Modul Perencanaan Apresiatif Desa (PAD)

Page 1

Mengenal Lebih Dekat Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Buku “Mengenal Lebih Dekat Proses Perencanaan Apresiatif Desa� dibuat untuk membantu para pegiat dan aparat pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa. Pendekatan apresiatif menjadi paradigma dalam perencanaan pembangunan desa. Melalui pendekatan ini semakin meneguhkan kekuatan desa sebagai subjek pembangunan.

Penulis: Borni Kurniawan Frisca Arita Nilawati Tim Infest Yogyakarta Penata Letak: Wahyu Widayat Penata Sampul: Wahyu Widayat Foto Sampul: Tim Infest Yogyakarta Alamat : Warungboto UH IV / 734 Umbul Harjo Yogyakarta Telp: 0274 417004 Email: ofďŹ ce@infest.or.id Portal: infest.or.id

Diterbitkan oleh:

Didukung oleh:

Pemerintah Kabupaten Wonosobo

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Sekapur Sirih

“Mengenal Desa Sendiri” Sebuah Paradigma Perencanaan Berbasis Aset Implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah memasuki tahun kedua. Pelbagai upaya dilakukan oleh banyak pihak untuk merayakan kelahiran UU Desa yang dinilai sebagai titik tolak pembaharuan pembangunan di tingkat desa. Melalui asas rekognisi dan subsidiaritas, peran desa bergeser dari objek menjadi subjek pembangunan. Melalui kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, desa diharapkan menjadi pelaku aktif dalam pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta kebutuhan pada lingkup masing-masing. Desa yang kini tidak lagi menjadi subpemerintahan kabupaten berubah menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas yang berlaku pada paradigma lama melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Kedua prinsip ini memberikan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri. Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah dan masyarakat sipil untuk dapat menggerakkan desa agar benar-benar menjadi subjek pembangunan. Berbagai praktik dan pembelajaran telah muncul sebagai bagian dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat. Desa dalam kerangka UU Desa adalah kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government).Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli atas ruang “menjadi subjek” yang sebenarnya telah terbuka luas. Perencanaan menjadi salah satu indikator eksistensi desa sebagai subjek secara utuh. Praktik penekanan program dan isi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) oleh supra desa masih kerap ditemukan paska pengundangan UU Desa. Hal tersebut, sekali lagi mengganggu upaya untuk meneguhkan desa sebagai subjek. Selain itu, perencanaan desa masih kerap dinilai sebatas sebagai teknis penyusunan dokumen. Pemeriksaan dan evaluasi atas rancangan dokumen RPJMDesa pun masih kerap berkutat pada hal teknis dan tidak pada substansi rencana pembangunan itu sendiri.Terdapat dua isu besar dalam perencanaan di tingkat desa yaitu paradigma dan partisipasi. Cara pandang lama dalam perencanaan mengedepankan analisis dan fokus pada penyelesaian masalah. Proses inventarisasi masalah dan perumusan solusi menjadi pendekatan yang umum dilakukan dalam perencanaan. Pembangunan dimaknai sebagai upaya untuk mengatasi masalahmasalah yang ada dan berkembang di tingkat desa. Hal tersebut menyebabkan pembangunan bersifat tidak menyeluruh dan tidak berorientasi pada upaya menggerakkan masyarakat. Pendekatan berbasis defisit ini awam digunakan dalam perencanaan desa, penyusunan RJMDesa hingga Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKPDesa). Paradigma lama menyisakan persoalan keterbatasan ruang pembangunan akibat orientasi yang melulu tertuju pada penyelesaian

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

iii


masalah. Pembangunan tidak lagi bermakna menggerakkan masyarakat, melainkan semata untuk menciptakan solusi-solusi atas persoalan yang partikular. Inventarisasi masalah melalui forum musyawarah desa (Musdes) dan proses tabulasi kemungkinan solusi menjadi yang paling umum. RPJMDesa dan RKPDesa walhasil menjadi dokumen yang mencoba mengarahkan pembangunan pada hal-hal partikular yang dinilai sebagai masalah. Sementara, pengembangan dan upaya menggerakkan masyarakat menjadi terabaikan. Cara pandang berbasis deďŹ sit tersebut banyak memperoleh kritik dan masukan. Dibalik ragam persoalan dan masalah yang terjadi di tingkat desa, terdapat sekian banyak potensi serta kekuatan yang kerap tidak diperhitungkan. Menjadikan masalah sebagai akar pertimbangan penyusunan perencanaan pembangunan hanya akan menghasilkan kerangka pembangunan yang parsial dan jangka pendek. Mempertimbangkan hal tersebut, perencanaan apresiatif yang berangkat dari paradigma pemberdayaan komunitas/masyarakat berbasis aset (Asset Based Commnity Development atauABCD) berkembang, termasuk dalam perencanaan desa. Perencanaan apresiatif desa merupakan cara pandang yang mengedepankan kekuatan di tengah masyarakat desa sebagai modal pembangunan desa. Model perencanaan ini mencoba memunculkan cara pandang baru di tengah masyarakat desa tentang desanya dengan menemukenali kekuatan-kekuatan yang dimiliki sebagai modal pembangunan. Pendekatan ini turut menjadi bagian dari cara pandang desa sebagai subjek yang utuh (masyarakat dan pemerintahan). Melalui perencanaan apresiatif, aktor pembangunan akan menjadi lebih luas terdeďŹ nisikan dan tidak terbatas pada pemerintahan desa. Melalui proses identiďŹ kasi aktor, apresiasi kewenangan, pemetaan aset desa, pemetaan kesejahteraan dan upaya menemukan kunci-kunci penggerak pembangunan desa akan dilakukan. Pendekatan ini tidak semata menggerakkan pemerintahan desa, tetapi juga masyarakat. Pendekatan ini sekaligus menjadi jawaban atas persoalan kedua perencanaan desa: partisipasi. Dengan demikian, pemerintahan desa dan masyarakat kian rinci mengenali desa sendiri.Perencanaan apresiatif desa sebagai metode, juga memperkuat desa dari sisi ketersediaan data. Istilah mengenal desa sendiri lekat pada metode ini. Desa melalui praktik-praktik apresiasi aktor, pemetaan aset, pemetaan kesejahteraan dan pemetaan kewenangan melakukan proses pendokumentasian ketat dengan sekian prosedur veriďŹ kasi yang kian meningkatkan partisipasi sejak data pembangunan dirumuskan. Buku ini menjadi salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest Yogyakarta sebagai bagian dari upaya merayakan UU Desa dan mendorong desa menjadi subjek pembangunan. Buku ini mencoba memperkenalkan pendekatan Perencanaan Apresiatif Desa sebagai upaya mengenal desa sendiri (MDS) guna merinci dan merumuskan rencana pembangunan desa yang lebih baik. Terima kasih kami sampaikan kepada tim penulis yang telah menyelesaikan penulisan buku ini. Juga tak lupa kepada jajaran Pemerintahan Kabupaten Wonosobo yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menjadi rekan belajar guna mewujudkan desa yang kian berdaulat sebagai subjek pembangunan. Begitu pun, buku ini kian lengkap dengan banyaknya masukan dari desa-desa yang tengah berproses bersama mematangkan konsep perencanaan apresiatif ini di Wonosobo, Malang (Jawa Timur), Takalar (Sulawesi Selatan), dan Musi Banyuasin (Sumatera Selatan). Untuk Desa dan Indonesia, pengetahuan ini kami persembahkan.

Muhammad Irsyadul Ibad Direktur Eksekutif Infest Yogyakarta

iv

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Mengenal Lebih Dekat

v

3

Bina Suasana

2

Berbagi Pembelajaran Penyusunan RPJMDesa

Pembukaan

POKOK BAHASAN

1

NO.

Praktik baik penyusunan perencanaan apresiatif desa Tracap, Wulungsari, Gondang, Keseneng, Lengkong

Perkenalan Orientasi Alur Pelatihan Kontak Belajar Pre test

Orientasi Pelatihan (tujuan dan hasil pelatihan) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten

SUB POKOK BAHASAN

90 Menit

30 Menit LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchar Bahan tayang Presentasi Tanya Jawab

Menumbuhkan motivasi kepada peserta bahwa mereka mampu menyusun perencanaan apresiatif desa berdasarkan pengalaman 5 desa.

30 Menit

WAKTU

LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchar Gunting Post It Bahan tayang & LBB: Alur Pelatihan, Penyusunan Harapan, Penyusunan Tata Tertib Belajar dan Pembagian Tugas Formulir pre test.

LCD proyektor Bahan Tayang

ALAT BANTU

Presentasi Curah Pendapat Permainan

Presentasi

METODE

Menumbuhkan suasana pelatihan yang akrab, terbuka, dan saling menghargai antar-sesama peserta pelatihan dan fasilitator Peserta memahami alur pelatihan Menyepakati tata tertib pelatihan

Peserta memahami tujuan dan hasil yang diharapkan dalam pelatihan Peserta memahami keterkaitan RPJMD dengan RPJMDesa

TUJUAN

KURIKULUM FASILITASI PENYUSUNAN PERENCANAAN APRESIATIF DESA


vi

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

5

4

Paradigma Baru Perencanaan Pembangunan Desa (dari Problem Based ke Appreciative Based)

Citra Diri

Paradigma Baru Pengaturan Tentang Desa; Kewenangan Desa; Sistem Perencanaan Pembangunan Desa;

Model Jendela Desa

Menjelaskan paradigma baru perencanaan pembangunan desa dalam kerangka UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Mendorong peserta mampu menjelaskan perubahan sistem perencanaan pembangunan desa.

Mendorong kemampuan peserta mengemukakan sejauh mana peserta mengenal desanya. Mendekatkan rasa kepemilikan, kepedulian, kesadaran peserta pada Desa untuk berkiprah (bermensipasi dan berpartisipasi) membangun desa. Mendorong kemampuan peserta untuk saling mengetahui dan mendeskripsikan penguasaan pengetahuan mereka terhadap desa. Ceramah; Diskusi dan Brainstorming;

Ceramah; Penugasan individu; Presentasi hasil penugasan.

LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchar Gunting Post It Bahan tayang Bahan Bacaan Mengenal Asas dan Kewenangan Desa; Dari Defisit Based ke Apresiatif Based

LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchar Gunting Post It Bahan Tayang & Gambar model Jendela Desa, Matrik “Jendela Desa” Bahan Bacaan “Desa dan Harapan Pembangunan Pasca 2015” 120 Menit

90 Menit


Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Mengenal Lebih Dekat

vii

Pemetaan Apresiatif Aset Desa

Membangun Mimpi Desa

6

7

Mengenal dan Praktik Mengisi Papan Masa Depan Desa Merumuskan rencana strategis/langkah strategis mencapai masa depan desa.

Pendekatan Aset Desa dalam Pembangunan Desa (strength based approach) Pembuatan Peta Aset Desa Pembuatan Sketsa Peta Aset Desa

Peserta mampu merumuskan visi-misi desa (mempertemukan visi-mis kepala desa terpilih dengan mimpi masyarakat atas desanya di masa mendatang); Peserta memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan mimpinya ke dalam kerangka kebijakan dokumen perencanaan desa (RPJMDesa)

Peserta memahami arti pentingnya pendekatan apresiatif dalam perencanaan pembangunan desa; Peserta dapat melakukan pemetaan aset dan mengkaji potensi Desa; Peserta mampu merumuskan langkah

Ceramah; Penugasan kelompok; Presentasi hasil penugasan kelompok.

Ceramah; Penugasan kelompok; Presentasi hasil penugasan kelompok.

LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchar Gunting Post It Media Pembelajaran: Bahan tayang, Foto, Papan Masa Depan, Matrik untuk Merumuskan Visi dan Misi Desa,Lembar Matrik Visi dan Misi Desa Bahan Bacaan Indonesia Sehat ala Desa di Malang�.

LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchart/ Papan Tulis Gunting Post It Media Fasilitasi: Bahan tayang, Foto, Peta desa, Sketsa desa Matrik pemetaan aset desa, Matrik IdentiďŹ kasi Aset Berdasarkan Letak dan Kepemilikan Bahan Bacaan VeriďŹ kasi Dokumen Pemetaan Apresiatif Desa Gondang Wonosobo

120 Menit

120 Menit


viii

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

8

Menyusun Strategi Pengembangan Aset dan Potensi Aset Desa

Merumuskan rencana strategis/langkah strategis mencapai masa depan desa.

Peserta memiliki kemampuan merancang logika alur pengembangan aset dan potensi aset desa; Peserta memiliki kemampuan untuk merumuskan rancangan strategi pengembangan aset dan potensi aset desa;

Ceramah; Penugasan kelompok; Presentasi hasil penugasan kelompok.

LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchar Gunting Post It Media Pembelajaran: Bahan tayang, Lembar Tugas, Matrik Strategi Pengembangan Aset dan Potensi Aset Desa, Gagasan Cita-Cita Masa Depan Desa Dari Kelompok Marginal Di Desa, Matrik Program Dan KegiatanMatrik Penyelarasan Program Dan Kegiatan Desa dengan Prioritas Kabupaten RPJMDesa, Bahan bacaan: “BCA Kembangkan Ekonomi Desa Wisata Bleberan Gunungkidul” dan “Mengintip Eksotisme Wisata di Desa Bleberan”

120 Menit


Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Mengenal Lebih Dekat

ix

9

Merumuskan Dokumen Perencanaan Desa

Peserta memiliki kemampuan menganalisa data yang didapat dari logika alur sebelumnya pemetaan aset dan potensi aset desa, membangun mimpi masa depan desa, strategi pengembangan aset; Peserta memiliki kemampuan memahami sistimatika RPJMDesa dan RKPDesa;

Merumuskan rancangan dokumen RPJMDesa; Merumuskan rancangan dokumen RKPDesa;

Pemaparan (ceramah) Curah pendapat Diskusi kelompok Window shopping

LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchar Gunting Post It LBB - Matriks RPJMDes untuk Program dan Kegiatan (Bidang Pemerintahan Desa, Bidang Pembangunan Desa, Bidang Kemasyarakatan, Bidang Pemberdayaan Masyarakat). LBB 7.4 Outline Penulisan Dokumen RPJMDes

320 Menit

120 Menit



Daftar Isi

Kata Pengantar Sekapur Sirih : “Mengenal Desa Sendiri”; Sebuah Paradigma Perencanaan Berbasis Aset

Kurikulum Agenda 1: Membangun Citra Diri Berdesa

Agenda 2: Paradigma Baru Perencanaan Pembangunan Desa (dari Problem Based ke Appreciative Based) A. Pendekatan Strength-Based Approach (SBA) B. Pendekatan Masalah/Deficit Based Thinking (DBT) vs Pendekatan Aset/Asset Based Thinking (ABT)

Agenda 3: Pemetaan Apresiatif Aset Desa

Agenda 4: Desa Punya Mimpi, Mengapa Tidak?

Agenda 5: Menyusun Strategi Pengembangan Aset dan Potensi Aset Desa

Agenda 6: Merumuskan Dokumen Perencanaan Desa

i iii v 1 7 8 9 21 28 34 42

Lampiran: 1. Langkah Pendataan Kesejahteraan Partisipatif 2. Alur Penyusunan RPJMDesa 3. Alur Penyusunan RKPDesa 4. Tahapan Penyusunan APBDesa

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa



Agenda I

Membangun Citra Diri Berdesa

Pengantar Dalam sebuah pelatihan sekolah desa yang diselenggarakan INFEST di Kabupaten Banjarnegara (8-9 Mei 2015) terungkap bahwa RPJMDes Desa Jatilawang, Desa Gumelem Kulon dan Desa Gentansari tidak memiliki kepekaan terhadap warga berkebutuhan khusus (difabel). Hal tersebut terungkap dari tidak adanya data dan programprogram desa yang berorientasi pada pemenuhan hak kaum difabel. Padahal setelah diidentiďŹ kasi bersama-sama, akhirnya diketahui di ketiga desa tersebut benar-benar ada warga yang hidup dalam kebutuhan khusus, seperti tuna daksa, tuna rungu, tuna wicara maupun kebutaan.

fakta lokal yang ada. Dampak ikutannya, penyelenggaraan program-program pemerintah yang masuk ke desa, khususnya program-program sosial penanggulangan kemiskinan, tidak tepat sasaran. Deviasi data statistik tersebut pada akhirnya memicu munculnya prakarsa lokal untuk membuat data kemiskinan berasis indikator lokal yang dirumuskan sendiri oleh masyarakat. Sayangnya, data-data kemiskinan berbasis indikator lokal tersebut belum mendapat tempat dalam sistem pendataan kemiskinan yang diselenggarakan BPS. Terlebih mendapat pengakuan pemerintah supradesa.

Tidak adanya data dan program untuk kelompok difabel tersebut menjadi peringatan bagi kita yang dianugerahi kesempurnaan ragawi. RPJMDes sebagai dokumen perencanaan pembangunan seolah-olah menjadi milik mereka warga desa yang memiliki kesempurnaan ďŹ sik. Jika benar demikian, maka sesungguhnya ada yang missing dalam kesadaran kita sebagai warga desa. Padahal setiap warga desa memiliki kedudukan sama baik untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan desa maupun mendapatkan layanan serta merasakan manfaat pembangunan. Kemanakah kepekaan kita? Mengapa kita sampai tidak mengenal tetangga kita sendiri yang berkebutuhan khusus. Padahal, banyak kanal musyawarah perencanaan pembangunan desa, namun keterlibatan kita didalamnya kurang memberi makna pada saudara-saudara kita yang secara ďŹ sik menyandang kecacatan.

Dalam kacamata BPS, melihat rumah orang desa yang terbuat dari kayu berkualitas rendahan, lantainya tidak disemen, dan berpendapatan kurang dari Rp20.000 per hari akan disimpulkan sebagai masyarakat desa kategori miskin. Namun bagi orang desa sendiri, kehidupan seperti itu belum tentu mereka terima sebagai kondisi miskin. Sebagian besar masyarakat di desa-desa pedalaman Kalimantan memiliki rumah tang terbuat dari kayu dan tidak berlantai. Demikian pula di desa-desa di pedalaman Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Meski demikian mereka tetap bisa melangsungkan kehidupan mereka dengan penuh keceriaan dan kebahagiaan. Memang, harus diakui juga, pada kondisi dan konteks tertentu, indikator kemiskinan yang digunakan BPS untuk mengukur kesehateraan rumah tangga ada kecocokan. Lalu timbul pertanyaan, kalau begitu teori siapa yang lebih mendekati fakta, data yang dikeluarkan BPS kah, atau pengetahuan masyarakat desa?.

Cerita lain bukti kelemahan kita mengenal lebih dekat pada desa tempat kita tinggal adalah polemik tidak akurat data statistik tentang ketimpangan dan kemiskinan dengan kondisi desa senyatanya. BPS, setiap tahun mengeluarkan data tentang kemiskinan pedesaan. Dengan menerapkan 14 indikator kemiskinan, ternyata BPS tidak berhasil menyajikan capaian survei maupun sensus yang sesuai dengan

Terlepas dari pro dan kontra tentang indikator kemiskinan atau kesejahteraan di atas, salah satu kekuatan yang dimiliki masyarakat desa hingga mampu bertahan hidup bertahun-tahun adalah kemampuannya membaca dirinya sendiri. Dengan kata lain, orang desa lebih tahu tentang dirinya dari

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

1


pada orang lain. Sayangnya, walaupun orang desa lebih mengenal dirinya sendiri, bukan berarti mampu mengantar mereka pada prestasi hidup yang layak. Contohnya, di beberapa desa di Musi Banyuasin, khususnya yang berada di sekitar kawasan tambang minyak dan gas, banyak penduduk desa yang rumahnya masih terbuat dari kayu berkualitas rendah meskipun dari tingkat pendapatan sebenarnya lebih dari layak. Rata-rata rumah penduduk di sana belum mempunyai fasilitas MCK yang memadai. Mereka juga tidak memiliki jaminan air bersih. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan air bersih untuk dikonsumsi, nyaris penduduk desa-desa di sekitar tambang dan

perkebunan sawit membeli air bersih dari luar desa. Pertanyaannya kemudian, apakah dengan demikian penduduk di desa tersebut layak dikategorikan sebagai masyarakat desa yang kenal pada desanya? Karena itu, sebelum memahami dan mempraktikkan materi perencanaan desa, ada baiknya kita berselancar memahami citra diri Desa. Citra diri Desa dimaksudkan untuk mengajak peserta training lebih dekat dengan desa. Frasa “lebih dekat” dengan desa mengandaikan adanya kepekaan peserta sebagai warga desa terhadap desa yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Apakah anda sepakat pernyataan berikut? bahwa “belum tentu warga desa tahu tentang desanya”.

Tujuan Fasilitasi Mendorong kemampuan peserta mengemukakan sejauh mana peserta mengenal desanya. Mendekatkan rasa kepemilikan, kepedulian, kesadaran peserta pada Desa untuk berkiprah (bermensipasi dan berpartisipasi) membangun desa. Mendorong kemampuan peserta untuk saling mengetahui dan mendeskripsikan penguasaan pengetahuan mereka terhadap desa. Sub Pokok Bahasan Model “Jendela Desa” Metode Fasilitasi Ceramah; Penugasan individu; Presentasi hasil penugasan. Waktu 90 menit

Alat dan Bahan Meta plan, kertas plano, papan tulis/flip chart, isolasi, kertas, LCD Media Fasilitasi Gambar model “Jendela Desa”. Matrik “Jendela Desa” Bahan Bacaan “Desa dan Harapan Pembangunan Pasca 2015”

2

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Proses Fasilitasi 1. Tim penyusunan RPJMDesa memberikan pengantar tentang maksud dan tujuan sesi ini. 2. Pada awal sesi ini proses pembelajaran lebih ditekankan pada tujuan pemahaman peserta pada dirinya sebagai warga dan pengetahuannya tentang desa di mana peserta tinggal/hidup di dalamnya. 3. PelatihTim penyusunan RPJMDesa dapat menggunakan media pembelajaran yang sekiranya menginformasikan tentang Desa dari berbagai sudut pandang, baik dengan media pembelajaran berbentuk audio visual seperti film, rekaman siara berita radio tentang desa ataupun alat bantu tertulis seperti berita Koran, artikel yang bisa di dapatkan di berbagai jenis media masa. 4. Ajaklah peserta untuk menyimak, membaca atau mencermati informasi yang tersampaikan dari media pembalajaran tersebut. 5. Setaleh itu mintai pendapat peserta terkait dengan informasi/materi yang tersaji dari media pembelajaran yang telah disampaikan. 6. Sembari menyiapkan meta plan, ajaklah peserta untuk merefleksikan tingkat pengetahuan dan pemahaman peserta atas substansi yang diterima pada desa mereka. Ajukan pertanyaanpertanyaan berikut ini kepada peserta yang diturunkan dari model “jendela Desa” di bawah ini: a. Apa yang saya tahu tentang desa saya dan ingin rasanya saya nyatakan atau kabarkan kepada orang lain? b. Apa yang saya tahu tentang desa saya tapi saya sembunyikan dari pengetahuan orang lain? c. Apa yang tidak saya tahu tentang desa saya tapi orang lain malah mengetahuinya? d. Apa yang tidak saya tahu tentang desa saya dan orang lain juga tidak tahu? 7. Berilah peserta empat lembar kertas meta plan berbeda warna. Bubuhkanlah tanda (misalnya berupa abjad/nomor) sebagai tanda hubungan warna kertas dengan jenis pertanyaan di atas. 8. Berikanlah waktu (misalnya 15 menit) dan tugas kepada peserta pelatihan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

9. Setelah itu mintalah kepada peserta untuk menyampaikan jawabanya kepada forum dan menempelkannya di kertas plano yang telah diberi gambar “pintu desa”; 10. Setelah seluruh jawaban terkupul dan masingmasing peserta menyatakan hasil jawabannya, tariklah pembelajaran berharga atau refleksi atas jawaban peserta sebagaimana terpajang pada media alat bantu “pintu desa” tersebut. (jika waktu masih memadai, model refleksi atau penarikan pembelajaran bisa dilakukan dengan cara diskusi curah pendapat atau brainstorming).

Bahan Tayang

Model “Jendela Desa*” Pada hakikatnya, kita adalah duta bagi desa kita masing-masing. Orang lain atau pihak lain mungkin suatu saat akan bertandang ke desa kita karena informasi dari kita. Baik buruknya performa desa kita juga tergantung pada kuasa pengetahuan serta pengalaman kita atas desa sebagai tumpah darah kita. Misalnya, benarkah sebagai warga desa kita tahu berapa total dana pembangunan yang dikelola pemerintah desa? jangan-jangan orang lain lebih tahu tentang itu. Mungkin kita tahu kalau tetangga sebelah kita sedang kelaparan, atau kesulitan membayarkan SPP untuk anaknya yang sedang sekolah. Meski kita tahu, ternyata pemerintah desa tidak mengetahuinya. Karenanya, pengetahuan tentang desa menjadi salah satu kunci utama membangun kepekaan dan kepedulian membangun desa. Berikut ini bahan tayang tentang Model “Jendela Desa” sebagaimana dimaksud di atas.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

3


A Yang orang lain ketahui

B

Apa yang saya tahu tentang desa saya dan ingin rasanya saya nyatakan atau kabarkan kepada orang lain?

D

C Yang orang lain tidak ketahui

Apa yang tidak saya tahu tentang desa saya tapi orang lain malah mengetahuinya?

Apa yang saya tahu tentang desa saya tapi saya sembunyikan dari pengetahuan orang lain?

Apa yang tidak saya tahu tentang desa saya dan orang lain juga tidak tahu?

Yang saya ketahui

Yang tidak saya ketahui

Diadaptasi dari “The Johari Window Model” dalam Krogerus, Mikael and Roman Tschappeler. 2008. The Decision Book Fifty Models for Strategic Thinking. London: Profile Books LTD.

Bahan Tayang

1.1 Matrik “Jendela Desa”

A

B

C

D

Apa yang saya tahu tentang desa saya dan ingin rasanya saya nyatakan atau kabarkan kepada orang lain?

Apa yang saya tahu tentang desa saya tapi saya sembunyikan dari pengetahuan orang lain?

Apa yang tidak saya tahu tentang desa saya tapi orang lain malah mengetahuinya?

Apa yang tidak saya tahu tentang desa saya dan orang lain juga tidak tahu?

4

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Bahan Bacaan

Desa dan Harapan Pembangunan Pasca 2015 Oleh: Borni Kurniawan September 2010 lalu, 189 pemimpin negara di dunia menghadiri sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menandatangani 8 kesepakatan pembangunan internasional yang disebut dengan Millennium Development Goals (MDGs). Ke 189 pemimpin negara tersebut ingin menjadikan MDGs sebagai alat untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dunia. Pembangunan manusia kemudian menjadi fokus utama pembangunannya. Tahun 2015 kemudian dipatok sebagai batas akhir pencapaian kesejahteraan tersebut. Ada delapan bidang pembangunan yang disasar MDGs yang harus dilakukan setiap negara jika ingin rakyatnya sejahtera pada tahun 2015 yaitu, menurunkan kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu hamil, memerangi HIV/AIDS, memastikan kelestarian lingkungan dan mengembangkan kemitraan pembangunan global. Lagi-lagi semua indikator capaian baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif harus mampu dilabuhkan pada tahun 2015. Lalu, bagaimana dengan prestasi pemerintah Indonesia. Berhasilkah mencapai target-target pembangunan millennium tersebut. Dari sudut pencapaian internasional, menurut laporan PBB tahun 2013 tentang MDGs menyatakan tingkat kemiskinan ekstreem global menurun setengahnya dari 47 persen pada 1990 menjadi 22 persen pada 2010. Sayangnya, penurunan tingkat kemiskinan tersebut tidak berarti merata di semua negara penandatangan kesepakatan MDGs. Termasuk tidak merata pada tingkat wilayah dan kelompok sosial di dalamnya. Bahkan, di antara negara-negara anggota PBB sendiri terdapat celah ketimpangan dalam kualitas pembangunan dan kemiskinan. Lima persen penduduk termiskin di Amerika malah berpendapatan 35 kali lebih banyak dari pada penduduk termiskin di Zambia, setelah disesuaikan dengan harga relatif (Milanovic, 2011). Di Indonesia ketimpangan sosial dapat disimak dari perbedaan

tingkat pendapatan antarwarganya. Kue pendapatan nasional yang seharusnya menjadi sumber kesejahteraan warga miskin, sebanyak 48,42 persennya malah dikuasai oleh penduduk terkaya yang hanya berjumlah 20 persen. Tapi warga miskin yang jumlahnya mencapai 40 persen dari jumlah penduduk Indonesia hanya menikmati 16,85 persen dari pendapatan nasional (Santono, 2013). Dilihat dari segi dukungan anggaran pemerintah Indonesia terhadap tujuan MDGs, khususnya untuk penanggulangan dan pengurangan kemiskinan menunjukkan dukungan yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah anggaran yang selalu meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi tingginya dukungan anggaran tersebut belum diikuti oleh tingkat penurunan angka kemiskinan nasional secara berarti. Berdasarkan laporan Kemenkokesra (2013) sebagaimana dapat disimak pada gambar di atas, dapat diketahui bahwa tren peningkatan anggaran untuk program penanggulangan kemiskinan meningkat sekitar 200 persen selama satu dasawarsa terakhir namun tingkat kemiskinan hanya menurun sekitar 2 persen. Anomali kebijakan ini tentu menarik untuk dianalisis, dievaluasi dan direeksikan kembali sebagai dasar perumusan kebijakan program penanggulangan kemiskinan paska 2015.

Pembelanjaan anggaran pusat ke daerah untuk pencapaian MDGs pada umumnya terus meningkat, tapi belum berkorelasi secara positif terhadap capaian MDGs itu sendiri. Bagi provinsi Papua contohnya, sumber pendapatan terbesar berasal dari Dana Otsus, sementara di tingkat kabupaten/kota, Dana Perimbangan masih dominan sebagai sumber penerimaannya. Fokus pembelanjaan anggaran di provinsi Papua salah satunya dititikberatkan pada sektor pendidikan yakni peningkatan kualitas dan cakupan layanan pendidikan. Target capaian indikator pendidikan dalam RPJMD 2013-2018 yang meliputi angka melek huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (RLS) belum disertai dengan target capaian angka partisipasi murni (APM) yang memadai.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

5


Persentase penduduk yang melek huruf di Provinsi Papua memang terus meningkat, namun masih merupakan yang terendah di Indonesia selama tahun 2007-2012. AMH di Papua meningkat dari 75,4 persen pada tahun 2007 menjadi 75,8 persen pada tahun 2012, atau meningkat 0,4 persen saja. Pada saat yang sama AMH di tingkat nasional meningkat 1,4 poin persen atau meningkat dari 91,9 menjadi 93,3 persen. Secara umum dapat disimpulkan bahwa Angka Partisipasi Sekolah di Papua belum mencapai target RPJMD 2012. APK di Papua pada tahun 2012 lebih rendah dibanding tahun 2007 untuk semua kategori (SD, SMP, SMA). Demikian pula dengan APM, besaranya pada tahun 2012 lebih rendah dibanding tahun 2007 (World Bank, 2014). Tahun 2015 adalah tahun berakhirnya proyek pembangunan MDGs. Tapi juga awal tahun bagi pemerintahan nasional. Salah satu pendekatan baru pembangunan nasional periode 2014-2019 adalah dilaksanakannya Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Sebagai regulasi nasional UU No.6/2014 tersebut juga mengembangkan visi dan misi penanggulangan kemiskinan, penciptaan akses pendidikan dan kesehatan yang adil dan berpihak pada rakyat, bahkan penciptaan kelestarian lingkungan. Pertantanyaannya kemudian adalah bagaimana hubungan Desa dan UU Desa dengan pembangunan pasca 2015. Di manakah titik relevansi desa dan UU Desa dalam kaitannya dengan kelanjutan MDGs pasca 2015. Dalam kontestasi kebijakan nasional sebelumnya, pemerintahan SBY telah mengadopsi dan menjadikan MDGs sebagai acuan rumusan kebijakan, strategi dan program pembangunan. Pemerintah mengarusutamakan MDGs ke dalam produk kebijakan nasional baik Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 ataupun RPJMD yang berlaku setiap lima tahunan. Untuk mendukung kebijakan yang bermainstream MDGs tersebut, pemerintahan periode SBY mengupayakan penciptaan program-program pembangunan yang berorientasikan pro growth, pro job, pro poor dan pro environment. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan SBY lebih memilih menjadikan desa sebagai obyek pembangunan baik yang diselenggarakan oleh Kementerian/Lembaga maupun oleh pemerintah daerah.

6

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Kehadiran UU No.6/2014 tentang Desa menawarkan cara pandang baru tata kelola desa. Kehadiran UU Desa meletakan dasar perubahan desa secara fundamental. Desa diberi kepercayaan penuh untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam batasbatas kewenanganya yaitu kewenangan berdasarkan asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Cara pandang tersebut tidak pernah dilakukan pemerintah. Karena itu UU Desa berusaha membalik paradigm tersebut dari “membangun desa� menjadi “desa membangun�. Ada beberapa cara pandang lama yang secara tidak langsung mempengaruhi perlakuan negara terhadap desa. Pertama, pemerintah memandang desa hanya sebagai wilayah administrasi dan organisasi pemerintahan yang paling kecil, paling bawah dan paling rendah dalam hierarki pemerintahan di Indonesia. Kedua, kaum libertarian memandang desa tak ubahnya sebagai masyarakat tanpa pemerintah dan pemerintahan. Cara pandang ini telah mengilhami masuknya program-program pembangunan ke desa yang langsung menuju kelompok-kelompok masyarakat, tapi mengabaikan peran dan fungsi pemerintah desa berikut institusi-institusinya. Dalam kungkungan pandangan lama tersebut, akhirnya pemerintah terus menerus menempatkan desa sebagai obyek pembangunan. Pembangunan pasca 2015 harus di-setup secara berbeda dari sebelumnya yang lebih banyak mengutamakan Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah, tapi mengabaikan desa. Padahal desa sesungguhnya adalah entitas negara bangsa Indonesia yang paling dekat dengan masyarakat. Desa adalah unsur pembentuk negara yang berada paling depan, bukan pinggiran sehingga memiliki nilai strategis, apalagi terkait dengan keamanan teritorial NKRI. Kini, saatnya pemerintah harus benar-benar serius memberikan kepercayaan, memberdayakan dan memerankan desa dalam upaya-upaya pengentasan kemiskinan, delivery layanan publik baik di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan hingga perlindungan dan konservasi lingkungan hidup berikut sumber daya alamnya. Pemerintah hendaknya tidak perlu khawatir apalagi takut desa hanya akan menghabiskan apalagi mengkorupsi sumber daya baik yang berupa dukungan anggaran dari pusat dan daerah (Dana Desa dan Alokasi Dana Desa) maupun sumber daya alam.


Agenda 2

Paradigma Baru Perencanaan Pembangunan Desa (dari Problem Based ke Appreciative Based) Pengantar Pelaksanaan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa hendak memasuki tahun kedua sejak ditetapkan dan diundangkan 2014 lalu. Tantang sejatinya kemudian adalah bagaimana membumikan sehingga publik memahami substansi perubahan pengaturan tentang desa dari aturan-aturan sebelumnya. Sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan desa adalah salah satu pokok bahasan dalam UU Desa yang disempurnakan dari model pengaturan sistem perencanaan pembangunan yang diatur dalam UU sebelumnya. Sebelum UndangUndang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa lahir, pemerintah telah mengenalkan perencanaan pembangunan. Hal tersebut dapat diketahui di UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pada Bab VIII pasal 150 s/d 154. Sayangnya, pengaturan tentang perencanaan pembangunan desa sama sekali tidak disinggung oleh UU No. 32 Tahun 2004 tersebut. Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai regulasi teknis turunan dari UU No. 32 Tahun 2004.

sedikit pemerintah desa yang mengeluh karena daftar usulan program prioritas dalam RKP Desa pada akhirnya terbengkelai menjadi daftar usulan saja. Meski telah berkali-kali diperjuangkan melalui forum Musrenbangcam, forum SKPD dan Musrenbangkab, usulan program prioritas dari desa selalu kandas karena kuatnya kepentingan pihak di luar desa dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan perencanaan pembangunan daerah. Bukan hanya dipengaruhi kepentingan SKPD tapi juga kepentingan anggota DPRD. Melalui forum jaring asmara, setiap anggota DPRD berpeluang menghimpun usulan konstituennya dan mengangkatnya menjadi program pembangunan daerah. Potong kompas menjadi pilihan cara bagi anggota DPRD agar usulan proposalnya dapat terakomodasi ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Pada akhirnya, kue APBD lebih banyak terserap untuk membiayai programprogram daerah. Kalau toh ada proyek pembangunan di desa, desa hanya menjadi lokus proyek saja, bukan pelaksana apalagi penanggung jawab proyek.

Pengetahuan aturan tentang perencanaan pembangunan sudah secara tersurat telah diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Aturan teknisnya secara lebih rinci kemudian diatur di Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa. Permendagri ini memuat petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) 5 tahunan dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan. Ketika sistem perencanaan pembangunan daerah mengintegrasikan proses perencanaan pembangunan desa, pada praktiknya usulan program yang digagas masyarakat dan pemerintah desa jarang sekali terakomodir dalam dokumen kebijakan perencanaan pembangunan tingkat daerah. Tidak

Paradigma lama pembangunan desa didominasi model pendekatan intervensionis. Pendekatan ini menisbahkan desa sebagai obyek pembangunan. Konsep dan uang banyak mengalir dari pemerintah pusat ke desa. Desa menjadi lokasinya. Ada banyak program Kementerian/Lembaga yang masuk ke desa. Contohnya, Program Bantuan Langsung Masyarakat (BPM) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP). Kedua program tersebut memiliki coverage area dan dana yang luas. Data resmi yang dikeluarkan Konsultan Nasional PNPM Mandiri Perdesaan pada tahun 2014 PNPM Mandiri bekerja di 34 provinsi, 505 kabupaten dan 6.914 kecamatan. PNPM MP bekerja di 33 provinsi, di 403 kabupaten dan 5.300 kecamatan. Total anggaran

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

7


PNPM MP sebesar Rp7.599.200.000.000,- dari total PNPM Mandiri sebesar Rp9.745.762.550.000,-. Sayang, pemerintah tidak memberikan kepercayaan penuh kepada pemerintah desa dan masyarakat untuk mengelola program/kegiatan dan dana dari program-program tersebut. Pemerintah desa dan masyarakat hanya menjadi secondary layer dari tim pengelola program yang terbentuk secara berjenjang dari pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga ke desa.

Dalam skema sistem perencanaan pembangunan desa, program-program Kementerian/Lembaga yang masuk ke desa mendistorsi perencanaan pembangunan desa. Mendasar pada regulasi SPPN di satu sisi desa diperintahkan menyusun perencanaan pembangunan desa yang diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah desa diperintahkan memobilisasi sumber daya desa menyelenggarakan perencanaan pembangunan desa melalui forum-forum musrenbang sampai dengan terlibat dalam musrenbang kabupaten. Tapi di sisi lain desa tidak mendapatkan garansi atau jaminan anggaran pembangunan. Akibatnya, dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yang dihasilkan tidak dapat dilaksanakan karena ketidakjelasan dukungan anggaran. Akhirnya, karena frekuensi kegagalan yang kerap kali ditemui ketika berjuang memasukan daftar usulan program/kegiatan desa ke dalam skema perencanaan pembangunan daerah, tingkat partisipasi desa di arena perencanaan pembangunan daerah kian menyusut. Distrust pada daerah membuncah dari desa. Di samping terdistorsi karena kepentingan politik, lemahnya partisipasi publik di arena politik kebijakan perencanaan pembangunan disebabkan oleh penguasaan kewenangan merencanakan program yang tidak berpihak kepada desa. Karenanya, kelahiran UU No.6 Tahun 2014 berupaya menyempurnakan sistem perencanaan desa partisipatif sebelumnya. UU No. 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan penuh kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri membuat

8

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenanganya. Tidak hanya mengelola perencanaan program tapi juga mengelola dana pembangunannya. Berdasarkan azas rekognisi dan subsidiaritas, ada dua kewenangan yang dilegitimasi UU Desa yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Beralaskan kewengan desa inilah, desa berhak menyelenggarakan dan menyusun perencanaan hingga penganggaran pembanguan sendiri tanpa harus bergantung pada sistem perencanaan pembangunan daerah. Malahan, bagi kementerian/lembaga yang hendak memasukkan programnya ke desa, maka harus merekognisi dokumen perencanaan desa sebagai dokumen yang harus diacu oleh pemerintah. Sesi ini hendak mengantarkan peserta pelatihan memahami perubahan sistem perencanaan pembangunan desa. Dengan demikian, peserta diharapkan dapat mengetahui posisi sistem perencanaan pembangunan desa paska lahirnya UU Desa dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.

Pendekatan Strength-Based Approach (SBA) Tujuan utama pembangunan tata kepemerintahan lokal yang demokratik adalah menguatnya peran warga setempat dan organisasi masyarakat sipil dalam tata kepemerintahan lokal secara demokratik. Pendekatan yang bertumpu pada kekuatan strengthbased approach (SBA) atau appreciative based atau pendekatan aset percaya bahwa pemerintah dan masyarakat sipil memiliki kekuatan-kekuatan intrinsik untuk mempercepat terwujudnya tatanan masyarakat yang sejahtera dan demokratik. Di saat menghadapi peluang, SBA membantu kita fokus pada apa yang penting dan membangkitkan energi positif yang dibutuhkan agar tetap terinspirasi dan bisa memanfaatkan peluang yang ada semaksimal mungkin.


Sebaliknya pada saat kita menghadapi masalah atau ketidakpastian, SBA membantu kita menemukan bagaimana memandang masalah itu sebagai suatu tantangan, sehingga kita justru bisa mencari dan mengambil manfaat dari situasi yang ada. Pendekatan bertumpu pada kekuatan (SBA) melengkapi seseorang dengan cara istimewa melihat kehidupan sehari-hari. Cara kita merespon segala sesuatu akan berubah, baik dalam pikiran pribadi, obrolan dan interaksi dengan orang lain, maupun terhadap situasi-situasi yang sehari-hari dihadapi, serta dapat melahirkan berbagai peluang. Pendekatan SBA menjadi alat bantu sederhana yang membantu para pihak menemukan kekuatan diri (percaya diri, keberanian), kekuatan relasi (saling percaya, gotong royong) dan kekuatan situasi (mengubah masalah menjadi peluang, dan acaman menjadi tantangan). Pendekatan SBA akan mendorong warga miskin untuk tergerak mewujudkan impiannya. Peristiwa ini menjadi kesempatan bagi pemerintah dan pengusaha serta organisasi masyarakat sipil melahirkan kebijakan, program dan dana serta sumberdaya manusia yang mendorong percepatan dan perluasan dampak pembangunan yang inspiratif. Penggalangan kekuatan para pihak pada gilirannya akan menciptakan percakapan konstruktif dan suasana saling belajar bagi para pihak untuk membangun impian bersama. Dan selanjutnya, impian bersama tersebut menjadi arahan bersama dalam merancang tahapan dan langkah-langkah baru untuk mewujudkannya.

Pendekatan Masalah/DeďŹ cit Based Thinking (DBT) vs Pendekatan Aset/Asset Based Thinking (ABT) DeďŹ cit Based Thinking atau berďŹ kir bertumpu pada masalah (DBT) memusatkan semua perhatian kita pada apa yang mengganggu dan apa yang tidak bekerja. Dengan kata lain, cara kerja DBT mirip dengan sistem ketahanan tubuh yakni waspada terhadap bahaya dan melihat segala sesuatu dari cara pandang negatif supaya kita bisa mengatasi atau menghilangkan apa yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Secara tidak sadar, kita menjadi terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga, sehingga lama kelamaan bisa menjadi buta terhadap peluangpeluang yang ada karena membatasi diri.

Asset Based Thinking (ABT) atau berďŹ kir bertumpu pada kekuatan yang melandasi pendekatan bertumpu pada kekuatan (strength-based approach, SBA). Bagaikan air yang beriak, dengan menemukenali dan fokus pada kekuatan diri (aset pribadi) maka kita akan mendorong diri kita menemukan dan mengembangkan kekuatan-kekuatan lain dalam berhubungan dengan orang lain (aset relasi) dan dalam menghadapi berbagai situasi (aset situasi) (Disadur Dari Buku : Pertemuan Apresiatif Multiaktor - Menggalang Warga Berdaya. Kemendagri, ACCESS, Inspirit Tahun 2014).

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

9


Tujuan Fasilitasi Menjelaskan paradigma baru perencanaan pembangunan desa dalam kerangka UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Mendorong peserta mampu menjelaskan perubahan sistem perencanaan pembangunan desa. Sub Pokok Bahasan Paradigma Baru Pengaturan Tentang Desa; Kewenangan Desa; Sistem perencanaan pembangunan Desa; Metode Fasilitasi Ceramah; Diskusi dan Brainstorming; Waktu 90 menit

Alat dan Bahan Materi persentasi, kertas plano, papan tulis/ip chart, isolasi, kertas, LCD

Media Fasilitasi Bahan tayang dan bahan bacaan Bahan Bacaan Mengenal Asas dan Kewenangan Desa; Dari DeďŹ sit Based ke Apresiatif Based

Proses Fasilitasi 1. Untuk mengawali sesi ini, Tim Penyusun RPJMDesa menyampaikan tujuan materi tentang paradigma baru perencanaan pembangunan desa. 2. Sesi ini bisa diawali dengan melontarkan pertanyaan atau pendapat peserta tentang pengelaman mereka mengikuti forum-forum perencanaan pembangunan, mulai dari musyawarah perencanaan dusun, musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes), musrenbangcam, forum SKPD dan musrenbangkab. 3. Tulis pendapat peserta di kertas plano. 4. Selanjutnya, paparkan bahan presentasi tentang paradigma baru perencanaan pembangunan Desa menggunakan LCD yang telah disediakan.

10

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Beberapa poin penting yang perlu disajikan antara lain: a. Paradigma baru dan lama tentang pengaturan desa; b. Kedudukan Desa; c. Kewenangan Desa; d. Tata baru perencanaan pembangunan Desa (Dari Problem Based ke Asset Based); e. Tata Kelola Dana Desa sebagai rekognisi negara kepada Desa. 5. Setelah itu buka termin tanya jawab atau reeksi atas materi yang telah disampaikan. Mintalah tanggapan peserta. 6. Di akhir sesi Tim Penyusun RPJMDesa menarik pembelajaran berharga atas proses diskusi sepanjang proses sesi tentang paradigma baru perencanaan pembangunan desa.


Bahan Tayang

Matrik Perspektif Desa Lama Vs Desa Baru Desa Lama

Desa Baru

Payung hukum

UU No. 32/2004 dan PP No. 72/2005

UU No. 6/2014

Asas utama

Desentralisasi-residualitas

Rekognisi-subsidiaritas

Kedudukan

Sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local state government)

Sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid antara self governing community dan local self government.

Posisi dan peran kabupaten/kota

Kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa.

Kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang terbatas dan strategis dalam mengatur dan mengurus desa; termasuk mengatur dan mengurus bidang urusan desa yang tidak perlu ditangani langsung oleh pusat.

Delivery kewenangan dan program

Target

Mandat

Politik tempat

Lokasi: Desa sebagai lokasi proyek dari atas

Arena: Desa sebagai arena bagi orang desa untuk menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan

Posisi dalam pembangunan

Obyek

Subyek

Model pembangunan

Government driven development atau community driven development

Village driven development

Pendekatan dan tindakan

Imposisi dan mutilasi sektoral

Fasilitasi, emansipasi dan konsolidasi

Sumber: Eko, Sutoro, Borni Kurniawan, et,. al,. 2013. Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: FPPDACCESS Tahap II.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

11


Perbedaan Konsep “Membangun Desa” (Pembangunan Perdesaan) dan “Desa Membangun” (Pembangunan Desa)

Item/Isu

Membangun Desa (Pembangunan Perdesaan)

Desa Membangun (Pembangunan Desa)

Pintu masuk

Perdesaan

Desa

Pendekatan

Functional

Locus

Level

Rural development

Local development

Isu dan konsepkonsep terkait

Rural-urban linkage, market, pertumbuhan, lapangan pekerjaan, infrastruktur, kawasan, sektoral, dll.

Kemandirian, kearifan lokal, modal sosial, demokrasi, partisipasi, kewenangan, alokasi dana, gerakan lokal, pemberdayaan, dll.

Level, skala dan cakupan

Kawasan ruang dan ekonomi yang Dalam jangkauan skala dan yurisdiksi lintas desa. desa

Skema kelembagaan

Pemda melakukan perencanaan dan pelaksanaan didukung alokasi dana khusus. Pusat melakukan fasilitasi, supervisi dan akselerasi.

Regulasi menetapkan kewenangan skala desa, melembagakan perencanaan desa, alokasi dana dan kontrol lokal.

Pemegang kewenangan

Pemerintah daerah

Desa (pemerintah desa dan masyarakat)

Tujuan

Mengurangi keterbelakangan, ketertinggalan, kemiskinan, sekaligus membangun kesejahteraan

·

·

12

Menjadikan desa sebagai basis penghidupan dan kehidupan masyarakat secara berkelanjutan Menjadikan desa sebagai ujung depan yang dekat dengan masyarakat, serta desa yang mandiri

Peran pemerintah daerah

Merencanakan, membiayai dan melaksanakan

Fasilitasi, supervisi dan pengembangan kapasitas desa

Peran desa

Berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan

Sebagai aktor (subyek) utama yang merencanakan, membiayai dan melaksanakan

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Hasil

· ·

·

Infrastruktur lintasdesa yang lebih baik Tumbuhnya kota-kota kecil sebagai pusat pertumbuhan dan penghubung transaksi ekonomi desa kota. Terbangunnya kawasan hutan, collective farming, industri, wisata, dll.

·

·

Pemerintah desa menjadi ujung depan penyelenggaraan pelayanan publik bagi warga Satu desa mempunyai produk ekonomi unggulan (one village one product)

RPJMD, Arah Kebijakan, Prioritas Daerah

Hubungan Kewenangan Desa dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Desa IDENTIFIKASI, INVENTARISASI, DAN PENGKAJIAN KEADAAN DESA KEWENANGAN BERDASAR HAK ASAL USUL

PERBUB/PERWALIKOTA, PERDES

KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA

PROFIL DESA

POTRET DESA

MASALAH POTENSI

KALENDER MUSIMAN

MASALAH POTENSI

KELEMBAGAAN, DLL

MASALAH POTENSI

ASPIRASI MASYARAKAT (DUSUN/LINGKUNGAN-RW-RT, KELOMPOK, DST.)

HASIL PENGKAJIAN KEADAAN DESA RUMUSAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DESA: VISI MISI KEPALA DESA PRIORITAS, PROGRAM, KEGIATAN dan KEBUTUHAN (Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa)

Rancangan RPJMDesa MUSRENBANGDES RPJMDesa (6 Tahun)

BPD, Kades

PERDES

BPD, Kades PERDES

APBDesa (1 Tahun)

Rancangan RKPDesa

Musdes

MUSRENBANGDES

Rancangan APBDesa

RKPDesa (1 TAhun)

BPD, Kades PERDES

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

13


Peta Jalan Pengelolaan Dana Desa

Roadmap Dana Desa

Dana Desa: Rp.20.076 M ADD: Rp.48.058,04 M Bagi Hasil PDRT: RP.16.549,29 Rata-rata perdesa: Rp.1.010,00 jt

Prioritas Penggunaan: - Jalan Desa - Saluran Irigrasi - Posyandu Perencanaan: - APBDes - RKPDes Pedoman Pelaksanaan;Pendampi ngan;Database Perhitungan;Target Keberhasilan

Dana Desa: Rp.47.645,25 M ADD: Rp.50.291,90 M Bagi Hasil PDRT: RP.18.575,09 Rata-rata perdesa: Rp.1.579,37 jt

Dana Desa: Rp.43.854,52 M ADD: Rp.54.882,03 M Bagi Hasil PDRT: RP.20.594,88 Rata-rata perdesa: Rp.2.047,21 jt

Prioritas Penggunaan: - Jalan Desa - Saluran Irigrasi - Posyandu - Pasar Desa Perencanaan: - APBDes - RKPDes - RPJMDes

Roadmap Dana Desa 2016

2015 Prioritas Penggunaan: Perencanaan: Pedoman Pelaksanaan: - Permen (alokasi, penyaluran, penggunaan dan monev) -Perbup/Perwali (Pembagian dan penetapan besaran alokasi setiap daerah) Pendampingan Pusat: - Fasilitator PNPM Database Perhitungan: - Koordinasi dengan penyedia data (BPS,BIG,Kemendagri,Kem desPDT) Target Keberhasilan: -Tersusunnya RKPDes danAPBDes -Laporan realisasi penyaluran dan penggunaanesuai dengan aturan

14

Dana Desa: Rp.80.556,27 M ADD: Rp.60.445,20 M Bagi Hasil PDRT: RP.22.617,67 Rata-rata perdesa: Rp.2.243,22 jt

Prioritas Penggunaan: - Energi Pedesaan - Sanitasi Desa - Penyediaan Air Bersih Perencanaan: - APBDes - RKPDes - RPJMDes

Dana Desa: Rp.95.366,49 M ADD: Rp.63.849,42 M Bagi Hasil PDRT: RP.24.640,47 Rata-rata perdesa: Rp.2.383,46 jt

Prioritas Penggunaan: - Energi Pedesaan - Perpustakaan Desa - Sanggar Seni danBelajar Perencanaan: - APBDes - RKPDes - RPJMDes

Prioritas Penggunaan: - Infrastruktur Desa - Pemberdayaan Masyarakat - Pertanian Perencanaan: - APBDes - RKPDes - RPJMDes

Jumlah Desa 72.944

2017

2018

2019

Prioritas Penggunaan: Perencanaan:

Prioritas Penggunaan: Perencanaan:

Prioritas Penggunaan: Perencanaan:

Prioritas Penggunaan: Perencanaan:

Pedoman Pelaksanaan: - Permen (alokasi, penyaluran, penggunaan dan monev) -Perbup/Perwali Pendampingan Pusat: - Fasilitator PNPM - Pelatihan Fasilitaior (ratarata 1 Fasilitator = 4 Desa)

Pedoman Pelaksanaan: - Permen (alokasi, penyaluran, penggunaan dan monev) -Perbup/Perwali Pendampingan Pusat: Fasilitaior (rata-rata 1 Fasilitator = 4 Desa)

Pedoman Pelaksanaan: - Permen (alokasi, penyaluran, penggunaan dan monev) -Perbup/Perwali Pendampingan Pusat: Fasilitaior (rata-rata 1 Fasilitator = 4 Desa)

Pedoman Pelaksanaan: - Permen (alokasi, penyaluran, penggunaan dan monev) -Perbup/Perwali Pendampingan Pusat: Fasilitaior (rata-rata 1 Fasilitator = 4 Desa)

Database Perhitungan: - Rekonsiliasi dan validasi dengan penyedia data (BPS,BIG,Kemendagri,Kem desPDT) - Koord. KemdesPDT

Database Perhitungan: - Rekonsiliasi dan validasi dengan penyedia data (BPS,BIG,Kemendagri,Kem desPDT) - Koord. KemdesPDT

Database Perhitungan: - Rekonsiliasi dan validasi dengan penyedia data (BPS,BIG,Kemendagri,Kem desPDT) - Koord. KemdesPDT

Target Keberhasilan: - Kesesuaian APBDes, RKPDes, dan RPJMDes Laporan realisasi penyaluran dan penggunaanesuai dengan aturan

Target Keberhasilan: - Kesesuaian APBDes, RKPDes, dan RPJMDes Laporan realisasi penyaluran dan penggunaanesuai dengan aturan

Target Keberhasilan: - Kesesuaian APBDes, RKPDes, dan RPJMDes Laporan realisasi penyaluran dan penggunaanesuai dengan aturan

Database Perhitungan: - Rekonsiliasi dan validasi dengan penyedia data (BPS,BIG,Kemendagri,Kem desPDT) - Koord. KemdesPDT Target Keberhasilan: - Tersusunnya RPJMDes - Kesesuaian APBDes, RKPDes, dan RPJMDes Laporan realisasi penyaluran dan penggunaanesuai dengan aturan

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Bahan Bacaan

Mengenal Asas dan Kewenangan Desa Oleh: Borni Kurniawan

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) mengakui (rekognisi) desa dari aspek kedudukan, kelembagaan dan prakarsa desa. Dari aspek kedudukan, desa bukan lagi sub pemerintah kabupaten. Dalam kerangka UU Desa, Desa ditempatkan sebagai organisasi campuran (hybrid) yang terdiri dari masyarakat berpemerintahan (self governing community) dan pemerintah lokal (local self government). Artinya, representasi desa itu bukan sekadar pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Tapi ada masyarakat juga yang hidup berdampingan baik secara kewilayahan maupun sebagai kesatuan hukum. Secara kelembagaan Desa dapat dimaknai sebagai organisasi lokal yang bersentuhan langsung

dengan masyarakat. Karenanya, desa pada hakikatnya adalah pelayan yang menghadirkan fungsi negara kepada masyarakat desa. Dari segi prakarsa, UU ini memberi ruang emansipasi dan partisipasi masyarakat tidak hanya untuk bersuara dan menggagas arah kebijakan pembangunan tapi terlibat dalam pelaksanaan maupun mengevaluasi kebijakan desa. Selain memberikan pengakuan, UU Desa menetapkan asas subsidiaritas yang berarti bahwa negara memberikan kewenangan kepada desa untuk menentukan mengurus rumah tangga sendiri. Artinya, desa wenang untuk memetakan masalah dan kebutuhan masyarakat lalu merumuskanya menjadi rencana pembangunan desa, sampai dengan pengambilan keputusan dan penyelesaian sengketa di desa.

Asas UU Desa

Rekognisi

Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul

Subsidiaritas

Kewenangan Lokal Berskala Desa

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

15


Dua asas di atas (rekognisi dan subsidiaritas) masingmasing menurunkan dua kewenangan desa sebagaimana diatur pada pasal 19 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Asas rekognisi menurunkan kewenangan berdasarkan hak asal usul. Asas subsidiaritas menurunkan kewenangan lokal berskala desa. Kewenangan pada hakikatnya adalah ruang dan arena pengambilan keputusan atas kebijakan desa. Kewenangan tersebut kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Di bagian penjelasan UU Desa, kewenangan berdasarkan hak asal-usul dideďŹ nisikasn sebagai hak yang warisan yang masih hidup, prakarsa desa atau prakarsa masyarakat sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat. contohnya sistem organisasi masyarakat adat, sistem pemerintahan adat, pranata dan hukum adat, tanah kas desa (tanah pecatu, tanah bengkok, dll). Menurut Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dalam buku “Tanya Jawab Seputar Undang-Undang Desaâ€? kewenangan lokal berskala desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau masyarakat Desa. misalnya, kewenangan untuk mengelola tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, embung desa, saluran irigasi, dan jalan desa. Masih di buku tersebut, ada sejumlah prinsip dasar dalam mengatur dan mengurus kewenangan lokal. Pertama, mengeluarkan dan menjalankan aturan main (peraturan), tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Contohnya, Pemerintah Desa mengeluarkan ketatapan besaran nominal jasa pelayanan air minum yang dikelola BUM Desa air bersih. Termasuk pula aturan larangan atau retribusi atas keluar masuknya kendaraan di suatu kawasan di desa, sebagaimana yang banyak terjadi di desa-desa yang menjadi daerah tambang. Kedua, desa bertanggung jawab merencanakan, menganggarkan dan menjalankan kegiatan pembangunan atau pelayanan, serta menyelesaikan masalah yang muncul. Sebagai contoh pengelolaan posyandu terkait dengan program kesehatan masyarakat. Ketiga, memutuskan dan menjalankan alokasi sumber daya (dana, peralatan dan person) dalam kegiatan pembangunan atau pelayanan, termasuk

16

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

membagi sumber daya kepada penerima manfaat. Misalnya, menetapkan siapa-siapa saja yang dapat menduduki posisi sebagai tim pelaksana dalam suatu kegiatan/program pembangunan desa. Keempat, kewenangan desa lebih banyak berorientasi pada pelayanan dan pemberdayaan dari pada kontrol, penguasan dan izin. Dalam kerangka prinsip dasar ini, desa tidak boleh mengeluarkan surat perizinan seperti izin tambang bahan galian. Kelima, cakupan pengaturan bersifat lokal di lingkup desa dan hanya untuk masyarakat setempat. Desa tidak berwenang mengeluarkan izin untuk warga maupun kepada pihak investor.

Kewenangan Desa Sebagai Dasar Perencanaan Desa Sebelum Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lahir, desa telah mengenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif. Landasan hukumnya waktu itu adalah UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Pemerintahan Desa sebagai regulasi teknis turunan dari UU No. 32 Tahun 2004 tersebut. Secara khusus, pengaturan pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Aturan teknisnya kemudian diatur di Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa. Permendagri ini memuat petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) 5 tahunan dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan. Pada praktiknya, siklus perencanaan teknokratis pembangunan kurang peka terhadap suara desa. Meskipun desa telah diwajibkan membuat perencanaan, usulan program yang digagas masyarakat dan pemerintah desa jarang sekali terakomodir dalam kebijakan perencanaan pembangunan tingkat daerah. Tidak sedikit pemerintah desa yang mengeluh karena daftar usulan program prioritas dalam RKP Desa pada akhirnya terbengkelai menjadi daftar usulan saja. Meski telah berkali-kali diperjuangkan melalui forum musrenbangcam, forum SKPD dan musrenbangkab,


usulan program prioritas dari desa itu pun harus kandas karena kuatnya kepentingan pihak di luar desa dalam mempengaruhi kebijakan pembangunan daerah. Pada akhirnya, kue APBD lebih banyak terserap untuk membiayai program-program daerah. Kalau toh ada proyek pembangunan di desa, desa hanya menjadi lokus proyek saja, bukan pelaksana apalagi penanggung jawab proyek. Kelahiran UU No.6 Tahun 2014 berupaya menyempurnakan sistem perencanaan desa partisipatif sebelumnya. Berbeda dengan sistem perencanaan desa di bawah rezim UU No. 32 tahun

2004, UU No. 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan penuh kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri membuat perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenanganya. Sebagaimana disinggung di atas, di sini, minimal ada dua kewenangan yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Selain itu, dengan perubahan masa kepemimpinan kepala desa dari lima tahun menjadi enam tahun, periode perencanaan pembangunan pun berubah dari lima tahunan menjadi enam tahunan.

Tabel 1. Contoh Jenis Kewenangan Desa Mandat UU Desa

Jenis kewenangan lokal berskala desa/berdasarkan asal-usul

1.

Pelayanan dasar

Posyandu, penyediaan air bersih, PAUD, sanggar belajar, seni budaya, perpustakaan desa, dll.

2.

Sarana dan prasarana

Jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, rumah ibadah, sanitasi lingkungan, balai rakyat, irigasi tersier, lapangan desa, taman desa, dll.

3.

Pengembangan ekonomi Pasar desa, usaha kecil berbasis desa, keramba ikan, lumbung lokal pangan, benih, ternak kolektif, energi mandiri, buah dan sayur mayur, BUM Desa, tambatan perahu, wisata desa, dll.

4.

SDA dan lingkungan

No

Hutan dan kebun rakyat, hutan bakau, pengelolaan sampah, dll.

Untuk menangkal praktik pasar proyek pembangunan di desa, UU No. 6 Tahun 2014 pada pasal 79 ayat (4) menegaskan bahwa Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa sebagai produk (output) perencanaan menjadi satu-satunya dokumen perencanaan di desa. Pihak lain di luar pemerintah desa yang hendak menawarkan kerjasama ataupun memberikan bantuan program pembangunan harus mempedomani kedua produk perencanaan desa tersebut. Pasal tersebut menyimpan harapan bahwa di masa mendatang, desa tidak lagi menjadi obyek atau hanya menjadi lokasi proyek dari atas tapi menjadi subyek dan arena bagi orang desa menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan. Dengan kata lain, desa membangun bukan membangun desa. Pada pasal 78 ayat (92) UU No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa pembangunan desa

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

17


meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Nah, pada tahap perencanaan, pasal 79 kemudian menjelaskan “pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota�. Lalu perencanaan apa saja yang termasuk dalam perencanaan pembangunan desa?. Pada pasal 79 ayat (2) kemudian menyebutkan ada dua yaitu; a) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 tahun; b) Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun. RPJM Desa pada hakikatnya adalah rencana enam tahunan yang memuat visi dan misi kepala desa

terpilih yang dituangkan menjadi visi misi desa, sehingga warga dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, dan kebijakan umum desa. Sementara itu, Rencana Pembangunan tahunan Desa atau yang disebut Rencana kerja Pemerintah Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun. RKP Desa memuat informasi prioritas program, kegiatan, serta kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/kota. Dengan demikian RPJM Desa dan RKP Desa merupakan pra syarat dan pedoman bagi pemerintah dalam penyusunan APB Desa.

Tabel 2. Dua Jenis Perencanaan Desa Jenis Perencanaan Desa

Perencanaan enam tahunan desa

Nama Forum yang Membahasnya

Musrenbang RPJM Desa

Perencanaan tahunan Musrenbang Desa desa

Nama Dokumen/ Keputusan yang Dihasilkan

Ditetapkan oleh Peraturan Hukum

Rencana Pembangunan jangka Menengah Desa (RPJM Desa)

Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM Desa

Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)

Peraturan Desa tentang RKP Desa

Sumber: Murtiono dan Wulandari (2014)

Apa hubungannya antara RPJMD Kabupaten dengan RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa? Sebagaimana telah diatur pada pasal 79 UU Desa, maka antara RPJM Desa dan RPJMD Kabupaten haruslah terkoneksi atau bersesuaian satu sama lain. Dalam arti RPJM Desa harus mengacu pada program prioritas dan visi misi daerah, RPJMD Kabupaten juga harus mau menjadikan RPJM Desa sebagai acuan penyusunan RPJMD. Sehingga akan dicapai arah kebijakan pembangunan yang saling mendukung, karena pendekatan dari bawah bertemu dengan arah kebijakan pembangunan yang diinisasi dari atas. Dalam kaitan ini, titik temu kesesuaian RPJMDesa dan RPJMD pada dasarnya ada pada skup usulan

18

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

bersangkutan. Jika usulan program secara substansi dan mungkin secara plafon anggaran berada dalam kewenangan desa, maka cukuplah ia menjadi program/kegiatan yang nanti akan dibiayai melalui skema Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD). Tapi kalau level cakupannya adalah kabupaten, maka hendaknya dibawa ke level perencanaan yang lebih atas yaitu Musrenbangcam sampai dengan musrenbangkab. Sehingga, kelak jika terakomodasi, usulan itu akan menjadi programnya pemerintah kabupaten yang akan dibiayai melalui skema APBD. Berikut ini skema hubungan antara RPJMD, RPJM Desa, RKP Desa dan APBDesa.


Bahan Bacaan

Dari DeďŹ sit Based ke Apresiatif Based Oleh: Borni Kurniawan

Perencanaan pembangunan desa dalam cara pandang lama selalu menitikberatkan pada analisa masalah sebagai cara awal merumuskan program/kegiatan desa. Ada yang menyebut analisa masalah dengan metode teknikalisasi masalah. Teknikalisasi masalah kurang lebih diartikan sebagai cara mencari dan merumuskan masalah-masalah yang muncul di desa sebagai dasar pengambilan keputusan atas perencanaan program/kegiatan prioritas pembangunan desa untuk satu periode tertentu. Teknik ini sering diterapkan dalam kegiatan-kegiatan seperti musyawarah pembangunan desa (Musrenbangdes) penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Dalam kegiatan musrenbangdes, masyarakat diajak berbondong-bondong datang dan berani menyampaikan berbagai persoalan hidup di desa. Lalu pemerintah desa, tepatnya tim penyusun RPJMDesa dan RKP Desa, mentabulasikannya ke dalam daftar masalah. Lalu mencari jalan keluarnya dengan membuat daftar rumusan program/kegiatan prioritas. Setelah disepakati, maka daftar masalah dan rancangan program/kegiatan tersebut didokumentasikan ke dalam naskah kebijakan yang disebut RPJMDesa dan RKPDesa. Dengan menerapkan pendekatan masalah, forum musrenbangdes di satu sisi berhasil menggali banyak keluhan permasalahan desa. Tapi di sisi lain melupakan bahwa di balik permasalahan ada kekuatan, bahkan ada peluang kemudahan. Banyak data statistik menjustiďŹ kasi bahwa kemiskinan tertinggi ada di desa. Rumah kurang sehat, dan terbuat dari material berkualitas rendah yang terbanyak ya ada di desa. Tidak sedikit pula hasil

penelitian yang menyimpulkan bahwa pendapatan masyarakat di desa rendah sehingga anak-anak desa tidak mampu mengakses pendidikan tinggi. Pendidikan masyarakat desa yang rendah kemudian disinyalir menjadi akar masalah kemiskinan di desa. Bukankah di balik kemiskinan desa, ternyata kita masih menemukan ketangguhan wong-wong deso. Meski di desa tidak ada sarana-prasaran kesehatan yang memadai, apalagi modern, ternyata masih ada warung hidup yang bisa dimanfaatkan untuk membuat jamu. Meski tidak mengenyam lembaga pendidikan umum, apalagi pendidikan tinggi, tidak sedikit penduduk desa yang hanya belajar di pesantren ternyata banyak yang berhasil menjadi usahawan desa yang sukses. Misalnya menjadi juragan kerajinan genteng, pengrajin mebeuler, pedagang tembakau sampai dengan pedagang beras. Demikian pula dengan pendapat bahwa kualitas rumah penduduk desa buruk, ternyata ketika terjadi bencana gempa bumi, justru rumah-rumah di desa terbukti tahan gempa. Ketika kota kehabisan stok sembako, justru di desa masih kita dapatkan berbagai jenis bahan makanan.

Kita lebih sering melihat sisi kelemahan tapi lupa bahwa di sisi yang lain kita memiliki kekuatan, mempunyai aset berharga yang apabila dioptimalkan maka aset terbut akan berubah jadi energi perubahan. Di sinilah arti penting mengimbangi analisa masalah dalam perencanaan pembangunan desa dengan pendekatan aset. Dengan pendekatan aset kita dilatih untuk lebih menghargai kondisi dan prestasi desa secara positif. Jadi, di sela-sela masalah, sejatinya masih ada aset baik dalam bentuk ďŹ sik maupun non ďŹ sik yang perlu diapresiasi, hingga baik untuk dijadikan motivasi untuk mendorong perubahan desa menjadi lebih baik.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

19


Pendekatan Masalah (Problem/DeďŹ sit Based Approach)

Pendekatan Aset dan Potensi (Appresiatif Based Approach)

RPJMDesa dan RKPDDesa Berbasis Potensi dan Aset Desa

Maka, ada baiknya model perencanaan pembangunan desa tidak hanya mengumpulkan masalah tapi juga menghimpun aset dan potensi yang desa miliki. Dengan kata lain pendekatan pesimistis harus diimbangi dengan pendekatan optimistik. Jadi, prioritas program pembangunan desa yang direncanakan dalam RPJMDesa dan RKPDesa tidak hanya mencerminkan permasalahan desa semata, tapi proyeksi rencana pembangunan yang didasarkan pada perhitungan dan analisa kekuatan yang ada di desa (strength based approach). Kekuatan-kekuatan tersebut bisa berasal dari aset tangible seperti sumber daya alam dan sumber daya ďŹ sik dan berasal dari aset intangible seperti aset sosial, budaya, dan ekonomi desa.[]

20

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Agenda 3

Pemetaan Apresiatif Aset Desa Pengantar Apakah anda cukup mengenal desa di mana anda berdomisili? Kalau hanya sekadar mengenal dapat dipastikan setiap penduduk desa pasti dapat menggambarkan bagaimana situasi, kondisi dan penampakan ďŹ sik desanya. Mungkin sebagian dari anda, ada yang kenal dari segi geograďŹ s saja. Misalnya, Desa Jatilawang di Kabupaten Banjarnegara topograďŹ nya berbukit, banyak sawah tadah hujannya, jalannya rusak, memiliki hutan, ada sumber mata airnya dan lain sebagainya. Atau kenal dari aspek kelembagaan lokalnya. Sebagai contoh, Desa Pangkalan Bulian di Musi Banyuasin banyak menerima dana-dana CSR untuk membangun infrastruktur dan sarana prasarana desa, tapi organisasi sosial kemasyarakatannya tidak ada yang hidup. Ada pula yang paham dari segi ekonomi desanya. Sebagai contoh, Desa Gondang di Wonosobo adalah desa yang memiliki pasar dan terminal desa. Setiap hari warga desa bertransaksi, jual beli sayur mayur dan kebutuhan rumah tangga lainya di pasar tersebut. Tapi kesadaran mengenal desa sebagai pijakan perencanaan program pembangunan desa belum tentu setiap warga desa memilikinya. Sederhananya, tidak tahu di tahunya. Sebagian warga Desa Gondang tahu bahwa ada pasar dan terminal di Desa Gondang, tapi belum tentu tahu bahwa pasar dan terminal desa tersebut adalah milik desa. Belum tentu tahu pula bahwa pasar dan terminal desa memiliki prospek cerah sebagai sumber Pendapatan Asli Desa (PADes). Warga atau penduduk Desa Pangkalan Bulian bisa bangga karena fasilitas desanya bertambah, tapi mungkin suatu hari akan kebingungan bagaimana merawat, memelihara dan merenovasi manakala infrastruktur pemberian dari perusahaan tersebut mengalami keausan dan kerusakan. Demikian pula bagi warga Desa Jatilawang. Secara topograďŹ , salah satu kekayaan desanya adalah adalah sawah pertanian yang menghampar. Namun belum tentu masyarakat dan pemerintah desanya mengetahui berapa jumlah petani dan pemilik sawahnya. Belum tentu tahu pula tren penyempitan lahan pertanian setiap tahunnya.

Karena tidak tahu di tahunya, maka dampaknya akan ada program-program pembangunan baik itu yang diselenggarakan oleh pemerintah desa, atau pemerintah supra desa tidak relevan dengan tantangan dan potensi yang dihadapi masyarakat desa. Sebagai contoh, di Dusun Brumbung Desa Mangunan Kecamatan Kabuh Kabupaten Jombang, PNPM membangun sebuah tempat pemandian dan toilet umum. Tapi setelah dibangun, jarang sekali masyarakat desa tersebut yang menggunakanya. Di samping karena di bangun di tempat yang menurut warga angker, pembangunan tempat pemandian dan toilet umum tersebut tidak sesuai dengan fakta sosial, bahwa masyarakat mendambakan pembangunan MCK atau jamban di setiap rumah tangga, bukan jamban terpadu. Pertimbangannya, jamban terpadu tidak memberikan jaminan adanya kesadaran warga desa dalam hal pemeliharaan. Bisa saja ada pengguna toilet yang meninggalkan begitu saja setelah buang hajat tanpa menggontor kotorannya dengan air. Dengan kata lain cuek, yang penting hajat sudah tersalurkan. Sesi tentang pemetaan aset ini dimaksudkan untuk mengajak peserta memahami tentang desa tempat tinggalnya sesungguhnya menyimpang banyak potensi. Potensi pada hakikatnya adalah energy yang tersimpan di dalam kekayaan desa baik yang berupa sumber daya alam, sumber daya pembangunan, sumber daya manusia, hingga keuangan desa. sumber-sumber daya tersebut secara hak kepemilikan boleh tidak hanya melekat pada pemerintah desa, tapi juga warga dan masyarakat. Nah, potensi-potensi tersebut dapat melahirkan perubahan baru desa manakala kita mau memberikan sentuhan pengelolaan pada aset-aset yang kita miliki. Karena itu sebelum membuat perencanaan pembangunan, langkah yang penting dikuasai peserta adalah mengetahui aset dan potensi desa.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

21


Tujuan Fasilitasi Peserta memahami arti pentingnya pendekatan apresiatif dalam perencanaan pembangunan desa; Peserta dapat melakukan pemetaan aset dan mengkaji potensi Desa; Peserta mampu merumuskan langkah

Sub Pokok Bahasan Pendekatan Aset Desa dalam Pembangunan Desa (strength based approach) Pembuatan Peta Aset Desa Pembuatan Sketsa Peta Aset Desa Metode Fasilitasi Ceramah; Penugasan kelompok; Presentasi hasil penugasan kelompok. Waktu Pendekatan Aset Desa dalam Pembangunan Desa (strength based approach) dan pengisian matrik peta aset (120 menit) Alat dan Bahan Meta plan, kertas plano, papan tulis/ip chart, isolasi, kertas, LCD Media Fasilitasi Bahan tayang. Foto Peta desa Sketsa desa Bahan Bacaan VeriďŹ kasi Dokumen Pemetaan Apresiatif Desa Gondang Wonosobo

Proses Fasilitasi 3.1. Mengisi Matrik Pemetaan Aset Desa

(120 menit)

1. Sebagai pengantar sesi, Tim Penyusun RPJMDesa dapat mengawali dengan menyampaikan maksud dan tujuan sesi tentang pemetaan aset desa.. 2. Sajikan bahan tayang tentang pendekatan aset sebagai salah satu langkah antitesis pembangunan desa atas pendekatan masalah/deďŹ cit based.

22

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

3. Buka termin tanya jawab secukupnya untuk memberikan kesempatan kepada peserta memahami dan meresapi asset based sebagai bagian dari metode perencanaan pembangunan desa dari dalam.


4. Setelah itu ajukan pertanyaan berikut ini: a. Apa yang menyebabkan anda betah tinggal di desa? b. Menurut anda apa cerita sukses desa tempa anda tinggal? 5. Mintalah peserta untuk menjawabnya dalam satu lembar kertas folio atau HVS. 6. Usai menuliskan jawaban, mintalah peserta untuk share pada yang lainnya. 7. Sembari peserta menyampaikan isi jawaban atas pertanyaan di atas, Tim Penyusun RPJMDesa menuliskan critical point dan kata-kata kunci pada kertas plano, sehingga akan memudahkan menarik kecenderungan umum dan pembelajaran yang muncul. 8. Tarik dan simpulkan pembelajaran dari berbagai argumen atau pengalaman dalam bentuk jawaban dari setiap peserta.

3.2. Membuat Sketsa Peta Aset Desa 1. Tahap pertama pertama Tim Penyusun RPJMDesa menyampaikan kata pengantar pada pokok bahasan membuat sketsa peta aset desa. 2. Berikanlah penjelasan tentang teknik penyelesaian pembuatan sketsa peta aset desa. sebagai contoh:

c. Mintalah peserta untuk merumuskan simbolsimbol yang akan digunakan untuk menandai jenis aset yang hendak dipetakan secara bermusyawarah sehingga dicapai kesepakatan bersama. 3. Bagilah peserta menjadi 3 kelompok atau lebih (sesuai dengan kondisi atau pertimbangan tertentu), dan siapkan alat tulis (spidol, meta plan, kertas plano dan selotip), lalau bagikan kepada masing-masing kelompok. 4. Setelah itu perintahkan masing-masing kelompok untuk membuat peta aset. 5. Setelah selesai membuat peta aset, peserta diminta untuk memasukanya ke dalam format (tabel) identiďŹ kasi aset berdasarkan letak dan hak kepemilikannya. Ada baiknya pada tahapan ini dibuat simulasi musyawarah tentang penentuan batas-batas kepemilikan peserta atas aset yang mereka identiďŹ kasi. Hal ini penting agar satu sama lain mengetahui kedudukan hak kepemilikan aset yang diidentiďŹ kasi. 6. Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan tugas membuat peta dan memasukannya ke dalam daftar hasil pemetaan aset, masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasilnya. 7. Ada baiknya hasil pemetaan dinarasikan agar memudahkan presentasi masing-masing kelompok. Selain itu narasi hasil pemetaan aset ini juga menjadi modal narasi penyusunan dokumen RPJMDesa.

a. Peta desa dapat dibuat secara manual sendiri oleh peserta berdasarkan pengetahuan peserta. Dapat pula memanfaatkan peta desa yang sudah ada atau download melalui internet menggunakan google map. b. Menyiapkan kertas berwarna (misalnya meta plan) sebagai persiapan untuk membuat simbol/ikon penanda sarana prasarana publik atau aset-aset yang hendak dipetakan. Contohnya simbol masjid terbuat dari kertas berwarna biru muda dan berbentuk bintang, dst.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

23


Lembar Kerja

3.3 Lembar Matrik Pemetaan Aset Desa Apa yang membuat betah tinggal di desa ?

24

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


Peta wilayah desa sederhana yang menggambarkan tentang potret desa yang merekam informasi Sumberdaya alam Sumberdaya manusia, kelembagaan di desa, aset sosial, keuangan, ďŹ sik seperti batas desa, batas dusunan, fasilitas umum (jalan/jembatan), saprodi, fasilitas pendidikan, pasar, dan aset spritual-budaya. Contoh Peta Aset Desa

3.4 Matrik IdentiďŹ kasi Aset Berdasarkan Letak dan Kepemilikan Jenis Aset/Nama

Letak

Kepemilikan

Warga/ individu

Aset Fisik

Kantor Desa

RT.1/ RW.2

Sumber Daya Alam

Telaga

RT8/RW 2

Masyarakat/Kelompok/ organisasi

Desa

V (terinventarisasi dalam buku neraca aset V (misalnya karena di pekarangan orang)

Kelembagaan Sosial Keuangan SDM Spiritual - Budaya

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

25


Bahan Bacaan

Verifikasi Dokumen Pemetaan Apresiatif Desa Gondang Wonosobo

Proses pemetaan apresiatif Desa Gondang Kecamatan Watumalang saat ini mulai memasuki tahapan verifikasi data. Selain Tim Pembaharu Desa (TPD) rapat verifikasi yang dilakukan di kantor Desa Gondang kali ini melibatkan pemerintah desa, BPD, dan ketua RW, (24/10/2015). Pada tahapan sebelumnya, TPD Gondang telah menggali dan mendokumentasikan data kewenangan desa, aset dan potensi, serta kesejahteraan berdasarkan indikator lokal. Ketiga dokumen tersebut yang akan digunakan sebagai landasan dalam menyusun program prioritas yang tertuang dalam RPJMDesa. Verifikasi dilakukan uuntuk memperoleh hasl yang obyektif dan sesuai dengan kebutuhuan masyarakat. Dalam menentukan program prioritas, Pemerintah Desa, BPD, TPD dan masyarakat bersama-sama menganalisis tantangan dan strategi pengembangan masing-masing aset yang dimiliki. Proses demikian melahirkan program prioritas yang relevan. Misalnya pada aset finansial program prioritasnya membangun BUMDesa. Lain lagi pada aset sumber daya alam yang membutuhkan peratura desa (Perdes) tentang perlindungan dan pengelolaan mata air desa untuk irigasi masyarakat. Menurut Ketua BPD Gondang, Risdiyanto mengatakan bahwa program prioritas yang dihasilkan juga harus menghindari konflik sosial, Misalnya pada aset fisik, dibutuhkan penegasan status kepemilikan melalui Perdes tentang pengelolaan pasar Desa Gondang. Risdiyanto berpendapat bahwa kondisi “pasar desa bukan lagi aset desa”. Ini bisa dilihat, menurutnya, beberapa penyewa kios pasar memindahtangankan kios

26

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

dengan harga yang cukup tinggi. Mereka beranggapan kios merupakan hak milik bukan hak sewa.

“Akan tetapi, dalam menyikapi soal pasar desa, saya rasa harus melalui pihak ketiga atau dinas terkait supaya tidak terjadi konflik,” ujarnya. Pada akhir pembahasan mengenai program prioritas berdasarkan aset desa, peserta beranggapan hasil yang didapatkan belum maksimal. Untuk mengobjekti an lagi hasil program prioritas peserta akan menggali dari masyarakat. Metodenya dengan memberikan formulir usulan program prioritas pembangunan desa kepada rumah tangga miskin (RTM). Teknisnya, akan dipilihsampling dua RTM di 48 RT . Metode ini dilakukan untuk memantik dan memudahkan kaum marjinal dalam menyalurkan aspirasi.


VeriďŹ kasi data kesejahteraan hasil sensus TPD dilakukan untuk mendapatkan data. Sebab, tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan dari data yang dihasilkan. Kesalahan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yakni, tidak jujurnya responden/warga, kekeliruan petugas sensus dalam pendataan, dan kesalahan petugas entri saat input data. Pada veriďŹ kasi data kesejahteraan lokal dilakukan dengan membagi peserta berdasarkan dusun/domisili. Langkah ini bertujuan agar mudah dalam mengenali kriteria kesejahteraan warga. Di akhir pertemuan, Pemdes dan peserta lainnya berkomitmen bahwa minggu terakhir Oktober akan dilanjutkan dengan Musyawarah Desa (Musdes) untuk menyusun tim review RPJMDesa dan membahas rancangan tabulasi usulan program prioritas desa. Disusul kemudian melalui Musdes untuk mereview RPJMDesa. [] sumber: http://infest.or.id/2015/10/27/veriďŹ kasi-dokumen-pemetaan-apresiatif-desa-gondang/.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

27


Agenda 4

Desa Punya Mimpi, Mengapa Tidak? Pengantar Mimpi adalah kunci Untuk kita menaklukkan dunia Berlarilah tanpa lelah Sampai engkau meraihnya ‌. (Nidji) Penggalan lirik lagu dari Nidji di atas kiranya mengandung pesan arti pentingnya membangun dan mengejar mimpi hidup. Bagi sebagian kalangan, mimpi dimaknai secara negative. Kurang lebih sebagai angan-angan kosong, di mana mustahil untuk meraihnya. Tapi justru bagi kalangan lainnya, apalagi kalau kita berkaca pada cerita sukses para penemu teori, ilmu pengetahuan dan teknologi besar dunia, justru mimpi benar-benar menjadi kata kunci temuan besar mereka. Tak terkecuali bagi kota-kota besar dunia. Sederet nama-nama kota besar seperti London, New York, Dubai, Pariz sampai dengan Surabaya dinisbahkan sebagai kota-kota terbaik dunia, bukan lain karena ada mimpi para perencananya. Mimpi mereka kemudian diwujudkan dalam perencanaan pembangunan dan dilaksanakannya secara berkelanjutan. Dalam bahasa Nidji di atas “berlarilah tanpa lelah, sampai engkau meraihnyaâ€?. Bagaimana dengan desa. Apakah desa tidak memiliki mimpi, sehingga terkesan peradaban desa lebih tertinggal dari kota. Berkaca pada sejarahnya, desadesa di Indonesia sebenarnya terbentuk dari mimpi bersama penduduk di dalamnya. Lahirnya kerajaankerajaan besar Nusantara tidak dapat dilepaskan dari tahapan tumbuh kembangnya sebuah desa. Sayangnya, seiring runtuhnya kerajaan-kerajaan Nusantara dan pola penerapan kebijakan pembangunan nasional, terutama pada zaman kolonial dan Orde Baru yang tidak responsif bahkan meminggirkan desa, telah mengubur mimpi desa.

28

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Dalam kerangka penyelenggaraan pembangunan nasional desa menjadi obyek. Pemerintah terus menerus menawarkan dan membangunkan mimpi desa dari atas. Sayang, sekali lagi pada praktiknya tidak kompatibel dengan mimpi para penghuni desa, bahkan meminggirkan desa. Asas rekognisi dan subsidiaritas UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa mendobrak model perencanaan pembangunan desa di atas. Kini desa memiliki ruang kewenangan untuk mengurus dan mengatur dirinya lebih leluasa dari sebelumnya. Dalam ketentuan pasal 4 huruf d UU Desa tersebut disebutkan bahwa pengaturan desa salah satunya bertujuan mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan aset Desa guna kesejahteraan bersama. Diksi “prakarsa� di sini, kiranya dapat kita maknai bahwa UU Desa memberi ruang bahkan mendorong masyarakat untuk bermimpi, mengajukan gagasan, ide hingga melakukan gerakan (merencanakan, melaksanakan, mempertanggungjawabkan) untuk memberikan nilai tambah pada potensi dan aset yang desa miliki, sehingga melahirkan kesejahteraan bersama. Sesi ini bertujuan mendorong kemampuan peserta untuk merngartikulasikan mimpi-mimpi mereka atas desa mulai dari merumuskan visi-misi hingga merancang strategi atau rencana aksi/tindakan untuk merealisasikan mimpi ke dalam kerangka teknokrasi yang disebut rencana pengembangan aset dan potensi aset desa.


Tujuan Fasilitasi Peserta mampu merumuskan visi-misi desa (mempertemukan visi-mis kepala desa terpilih dengan mimpi masyarakat atas desanya di masa mendatang); Peserta memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan mimpinya ke dalam kerangka kebijakan dokumen perencanaan desa (RPJMDesa) Sub Pokok Bahasan Mengenal dan Praktik Mengisi Papan Masa Depan Desa Merumuskan rencana strategis/langkah strategis mencapai masa depan desa. Metode Fasilitasi Ceramah; Penugasan kelompok; Presentasi hasil penugasan kelompok. Waktu (120 menit) Alat dan Bahan Meta plan, kertas plano, papan tulis/flip chart, isolasi, kertas, LCD Media fasilitasi Bahan tayang. Foto Papan masa depan Matrik Strategi Mencapai Masa Depan Bahan Bacaan “Indonesia Sehat ala Desa di Malang”

4.2.

Proses Fasilitasi

4.2.1. Berimajinasi tentang Mimpi

1. Sampaikan maksud dan tujuan sesi ini. Ada baiknya sebelumnya Tim Penyusun RPJMDesa mengajak peserta unuk mengulas kembali atas praktik pembelajaran pada sesi-sesi sebelumnya. 2. Memasuki materi yang mendorong kemauan dan kemampuan peserta mengungkapkan dan membangun mimpi desa ini, pelatihTim Penyusun RPJMDesa dapat mengawali dengan melontarkan pertanyaan. Sebagai contoh, “apa sih yang

dimaksud mimpi?”, “apa perbedaan visi dengan mimpi?”. Pertanyaan ini bukan untuk mencari pendapat siapa yang paling benar. Bukan pula untuk mencari pendapat paling sempurna. Namun mengajak peserta agar fokus mengimajinasikan/menggambarkan prestasi yang ingin dicapai di masa depan, dalam kurun waktu tertentu. 3. Bagikan meta plan kepada peserta untuk membubuhkan pendapatnya pada kertas tersebut.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

29


4. Setelah itu peserta diminta menyampaikan jawabanya. 5. Jawaban tertulis peserta pada meta plan, kemudian ditempel pada kertas plano yang telah tersedia. 6. Setelah dianggap memadai, tariklah secara induktif atas kecenderungan umum jawaban yang muncul sehingga ditemukan deďŹ nisi yang disepakati bersama. 7. Ajukan pertanyaan kedua, “apa mimpi kepala desa anda?â€? dan “apa mimpi anda sebagai warga masyarakat desa?â€? (dua pertanyaan tersebut memiliki arti penting bagi peserta untuk menyusun visi dan misi desa. Karena pada dasarnya RPJMDesa memuat visi dan misi kepala desa dan mimpi masyarakat desa). 8. Mintalah kepada peserta untuk menjawabnya dalam bentuk gambar (gambar bisa didapatkan secara manual atau mungkin bisa menugaskan kepada peserta untuk mengcapture (berburu) foto dengan menggunakan telepon seluler atau camera yang mereka miliki di mana foto/gambar yang didapatkan sekiranya dapat mewakili imaginasi pikiran peserta atas mimpi yang diharapkan mewujud dalam desanya kelak. 9. Setelah menyelesaikan tugas menggambar atau berburu foto, peserta diminta untuk mengulas makna dibalik gambar/foto yang dibuatnya. 10. Foto yang telah diulas, kemudian ditempel pada kertas plano yang telah disediakan (lihat lembar tugas 4.3.1).

4.2.2. Merumuskan Mimpi menjadi Visi Desa 1. Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok. Akan lebih baik jika peserta yang berasal dari satu desa yang terlibat terdiri dari unsur kepala desa dan masyarakat, sehingga setiap kelompok terdiri dari dua unsur yakni kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa dan masyarakat desa/swasta. 2. Beri tugas kepada masing-masing kelompok untuk merumuskan visi dan misi desa, berdasarkan mimpi yang telah mereka ajukan sebelumnya. Rumusan visi dan misi dibagi menjadi dua, pertama, visi dan misi menurut kepala desa dan kedua, visi dan misi menurut

30

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

3.

4.

5.

6.

warga masyarakat desa. Jadi, setiap kelompok diberi kertas plano minimal dua lembar. Berilah waktu secukupnya kepada setiap peserta untuk menemukan/merumuskan visi dan misi desa yang terkonsolidasikan atas visi dan misi menurut kepala desa dan visi dan misi menurut warga masyarakat (lihat lembar tugas 4.3.2). Setelah itu, minta kepada masing-masing kelompok untuk mempresentasikan rumusan visi dan misi desa. Berikanlah waktu untuk kelompok yang lain untuk saling memberi apresiasi atas rumusan visi dan misi. Di akhir sesi, masing-masing kelompok diminta untuk menyimpan baik-baik rumusan visi dan misi yang telah dibuat untuk kepentingan pada sesi-sesi berikutnya.

Lembar Tugas 4.3.1. Papan Masa Depan


4.3.2. Lembar Matrik untuk Merumuskan Visi dan Misi Desa Rumusan

Menurut Kepala Desa Terpilih

Menurut Warga Masyarakat

Rumusan Akhir Menurut Keduanya (Kades+warga

masyarakat) Visi Misi

1. Bla-bla 2. Bla-bla 3. dst

1. bla-bla 2. bla-bla 3. dst

1. bla-bla 2. bla-bla 3. dst

4.3.3. Lembar Matrik Visi dan Misi Desa Visi Desa (Impian/ Masa Depan Desa Secara Keseluruhan) :

Misi Desa (Sub Impian, Yang Mendukung Terwujudnya Impian/ Masa Depan Desa Keseluruhan) :

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

31


Bahan Bacaan

Indonesia Sehat Ala Desa di Malang “Bu, istri saya sudah ngerasa,”kata suami Maria Ulfa kepada Jumaiyah (45), akhir Agustus lalu. Bergegas Jumaiyah menyiapkan kendaraan untuk mengangkut Maria Ulfa, tetangga yang akan melahirkan. Jumaiyah, Ketua RW 003 Kelurahan Ardirejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang Jawa Timur, lalu mengantar tetangganya ke rumah bidan desa hingga menunggu proses persalinan selesai. Jumaiyah adalah satu dari belasan ribu kader kesehatan di Kabupaten Malang. Setidaknya ada 3.441 kader di bawah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan 15.000 kader kesehatan di bawah DInas Kesehatan Kabupaten Malang. Kader bertugas mendeteksi kasus kesehatan di desa mereka serta mendeteksi ibu hamil dan perempuan usia subur bersuami. Sistem Surveilans Epidemiologi Terpadu Berbasis masyarakat (Sutera Mas) ini di setiap rukun tetanga di Kabupaten Malang memiliki seorang kader. Mereka rata-rata adalah kader posyandu atau pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Kader bertugas melaporkan temuan penyakit menular dan tidak menular, mendata manita subur bersuami di wilayahnya kepada tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan akan dating ke rumah warga yang melapor.Jika kasus yang dilaporkan benar, bidan desa akan mengirim laporan ke server milik pemerintah kabupaten malang, baik melalui SMS maupun situs web. Sistem Sutera Mas dipadukan dengan sistem Contraceptive for Women at Risk (Contra War) atau program keluarga berencana (KB) untuk perempuan berisiko tinggi. Perempuan berisiko tinggi diminta mengikuti KB dahulu sebelum hamil. Kader Sutera Mas dan Contra War sama. Selama ini kematian ibu di Kabupaten Malang sebanyak 80 persen disebabkan penyakit bawaan sebelum hamil, seperti TBC dan jantung. Itu sebabnya, untuk mencegah kematian ibu hamil karena penyakit, butuh penanganan kesehatan si ibu terlebih dahulu sebelum hamil.

32

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Perempuan berrisiko tinggi diminta ber-KB terlebih dahulu. Selama ber-KB, penyakit diobati. Setelah sembuh atau stabil, si ibubileh melepas KB dan hamil. Itu dilakukan agar ibu selamat dan bayi ;ahir sehat.” Tutur Hadi Puspita, inisiator Sutera Mas yang kini menjabat Kepala BKKBN Kabupaten Malang. Ia juga yang kini menggagas Sistem Contra War.

Puskemas Kepanjen Sistem Sutera Mas awanya miliki puskesmas Kepanjen, yang dibuat pada tahun 2004. Saat itu petugas puskesmas mencatat setiap kasus yang terjadi di wilayahnya dan membuat grafik secara manual, lalu dibandingkan dengan data sebelumnya. Sutera Mas dikerjakan Hadi Puspita bersama dua mitranya Sri Lesmono Hadi, Kepala Bagian Tata Usaha Puskesmas Kepanjen dan Riyanto, pegawai negeri sipil di puskesmas Kepanjen. Mereka meminta bantuan seorang ahli teknologi informasi (TI) untuk merancang program tersebut. Tahun 2009, sistem dibuat berbasis TI dengan nama SMS gateway. Saat itu, puskesmas mendapat dana dari badan Perenanaan Pembangunan Jawa Timur Rp.300 juta. Sistem dieprbaiki dari waktu ke waktu. Dengan sistem SMS gateway, tim reaksi cepat harus tiba di lapangan paling lama 15 menit sejak menerima SMS peringatan kejadian luar biasa jika lokasi kasus dekat. Kjika lokasi jauh, paling lama satu jam agar kasus bisa ditangani engan cepat dan pasien selamat. Intinya, masyarakat harus mau mendeteksi kasus di sekitarnya dan melaporkan secepat mungkin kepada tenaga kesehatan. “jika terus bergantung pada data kesehatan bulanan atau tahunan, kapan Indonesia bisa sehatan,” ujar Sri Lesmono Hadi. Kunci keberhasilan sistem adalah sukses menggerakkan kader. Perhatian terhadap kader berbentuknon materui merupakan kunci utama. Perhatian nonmateri penting karena perhatian berbentuk materi hanya berupa insentif Rp10.000 per bulan untuk kader KB. Uang itu akan diputar untuk arisan kader.


Setiap bulan, ada acara temu kader sebagai ajang berbagi pengalaman dan penyegaran kemampuan kader. Saat itulah Hadi hadir untuk mendekatkan diri dengan kader dan membagi ilmu kesehatan. Menurut Hadi, kader ingin disapa, diperhatikan dan mendapatkan penyegaran dan pengetahuan.

Dengan seluruh sistem penanganan kesehatan ibu dan masyarakat, Kabupaten Malang merasakan damapka positifnya. Tahun 2013, angka kematian ibu masih berjumlah 32 kasus. Tahun 2004, kematian ibu menurun menjadi 27 kasus dan tahun 2015 menjadi 24 kasus.

Sistem penangan kesehatan tidak berhenti di Sutera Mas dan Contra War. Program ditambah dengan sistem kesehatan daerah berbasis desa. menurut Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Malang Abdurrachman, setiap desa memiliki bidan dan perawat.

Tiga tahun berturut-turut, sejmlah puskesmas, seperti puskesmas Gedangan, Pujon, Dau dan Kasembon, bahkan sama sekali tidak memiliki kasus kematian ibu dan nank. Upaya Pemerintah Kabupaten Malang menangani kesehatan ibu patut diacungi jempol karena tidak mudah untuk menekan angka kematian ibu, sistem pemantauan kesehatan ala Kabupaten Malang dapat menajdi potret gerakan mewujudkan Indonesia sehat berbasis masyarakat

“Ambulans� desa disiapkan dengan menggilir kendaraan milik warga, yang bisa setiap hari selama seminggu. Tenaga kesehatan desa pun diwajibkan berkunjung ke rumah pasien yang tidak mampu menjangkau layanan kesehatan. Semua puskesmas beroperasi 24 jam.

(Kompas, Rabu, 16 September 201).

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

33


Agenda 5

Menyusun Strategi Pengembangan Aset dan Potensi Aset Desa Pengantar Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa mendorong perubahan model pembangunan ke desa. Paling tidak ada dua model pembangunan desa yang sebelumnya menjadi arus utama yang dominan yaitu model intervensi dan fasilitasi. Model intervensi mengimposisi kewenangan desa. Pemerintah supra desa memegang kuasa perencanaan hingga penentuan jenis program yang akan ditaruh di desa. Gampangnya, desa tahu jadi. Model fasilitasi lebih mendingan karena ada semangat memberi ruang kepada desa untuk berpartisipasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban. Sayangnya, sumber daya, terutama dana pembangunan berada dalam kuasa pemberi program. Sebagai contoh penyelenggaraan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Seluruh perangkat sumber daya program ini, mulai dari uang hingga tenaga pendamping, berada di bawah otiritas pemerintah pusat. Tapi dalam pelaksanaanya, menggunakan pendekatan fasilitasi. Masyarakat didorong berpartisipasi mulai dari merencanaan hingga membelanjakan anggarannya. Meski mengesankan, desa tetap tidak memberikan kepercayaan penuh bagi Desa (pemerintah desa dan masyarakat desa) untuk menguru dan mengatur sumber daya yang dimilikinya. Kalau toh ada keuangan pembangunan desa yang dikelola secara mandiri, hanya alokasi anggaran yang berasal dari penerimaan asli desa. Rekognisi dan emansipasi kemudian adalah dua jenis model pembangunan desa yang ditekankan oleh UU Desa tersebut. Pendekatan rekognisi mengutamakan kesadaran semua pihak, utamanya aktor-aktor yang –meminjam istilah Tania Murray Li- memiliki “the will to improve” atau kehendak untuk memperbaiki desa yang disebutnya wali masyarakat melalui pendekatan “mengakui” bahwa desa memiliki

34

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

kemampuan mengatur rumah tangganya sendiri dengan segenap sumber daya yang dimilikinya. Dengan kata lain, model “membangun desa” diganti dengan “desa membangun”. Dalam konsep desa membangun, wali masyarakat berposisi sebagai jembatan penghubungan antara masyarakat desa dengan pemerintah desa. Sebagai jembatan penghubung wali masyarakat tidak memegang tali kendali kekuasaan pemerintah desa maupun masyarakat. Tapi dapat memainkan peran agar masyarakat dan pemerintah desa sama-sama berdaya dan berinteraksi dinamis sehingga seluruh pengelolaan kewenangan kebijakan dan sumber daya pembangunan desa benar-benar berada di tangan Desa sebagai satu kesatuan masyarakat hukum.

Mudahnya, UU Desa mendorong pemerintah desa dan supra desa menghargai, menghormati inisiatif dan prakarsa masyarakat memberikan sumber dayanya yang terbaik untuk desanya.

Demikian pula sebaliknya, meski pemerintah telah mengalokasikan sumber daya berupa Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) dari APBD dan APBN, masyarakat tetap mempertahankan kemandiriannya membangun desa dalam bentuk swadaya dan kegotong-royongan. Jadi, tidak menggantungkan diri pada sumber daya bernama APBDesa tapi tetap mensinergikan sumber daya lainnya (sumber daya alam, sumber daya pembangunan, sumber daya sosial dan budaya) baik yang dimiliki warga maupun masyarakat dengan


keuangan pembangunan desa tersebut. Sesi ini bertujuan melatih keterampilan peserta menyusun dan merumuskan rancangan stretagi pengembangan aset dan potensi aset desa. Pada sesi-sesi sebelumnya, peserta pelatihan telah diperkenalkan dengan metode pemetaan aset hingga membangun mimpi membangun desa yang berdaya dan mandiri. Nah, penyampaian materi dan fasilitasi materi pada sesi ini menekankan

kemampuan peserta menghimpun kembali serpihanserpihan keberhasilan mereka dalam mengidentifikasi aset desa hingga merumuskan visi dan misi desa sebagai titik bidik arah kebijakan pembangunan desa. Serpihan-serpihan kemudian ditata sedemikian rupa sehingga membentuk strategi pengembangan aset dan potensi aset desa yang nantinya akan menjadi rujukan penyusunan RPJMDesa.

Tujuan Fasilitasi Peserta memiliki kemampuan merancang logika alur pengembangan aset dan potensi aset desa; Peserta memiliki kemampuan untuk merumuskan rancangan strategi pengembangan aset dan potensi aset desa;

Sub Pokok Bahasan Merumuskan rencana strategis/langkah strategis mencapai masa depan desa. Metode Fasilitasi Ceramah; Penugasan kelompok; Presentasi hasil penugasan kelompok. Waktu (120 menit) Alat dan Bahan Meta plan, kertas plano, papan tulis/flip chart, isolasi, kertas, LCD Media Fasilitasi Bahan tayang. Lembar Tugas Matrik Strategi Pengembangan Aset dan Potensi Aset Desa Bahan Bacaan “BCA Kembangkan Ekonomi Desa Wisata Bleberan Gunungkidul” “Mengintip Eksotisme Wisata di Desa Bleberan”

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

35


Proses Fasilitasi 1.

Buka sesi ini dengan menjelaskan tujuan sesi.

2.

Bagi peserta menjadi beberapa kelompok. Kalau memenuhi syarat, kelompok bisa dibagi sesuai dengan jumlah desa yang terlibat.

3.

Tayangkan lembar tugas yang telah disiapkan. Lalu jelaskan maksud tugas yang akan diberikan kepada setiap kelompok (lihat lembar tugas 5.3.1 dan lembar tugas 5.3.2).

4.

Terangkan kepada peserta maksud yang dikehendaki untuk tiap pertanyaan dalam baris dan kolom yang ada dalam lembar kerja. a. Kolom cita-cita masa depan dapat diisi dengan merujuk pada rumusan misi yang telah dirumuskan pada sesi sebelumnya. Hanya cita-cita masa depan di sini disesuaikan dengan empat bidang kewenangan desa tersebut; b. Kolom aset yang dimiliki untuk mendukung cita-cita masa depan adalah hasil dari identiďŹ kasi aset-aset di desa sebelumnya( SDM, SDA, Fisik, Kelembagaan, Sosial, keuangan, spritual budaya) untuk mendukung tercapainya masa depan desa; c. Pada kolom Potensi yang dimiliki untuk mendukung tercapainya masa depan desa, peserta merujuk pada hasil identiďŹ kasi aset dan potensi aset desa yang telah dilakukan pada sesi sebelumnya; d. Kolom strategi optimalisasi menghendaki peserta untuk menemukan apa sih strategi untuk menaikan nilai tambah aset desa untuk masing-masing bidang berdasarkan cita-cita dan potensi yang sudah dimiliki.

36

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

e. Pada kolom langkah-langkah optimalisasi, peserta dintuntut mampu menerjemahkan strategi pada kolom sebelumnya ke dalam cara-cara yang disusun secara sistematis dan bertahap, sehingga tersusun semacam peta jalan agar cita-cita memberi nilai tambah kepada aset desa dapat terpenuhi. f.

Kolom bidang adalah empat jenis bidang kewenangan desa;

5. Tugas selanjutnya, adalah menurunkan rancangan langkah pencapaian mimpi menjadi rancangan kegiatan yang ditata secara sistematis dan bertahap menjadi agenda tahunan selama enam tahun. (cara ini, agar memudahkan tim penyusun RPJM Desa dan RKP Desa dalam menyusun rumusan gagasan dan usulan kegiatan dalam kerangka kerja tahunan) 6. Sebelum kertas plano dan spidol dibagi kepada tiap kelompok, kasih kesempatan kepada kelompok untuk bertanya terkait dengan tugas yang akan diberikan tersebut. 7. Jika sudah dianggap cukup jawaban yang diberikan, pelatih bisa langsung meminta masing-masing kelompok untuk menyelesaikan tugasnya. 8. Pelatih berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lainnya, memberikan pendampingan apabila proses diskusi kelompok mengalami kesulitan. 9. Hasil diskusi kelompok kemudian didiskusikan secara pleno. Kegiatan diskusi pleno ini mengandung maksud agar memperoleh umpan balikd ari kelompok lain, sehingga ada penambahan refensi dan perspektif untuk menyempurnakan rancangan strategi pengembangan aset desa.


Lembar Kerja 5.1. Strategi Pengembangan Aset dan Potensi Aset Desa

Cita-cita Masa Depan

Aset yang dimiliki untuk mendukung masa depan

Pengembangan Potensi untuk mendukung tercapaianya masa depan desa

Strategi optimalisasi aset

LangkahLangkah optimalisasi

Bidang

5.2. Gagasan Cita-Cita Masa Depan Desa Dari Kelompok Marginal Di Desa. Bagaimana harapan Bapak/Ibu/anak (kelompok perempuan, difabel, Lansia, Janda Miskin, Duda Miskin, Anak, Remaja, Pemuda, keluarga miskin) agar desa sejahtera?

No

Gagasan

Lokasi

Volume

Satuan

Penerima Manfaat Perempuan

1

Laki-laki

Ada pekerjaan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan difabel

2

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

37


5.3. Matrik Program dan Kegiatan RPJMDesa Tahun .... s/d .... Sumber Dana

Target Keluaran/Kerja Bidang/Program Kegiatan

Lokasi

Perkiraan Volume

Penerima Manfaat Tahun 1

Tahun 2

Tahun 3

Tahun 4

Tahun 5

Tahun 6

Misi .... 1. Bidang Pemerintahan Desa 1.1. Program ... 1.1.1 Kegiatan dst. Misi .... 2. Bidang Pembangunan Desa 2.1. Program ... 2.1.1 Kegiatan dst. Misi .... 3. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan 3.1. Program ... 3.1.1 Kegiatan dst. Misi .... 4. Pemberdayaan Masyarakat Desa Bidang Kemasyarakatan 4.1. Program ... 4.1.1 Kegiatan dst.

5.4. Matrik Penyelarasan Program Dan Kegiatan Desa dengan Prioritas Kabupaten NO

PRIORITAS PEMBANGUNAN KABUPATEN

1.

2.

38

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

PROGRAM/KEGIATAN DESA YANG MENDUKUNG PRIORITAS

Mitra


Bahan Bacaan

BCA Kembangkan Ekonomi Desa Wisata Bleberan Gunungkidul REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk menyalurkan bantuan Corporate Social Responsibility (CSR) ke Desa Wisata Bleberan Gunungkidul dengan mengembangkan pariwisata air terjun Sri Gethuk dan Gua Rancang Kencana. Bantuan tersebut diberikan dalam pelatihan peningkatan kemampuan dan keterampilan (soft skill) pengelola desa wisata. Sekretaris Perusahaan BCA, Inge Setiawati mengatakan Desa Bleberan memiliki aset alam yang dapat dikembangkan. Dia menilai sumber daya manusia (SDM) penting untuk mengangkat aset wisata tersebut. "Kami ingin menambah ekonomi di desa dengan meningkat kunjungan wisatawan. Kalau masyarakat meningkatkan layanan pariwisata, wisatawan tidakakan kapok datang," ujarnya di Yogyakarta, Selasa (10/12). Desa Bleberan merupakan desa wisata kedua yang didukung BCA. Inge mengatakan pihaknya telah membantu peningkatan Desa Wisata Wirawisata Goa Pindul Gunungkidul. BCA memberikan bantuan pelatihan SDM disamping bantuan ďŹ sik.

Kepala CSR BCA, Sapto Rachmadi mengatakan BCA lebih menyasar ekonomi komunitas dibandingkan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM). Hal itu karena sasaran komunitas akan berdampak lebih banyak dibandingkan UKM. "Perbankan biasanya menyasar UKM, tapi BCA bicara komunitas karena kalau UKM yang diuntungkan pribadi tetapi kalau komunitas menguntungkan masyarakat," ungkapnya. Dalam dua tahun terakhir, BCA mengembangkan Goa Pindul dengan pelatihan soft skill. Langkah itu dinilai menaikkan pendapatan warga setempat. Pada 2011, pendapatan pariwisata mencapai Rp1015 juta per bulan. Namun, pendapatan tahun ini mencapai sekitar Rp 500 juta per bulan. Peningkatan kunjungan pariwisata turut membuka lowongan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat. Warga di Gua Pindul yang terlibat dalam bidang pariwisata pada 2011 hanya sekitar 40-50 orang. Jumlah itu meningkat hingga 200-250 orang tahun ini. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuanga n/13/12/10/mxlcdt-bca-kembangkan-ekonomi-desawisata-bleberan-gunungkidul

"Kunjungan wisata ke Goa Pindul meningkat dan pemuda tidak banyak yang menganggur, kami ingin tularkan itu ke Sri Gethuk," ungkapnya. Pengembangan CSR BCA selama ini menyasar bidang pendidikan, kesehatan, dan budaya/pariwisata. Namun, untuk pariwisata, BCA masih menyasar wilayah Yogyakarta. "Kami memilih Desa Wirawisata dan Bleberan karena jaraknya berdekatan sehingga bisa saling belajar," ungkap Inge.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

39


Mengintip Eksotisme Wisata di Desa Bleberan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dunia pariwisata di Indonesia tak ada habisnya untuk dibicarakan. Salah satu negara kepulauan terbesar di dunia ini menyimpan begitu banyak potensi wisata alam dan budaya yang belum dikenal banyak orang. Salah satunya adalah desa wisata Bleberan yang terletak di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa ini menawarkan dua objek wisata utama yang lokasinya tak begitu berjauhan yaitu Air Terjun Sri Gethuk dan Gua Rancang Bangun. Berjarak sekitar 45 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, lokasi ini menjadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi ketika berada di provinsi DI Yogyakarta. Selama ini, daerah Gunung Kidul yang didominasi tanah kapur dikenal sebagai daerah yang gersang dan tandus. Tak banyak tanaman hijau yang bisa ditanam di daerah ini. Mendekati area Desa Bleberan, sebelah kiri dan kanan jalan akan ditemui hutan yang dipenuhi berbagai pohon jati dan pinus. Tapi, kondisi berbeda terasa saat mulai memasuki Desa Bleberan. Pada Pertigaan jalan menjadi penanda masuk desa, pengunjung harus membayar tiket terusan seharga Rp 5.000. Setelah melewati pos tersebut, pengunjung akan melewati jalan tanah berbatu setelah menempuh jalan beraspal. Selain tanaman jagung, pengunjung juga akan disuguhi hamparan sawah yang luas dan hijau. Mata air yang berasal dari puncak gunung memang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat, termasuk sebagai sumber irigasi bagi tanaman padi yang jarang ditemui di daerah itu. Dari lokasi parkir kendaraan, pengunjung akan melihat lembah dan Sungai Oyo dengan air yang jernih. Meski begitu, pada musim hujan, air akan berwarna kecokelatan karena membawa endapan dari hulu sungai. Ada dua akses untuk sampai ke air terjun. Pertama, pengunjung bisa menelusuri Sungai Oyo dengan

40

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

perahu yang dioperasikan oleh penduduk desa dengan membayar Rp 10.000 untuk pulang pergi. Kedua, pengunjung bisa berjalan kaki menuju air terjun sekitar 1 kilometer. Sampai di lokasi, gemuruh air langsung terdengar mendominasi suasana. Ada tiga air terjun utama yang tingginya sekitar 50 meter. Tak hanya itu, pengunjung juga dapat melihat panorama tebing di seberang air terjun yang dibatasi sungai. Menurut penuturan salah seorang operator perahu, nama Air Terjun Sri Gethuk berasal dari kata kethuk yang berarti bunyi gamelan yang erat dengan legenda masyarakat yang bernuansa mistis. "Konon, dulunya tempat itu untuk menyimpan gamelan dan kadang-kadang juga muncul suara gamelan dari tempat itu," katanya, Selasa (10/12/2013). Kesan mistis lebih terasa saat berkunjung ke Gua Rancang Kencana. Di tengah-tengah gua terdapat sebuah pohon raksasa yang menjulang tinggi melebihi atap gua. Seperti gua pada umumnya, gua ini terdapat stalaktit fan stalagmit. Gua ini terdiri dari tiga ruangan utama yang semakin dalam ditelusuri, semakin kecil ukurannya. Sebelum diresmikan menjadi objek wisata, anak-anak dari warga sekitar biasa bermain bersama di ruangan pertama yang paling besar. Sementara itu, pemandu wisata gua, Min SaďŹ tri (55) mengatakan ruangan terakhir yang paling kecil biasa digunakan untuk melakukan aktivitas ritual oleh beberapa paranormal kondang seperti Ki Joko Bodo, Ki Kusumo, hingga politisi sekaligus paranormal, Permadi. "Dulunya gua ini bekas tempat bagi laskar Mataram untuk bersembunyi saat bergerilya melawan pasukan penjajah Belanda. Tapi, berdasarkan pustaka Yogyakarta, gua ini sudah ada sejak 4.000 tahun yang lalu," tuturnya.


Selain dua objek wisata tersebur, pengunjung juga bisa menikmati budaya yang ditawarkan Desa Bleberan, seperti upacara kenduri rasulan, upacara kenduri nyadranan, dan sebagainya. Untuk kuliner, di lokasi parkiran terdapat area pemancingan ikan yang siap untuk digoreng sebelum dimakan. Selain itu, ada pula makanan khas Gunung Kidul, seperti sego pletik sambel walang dan gudeg daun singkong. Meskipun begitu, pengelolaan aset wisata ini belum tergarap secara maksimal. Hal ini pun diakui oleh Manajer Desa Wisata Bleberan, Tri Harjono. Ia mengatakan potensi wisata air terjun di desa ini baru ditemukan sekitar tahun 2007 dan diresmikan sebagai objek wisata pada tahun 2009.

"Diharapkan melalui kegiatan ini dapat menghasilkan tenaga terampil di bidang pemandu wisata serta meningkatkan kemampuan para pramuwisata sehingga mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan keinginan wisatawan," terang Inge. Dalam kesempatan yang sama, Head of CSR BCA, Sapto Rachmadi menambahkan di samping memberikan pendukung operasional, program ini lebih fokus pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Desa Bleberang bidang pariwisata. http://travel.kompas.com/read/2013/12/14/2012548/M engintip.Eksotisme.Wisata.di.Desa.Bleberan

"2009 aunching, booming tahun 2011. Kita tidak siap, industri pariwisata belum siap," ucapnya. Peluang Ekonomi Desa Wisata Desa wisata menyimpan potensi ekonomi yang berguna meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di desa tersebut. Tri mengatakan pada tahun 2012, pengunjung Desa Bleberan mencapai angka 120.000 orang per tahun dengan pendapatan sekitar Rp 1 miliar. Sejak diresmikan, sektor wisata ini menjadi salah satu unit bisnis di samping pengelolaan air dan usaha kecil menengah di bawah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Potensi inilah yang direspon oleh Bank Central Asia (BCA). Sebagai wujud kepedulian perusahaan, BCA melakukan kerja sama dengan warga Desa Bleberan untuk mengembangkan industri pariwisata di desa tersebut. Menurut Inge Setyawati, Corporate Secretary BCA, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang menjadi program Corporate Social Responsibility (CSR) BCA di samping sektor pendidikan dan kesehatan.

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

41


Agenda 6

Merumuskan Dokumen Perencanaan Desa

Pengantar Konsep "desa membangun" seperti yang ditekankan oleh UU No 6 Tahun 2014 tentang desa agar masyarakat dan pemerintah desa sama-sama berdaya dan berinteraksi dinamis sehingga seluruh pengelolaan kewenangan kebijakan dan sumber daya pembangunan desa benar-benar berada di tangan Desa sebagai satu kesatuan masyarakat hukum. Salah satunya melalui perencanaan desa, dimana persyaratan yang harus dipenuhi agar mampu membuat perencanaan, adalah melibatkan seluruh unsur dalam masyarakat terutama dari kelompok marginal desa seperti perempuan, Lansia, difabel, keluarga miskin, anak, korban bencana dan korban konik sosial,. Perencanaan yang berorientasi pada kebutuhan dasar bukan semata-mata kepentingan politik, pemberdayaan potensi lokal, padat karya bukan padat modal, teknologi tepat guna bukan teknologi tinggi, dan ekonomi rakyat bukan konglomerasi, memaksimalkan sumber daya lokal, bukan semata-mata bergantung dari pihak luar. Perencanaan pembangunan desa merupakan jalan untuk mewujudkan harapan dan aspirasi masyarakat dalam upaya meningkatkan pembangunan menuju kesejahteraan. UU No 6 Tahun 2015 tentang Desa dan Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, menjelaskan bahwa desa menyusun 2 (dua) jenis perencanaan pembangunan desa yaitu: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa). RPJMDesa merupakan dokumen perencanaan pembangunan yang berfungsi acuan utama pelaksanaan pembangunan desa untuk kurun waktu 6 (enam) tahun. Sedangkan RKPDesa adalah dokumen perencanaan tahunan yang diturunkan dari prioritas kegiatan-kegiatan dari RPJMDesa. RPJMDesa dan RKPDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa.

42

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Dalam menyusun RPJMDesa perlu diperhatikan langkah-langkah yang harus dilalui, yaitu: membentuk tim penyusun RPJMDesa, penggalian databese desa meliputi proďŹ le desa, penelusuran sejarah desa, memetakan aset desa, membangun mimpi desa, strategi pengembangan aset dan menganalisa, menyusun program dan kegiatan RPJMDesa. Langkah selanjutnya adalah menyelenggarakan Musrenbang minimal dalam dua tahap. Pada Musrenbang pertama kegiatannya adalah membahas rancangan awal atau draft RPJMDesa yang telah disusun oleh Tim Perencana Desa. Selanjutnya adalah menyelenggarakan Musrenbang kedua dengan agenda utama melakukan pembahasan draft perbaikan hasil Musrenbang pertama. Dalam forum ini mengupayakan agar mendapat persetujuan dari masyarakat, dan kemudian penetapan dengan Peraturan Desa. Dalam menyusun RKPDesa pada prinsipnya sama dengan menyusun RPJMDesa, menggunakan prinsip pembangunan partisipatif dengan melalui mekanisme musyawarah dengan memperhatikan secara khusus kebutuhan kelompok marginal desa seperti perempuan, Lansia, difabel, keluarga miskin, anak, korban bencana dan korban konik sosial .

Sesi ini bertujuan melatih keterampilan peserta menganalisa data sebagai bahan rancangan dokumen RPJMDesa dan RKPDesa. Sesi-sesi sebelumnya, peserta telah diperkenalkan dengan metode pemetaan aset hingga membangun mimpi membangun desa yang berdaya dan mandiri, hingga membentuk strategi pengembangan aset dan potensi aset desa yang nantinya akan menjadi rujukan penyusunan RPJMDesa.


Tujuan Fasilitasi Peserta memiliki kemampuan menarasikan menganalisa data yang didapat dari logika alur sebelumnya pemetaan aset dan potensi aset desa, membangun mimpi masa depan desa, strategi pengembangan aset; Peserta memiliki kemampuan memahami sistimatika RPJMDesa dan RKPDesa; Sub Pokok Bahasan Merumuskan rancangan dokumen RPJMDesa; Merumuskan rancangan dokumen RKPDesa; Metode Fasilitasi Pemaparan (ceramah) Curah pendapat Diskusi kelompok Window shopping Waktu (120 menit) Alat dan Bahan LCD proyektor Kertas plano Metaplan Spidol Selotip Papan Flipchar Gunting Post It Media Fasilitasi Bahan Tayang. Lembar Tugas Tahapan Penyusunan RPJMDesa & RKPDesa Sistimatika RPJMDesa & RKPDesa Bahan Bacaan

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

43


6.1. Proses Fasilitasi • Buka sesi ini dengan menjelaskan tujuan pembahasan sesi. • Tim Penyusun RPJMDesa meminta peserta mencermati hasil analisis pemetaan aset desa, membangun mimpi desa, startegi pengembangan aset dan potensi desa. • Bagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan hasil pencermatan dalam sistimatika RPJMDesa dan RKPDesa berdasarkan yang meraka pahami. • Sebelum kertas plano dan spidol dibagi kepada tiap kelompok, kasih kesempatan kepada kelompok untuk bertanya terkait dengan tugas yang akan diberikan tersebut. • Jika sudah dianggap cukup jawaban yang diberikan, pelatih bisa langsung meminta masingmasing kelompok untuk menyelesaikan tugasnya. • Tim Penyusun RPJMDesa berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lainnya, memberikan pendampingan apabila proses diskusi kelompok mengalami kesulitan. • Hasil diskusi kelompok kemudian ditempelkan dan meminta peserta kelompok lain saling mengoreksi hasil pekerjaan antar kelompok dengan cara window shopping. • Tayangkan kepada peserta tahapan penyusunan RPJMDesa dan RKPDesa serta sistimatika RPJMDes dan RKPDesa.

6.2. Bahan Presentasi 6.2.1 Sistematika RPJMDesa BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5

PENDAHULUAN Latar Belakang (melatari RPJMDesa revisi) Maksud, Tujuan, dasar Hukum (mendasari RPJMDesa revisi) Hubungan Perencanaan Desa Dengan Perencanaan kabupaten Visi dan Misi RPJMDesa Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM DESA 2.1 Geografi dan Demografi Desa (letak geografi, batas desa, peruntukan lahan, kependudukan) 2.2 Sejarah Desa (Asal usul/pembentukan desa dan Pemimpin desa 2.3 Aset Dan Keuangan Desa (Aset Desa (Kekayaan dan potensi desa dan Potensi keuangan desa (DD, ADD, DBH, Bantuan Desa, Pendapatan Asli Desa) BAB III APRESIASI PEMBANGUNAN DESA 3.1 Sektor … 3.2 Sektor BAB IV STRATEGI DAN PROGRAM DESA 4.1 Misi 1 Straregi 1 Strategi 2 4.2 Misi 2 Straregi 1 Strategi 2 4.3 Misi 3 Straregi 1 Strategi 2 4.4 Misi 4 Straregi 1 Strategi 2 BAB V PENUTUP 5.1 Menjabarkan manajemen resiko terhadap tantangan atau ancaman yang dapat menghambat pelaksanaan RPJM Desa LAMPIRAN: 1. Lampiram 9 Matrik Program Kegiatan berisi tentang Misi, Strategi ,Program Kegiatan dan Target 2. Klasifikasi bidang dengan menggunakan kode

44

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa


6.2.2 Sistematika RKPDesa BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penyusunan RKPDesa 1.2. Maksud, Tujuan, Dasar Hukum Penyusunan RKPDesa 1.3. Kedudukan dan mekanisme penyusunan RKPDesa 1.4. Tujuan penyusunan dokumen RKPDesa

BAB II GAMBARAN PERKEMBANGAN DESA TAHUN LALU dan TAHUN BERJALAN 2.1. Bidang Pemerintahan Desa 2.2. Bidang Pembangunan Desa 2.3. Bidang Kemasyarakatan Desa 2.4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa BAB III APRESIASI PEMBANGUNAN DESA 3.1. Hasil pengkajian ulang terhadap RPJMDesa 3.2. Review pelaksanaan RKPDesa tahun sebelumnya

3.3. Penyelarasan program/kegiatan yang masuk ke desa 3.4. Potensi keuangan desa yang akan di terima dari Dana Desa, ADD, Dana Bagi hasil, Bantuan Desa, Pendapatan Asli Desa dan Hibah/sumbangan pihak ketiga. BAB IV RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA 4.1 Skala / Kewenangan Desa 4.1.1. Bidang Pemerintahan Desa 4.1.2. Bidang Pembangunan Desa 4.1.3. Bidang Kemasyarakatan Desa 4.1.4. Bidang Pemberdayaan masyarakat Desa 4.2. Skala Kawasan Perdesaan LAMPIRAN : 1. Berita acara pengesahan 2. Daftar hadir Musrenbang 3. Proses Musrenbang

Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

45


LANGKAH PENDATAAN KESEJAHTERAAN PARTISIPATIF





Mengenal Lebih Dekat

Proses Perencanaan Apresiatif Desa

Alamat : Warungboto UH IV / 734 Umbulharjo Yogyakarta Telp: 0274 417004 Email: ofďŹ ce@infest.or.id Portal: infest.or.id

Pemerintah Kabupaten Wonosobo


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.