KampungMagz!

Page 1

KAMPUNG MAGZ!


visit our social medial

ketjilbergerak

ketjilbergerak

k e t j i l b e r g e r a k


MELU OBAH BARENG KETJILBERGERAK KAMPUNG MAGZ!

1


DAFTAR ISI

. M U D A B E K A R Y A D A L A M R E L I E Z T . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 S U D U T K A M P U N G L E D H O K T I M O H O . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 R U A N G P U B L I K Y A N G S E M A K I N E K S K L U S I F . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 S U D U T K A M P U N G J O G O N E G A R A N . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 M E N G U R B A N D A L A M P E R U B A H A N . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 3 S U D U T K A M P U N G T E G A L G E N D U . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 7 K A P I T A L D A N A N A K A N A K B E B A L . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 8 M U D A B E R B I C A R A . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 3 F I L M R E V I E W . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 6 M U S I C R E V I E W . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 8 W H O I S M E L U O B A H . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 0

REDAKSI PEMIMPIN REDAKSI DESAIN & LAYOUT FOTOG RAFER RISET TEXT SUPPORT

Udji Kayang A.S Faisal Maulana Cahya Dwi N, Faisal Maulana Cahya Dwi N, Faisal Maulana, Udji Kayang, Yesika Woro, Kelly Mayasari Cahya Dwi N, Faisal Maulana, Udji Kayang, Yesika Woro Invani Lela Herliana, Greg Sindana, Ketjilbergerak team

KAMPUNG MAGZ!

2


CERITA KAMPUNG LEDHOK TIMOHO

MUDA BERKARYA

DALAM

RELIEZT

OLEH : CAHYA DWI NUGRAHA

KAMPUNG MAGZ!

3


Tentang Ledhok Timoho Mungkin agak aneh mendengar nama 'Ledhok' bagi saya yang hanya pendatang di Jogja. Ledhok berarti bantaran sungai, sedangkan Timoho adalah salah satu kampung yang terletak di bantaran Sungai Gajahwong, Yogyakarta. Di Jogja, kampung yang letaknya sepanjang bantaran sungai biasanya diawali dengan awalan “Ledhok”. Secara administratif Ledhok Timoho berlokasi di RT 50 RW 05 Balerejo, Mujamulu, Umbulharjo, Yogyakarta. Jumlah penduduk yang terus meningkat, berjalan beriringan dengan meningkatnya jumlah kebutuhan tempat tinggal. Kedekatan Ledhok Timoho dengan lokasi kerja dan keberadaan sumber mata air menjadi alternatif hunian di Yogyakarta meskipun status kepemilikan tanah di wilayah tersebut belum jelas.Pada 2006 terjadi peningkatan jumlah anggota di komunitas Ledhok Timoho. Hal itu memunculkan permasalahan sosial yang harus mereka hadapi. Salah satunya adalahT sebagian besar dari mereka tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), hal itu membuat komunitas Ledhok Timoho belum di akui secara administratif. Kebanyakan penghuni komunitas Ledhok Timoho terdiri dari anak jalanan, pengamen, pemulung, pengemis, eks PSK, buruh lepas, dll. Bambang Sudiro, yang akrab dipanggil

Bengbeng, koordinator

Tim

Advokasi Arus Bawah (TAABAH) yang didirikan pada 2000 di bawah naungan Gerakan Kaum Jalanan Merdeka (GKJM). TAABAH diharapkan dapat menjadi media komunikasi dan kontrol bagi seluruh warga yang tinggal dan berkomitmen bersama untuk merawat keamanan dan ketentraman Ledhok Timoho. Melihat masalah-masalah yang ada di Ledhok Timoho, TAABAH kemudian membuat programprogram pemberdayaan warga di komunitas tersebut. Program-program tersebut antara lain, pembuatan Tabungan Komunitas (TABKOM), pengadaan fasilitas umum(misalnya MCK, penerangan, jalan, bak sampah, dan sebagainya), hingga pendirian sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang dinamakan “Sekolah Gajah Wong”. Seluruh program itu diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi penuh warga komunitas tersebut. Muda Berkarya Ledhok Timoho memiliki kelompok pemuda yang dinamai Reliezt, merupakan akronim dari dua hal. Pertama Remaja Ledhok Timoho Bersatu, yang berarti membuat

KAMPUNG MAGZ!

4


Reliezt lebih dekat dengan remaja Ledhok Timoho. Kedua Republik Ledhok Tiomoho Bersatu, menyatakan bahwa Reliezt (yang terdiri dari sekumpulan remaja) ingin memiliki arti bagi seluruh orang yang tinggal di Ledhok Timoho.Nama Reliezt sendiri didapat melalui proses yang dinamis. Awalnya adalah Republik Ledhok Timoho Bersatu, yang digunakan sejak tahun 2010. Kemudian pada tanggal 21 Desember 2012, nama Reliezt berubah menjadi ROEZER (Revolution Squad Muzlim Timoho Merdeka) karena waktu itu sempat terbawa spekulasi hari kiamat yang diramalkan oleh Suku Maya, sehingga ada keinginan untuk memasukkan unsur agama Islam. Apalagi saat itu kegiatan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) di Ledhok Timoho sedang aktifaktifnya. Setelah itu berubah menjadi Reliezt (Revolution Ledhok Timoho Berzatu) pada Juli 2013. Perubahan akronim ini dikarenakan Reliezt sendiri ingin merubah citra kelompok agar lebih progresif dan bersatu, tidak hanya sekedar melakukan kegiatan bersama saja tetapi juga memberikan esensi solidaritas dan kebersamaan di antara mereka. Dan terakhir menjadi Reliezt (Remaja Ledhok Timoho Bersatu) hingga hari ini. Beberapa anggota Reliezt sendiri bukan tipe anak rumahan, mereka cukup akrab dengan dunia gang di Jogja seperti HUMORIEZT, KANSAS, QZRH, REMBER dan gang antar kampung lainnya. Pergaulan mereka di luar Ledhok pun cukup memberi inspirasi untuk mempersatukan Reliezt itu sendiri. Tidak hanya

KAMPUNG MAGZ!

5



SUDUT KAMPUNG LEDHOK TIMOHO

KAMPUNG MAGZ!

7


CERITA KAMPUNG JOGONEGARAN

RUANG PUBLIK YANG SEMAKIN EKSKLUSIF OLEH : FAISAL MAULANA

KAMPUNG MAGZ!

8


S

ebutan Kota Jogja sebagai Kota Pelajar tampaknya akan segera bersaing dengan julukan Kota Jogja sebagai Kota Seribu Hotel. Beberapa tahun

belakangan ini, Jogja memang sedang menjadi incaran para investor untuk

mendirikan bangunan mewah seperti hotel, apartemen, dan mall. Kemudahan mendapatkan izin mendirikan bangunan yang dikantongi para investor menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat Jogja yang kian hari terus menyuarakan aksi protes. Dari mulai coretan mural bertuliskan Jogja Ora Didol, Jogja Ora Butuh Hotel yang terdapat dibeberapa tembok-tembok strategis di sudut kota Jogja, aksi para simpatisan yang menyerukan slogan Jogja Asat, hingga yang terbaru melalui media visual yaitu lewat film Belakang Hotel karya warga berdaya dan beberapa rekan jurnalis. Beberapa aksi tersebut merupakan respon dari keresahan masyarakat Jogja yang sejatinya mereka masih peduli terhadap kelestarian alam dan pembangunan tata kota yang mungkin segelintir orang tidak memikirkan hal itu. Apa yang menjadi keresahan publik merupakan hal yang wajar sebagai bentuk respon terhadap dinamika pembangunan di daerah mereka khususnya Yogyakarta. Sebagaimana diketahui bahwa Jogja merupakan salah satu daerah yang memiliki keistimewaan khusus karena masih menganut sistem monarki/kerajaan. Dampak dari adanya pembangunan hotel yang sangat signifikan ini menimbulkan masalah yang besar bagi masyarakat, seperti kasus asatnya sumur-sumur warga yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Belum lagi semakin berkurangnya ruang terbuka publik di berbagai wilayah di Jogja. Seperti, di daerah Kampung Jogonegaran yang merupakan salah satu kampung padat penduduk. Letak yang strategis (dekat dengan Malioboro), membuat di daerah ini banyak terdapat rumah kost-kostan dan kontrakan yang hampir kebanyakan dihuni oleh para PKL (pedagang kaki lima) dan pegawai yang bekerja di kawasan Malioboro. Berkaitan dengan pembangunan hotel yang sedang marak di Jogja, sebenarnya Kampung Jogonegaran sendiri tak terlalu terkena dampak yang parah dari pembangunan tersebut, akan tetapi ada salah satu lahan yang dulunya merupakan tempat bermain sepak bola bagi para remaja Jogonegaran yang sekarang rencananya akan dibangun sebuah hotel. Di Kampung Jogonegaran sendiri ada sekitar 4-5 hotel yang terdapat di wilayah tersebut, salah satu hotel yang terbesarnya adalah Hotel Ibis yang sudah cukup lumayan lama berdiri di wilayah Jogonegaran sehingga keberadaannya tidak terlalu merugikan bagi warga Jogonegaran. Menurut salah satu penggerak pemuda Kampung Jogonegaran, Wahyu, “jangan sampai wilayah

KAMPUNG MAGZ!

9


Jogonegaran ini dibangun terlalu banyak hotel, selain bisa merusak alam nanti juga akan berpengaruh pada generasi anak-anak sekarang yang kedepannya dia mungkin akan memilih menjual tanah mereka kepada investor untuk dibangun hotel.� Ruang publik yang berada di Kampung Jogonegaran bisa dibilang semakin eksklusif karena selain terdapat rumah-rumah yang padat, gang dan jalan yang cenderung sempit, beberapa lahan yang dulunya dijadikan lahan bermain juga sekarang telah berubah fungsi. Ruang Publik Minim, yang Penting Kumpul Meskipun ruang publik semakin minim, hal itu tak membuat warga Jogonegaran kehilangan tempat untuk sekedar berkumpul. Seperti para pemudanya yang mempunyai sebutan “Gembel Gapura� yang kerap kali memanfaatkan gapura Jogonegaran sebagai tempat untuk bersantai dan berkumpul. Para pemudanya juga tidak terlalu memikirkan di mana mereka akan berkumpul, karena bagi mereka di mana pun tak masalah untuk dijadikan sebagai ruang publik selama kegiatannya positif dan tidak mengganggu orang lain. Kegiatan seperti sepakbola, BMX, bahkan petak umpet juga sering dilakukan di sekitar jalan utama masuk kampung. Kegiatan kumpul-kumpul di gapura ini juga sering dimanfaatkan para pemuda untuk merencanakan membuat

KAMPUNG MAGZ!

10


agenda acara yang sekiranya bisa menghidupkan kampung, seperti acara sumpah pemuda dan 17-an. Para pemuda di Jogonegaran sendiri tergolong aktif, terlihat dari ada beberapa macam perkumpulan: Pemuda Tanggap Bencana, Jogonegaran Teenager (pemuda yang mengurus kesehatan, buatan BKKBN kecamatan), Joggeran (kelompok suporter PSIM asal Jogonegaran), pemuda masjid, yang kebanyakan anggotanya sama orangorangnya. Selain para pemuda, ibu-ibunya juga mempunyai perkumpulan yang tergolong aktif, kelompok kricik-kricik air arahan ibu-ibu pernah memenangkan lomba membuat plang kebersihan yang selanjutnya diterapkan kepada anak-anak disekitar Jogonegaran. Dari plang tersebut, ternyata anak-anak di Jogonegaran pernah menerapkan mandi sehari dengan satu ember saja, hal itu ditujukan supaya anak-anak bisa menghemat air. Selain itu, ibu-ibu juga membuat bank sampah dan berjualan sayuran, setiap minggunya sampah dari sumbangan para warga tersebut dikumpulkan dan nantinya masuk ke kas. Kegiatan terbaru yang akan dilaksanakan warga Jogonegeran adalah program Kampung Ramah Anak (KRA). Program ini adalah program pemerintah dalam rangka mewujudkan Kota Jogja sebagai Kota Layak Anak. Hak-hak anak nantinya menjadi pioritas yang utama dalam program ini. Program yang berjalan sejak tahun 2011 ini telah menghasilkan beberapa kampung ramah anak yang berbasis RW, dan salah satu targetnya ditahun ini adalah Kampung Jogonegaran. Kampung ramah anak ini sangat membantu sekali untuk mendorong kreativitas anak dan bisa untuk membantu anak untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Seluruh warga di Jogonegaran akan terlibat dalam program ini, dari mulai para orang tua yang menjadi pengawas, anak muda yang juga ikut serta dalam mengelola, dan anak-anak sendiri yang nantinya dibagi beberapa tingkatan dari mulai PAUD hingga SMA. Agenda kegiatannya sendiri, nanti disesuaikan dengan jumlah anak-anak yang ada di kampung Jogonegaran. Rencananya anak-anak nantinya akan diberi pelatihan seperti menggambar, menari, dan gamelan. Ruang publik yang minim, tampaknya tidak membuat warga Jogonegaran patah arang untuk bergerak. Terbukti dari banyaknya perkumpulan yang dibuat oleh para warga yang membuat kampung Jogonegaran semakin hidup. Mereka bisa memanfaatkan suatu tempat untuk dijadikan ruang-ruang terbuka hanya untuk sekedar berkumpul, nilai-nilai kebersamaan, seperti saling mengenal, saling menyapa, saling menghargai dan saling menghormati tampaknya menjadi hal yang terpenting meskipun ruang publik di kampung Jogonegaran semakin eksklusif.

KAMPUNG MAGZ!

11


SUDUT KAMPUNG JOGONEGARAN

KAMPUNG MAGZ!

12


CERITA KAMPUNG TEGALGENDU

MENGURBAN DALAM PERUBAHAN OLEH : YESIKA WORO KAMPUNG MAGZ!

13


T

egalgendu terdiri dari 'dua kubu' yang sebenarnya tak disengaja. Ada

kampung bagian lor dan kampung bagian kidul, yang memisahkan, atau

setidaknya membedakan secara lugas dua bagian kampung itu. Pemisahnya

ialah Jalan Tegalgendu, yang di kanan-kirinya berjajar rapi galeri-galeri kerajinan perak. Kendati demikian, nyatanya warga di kedua bagian Kampung Tegalgendu tetap bisa hidup berdampingan walaupun terpisah jalan utama yang membentang kurang lebih satu kilometer. Setiap kampung pasti memiliki nyawa kehidupan di dalamnya, salah satu nyawa dari kampung Tegalgendu adalah para pemudanya. Pemuda sebagai tonggak pergerakan kampung yang dapat memadukan budaya dengan inovasi-inovasi baru yang mereka ciptakan. Biasanya di kampung lain memiliki lembaga bernama karang taruna, sebagai tonggak pergerakan pemuda. Lain halnya dengan Kampung Tegalgendu yang memakai sebutan “Tegalgendu Youngster� sebagai komunitas yang mewadahi pergerakan pemuda. Meskipun sama-sama pergerakan pemuda namun Tegalgendu Youngster mengusung format berbeda. Tegalgendu Youngster dalam bahasa Indonesia bisa diartikan “pemuda Tegalgendu�. Selain karena nama ini asik dipakai para pemuda Tegalgendu yang mengaku berjiwa muda, penamaan yang trendy menyiratkan kesiapan Tegalgendu menjadi kampung urban di Jogja. Pemuda Tegalgendu Menderu Tegalgendu awalnya pemudanya tertutup sama orang-orang luar, dan kami memulai membangun Tegalgendu Youngster dan membikin acara-acara awalnya diajak sama ketjilbergerak,� tutur dedengkot Tegalgendu Youngster, Rizky Putra. Agaknya perlu diketahui ketjilbergerak adalah komunitas budaya yang konsen pada pergerakan pemuda. Melihat potensi pemuda Tegalgendu untuk berperan aktif dalam pergerakan pemuda, menjadikan ketjilbergerak berminat menggandeng para pemudanya dalam suatu acara. Berawal dari keikutsertaan mereka dalam agenda ketjilbergerak, kemudian berlanjut pada obrolan ringan tentang pergerakan pemuda dan mencetuskan ide tentang Tegalgendu Youngster. Tegalgendu Youngster yang sekarang dikoordinasi oleh Rizky Putra ini sukses menyita perhatian seluruh warga kampungnya. Betapa tidak, mereka yang awalnya hanya dimotori beberapa pemuda

KAMPUNG MAGZ!

14


saja, lambat laun memiliki anggota hampir separuh pemuda yang ada di Kampung Tegalgendu. Kebanyakan anggotanya terdiri dari anak-anak muda berusia 15 tahun hingga usia 27 tahun. Hebatnya, walaupun mereka masih muda mereka mampu membuat inovasi baru dan ikut berperan aktif dalam kegiatan kampung yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Ihwal yang perlu digarisbawahi pula dari pergerakan mereka adalah, mereka tidak pernah meminta dana dari pihak mana pun. Secara mandiri, di setiap bulannya mereka memiliki agenda bertajuk “gresek sampah�, yakni satu gerakan mengumpulkan barang-barang bekas tidak terpakai dari rumah ke rumah dan menjualnya. Hasil penjualannya, mereka gunakan untuk membiayai acara mereka. Acara-acara lain yang rutin mereka adakan antara lain pentas seni setiap tanggal 17 Agustus, di Hari Sumpah Pemuda, juga di akhir pekan bulan Mei. Selain membuat dan melakukan kegitan tersebut, para anggota Tegalgendu Youngster juga melakukan kegiatan kemasyarakatan. Salah satu aksi nyatanya ialah keaktifan anggota Tegalgendu Youngster dalam ronda. Bukti nyata dari pergerakan mereka adalah pembuatan film dokumenter soal pemuda Tegalgendu yang diputar dalam acara Peringatan Sumpah Pemuda tahun lalu. Jika dilihat dari genre pergerakannya, mungkin Tegalgendu Youngster merupa pemuda berbasis urban movement. Mereka melakukan apa yang

KAMPUNG MAGZ!

15


mereka mau, dengan ide-ide baru mereka tanpa meminta pertimbangan tokoh-tokoh kampong dan terkesan lebih idealis. Nyatanya, walaupun genre pergerakan mereka berbeda, mereka mampu bersinergi dengan kelompok-kelompok lain, semisal kelompok orkes keroncong, orkes dangdut, orkes klotekan, dan lainnya, yang notabene beranggotakan kaum tua. Dengan itu, pemuda Tegalgendu cukup mumpuni untuk mengangkat citra kampungnya. Cukup banyak pegerakan dari mereka yang begitu unik dan juga menginovasi. Tak ketinggalan, ada satu lagi yang sangat menarik. Kampung Tegalgendu yang terletak di Kotagede ini, yang notabene terkenal dengan daerah kerajinan perak, ternyata ada industri rumahan dari pengrajin-pengrajin muda mereka. Industri rumahan tersebut meiputi kerajinan sepatu dan tas kulit, clothing brand, yang lumayan potensial untuk dikembangkan. Di tengah maraknya kerajinan perak yang begitu mendominasi aktivitas kesenian Tegalgendu, industri yang di kelola kaum muda ini mampu mencuri perhatian para warga. Rencana ke depannya, mereka akan membuat brand yang sama dari setiap produk tersebut dengan nama kampung mereka yaitu “TG (Tegalgendu)�. Jelas, tujuan dibentuk brand tunggal adalah demi kesatuan dan persatuan pemuda kampung.

KAMPUNG MAGZ!

16


SUDUT KAMPUNG TEGALGENDU

KAMPUNG MAGZ!

17


liputan khusus sleman

KAPITAL DAN ANAK -ANAK

BEBAL OLEH : UDJI KAYANG A.S KAMPUNG MAGZ!

18


“Jika bumi adalah ibu, kita manusia memerkosa ibunya. Setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik” (Sisir Tanah - Bebal) Siapa tak kenal Kaliurang? “Jogja lantai dua,” demikian Edi Mulyono, CEO Diva Press menjulukinya. Letaknya yang berada di dataran tinggi membuat Kaliurang layak didaulat sebagai tempat pesanggrahan. Singgah di tempat sejuk tentu saja nyaman. Namun ternyata kesejukan itu pun bisa jadi sumber masalah. Potensi Kaliurang dilirik para investor untuk menanamkan modal, juga para kontraktor untuk menanamkan tiang pancang apartemen di tanah itu. Di zaman ini, apa-apa yang potensial sulit menghindari jamahan kapital. Di situ kadang saya merasa sedih. Keterbelahan Bila melintas di Jalan Kaliurang kilometer 11, tepatnya di Kampung Gadingan, Gadingan, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, spanduk penolakan jelas terpampang. Warga menolak pembangunan apartemen di wilayah tempat tinggal mereka. “Warga Kampung Gadingan menolak apartemen di wilayah Dusun Gadingan, kearifan lokal wajib dijaga,” sekira demikian isi spanduk tersebut. Sebabnya, di Kampung Gadingan akan didirikan apartemen, bahkan kini pihak kontraktor sudah getol mengadakan sosialisasi. Padahal, kata sepakat dengan warga belum benar-benar dikantongi, pembelian tanahnya pun belum sampai dilunasi. Belum lagi, ada ahli waris yang tak menyetujui tanah itu dipakai buat apartemen, sampai hari ini. Bu Dibyo, demikian ia akrab disapa, adalah ahli waris yang berdiri di garis depan menolak pembangunan apartemen. Alih-alih mendampingi, anggota keluarga Bu Dibyo yang lain justru mengiyakan pembangunan, tak ada indikasi untuk menolak. Sebaliknya, sebagaimana diujar Bu Dibyo, makelar proyeknya justru dari keluarga sendiri. Masalah ini rupanya sudah pelik sejak awal, sejak lingkup terkecil: keluarga. Terjadi semacam keterbelahan, sebab ada delapan ahli waris dan masing-masing diberi bagian sendiri, sekian petak. Maka ketika ada tawaran untuk membeli tanah yang meliputi petak milik semua ahli waris, terjadi polemik. “Lha itu sudah diwariskan dhewedhewe,” tutur Bu Dibyo.

KAMPUNG MAGZ!

19


Sebenarnya sah-sah saja menjual tanah, bukan itu yang patut dipermasalahkan dan disalahkan. Sebab hak untuk menjual, menyewakan, mewakafkan, dan sebagainya, ada pada ahli waris. Semisal ada seorang kaya mau beli tanah itu untuk bikin rumah mewah, tentu tak ada masalah. Apalagi kalau pembeli tanah itu kemudian menjadikannya taman yang bisa diakses publik secara leluasa, malah menguntungkan masyarakat. Sayangnya, yang membeli tanah justru hendak membangun apartemen, yang bila diakumulasi, lebih banyak dampak buruknya ketimbang faedah. Maka bila masyarakat menolak, tentu saja tak salah. Permasalahan Jumat, 9 Februari 2015, warga Gadingan mengungkapkan penolakan tegasnya terhadap pembangunan apartemen Icon dalam audiensi di Aula DPRD Kabupaten Sleman. Audiensi yang dimulai pada pukul 13.00 diterima oleh Pimpinan dan Anggota Komisi A dan Komisi C DPRD Kabupaten Sleman. Audiensi tersebut juga dihadiri oleh Badan Lingkungan Hidup dan Badan Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Sleman. Ketua Komisi C, Timbul Saptowo, yang didampingi oleh Ketua Komisi A, Hendrawan Astono, berterima kasih atas kedatangan warga yang sudi

KAMPUNG MAGZ!

20


menyampaikan aspirasinya terkait pembangunan apartemen di Gadingan, diharapkan dengan pertemuan itu nantinya ada titik temu. Sudahkah? Sebulan sebelum itu, warga bahkan sudah melakukan aksi unjuk rasa. Warga yang tidak menyetujui pembangunan apartemen melakukan aksi dengan membentangkan spanduk penolakan pada hari Senin, 5 Januari 2015. Alasan penolakan warga lantaran khawatir akan dampak yang ditimbulkan pasca pembangunan apartemen. Selain dengan spanduk, penolakan juga disampaikan saat sosialisasi oleh pihak apartemen. “Warga sudah sepakat untuk menolak, terutama warga di RT 01, 02, dan 03,� ujar Suginanto, Ketua RW 07. Warga Gadingan menolak pembangunan apartemen karena khawatir akan terjadi pencemaran dari limbah apartemen, penyerapan air tanah yang berlebihan, dan menurut warga pembangunan apatemen tidak menyejahterakan warga. Belum lagi alasan estetis, sebab selama ini warga Gadingan bisa melihat pemandangan Gunung Merapi di sebelah utara, bila nanti dibangun apartemen warga tidak bisa melihat lagi karena tertutup oleh apartemen. Sebagai daerah peresapan air, adanya pembangunan apartemen di Gadingan akan mengganggu fungsi daerah resapan air. Hal tersebut akan mengganggu kebutuhan air tidak hanya warga Sleman, warga kota dan Bantul pun akan mengganggu. Perlawanan Meskipun mayoritas warga berani menolak secara terang-terangan, belum tentu mereka bisa menang. Sebabnya, yang mereka lawan adalah orang-orang berduit. Seratus ribu rupiah saja tidak eman-eman kok dikeluarkan buat membayar audiens sosialisasi. Syaratnya cuma bawa undangan, yang nantinya di tempat sosialisasi berlangsung akan ditukar dengan uang. Bu Dibyo sempat mencoba membuktikan itu, bukan karena iming-iming semata, sekadar melihat cara kerjanya saja. Alhasil, berangkatlah ia. Benar saja, ketidakbecusan kinerja ia jumpai di sana. Namanya tidak tertulis di daftar undangan, padahal jelas-jelas Bu Dibyo punya dan membawa undangan. Belum lagi, Bu Dibyo adalah salah satu ahli waris!

KAMPUNG MAGZ!

21


Dari situ, Bu Dibyo mantap tentukan sikap. Ia secara tegas menolak pembangunan apartemen di Kampung Gadingan. Diurusi dengan becus saja tak menjamin manfaat dan minimalisasi dampak buruk, apalagi kalau ternyata kinerja orang yang terlibat di sana buruk. Tak berlebihan kiranya, Bu Dibyo cuma seorang ibu yang semakin hari kian menua. Bagi orang seusianya, apakah pantas untuk bersikap egois dan mementingkan diri sendiri? Makanya ia menolak apartemen, dengan argumen bahwa pembangunan itu barangkali tak kentara dampaknya di tahun-tahun awal, namun anak-cucunya nanti pasti bakal merasakan dampak buruk juga. Itu harga mati, sekali pun belum terjadi. Perlawanan mesti terus dilakukan. Apabila para stake holder kampung justru dilenakan suapan uang dari kontraktor, maka rakyatlah yang harus bergerak! Tak cukup dengan spanduk dan unjuk rasa, jalur birokrasi mesti ditempuh pula. Meski di negeri ini birokrasi menyebalkan sekali pun, rakyat butuh power yang legal dan legitim sekaligus. Hal ini juga penting untuk menanggulangi kepiawaian kontraktor berdalih, toh mereka pasti juga berani bayar mahal buat mengobok-obok hukum dan perizinan. Berat bukan? Karenanya, dukung mereka dengan cara apa pun yang kita bisa!

KAMPUNG MAGZ!

22


Rizky ( Ketua Pemuda Tegalgendhu)

MUDA

Wahyu ( Ketua Pemuda Jogonegaran )

BERBICARA Dua orang ketua pemuda, Rizky ( Tegalgendhu ) dan Wahyu (Jogonegaran )merespon mengenai isu-isu kampung kota yang sedang terjadi di kota Yogyakarta. Tim Melu Obah merangkumnya dalam sebuah diskusi yang singkat dengan mereka.

KAMPUNG MAGZ!

23


Gimana tanggapan kalian soal hotel yang W : Sebenarnya mau protes juga nggak bisa. Kan kontraktor-kontraktor itu sudah kerja sama menjamur di Yogyakarta? W : Menurut saya, hotel dan mall, itu nggak dengan penggedenya, sudah dikasih uang masalah, yang penting ditata, teratur, sama mungkin, kan nggak tahu toh kita. Anak-anak sekelilingnya diperhatikan. Kalau hotel di ya cuma pasrah saja. Sekarang apa lagi? kampung nggak memikirkan warga kampung, Anak-anak dikasih HP canggih, sudah diam. itu sama saja menyiksa dengan cara halus. Yang dewasa, kasih motor bagus, kasih uang, Imbasnya kan nggak setahun-dua tahun, sana pergi pacaran atau ke mana. sepuluh tahun. Itu bisa membuat pemikiran R : Yang jelas bisa itu siji, dhewe ora ngewangi anak-anak di sekitar hotel sama, “lebih baik pembangunane iku terjadi. Mungkin wis rumah saya jual, saya bikin hotel”. Rata-rata digalakkan demo, penempelan poster, street rumah kan dijual per meter, nggak tingginya, art dan menurutku itu ono efek. Memang biyen ono kasus kan ya, dadi ono sing nulis “Jogja yang jadi masalah kan itu. R : Menurutku itu, pembangunan mall dan ora didol” dan aparat langsung turun, padahal apartemen terus ono hotel, itu nggak efektif biasanya yen street art kuwi ora nganti karena dilihat dari luas Jogja ki ra sepiro, beda semono, dan iku mungkin biyen pas lagi sama Surabaya beda sama tempat kota-kota panas. Menurutku protes-protes semacam iku yang lain. Misal itu dilangsungkan terus- luwih efektif ketimbang demo-demo turun ke menerus kan berarti podo wae mendatangkan jalan sampai anarkis. Siji meneh, ojo gampang mangsa baru. Kan ada beberapa pendatang diiming-imingi duit. dari luar Jogja mlebu ning Jogja, dan saiki iso Upaya untuk menghidupkan kampung? W : Yang pertama jelas kumpul bareng, tapi ndelok lah efek yang mungkin yang tinggal di nggak semua orang bisa kumpul bareng. Jogja itu bisa ngrasain. Memang rasane ki wis Pemikiran orang kan beda-beda, ada yang bedo saiki ki. Apalagi misal pembangunan iku setuju dan nggak setuju. Tapi kalau di sini ratabakal terus berlanjut dan yang paling ironi itu di rata sudah pada kumpul. Ya sumber daya alamnya, sing “ Kalau hotel di cuma di depan gapura itu. Dulu paling kroso ki nggon banyu. kampung nggak saja pernah diprotes, katanya Jadi, apartemen dan hotel kan memikirkan warga orang gapura itu cuma apa, pakai pompa bor yang suntik, kampung, itu sama mabuk, begini-begitu. Terus ada yang dalam itu. Kan otomatis terobosan, diorganisasi, kerja saja menyiksa delok wae saiki, sumur asat s a m a d e n g a n t i g a R W, saiki piro-piro wae. Itu sudah dengan cara halus. membuat pentas seni pas Hari terjadi, walaupun musimnya Imbasnya kan nggak Sumpah Pemuda. Di situ orangbukan kemarau. setahun-dua tahun, orang pada mbanggain Sikap anak muda menghadapi pembangunan besar-besaran?

sepuluh tahun.”

pemudanya. Dulu kan sempat

KAMPUNG MAGZ!

24


pecah karena partai politik. Pintarnya partai gengan, kalau nggak ngumpul sama geng kan politik itu, mereka menyasar pemudanya, tapi dijauhi di sekolah. Terus dia lebih milih bermain sebenarnya orang-orangnya itu dicuci. Dulu di luar, karena lebih wilayah luas, begitu. ada yang mau kasih bantuan, tapi ternyata Imbasnya, kalau ada apa-apa pemuda sini jadi nggak jadi. Akhirnya saya kasih tahu, orang korban juga. R: Paling kroso ya gap iku. Jadi misal aku partai begitu mas, sukanya janji-janji. Padahal dolane karo kae, kowe karo kae, aku wegah orang nggak mampu di sini bisa mengajukan dolan karo kowe. Itu terjadi di sini dan ke RT, RW, lurah, camat, tapi katanya RT-nya pendekatan sing wis tak lakokke kuwi, sing tak sudah begitu dulu, jadi ya malas. RT-nya juga cobo kuwi, angel. Sok gelem, ora-ora, dan nggak mau inisiatif, warganya ada yang nggak akhire yo ora. Gap itu menjadi hambatan mampu, sekolah nggak selesai kok berhenti, utama. Terus piye carane gawe kegiatan? nggak diperhatikan. Kalau nggak mau belajar Wong-wong sing ora gelem digawe dadi ya sudah kasih kegiatan, entah sablon baju gelem. Soko kuwi mau, gawe suatu acara dan atau apa, yang penting bergerak. wis terbukti jadi. R : Menghidupkan kampung itu menurutku yang paling utama

Harapan untuk pemuda

ngajak cah enom, dan ngajak rembukan. Dadi ngobrol wae

kampung ke depannya? W : Sebagai pemuda kan harus

apike kampung dhewe iki

satu sama lain bersatu.

ngopo yo? Begitu. Terus nanti

Makanya sebulan sekali atau

dari obrolan itu ketemu apa

b a g a i m a n a

saja yang bisa direalisasikan.

dikumpulkan, buat gerakan.

Realisasi tersebut nanti bisa

Jadi misalkan hotel dan mall

realisasi ide terbanyak, berarti

berdiri nggak masalah, yang

itu kan minat terbanyak. Dari

penting pemudanya dikasih

m e s t i

ide-ide tersebut ngajaki cah-cah luwih pengertian. Nggak semua tanah di Jogja terus gampang, daripada ide personal. Dari ide kuwi dijual buat hotel, padahal hotel sepi, kan jadi kegiatan, dari kegiatan iku kan jadi pegawainya dipecat. R : Kampung kota menurutku nduwe khase bentuk nyotone cah enom nang kampung. dewe-dewe dan terbuka dengan orang luar Awalnya dari situ, mereka juga bisa lihat jebul Jogja. Kampung kuwi kudune terus terjaga, awak dewe iso koyo ngene to. Jebul koyo dadi bukan mung wis iki kampung Jogja, wis. ngene iki ora angel, dan itu terjadi di sini, jadi Harus ada sesuatu yang khas, iso segi begitu. ekonomi, budaya, atau mungkin pendidikan. Kendala menggerakkan anak muda? W: Perkembangan zaman yang jelas. Rata- Iku sih, harapannya. Ojo nganti ilang budaya rata kan masih sekolah, identik dengan geng- asline njur goro-goro diiming-imingi duit.

KAMPUNG MAGZ!

25


FILM REVIEW

“BELAKANG HOTEL�

karya warga berdaya & watchdoc Mungkin setelah ini ibu-ibu bingung menjemur pakaian, lantaran sinar mentari terhalang gedung-gedung tinggi. Mungkin setelah ini anak-anak jarang mandi, sebab air tanah disedot hotel dengan serakah. Mungkin juga setelah ini bapak-bapak jadi nakal, sebab banyak kamar yang bisa disewa semalam. Jogja hari ini, sedang gencar-gencarnya menyiksa diri. Hotel-hotel dibangun di sana-sini. Air tanah mereka sedot tanpa kendali. Warga kampung di sekitarnya lantas gigit jari. Puluhan tiang pancang bangunan hotel memerkosa bumi, yang kini tak lagi suci. Jogja asat! Jogja ora didol! Jogja ora butuh hotel! Bertubi slogan-slogan kritis diteriakkan. Melalui lisan, tulisan, sketsa, dan lain sebagainya. Namun tetap satu yang disuarakan, dan tetap pada satu tujuan: menolak pembangunan hotel dan pusat hiburan yang berlebihan di Kota Jogja. Satu hotel saja yang dibangun di atas tanah Jogja, bakal berdampak pada lingkungan setempat, belum lagi tatanan sosial yang praktis berubah pula. Apalagi kalau yang dibangun ratusan. Bajilak! Sudah siapkah masyarakat Jogja menghadapi konsekuensi pembangunan itu? Pun sudah siapkah pemerintah menangani Jogja apabila masyarakat tidak siap menghadapi konsekuensi pembangunan itu? Piye? Sebagai rambu-rambu, Watchdoc mengkreasi sebuah film dokumenter berjudul Belakang Hotel. Film yang berdurasi hampir 40 menit itu mengisahkan kondisi sumur-sumur warga Jogja hari ini, ketika hotel menjamur di sana-sini. Memakai Fave Hotel sebagai contoh, Belakang Hotel hendak menyingkap dampak buruk pembangunan hotel di Jogja. Sumur-sumur warga mengalami kekeringan, sampai-sampai buat mandi saja mesti menumpang ke toilet umum di pasar, dan tentu saja bayar. Bayangkan betapa borosnya mereka bila harus mengeluarkan uang tiap hari buat cuma gebyuran.

KAMPUNG MAGZ!

26


Film Sebagai Kritik Berbagai kritik atas pembangunan masif tersebut sudah berkali-kali divisualisasi, mulai dari aksi sampai grafiti. Namun kiranya film punya kelebihan sendiri. Sebabnya, ia bukan sekadar gambar yang berhenti, melainkan dinamis. Film lebih enak ditonton, dan tentu saja lebih kaya dinamika daripada gambar tak bergerak. Bukan berarti poster, stensil dan grafiti tidak ada gunanya, hanya saja film lebih unggul di beberapa hal. Itu saja. Poster, stensil dan grafiti tetap penting di lain lini. Semua punya peran sendiri-sendiri untuk menyuarakan satu ide yang sama, sebagai konsentrasi.Saat pemutaran film Belakang Hotel di Warung Jawi, Kotagede, 27 Januari 2014 lalu, Marco Kusumawijaya mengujar satu statement menarik. “Semoga antusiasme ini bukan cuma karena filmnya, tapi juga karena isunya.� Artinya, orang-orang tak sekadar menonton film karena angle, plot, dan segala pernik visualnya layak dipuji, melainkan juga lantaran isunya layak dikaji. Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah seberapa jauh film itu berdampak dalam penggiatan isu? Apakah pemutaran Belakang Hotel di berbagai kesempatan sanggup membawa perubahan? Film cukup efektif dalam upayanya menyadarkan khalayak. Film menampilkan realitas yang selama ini belum terjangkau oleh beberapa kalangan, menjadikannya lebih dekat, menumbuhkan empati di masyarakat. Selama ini, riset sedetail apa pun tak serta-merta bisa diterima khalayak luas. Sebab laporannya terlalu berbau akademis, orang awam mana bisa baca term-term ilmiah nan rumit itu. Melalui film dokumenter itulah, hasil riset dapat dicerna dengan mengasyikkan. Belum lagi jika alurnya mengalir luwes secara runtut dan runut, melampaui monotonitas. Lain dengan film fiksi mutakhir masa kini, yang semakin radikal twist-nya, semakin asyik. Sayangnya, film dokumenter selalu terlambat. Film dokumenter senantiasa hadir ketika segalanya telanjur terjadi, karenanya jadi sebentuk evaluasi. Satu hal yang bisa film dokumenter lakukan adalah upaya represif dan restoratif, bukan preventif. Karena semuanya telanjur, tentu saja mustahil melakukan pencegahan, kecuali di tempat lain yang berkaca dari Jogja. Film dokumenter yang bergelut dengan ketelanjuran itu hanya mampu menawarkan kesembuhan dan kepulihan. Caranya bisa melalui gerakan sosial, beraksi bersama, berunding bersama, dan lainnya. Namun kiranya film Belakang Hotel langsung berpretensi menunjuk sultan, terbukti dengan diarahkannya angle ke keraton di adegan penutup. Semoga hamemayu hayuning bawono tak sekadar slogan semata. OLEH : UDJI KAYANG A.S

KAMPUNG MAGZ!

27


MUSIC REVIEW

Erwe feat ketjilbergerak

ENERGI MUDA DALAM PEMBACAAN Semangat, Riuh, dan Provokatif Ketjilbergerak melakukan pembacaan atas realitas dan diekspresikan lewat lagu berjudul Energi Mudamu, Senjatamu! Kini, giliranku yang melakukan pembacaan atas lagu tersebut. Lagu-lagu ketjilbergerak punya satu ciri khusus, selalu diakhiri tanda seru (!) di setiap akhir judul. Terbaca bahwa ketjilbergerak hendak menjadikan lagulagunya sebagai seruan. Energi Mudamu, Senjatamu! menjelma propaganda yang menyeru anak muda untuk bergerak! Muda, bagi beberapa orang (termasuk penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia) diasosiasikan dengan “belum atau kurang”. Mangga muda adalah mangga yang belum masak, biru muda adalah biru yang warnanya kurang tua. Bahkan, muda sering diposisikan kedua, semisal istri muda. Seruku, konsep “muda” sebenarnya masih perlu dipermuda! Aku pernah membaca karangan Seno Gumira Ajidarma berjudul Semangkin (d/h Semakin) yang termuat dalam kumpulan cerpen Penembak Misterius. Aku semangkin, maksudku semakin, yakin bahwa cerpen tersebut

hendak memberontak rezim yang berkuasa saat itu, Orde Baru. Bahasa adalah titik tolak pemberontakan Seno. Sebab, bahasa pula yang selama ini jadi legitimasi kekuasaan Orde Baru. Implementasinya melalui politik eufemisme, yakni penghalusan bahasa (di tataran parole). Tersurat dalam Semangkin (d/h Semakin), Santinet menasihati suaminya, Sukab. “Dalam hal bahasa, kebenaran terletak pada apa yang hidup di masyarakat, bukan pada pelajaran bahasa Indonesia di televisi.” Praktis, menunjukkan energi muda pada masyarakat adalah niscaya, dalam rangka mendobrak definisi “muda” yang inferior. Membaca Energi Muda Energi Mudamu, Senjatamu! hampir tanpa kejutan. Mendengar judulnya, sudah terbayang lagu yang semangat, riuh, dan provokatif. Mendengar lagunya, bayangan itu terkabulkan. Sebagai penggugah, lagu ini kunyatakan berhasil. Sekalipun bagi orang sepertiku, yang akrab dengan lagu absurd nan kontemplatifnya Dir en Grey maupun Sukekiyo. Hematku, energi pada lagu tersebut bukan pada musiknya, yang dari awal sampai akhir cenderung konstan, meski tak membosankan. Beruntung, di beberapa titik ada selipan instrumen lain sebagai varian. Kendati demikian, aku tetap yakin, Energi Mudamu, Senjatamu! kuat di lirik. Demo berseberangan/ Terma-terma jalanan/ Logika theologian. Tiga baris pertama, tafsirku, baru sekadar menggambarkan realitas. Betul, realitas yang mesti dilawan! Jalanan seringkali diseberangi term-term suci theologian, yang sayang malah d i b u a n g s e m b a r a n g a n . Ay a t - a y a t l o k a l dibentangkan hingga seolah-oleh universal, dengan kata lain, dipaksakan jadi narasi besar. Libido pengetahuan/ Argumen dibatalkan/ Mental kepemilikan. Bagian ini cukup menarik. Sebetulnya, sekolah lebih sering dijadikan tempat masturbasi ketimbang toilet. Di

KAMPUNG MAGZ!

28


sana, siswa-siswi menyiksa diri dalam lembar-lembar teks ujian, hanya demi nilai bagus yang dianggapnya “nikmat�. Selulusnya dari sekolah, segalanya pengetahuan seakan lepas, orientasi langsung berpindah pada materi. Lha wong di sekolah cuma masturbasi, kalau nikmatnya sudah habis ya cari kenikmataan lain. Mobilitas, hasrat, visi/ Jangan beku!/ Potensi, rayakan! Jelas, energi muda mesti mewujud mobilitas, merasuk dalam hasrat, dan terancang rapi jadi visi. Selain itu, haram membeku, wajib cair dan kontekstual. Setiap gerakan tak boleh mengabaikan kondisi jalan. Kemudian, rayakanlah Energi Mudamu, Senjatamu! Ta n g a n b e r j a b a t a n / B a n g u n kebaruan/ Apa yang dikabarkan. Sesungguhnya, jomblo-jomblo termuliakan dalam pergerakan. Siapa lagi yang mau menjabat tangan jomblo, apalagi di malam Minggu, selain kawan seperjuangan? Aku teringat nasib Soe Hok Gie yang ia prasastikan dalam Catatan Seorang Demonstran. Jomblo boleh tak dapat tempat di hati pujaan, namun di pergerakan, ia boleh berdiri di garis depan! Tentang perbedaan/ Carilah persamaan/ Dalam sebuah himpunan. Percayakah kau bahwa Tuhan menciptakan perbedaan untuk saling diperangkan? Aku tak percaya! Perbedaan adalah niscaya. Namun di taraf tertentu, selalu ada kesamaan. Pada titik itu pula mesti dihimpun dalam suatu pergerakan. Tak perlu bikin partai atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang kini dikerenkan dengan sebutan Non-Government Organization (NGO). Cukup dengan berteman, tak usah muluk-muluk. Aku dan kamu teman/ Kamu dan dia teman/ Dia, kita bersaudara.

KAMPUNG MAGZ!

29

Maklumat Pembaca Menyoal lirik, Energi Mudamu, Senjatamu! memang tak mendayu-dayu, terkait kebahasaan. Namun di sinilah aku menangkap ide bahwa pembacaan kita pun mesti dipermuda. Pesan dalam sebuah lagu tak harus disampaikan lewat syair-syair teratur, yang mengandung subjek-predikat-objek plus keterangan. Lirik lagu Energi Mudamu, Senjatamu! terpecah-pecah dalam kata dan frasa. Hampir tanpa kata hubung. Namun sebagai lagu secara keseluruhan, mustahil menyatakan kata dan frasa yang terpecahpecah itu serta-merta tidak berhubungan. Hubungan antar kata dan frasa dibangun sendiri oleh pendengar. Artinya, lagu tersebut bersifat terbuka, sekalipun seruannya provokatif. Setidaknya, Energi Mudamu, Senjatamu! tak memaksakan kesamaan, yang jadi narasi besar. Sebab, berbeda itu biasa! Demikian pembacaanku yang belum dan tak akan pernah selesai. Lagu boleh saja terlupakan, dan setiap lagu mau tak mau harus menanti giliran. Namun pesan yang hendak disampaikan tak akan pernah mati. Tafsiran akan terlahir berkali-kali, menjadi-jadi, dan semakin melengkapi. Pun kemudaan, setiap jasad akan menua, sampai suatu saat pasti sirna. Namun energi, perkara lain lagi. Energi yang setia pada muda adalah senjata. Untuk melawan siapa? Rumuskanlah sendiri. Satu yang pasti, lawan bukanlah mereka yang sekadar beda. Perbedaan bukan dasar permusuhan. Lawanlah pengusung ketidakadilan, pemuja penindasan, penuhan diri sendiri, dan memberontaklah. Mengutip Albert Camus, “pemberontakan adalah cinta, atau bukan apa-apa sama sekali OLEH : UDJI KAYANG A.S


WHO IS “MELU OBAH�? udji kayang a.s Mahasiswa sosiologi yang rajin belajar, tapi tidak suka potong rambut. Aktif dalam menulis, silahkan cek adiksikopi.blogspot.com

Faisal Maulana Anak muda yang sedang dalam tahap mempelajari masyararakat. Tertarik terhadap hal yang berbau video, foto, dan desain. Mengisi waktu luang dengan

berkicau di @faisallmaulana.

cahya dwi nugraha Putra asal Madiun yang sedang dalam masa menjadi enterpreneurship. Mempunyai hobby mengendarai vespa dan vaporizer.

yesika woro Satu - satunya wanita dalam team melu obah. Berhijab dan mudah bergaul. Punya kesibukan sebagai anggota marching band kampus.

KAMPUNG MAGZ!

30


MELU OBAH


KAMPUNG MAGZ! Kampung Magz diterbitkan sebagai hasil laporan magang Tim Melu Obah ( Sosiologi UNS) selama magang di Ketjilbergerak

MELU OBAH 2015

C


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.