (energi) listrik, yang bermanfaat serta memberi nilai ekonomis bagi peningkatan kesejahtaeraan ekonomi petani. “Kalau sekarang ada organisasi yang memanfaatkan jerami dan sekam untuk diolah menjadi tenaga listrik, itu sangat bagus sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi petani itu sendiri dan juga akan memberikan supplay bagi kebutuhan tenaga listrik,” kata Walikota Denpasar, di kantornya, Kamis (17/ 4). Dengan program itu ia berharap, petani kembali bergairah untuk bercocok tanam padi, karena selain panen gabah, limbahnya juga akan dapat mendatangkan uang. Sekretaris Asosiasi Petani Palawija Indonesia (AP3I) Edianto Prasetyo, mengatakan, ide tersebut sangat kreatif dan prospektif jika betul-betul digarap dengan serius. Proyek pemanfaatan limbah padi ini dinamai Energi Biomassa dan pengembangannya akan dipusatkan di Tabanan. (www.denpasarkota.go.id)

Sulawesi Selatan Tuan Rumah TIME 2008 Kota Makassar, Sulawesi Selatan akan kembali menjadi tuan rumah Tourism Indonesia Mart and Expo (TIME) atau pasar Wisata Indonesia (PWI), yang akan digelar pada 14-17 Oktober 2008, di Celebes Convention Center (CCC) dengan penyelenggara Badan Pariwisata Indonesia (BPPI) dan didukung seluruh komponen pariwisata di Indonesia. Ketua Steering Committee Time 2008, Meity Robot mengatakan sejalan dengan program Visit Indonesia Year 2008 yang menargetkan 7 juta wisatawan berkunjung ke Indonesia, maka semua komponen industri pariwisata berkomitmen untuk mempromosikan pariwisata Indonesia di pasar internasional lewat Time 2008 kali ini. Meity juga menjelaskan, Time 2008 ini akan mengangkat tema eco-tourism dan wisata bahari (maritim). Semua daerah tujuan wisata, baik yang popular atau obyek wisata baru yang erat hubungannya dengan ecotourism dan wisata bahari akan ditampilkan dalam acara itu. Penyelenggaraan kali ini didukung Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar, Garuda Indonesia, INACA, ASITA, BARINDO, PHRI, INCCA, Pacto Convex sebagai event organizer. (Jul)

Pengembangan G2B Menyebut kata "Kota Bandung" kebanyakan orang akan terlintas mengenai fashion and educational city. Tidak dipungkiri kota ini adalah salah satu kiblat perkembangan mode di Indonesia dan banyak menjadi jujugan untuk belajar dari seantero Indonesia. Selain banyak tersebar lokasi shopping juga terdapat suasana yang cukup kondusif untuk belajar. Sebuah kombinasi yang cukup unik. Oleh karena itu, ketika liburan, Bandung pun menjadi salah satu alternatif tempat berlibur sekaligus berbisnis. Menyadari potensi bisnis yang cukup besar itu, Pemkot Bandung mengembangkan layanan elektronik melalui situs www.bandung.go.id. Fitur unggulannya adalah memberikan fasilitas informasi mengenai G2B (Goverment to Business). Dalam master plan kota, Bandung memang dirancang untuk menjadi pusat distribusi regional atau aktivitas perekonomian. Tak berlebihan jika kemudian Pemkot Bandung mengembangkan beragam kebijakan dan sistem pemerintahan guna mendukung terciptanya iklim investasi yang sehat dan kepastian hukum untuk berinvestasi. "Seribu Ijin Sejuta Transparansi" Dalam informasi G2B situs ini jg mencantumkan 25 jenis pelayanan publik yang dapat di akses melalui unit pelayanan satu atap. Pelayanan tersebut antara lain, ijin lokasi, peruntukan penggunaan tanah, ijin mendirikan bangunan, HO (ijin gangguan/ tempat usaha), surat ijin usaha kepariwisataan (SIUK), reklame, Pemakaian Tanah dan Bangunan Milik/Dikuasai Pemkot Bandung, trayek, Penggalian Daerah Milik Jalan (DAMIJA), Pemarangan lahan/tanah, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Usaha Perdagangan, Usaha Industri/Tanda Daftar Industri, Tanda Daftar gudang, dan lainnya. Masing-masing item pelayanan ijin tersebut mencantumkan dasar hukum, persyaratan yang dibutuhkan, mekanisme pengajuan dan jangka waktu penyelesaian yang dibutuhkan untuk mengurus surat perijinan. Jika dalam proses pengurusan ijin tersebut membutuhkan biaya maka dalam link ini akan mencantumkan informasi biaya yang dibutuhkan pula. Total transparan. Jadi para calon investor tidak akan perlu lagi pulang balik ketika mengurus ijin selama persyaratan yang ditampilkan dalam situs itu tersedia. Dalam situs tersebut juga diinformasikan mitra usaha Negara Sahabat dengan Kota Bandung, yaitu Braunschweig (Jerman), FortWorth (US) , Suwon (Korea Selatan), Liuzhou dan Yingkuo (Cina). (faridadewi@bipnewsroom.info)

Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail: komunika@bipnewsroom.info

Gorontalo

Senyum Danau Limboto Matahari mulai bergelayutan di cakrawala sebelah barat. Semburat sinar warnawarninya bagaikan puisi visual yang mencekam pandangan mata. Pantulan sinarnya di permukaan Danau Limboto seakan-akan menambah dayu keindahan danau yang dipenuhi bunga teratai mekar berwarna putih semburat merah muda. Atau bunga lili air yang putih-putih. Burung-burung laut terbang berkelompok-kelompok menuju sarang peraduannya. Danau Limboto memang menawarkan keayuannya. Danau yang dikepung deretan punggung gunung, membuatnya seolah batok kelapa yang menadah ke langit senja penuh warna itu. Langit Gorontalo yang masih bersih dari polusi itu menawarkan bening kaca yang suci memancarkan candikala – pantulan warna-warna langit menjelang senja yang jatuh di per-

mukaan bumi – yang magis akibat bayangbayang hitam nelayan yang pulang dari mencari ikan menjadikan satu orkestra keindahannya. Kecantikan atau keayuan Danau Limboto memang terkenal sejak dulu, dan danau itu pun menjadi perbincangan sejak bertahuntahun terakhir ini. Bukan untuk keindahannya saja, tapi ketakutan akan keberadaannya. Kini Danau Limboto berkedalaman hanya dua meter saja. Itu pun hanya di tengahnya, sedangkan di tepinya sudah berubah menjadi rawarawa. Sekeliling danau telah tumbuh perkampungan dari empat desa dengan jumlah keluarga sekitar 150. Pada tahun 1935, danau ini berkedalaman 35 meter dan airnya jernih sekali. Pengendapan yang dibawa sungai-sungai yang berasal dari gunung-gunung sekitarnya serta tata cara nelayan mencari ikan menyebabkan danau

mendangkal setiap tahunnya, sehingga ia termasuk 22 danau yang masuk kategori kritis dan harus diselamatkan. Banyak program dirancang guna menyelamatkan aset wisata Gorontalo ini. Kendati demikian, sisa-sisa kecantikan Limboto masih menjadi salah satu andalan wisata Kabupaten Gorontalo. Kabupaten ini memiliki menara besi yang didirikan di sebuah perempatan jalan, berbentuk mirip Menara Eiffel di Paris. Dari puncak menara ini wisatawan dapat menikmati pemandangan indah Danau Limboto di waktu senja, atau di hari pagi-pagi sekali. Danau ini terletak hanya sekitar dua ratus meter dari kantor Bupati Gorontalo, yang berkedudukan di Kecamatan Limboto, di pertengahan jalan dari bandara menuju ke Kota Gorontalo. Di tepi danau itu dibangun sebuah cottage yang menghadap ke danau

sehingga pengunjung atau para tamu dapat menikmati keindahannya secara langsung. Pengunjung dapat menjangkau dari berbagai arah, antara lain dari Desa Batu Daa, dari cottage, atau dari Pasar Limboto. Di sana mereka dapat menyewa perahu untuk berkeliling menikmati keindahan danau itu. (ji)


11

Edisi 3/Tahun IV/Mei 2008

LINTAS LEMBAGA Departemen Kebudayaan dan Pariwisata MoU Kebudayaan RI-Brunei Pemerintah Indonesia dan Kesultanan Brunei Darussalam sepakat meningkatkan hubungan bilateral kedua negara yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerjasama di bidang Kebudayaan. Penandatangan MoU tersebut dilakukan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata kedua negara di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/4), disaksikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sultan Brunei Darussalam, Sultan Hassanal Bolkiah. Dalam pernyataan pers bersama, kedua Kepala Negara menyatakan kembali komitmennya untuk meningkatkan persahabatan dan kerjasama kedua negara berdasarkan sikap saling menghormati dan pengertian dan saling menguntungkan, sejalan dengan Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia), serta prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional. (ww) Kementerian Riset dan Teknologi Menristek-KASAL Kembangkan Iptek Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) serta TNI Angkatan Laut bersepakat untuk melaksanakan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan serta teknologi. Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian kerjasama yang ditandatangani Menteri Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana TNI Sumardjono di Jakarta, Selasa (22/4). Sumardjono mengatakan, kebutuhan akan alutsista TNI saat ini dihadapkan pada keterbatasan kemampuan negara, karena itu perlu dilakukan upaya-upaya dari segenap bangsa untuk mengoptimalkan segala sumber daya yang diarahkan guna mewujudkan kemandirian nasional di bidang industri strategis, khususnya industri pertahanan. Sementara itu, Menristek, Kusmanyanto Kadiman mengatakan dalam kerjasama ini pihaknya akan melibatkan tujuh lembaga pemeritah non departemen di bawah Menristek seperti LIPI, BATAN, BPPT, LAPAN, BAKORSURTANAL, BAPETEN, BSN, termasuk juga akan menjadi payung kalau ada kerjasama dengan BUMN strategis, misalnya PINDAD, PT DI, PT. DAHAN. Dari kerjasama ini, pihaknya belum bisa memastikan berapa persen bisa dialihkan teknologinya untuk kebutuhan alutsista dalam negeri. Juga diharapkan bisa mengindentifikasi mana sektor yang utama apakah mulai dari alutsistanya, rantis, atau yang lain. (Yr) Departemen Komunikasi dan Informatika UU ITE Cegah Cyber Crime Dirjen Aplikasi dan Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika, Cahyana Ahmadjayadi menegaskan, Undang-Undang Informasi dan Transkasi Elektronik (ITE) menjamin kepastian hukum bagi masyarakat serta dapat mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi. “UU itu menjamin kepastian hukum bagi masyarakat untuk melakukan transaksi secara elektronik agar bisa dilakukan dengan baik, sistem yang benar, tidak ada penipuan atau bahkan penyelundupan,“ kata Cahyana saat memberikan

arahan kepada para pegawai Badan Informasi Publik Depkominfo di Jakarta, Rabu (16/4) sore. Terhadap berbagai kejahatan cyber crime, pemerintah memandang UU ITE sebagai instrumen yang mutlak diberlakukan bagi negara Indonesia, karena saat ini Indonesia menjadi satu negera yang telah menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi secara luas dan efisien. Selain untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik, UU ITE juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia baik pada sektor pertanian maupun industri. (Ys) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Gerakan Nasional Hemat Energi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Menneg PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Paskah Suzetta, menyarankan agar penghematan energi menjadi gerakan nasional, dan dapat dilakukan di daerah, terutama di kantor-kantor pemerintah. Paskah minta, agar jam operasional berbagai supermarket yang masih menerima subsidi tarif listrik bisa dikurangi atau bahkan dibatasi. “Mereka tidak perlu buka dari jam 10 pagi sampai jam 24.00. Tapi, kalau warung kopi, ya bisa,” katanya. Penghematan itu, katanya, menjadi kebijakan yang lebih baik dilakukan daripada menaikkan harga BBM karena akan berdampak langsung pada kenaikan harga produk-produk lain dan mengurangi daya beli masyarakat. (id) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

Smart Card Hemat Anggaran Rp6 Triliun Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) memperkirakan, proyek pelaksanaan Program Smart Card dapat menghemat anggaran sekitar Rp6 triliun. Kepala BPH Migas, Tubagus Haryono di sela penandatanganan keputusan bersama BPH Migas dan Kejagung, di Jakarta, Kamis (24/4) mengatakan, penghematan itu dapat tercapai jika pemerintah sudah menetapkan kapan dimulainya program smart card dan siapa apa saja target penggunanya. Empat skenario yang akan diusulkan kepada pemerintah diantaranya jenis kendaraan berdasarkan CC, tahun pembuatan, kendaraan pribadi atau umum. (Ys) Departemen Perdagangan Kerjasama CBI-BPEN Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Deperdag Bachrul Chairi, SE, MM mengemukakan, kerjasama BPEN dengan Centre for the Promotion of Imports from Developing Countries (CBI) akan menghasilkan daya saing yang lebih kompetitif saat memasuki pasar Uni Eropa. CBI adalah badan pemerintah Belanda yang berfungsi sebagai pusat promosi untuk membantu impor dari negara-negara berkembang masuk pasar Uni Eropa. Menurut Bachrul tugas mereka disini membantu BPEN dalam mempersiapkan personel, mempersiapkan pengetahuan mengenai pasar, serta memberikan dasar-dasar pemahaman. Mereka membuat kajian pasar, menyediakan expert, menyiapkan teknologi untuk pengembangan pasar. Dalam teknologi pengembangan pasar itu, ada dua program penting yang diminta pada CBI, yakni mengenai virtual exhibition dan program inquiry global. (VE)

Komisi Pemberantasan Korupsi

Penggerak Anti Korupsi Nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sudah kian garang. Melalui gebrakannya dalam menumpas korupsi membuat nama lembaga ini semakin terangkat. Lembaga ini memang didirikan untuk membudayakan anti korupsi di setiap level masyarakat, pemerintah dan swasta di Indonesia. Untuk mencapai budaya itu tentunya perlu dukungan keikutsertaan seluruh komponen masyarakat. Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 20 tahun 2001 merupakan dasar pembentukan komisi ad hoc yang independen ini. Secara struktural, KPK terdiri dari 5 deputi, yaitu, Deputi Bidang Pencegahan, Deputi Bidang Penindakan, Deputi Bidang Informasi dan Data, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, serta Sekretariat Jenderal. KPK sendiri bertugas untuk melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor penyelenggaraan pemerintahan negara. Sesuai visinya, "Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi", KPK pun mempunyai kewajiban mengambil tindakan pencegahan atas setiap kegiatan atau aktivitas yang dapat merugikan negara. Dalam menjalankan tugasnya KPK berhak melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terha-

dap tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan tugas independen tersebut KPK haruslah berasaskan pada kepastian hukum yang berlaku, keterbukaan, akuntabilitas, melihat kepentingan umum dan proporsional. Bukan Macan Ompong Dalam melakukan tugasnya, KPK melakukan kegiatan seperti layaknya intelejen. Bisa menyadap dan merekam pembicaraan, memerintahkan pada instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri, meminta keterangan bank atau lembaga keuangan lain berkaitan dengan kondisi keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa, meminta data kekayaan, menghentikan sementara transaksi terkait keuangan dan meminta atasan tersangka atau terdakwa untuk memberhentikan sementara dari jabatan. Kiprah selama ini menunjukkan bahwa KPK bukan macan ompong. Banyak kasus yang telah diselesaikan meski masih banyak pula pekerjaan rumah komisi yang berkantor di kawasan Kuningan, Jakarta Pusat ini. Untuk mempermudah pekerjaannya, KPK berwenang meminta bantuan kepolisian atau instansi lain mendukung kegiatannya. Teramasuk meminta bantua interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri. (faridadewi@bipnewsroom.info)

Perempuan Perempuan adalah makhluk paling unik di dunia. Fisiknya tampak lemah, namun sejatinya tidak sungguhsungguh lemah. Ia lemah karena dianggap lemah, dan ia menikmati definisi keliru itu untuk menutupi kekuatannya yang tersembunyi. Ia adalah kenisbian tiada tara. Jika ada makhluk yang sangat bertolak belakang, kontras dengan lelaki, itulah perempuan. Thomas Aquinas pernah mengatakan bahwa perempuan adalah defect male, bukan ciptaan dari produksi pertama seperti lelaki. Ada pula pernyataan kontroversial Baudrillard bahwa perempuan sebenarnya adalah sebuah permukaan atau penampakan. Pada akhir abad ke-19 para feminis mencoba mendefinisikan perempuan melalui pendekatan kesedaran feminis. Kate Millet dan Shulamith Firestone menunjukkan bahwa sistem patriarki mempengaruhi cara melihat dan mendefinisikan perempuan. Simone de Beauvoir memulai dengan pertanyaan “Apa itu perempuan?” dalam buku klasiknya Le Deuxieme Sexe yang memuat kata baru: “kesetaraan”. Menjadi perempuan adalah menjadi "empu" bagi dirinya sendiri. Konsep bahasa Melayu yang diadopsi menjadi bahasa Indonesia itu bersifat lebih memberdayakan. Tentu saja kita bebas memilih perempuan itu hendak kita sebut “siapa”, atau harus diidealisasikan, dan disimbolkan sebagai “apa”. Tapi pilihan “siapa” dan “apa” ini ternyata tak sesederhana sebagaimana dampaknya. Konsep tentang perempuan sering berlawanan diametral dengan realitasnya. Apa yang tampak belum tentu cerminan dunia itangible dalam dirinya. Karena itu, menyimpulkan perempuan dari ciri-ciri fisiknya, sama halnya dengan membaca buku dalam ruang tanpa cahaya: fisik buku terpegang, namun tak seuntai katapun ter-pahami maknanya. Lihatlah, kepala perempuan cenderung kecil, volume otaknya lebih mungil. Akan tetapi kemampuannya berhitung, menganalisis dan mendeskripsikan sesuatu secara detil, sungguh luar biasa. Ia adalah komputer hidup, dengan memori lebih dari satu miliar gigabita. Perempuan pun sangat efisien meng-gunakan brain me-mory-nya, berpikir hanya jika sedang memecahkan masa-lah. Selebihnya, ia le-bih sering menggu-nakan rasa. Karena itu, keputusan pe-rempuan terasa lebih ‘manusiawi’, karena lebih dihiasi warna nurani. Matanya tajam sekaligus sayu, sang-gup menawan hati hanya dengan satu kedipan dan meng-hancurkan perasaan dengan sekali tatap-an. Mata itu juga sangat fleksibel, bisa meneteskan air mata saat sedih, galau, cinta, kesepian, menderita mau-pun gembira, dan berkaca-kaca saat tak ada apa-apa. Mulutnya sangat rajin melepas kata-kata, manakala ketidakberesan melanda dunia. Berkat kecerewetannya, ketidaksempurnaan terbongkar, sehingga orang bisa melakukan koreksi, renovasi dan rehabilitasi: memperbaiki yang salah, mengurangi yang lebih, menambah yang kurang. Sementara senyumnya adalah sarana negosiasi yang tiada duanya. Ia bisa mengubah keputusan besar, hanya dengan senyum tanpa kata. Di badannya tersimpan saripati kehidupan. Tak hanya DHA, asam linoleat, asam folat, namun segala asam amino esensial yang dibutuhkan bagi pertumbuhan manusia, perempuan punya pabriknya. Dan hati yang tersimpan di dalamnya, adalah server teraman yang pernah ada. Tempat menyimpan segala perasaan atas kenyataan, yang hanya bisa diakses oleh mereka yang memahami kode sandinya. Perempuan adalah sumber dari segala sumber sejarah dunia. Tanpa perempuan, sejarah tak kan pernah ada. Karena dari perempuanlah lahir tokoh-tokoh sejarah yang memerah-birukan semesta. Perempuan diciptakan bukan dari tulang kepala, agar ia “mengatasi” lelaki. Bukan pula dari tulang kaki, agar ia diinjak lelaki. Namun perempuan diciptakan dari tulang rusuk, agar ia berada di samping, sejajar dengan lelaki. Perempuan adalah kesempurnaan. Hanya satu kekurangan perempuan: ia sering tidak menyadari bahwa dirinya sempurna! (gun)


Faktor kebiasaan, kurangnya pengetahuan tentang teknis, manfaat dan kemudahan memakai bahan bakar gas, rupanya menjadi alasan mengapa masyarakat masih menggunakan minyak tanah. Tetapi setelah tahu manfaat gas elpiji, pasti akan mudah untuk memuseumkan kompor minyak tanah ke gudang. Meski demikian masih ada kekhawatiran beberapa elemen masyarakat. Benarkah terjadi ataukah hanya ngeyel semata?

Sepagi itu, Supardiono (29) sudah bersimbah peluh. Pedagang bubur kacang ijo di kawasan Mlati, Sleman, Daerah Istimewa Jogjakarta ini memang sejak subuh sudah menggenjot sepeda gerobak bubur keliling kampung untuk melayani pelanggannya. Bersepeda sejauh kurang lebih 25 km sehari, tentu sangat menguras tenaga. Lebih-lebih ia harus menghidup-matikan kompor minyak untuk menghangatkan bubur puluhan kali dalam sehari, pekerjaan yang sepele namun ‘mengesalkan’. Untunglah, sebulan ini ia merasa lebih hemat tenaga dalam berdagang. Semua itu berkat kehadiran tabung dan kompor gas mini yang kini nongkrong di bawah panci bubur kacang ijonya. “Dulu waktu masih pakai kompor minyak ribet, harus menghidup-matikan kompor yang selain makan waktu juga bikin tangan jadi bau. Sekarang sewaktu-waktu butuh menghangatkan bubur, tinggal klik... dan bubur pun panas dalam sekejap, lebih mudah, bersih dan praktis,” tutur bapak dua anak ini. Ia mendapatkan jatah kompor kecil dan tabung gas elpiji isi 3 kg secara gratis melalui Ketua RW. “Semua keluarga miskin di Popongan Sinduadi (kampungnya—Red) dapat jatah termasuk saya, tetapi tidak lekas saya gunakan karena berbagai pertimbangan,” katanya. Percaya dari Mencoba Semula ia memang tak percaya, bahwa pakai gas elpiji lebih ekonomis daripada minyak tanah. Bahkan ia sempat berpikir, program konversi minyak tanah ke gas yang dicanangkan pemerintah hanya akan menyengsarakan rakyat kecil seperti dia. Oleh karena itu, kompor dan tabung gas pemberian pemerintah itu selama berminggu-minggu hanya ia simpan di bawah kolong tempat tidur. “Baru setelah minyak tanah langka dan mahal, saya coba gunakan untuk gerobak bubur saya. Eh, ternyata benar, pakai gas lebih irit.” Dulu Supardiono menghabiskan minyak satu liter sehari, atau 30 liter sebulan. Jika seliter harganya Rp2.500, berarti sebulan ia harus merogoh kocek Rp75.000 hanya untuk beli minyak tanah. Sedangkan pakai gas elpiji, tabung tiga kg yang harganya hanya Rp13.000 baru habis dalam 15-17 hari. “Berarti kalau pakai gas, sebulan anggarannya cuma 26 ribu, kan jauh sekali selisihnya,” ujar lelaki kelahiran Majalengka Jawa Barat ini. Hal senada diungkapkan Susi Hawarto (51), bapak rumah tangga yang juga baru saja ‘hijrah’ dari kompor minyak ke kompor gas. Menurut duda satu anak ini, pakai gas elpiji jauh lebih efisien ketimbang minyak tanah. “Saya coba, tabung elpiji ukuran 3 kg jatah dari RW, bisa saya pakai memasak selama 24 hari. Jadi pengeluaran saya untuk kompor bisa saya tekan menjadi sekitar Rp17.500 saja, sementara kalau pakai minyak habisnya bisa Rp 50.000 sebulan.” Ia mengaku tak mengerti mengapa masih

ada anggota masyarakat yang enggan melakukan konversi dari minyak tanah ke gas. “Saya yakin, mereka ngeyel (bersikeras— Red) karena belum merasakan enak dan murahnya pakai gas. Kalau sudah mencoba, saya jamin mereka akan ketagihan, karena pakai gas memang lebih irit,” imbuh lelaki berewok yang mengaku telah me-‘museum’-kan kompor minyaknya di gudang sejak setengah bulan lalu ini. Perlu Pembiasaan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Tengah, Widiatmoko, belum lama ini menyatakan, perlu waktu untuk membiasakan masyarakat menggunakan bahan bakar gas. “Selama puluhan tahun masyarakat terbiasa menggunakan minyak tanah, sehingga peralihan menggunakan bahan bakar gas perlu waktu. Namun demikian, konversi minyak ke gas sudah tak bisa ditawartawar lagi, karena ketersediaan BBM terus menipis dan harganya saat ini sudah sangat tinggi,” tuturnya. Widiatmoko menjelaskan, ongkos produksi minyak tanah saat ini sudah mencapai Rp9.000 per liter. Jika dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp2.500, pemerintah masih harus menanggung subsidi sebanyak Rp6.500 per liter. Ke depan, jika subsidi benar-benar dihapus, minyak tanah akan dilepas ke pasaran dengan harga sekitar Rp9.000 per liter. “Harga itu relatif tinggi untuk kantong masyarakat, oleh karena itu pemerintah bersamasama dengan Pertamina bertekad terus melakukan konversi minyak tanah ke gas. Saya optimistis program ini dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap minyak tanah,” imbuhnya. Saat ini, Pemprov Jateng bekerjasama dengan Pertamina sedang mengadakan pilot project di Kabupaten Pemalang, Magelang dan Kudus. Pilot dilaksanakan dengan membagi secara cuma-cuma 8.000 unit kompor dan tabung gas berukuran 3 kg kepada warga yang pendapatannya di bawah Rp1,5 juta sebulan. “Di Pemalang dan Magelang program ini sudah berjalan, namun di Kudus masih belum berjalan 100% karena kabupaten ini sedang menghadapi pemilihan bupati,” kata Widi. Maksud pembagian kompor dan tabung gas secara gratis adalah untuk memancing partisipasi masyarakat agar mau dan akhirnya terbiasa menggunakan gas elpiji. “Dari hasil pilot project di beberapa daerah, angka keberhasilannya cukup signifikan. Saya yakin, kalau mereka sudah terbiasa, secara bertahap masyarakat Jateng bisa beralih dari minyak tanah ke gas,” imbuhnya. Suara Pengguna BBK Di tengah hiruk-pikuk program konversi minyak tanah ke gas, ada suara elemen masyarakat yang tampaknya perlu mendapatkan

perhatian, yakni suara mereka yang terbiasa menggunakan BBK alias bahan bakar kayu. Siswowiyono (81), warga Desa Jetis, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah misalnya, mengimbau agar dalam program konversi minyak tanah ke gas ini pemerintah memperhatikan kelompok masyarakat miskin yang tidak pernah menggunakan BBM. “Jangan hanya yang pakai kompor minyak saja yang diperhatikan, karena pemakai BBM itu kan rata-rata ekonominya relatif baik. Sedangkan pemakai BBK kebanyakan terdiri dari orangorang yang ekonominya sangat tidak mampu,” ujar kepala keluarga yang hingga kini masih setia menggunakan kayu bakar untuk memasak. Menurut kakek 11 cucu ini, ada permasalahan besar saat pemakai BBK langsung diberi kompor dan tabung gas. “Masalah timbul saat mereka akan mengisi ulang tabung gas, uangnya dari mana? Untuk beli beras saja mereka tidak mampu, apalagi beli gas. Pemerintah harus memikirkan situasi ini,” katanya. Ia layak khawatir, karena beberapa tetangganya yang sudah menerima kompor dan tabung gas gratis dari pemerintah, justru menjual kompor dan tabung itu kepada orang lain yang lebih mampu, sementara mereka kembali menggunakan bahan bakar kayu. “Jika begini ceritanya, program konversi minyak ke gas akhirnya sulit mencapai sasaran,” imbuhnya. Beberapa warga Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jateng, yang ditemui komunika menilai, konversi minyak ke gas memang sudah saatnya dilakukan. Akan tetapi, mereka meminta dilakukan secara bertahap karena faktanya masih ada kelompok masyarakat yang belum pernah memasak pakai kompor. “Jangan meloncat, lah. Susah kalau orang di sini tiba-tiba diharuskan pakai gas, lha wong 98 persen terbiasa memasak pakai kayu bakar. Kalaupun dikasih kompor dan tabung gas, paling-paling nanti hanya dijadikan pajangan, alias tidak dipakai,” kata Sumarto (62), warga setempat. Secara berkelakar, petani kentang ini menyatakan pemerintah tidak perlu repot-repot membagikan kompor dan tabung gas ke desa-desa. “Sebaiknya diganti duit saja, seba-gai ungkapan terimakasih pemerintah kepada orang-orang desa yang sejak dulu memasak dengan kayu, sehingga tidak pernah makan subsidi minyak tanah, ha ha ha...” Kompor Minyak Masih Marak Pengamatan komunika di lapangan, menjelang dihapuskannya subsidi minyak tanah, masih banyak warga yang menggunakan kompor minyak dengan berbagai dalih. Ningsih (45), warga Klisman, Kec Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, mengaku masih menggunakan kompor minyak karena belum punya uang untuk membeli kompor gas. “Kebetulan saya termasuk yang belum kebagian kompor gas gratis. Mau beli harganya mahal, wong tabungnya yang isi 12 kg saja sekarang harganya sudah Rp 350 ribu. Jadi sementara ya tetap pakai kompor minyak,” kata perempuan penjual nasi

rames dan aneka lauk-pauk ini. Ditanya apa yang akan dilakukan jika subsidi benar-benar dicabut dan harga minyak tanah melambung tinggi, Ningsih mengaku hanya bisa pasrah. “Nggak tahulah, saya pasrah saja. Kalau memang harga minyak naik, ya mau apa lagi, akhirnya toh kita terpaksa beli juga,” ujarnya. Maman Suryaman (22), penjual siomay di Pasar Ngemplak, Surakarta, Jawa Tengah, mengaku masih menggunakan kompor minyak karena ‘sudah biasa’. “Males rasanya pakai kompor selain minyak. Karena sudah bertahun-tahun pakai, jadi telanjur nyetel sama kompor minyak tanah.” Namun lajang asal Ciamis, Jabar, ini mengaku khawatir juga terhadap rencana pemerintah menghapuskan subsidi minyak tanah. “Kalau bener minyak tanah seliter nantinya jadi Rp9.000, saya mendingan pulang kampung, deh. Gimana mau untung, kalau harga minyaknya segitu,” katanya. Sementara itu, Hadi (65), penjual bakso keliling di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, mengaku masih bertahan menggunakan kompor minyak karena takut dengan kompor gas. “Takut meledak, soalnya saya sama sekali tidak tahu cara mengoperasikannya,” katanya. Di samping cekaknya kantong, faktor kebiasaan, kurangnya pengetahuan tentang teknis, manfaat dan kemudahan memakai bahan bakar gas, rupanya menjadi alasan mengapa masyarakat masih menggunakan bahan bakar fosil yang di negara Asia lainnya sudah tidak dipergunakan untuk memasak ini. Tak pelak, masih butuh kerja keras untuk menjelaskan secara gamblang kepada masyarakat, bahwa bahan bakar gas lebih aman, murah dan mudah digunakan. Tugas siapa? (gunarjo@bipnewsroom.info)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.