Ketatan Murni

Page 1

KETAATAN MURNI Kunci Kedekatan Hamba Dengan Allah untuk Menyingkap Rahasia Segala Sesuatu

Oleh:

Ki Moenadi MS

Yayasan Badiyo 1421H


KETAATAN MURNI Kunci Kedekatan Hamba Dengan Allah untuk Menyingkap Rahasia Segala Sesuatu

Oleh:

Ki Moenadi MS

Kandungan Isi: Pengarah & Sumber Judul .............

2

Bag. A Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu............. Bag. B. Kata Adukan-Putaran RekayasaLogika-Nafsu Dusta Terpola........... 15 Bag. C. K ejujuran diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah......... 25

Yayasan Badiyo 1421H

4

.


D

PENGARAH & SUMBER JUDUL D ‫ﺤ ِﻜ ْﻴ ِﻢ‬ َ ‫ﷲ ا ْﻟ َﻌ ِﺰ ْﻳ ِﺰ ا ْﻟ‬ ِ ‫ﻦا‬ َ ‫ﺐ ِﻣ‬ ِ ' ‫َﺗ ْﻨ ِﺰ ْﻳ ُﻞ ا ْﻟﻜِﺘ‬

Kitab (Al-Qur'an ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.39:1)

‫ﻦ‬ َ ‫ﺨﻠِﺼًﺎ ﱠﻟ ُﻪ اﻟ ّﺪ ْﻳ‬ ْ ‫ﷲ ُﻣ‬ َ ‫ﻋ ُﺒ ِﺪ ا‬ ْ ‫ﻖ ﻓَﺎ‬ ّ ‫ﺤ‬ َ ‫ﺐ ﺑِﺎ ْﻟ‬ َ' ‫ﻚ ا ْﻟﻜِﺘ‬ َ ‫ِاﻧﱠﺂ اَ ْﻧﺰَ ْﻟﻨَﺂ ِا َﻟ ْﻴ‬ َ Kamilah yang menurunkan (mewahyukan) kepadamu Kitab َ (Al-Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka mengabdilah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS.39:2) ' ∼

‫ﻦ ُد ْوﻧِﻪ َا ْو ِﻟﻴَﺂ َء ﻣَﺎ‬ ْ ‫ﺨ ُﺬوْا ِﻣ‬ َ ‫ﻦ ا ﱠﺗ‬ َ ‫ﺺ وَاﱠﻟ ِﺬ ْﻳ‬ ُ ‫ﻦ ا ْﻟﺨَﺎ ِﻟ‬ ُ ‫ﷲ اﻟﺪّ ْﻳ‬ ِ ‫َا َﻻ‬ ' َ ‫ﻲ ﻣَﺎ ُه ْﻢ‬ ْ ‫ﺤ ُﻜ ُﻢ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ ِﻓ‬ ْ ‫ﷲ َﻳ‬ َ ‫نا‬ ‫ﷲ ُزﻟْﻔﻰ ِا ﱠ‬ ِ ‫َﻧ ْﻌ ُﺒ ُﺪ ُهَ ْﻢ ِا ﱠﻻ ِﻟ ُﻴ َﻘ ّﺮ ُﺑ ْﻮﻧَﺂ ِاﻟَﻰ ا‬ ‫ن‬ َ ‫ﺨ َﺘ ِﻠ ُﻔ ْﻮ‬ ْ ‫ِﻓ ْﻴ ِﻪ َﻳ‬ َ ' ‫ب آَﻔﱠﺎ ٌر‬ ٌ ِ‫ﻦ ُه َﻮ آﺬ‬ ْ ‫ي َﻣ‬ ْ ‫ﷲ َﻻ َﻳ ْﻬ ِﺪ‬ َ ‫نا‬ ‫ِا ﱠ‬

Bukankah bagi Allah ketaatan yang murni? Tetapi orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS.39:3)

‫ﺴ َﻨ ٌﺔ‬ َ ‫ﺣ‬ َ ‫ﻰ ه ِﺬ ِﻩ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ‬ ْ ' ‫ﺴ ُﻨﻮْا ِﻓ‬ َ ‫ﺣ‬ ْ ‫ﻦ َا‬ َ ‫ﻦ ا 'َﻣﻨُﻮا ا ﱠﺗ ُﻘﻮْا َر ﱠﺑ ُﻜ ْﻢ ِﻟﱠﻠ ِﺬ ْﻳ‬ َ ‫ُﻗ ْﻞ ﻳ ِﻌﺒ'َﺎ ِد اﱠﻟ ِﺬ ْﻳ‬ ' ‫ب‬ ٍ ‫ﺣﺴَﺎ‬ ِ ‫ﺟ َﺮ ُه ْﻢ ِﺑ َﻐ ْﻴ ِﺮ‬ ْ ‫ن َا‬ َ ‫ﺼ ِﺒ ُﺮ ْو‬ ّ ‫ﺳ َﻌ ٌﺔ ِا ﱠﻧﻤَﺎ ُﻳ َﻮﻓﱠﻰ اﻟ‬ ِ ‫ﷲ وَا‬ ِ ‫ضا‬ ُ ‫َوَا ْر‬ Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Rabbmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas. (QS.39:10)

2

Pengarah & Sumber Judul


‫ﻻ‬

‫ﻦ‬ َ ‫ﺨ ِﻠﺼًﺎ ﻟﱠ ُﻪ اﻟ ّﺪ ْﻳ‬ ْ ‫ﷲ ُﻣ‬ َ ‫ﻋ ُﺒ َﺪ ا‬ ْ ‫ن َا‬ ْ ‫ت َا‬ ُ ‫ﻰ ُا∼ ِﻣ ْﺮ‬ ْ ‫ُﻗ ْﻞ ِا ّﻧ‬ َ Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah َ Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. (QS.39:11)

‫ﻦ‬ َ ‫ﺴ ِﻠ ِﻤ ْﻴ‬ ْ ‫ن َا ﱠو َل ا ْﻟ ُﻤ‬ َ ‫ن َا ُآ ْﻮ‬ ْ ‫ت ِ َﻻ‬ ُ ‫َوُا ِﻣ ْﺮ‬ “Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama tunduk berserah diri kepada Allah”. (QS.39:12) ∼

‫ﻈ ْﻴ ٍﻢ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ب َﻳ ْﻮ ٍم‬ َ ‫ﻋﺬَا‬ َ ‫ﻰ‬ ْ ‫ﺖ َر ّﺑ‬ ُ ‫ﺼ ْﻴ‬ َ ‫ﻋ‬ َ ‫ن‬ ْ ‫ف ِا‬ ُ ‫ﻰ َاﺧَﺎ‬ ْ ‫ُﻗ ْﻞ ِا ّﻧ‬

Katakanlah: “Sesungguhnya َ hari yang َ aku takut akan siksaan besar jika aku durhaka kepada Rabbku”. (QS.39:13) ‫ﻻ‬

‫ﻰ‬ ْ ‫ﺨﻠِﺼًﺎ ﻟ ‘ﱠﻪ ِد ْﻳ ِﻨ‬ ْ ‫ﻋ ُﺒ ُﺪ ُﻣ‬ ْ ‫ﷲ َا‬ َ ‫ُﻗ ِﻞ ا‬

Katakanlah: “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. (QS.39:14)

Pengarah & Sumber Judul

3


Bagian

SULIT BERKESADARAN PERILAKU LOGIKA NAFSU Dalam banyak hal khususnya yang berkaitan dengan tataaturan membatasi gerak perilaku nafsu, seringkali ma-nusia bertanya-tanya di dalam dirinya, mengapa hidup ini mesti harus serba dibatasi oleh tata-aturan ini dan itu? Tidaklah tepat bila Allah dinyatakan selaku fihak yang serba memberikan batasan kepada manusia dengan tata-aturan ini dan itu. Justru Allah yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan sikapnya. ‫ﻻ‬

‫ﻗﻒ‬

‫ﻦ ﺷَﺂ َء َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻜ ُﻔ ْﺮ ِاﻧﱠﺂ‬ ْ ‫ﻦ ﱠو َﻣ‬ ْ ‫ﻦ ﺷَﺂ َء َﻓ ْﻠ ُﻴ ْﺆ ِﻣ‬ ْ ‫ﻦ رﱠﺑّ ُﻜ ْﻢ َﻓ َﻤ‬ ْ ‫ﻖ ِﻣ‬ ‫ﺤ ﱡ‬ َ ‫َو ُﻗ ِﻞ ا ْﻟ‬ َ ‫ﺴ َﺘ ِﻐ ْﻴ ُﺜﻮْا ُﻳﻐَﺎ ُﺛﻮْا‬ ْ ‫ن ﱠﻳ‬ ْ ‫ﺳﺮَا ِد ُﻗﻬَﺎ َوِا‬ ُ ‫ط ِﺑ ِﻬ ْﻢ‬ َ ‫ﻦ ﻧَﺎرًا َاﺣَﺎ‬ َ ‫ﻈ ِﻠ ِﻤﻻْﻴ‬ ّ ‫ﻋ'ﺘَ ْﺪﻧَﺎ ﻟِﻠ‬ ْ َ‫ا‬ ‫ِﺑﻤَﺂ ٍء آَﺎ ْﻟ ُﻤ ْﻬ ِﻞ‬ ‫ت ُﻣ ْﺮﺗَﻔَﻘًﺎ‬ ْ ‫ﺳﺂ َء‬ َ ‫ب َو‬ ُ ‫ﺸﺮَا‬ ‫ﺲ اﻟ ﱠ‬ َ ‫ﺟ ْﻮ َﻩ ِﺑ ْﺌ‬ ُ ‫ﺸﻮِى ا ْﻟ ُﻮ‬ ْ ‫َﻳ‬ Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS.18:29)

4

Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu


Adapun Allah memberikan penjelasan ini dan itu, berkaitan dengan segala akibat bentuk keputusan yang akan diambil manusia. Hal demikian itu bukan sebagai wujud pembatasan, tetapi semata-mata memberikan kejelasan, atas dorongan curahan kasih-sayang-Nya. Kebanyakan manusia tidak pernah tahu akan akibat suatu keputusan yang diambilnya. Sedangkan Allah mengetahui secara tepat-pasti baik-buruk segala sesuatu yang akan menimpa diri manusia itu sendiri sejak saat berlangsungnya keputusan hingga di kemudian harinya. ‫ج‬

∼ ‫ج‬

‫ﺷ ْﻴﺌًﺎ ﱠو ُه َﻮ‬ َ ‫ن َﺗ ْﻜ َﺮ ُهﻮْا‬ ْ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ُﻜ ُﻢ ا ْﻟﻘِﺘَﺎ ُل َو ُه َﻮ ُآ ْﺮ ٌﻩ ﱠﻟ ُﻜ ْﻢ ' َوﻋَﺴﻰ َا‬ َ ‫ﺐ‬ َ ‫ُآ ِﺘ‬ ‫ﷲ َﻳ ْﻌ َﻠ ُﻢ َوعَا ْﻧ ُﺘ ْﻢ َﻻ‬ ُ ‫ﺷ ﱞﺮ ﱠﻟ ُﻜ ْﻢ وَا‬ َ ‫ ُه َﻮ‬% ‫ﺷ ْﻴﺌًﺎ ﱠو‬ َ ‫ن ُﺗﺤِ ﱡﺒﻮْا‬ ْ ‫ﺧَ ْﻴ '∼ٌﺮ ﱠﻟ ُﻜ ْﻢ َوﻋَﺴﻰ َا‬ ‫ن‬ َ ‫َﺗ ْﻌ َﻠ ُﻤ ْﻮ‬ Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS.2:216)

Seringkali terjadi “sesuatu” diputuskan A, karena menurut tuntutan nafsu yang didukung oleh kedangkalan berfikir logika bahwa sesuatu tersebut akan banyak menghasilkan keuntungan diri. Boleh jadi dalam sesaat perkiraan demikian itu tepat. Tetapi pernahkah nafsu dan kedangkalan berfikir logika mengetahui akibat lebih buruk yang akan dialami diri di kemudian harinya? Inilah yang sulit dijangkau oleh kedangkalan berfikir logika. Sampai kapanpun kedangkalan berfikir logika tidak akan pernah tepat mengetahui sesuatu yang akan terjadi di kemudian hari. Sebaliknya perpaduan perasaan-hati dan fikiran ‘aqal akan selalu tepat dalam menangkap sesuatu yang akan terjadi di kemudian Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu

5


hari. Berdasarkan adanya kecenderungan sifat manusia yang suka tergesa-gesa dalam mengambil suatu keputusan, maka Allah lebih dahulu memberikan kejelasan ini dan itu, agar tidak ada penyesalan dari segala keputusannya di kemudian hari. ‫ن‬ ِ ‫ﺠُﻠ ْﻮ‬ ِ ‫ﺴ َﺘ ْﻌ‬ ْ ‫ﻼ َﺗ‬ َ ‫ﻰ َﻓ‬ ْ ‫ﺳﺎُو' 'ِر ْﻳ ُﻜ ْﻢ اﻳ ِﺘ‬ َ ‫ﺠ ٍﻞ‬ َ‫ﻋ‬ َ ‫ﻦ‬ ْ ‫ن ِﻣ‬ ُ ‫ﻖْ ا ِﻻ ْﻧﺴَﺎ‬ َ ‫ﺧ ِﻠ‬ ُ Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda(adzab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera. (QS.21:37)

Demikian itulah cara Allah mengambil suatu kebijakan dan kearifan secara tepat dan benar, yang sering dipandang oleh kepicikan atau kedangkalan berfikir logika sebagai hal yang membatas-batasi kebebasan. Tidaklah jauh berbeda, apabila manusia dihimbau untuk melangsungkan ketaatan kepada Allah. Salah satu bentuk ketaatan secara garis adalah apa-apa yang menjadi himbauan Allah (baik bersifat larangan maupun bersifat perintah) akan terpandang oleh nafsu sebagai keharusan yang terpaksa atau tidak terpaksa untuk dilaksanakan. Padahal Allah tidak pernah mengharuskan manusia untuk begini dan begitu. Tetapi yang selalu Allah himbaukan adalah lakukanlah sesuatu dengan dasar pengertian yang jelas-pasti. Kemudian hantarkanlah sesuatu yang telah dimengerti secara jelas-pasti dengan kesadaran. Sehingga apapun yang hendak diputuskan atau diperbuat dasarnya adalah kesadaran, bukan karena ikut-ikutan bukan pula pengaruh atau paksaan, kecuali yang dapat mempengaruhi gerak-laku dirinya hanyalah Al-Qur’an. Manusia yang mempunyai ketekadan demi6

Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu


kian itulah yang dinyatakan sebagai orang yang memiliki kesadaran. Seseorang tidak akan dapat dinilai berkesadaran manakala terhadap lingkungan sekitar (baik lingkungan dirinya maupun lingkungan yang ada di luar dirinya) tidak pernah difahami-mengerti secara tepat-pasti. ‫ن‬ َ ‫ﺼ ُﺮ ْو‬ ِ ‫ﻼ ُﺗ ْﺒ‬ َ ‫ﺴ ُﻜ ْﻢ َا َﻓ‬ ِ ‫ﻰ َا ْﻧ ُﻔ‬ ْ ‫َو∼ِﻓ‬ Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS.51:21)

Akibat manusia memandang sesuatu yang datang dari Allah sebagai hal yang terpaksa atau tidak terpaksa harus disikapi, maka yang terjadi adalah ledakan sikap-sikap memprotes atau berkeluh-kesah. ‫ﻻ‬

ْ ‫ﻖ َهُﻠ ْﻮﻋًﺎ‬ َ ‫ﺧ ِﻠ‬ ُ ‫ن‬ َ ‫ن ا ِﻻ ْﻧﺴَﺎ‬ ‫ِا ﱠ‬

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (QS.70:19)

Tanpa sedikit pun disadari nafsu bahwa apa-apa yang Allah langsungkan terhadap manusia sebenarnya untuk kebaikan manusia itu sendiri bukan untuk kebaikan Allah. Meskipun sifat sesuatu yang Allah langsungkan itu dipandang dan dirasa sakit dan payah oleh nafsu, belum tentu sakit dan payah itu buruk bagi manusia. Boleh jadi sakit dan kepayahan yang dirasa nafsu itulah sebagai wujud kasih sayang Allah kepada manusia, sekaligus di situlah letak kebijakan dan kearifan Allah yang sedang dilangsungkan kepada manusia. Bencana sekali pun yang Allah timpakan kepada manusia tidak selamanya mengandung nilai kebencian, melainSulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu

7


kan hal itu termasuk dalam ruang lingkup kasih-sayang Allah. Bukti bahwa kepahitan, derita sakit bahkan bencana merupakan perwujudan dari kasih-sayang Allah adalah dengan adanya sederetan panjang kepahitan dan derita sakit sebenarnya merupakan salah satu pancingan untuk mendekatkan diri seorang hamba dengan Allah. Apabila kepahitan dan derita sakit tidak Allah langsungkan pada diri seorang hamba, maka sang hamba cenderung bersifat liar bahkan lupa terhadap Allah. Adapun badannya melaksanakan serentetan ibadah syari’at, hal itu belum jaminan untuk memastikan adanya kedekatan seorang hamba dengan Allah. Begitu pula bila bencana yang Allah timpakan pada sekelompok orang, qaum maupun bangsa juga merupakan perwujudan kasih-sayang. Dengan melalui bencana itulah terpotongnya kesewenangan dan kebebasan liar manusia terhadap bumi dan isinya. Maksud dipotongnya kebebasan liar karena masih ada makhluq yang hendak melaksanakan ketaatan kepada Allah, tetapi dihadang atau dihalangi-halangi oleh manusia-manusia bersikap sewenang-wenang. Adapun kasih-sayang Allah dilangsungkan kepada manusia, bukanlah asal mencurahkan kasihsayang tetapi kasih sayang yang didasarkan pada keadilan yang bijak lagi arif. Pernyataan tentang adanya bencana sebagai perwujudan kasih sayang Allah memang sulit diterima logika, karena bodohnya logika dalam memahami perbuatan Allah. Bagaimana logika dapat memahami perbuatan Allah, selagi perbuatan manusia itu sendiri belum pernah ada logika yang dapat dengan tepat memahaminya. Dengan tegas Allah nyatakan: “JANGAN SEKALI-KALI 8

Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu


LOGIKA DIBAWA UNTUK MEMAHAMI KEBERADAAN PERBUATAN ALLAH�.

Segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan Allah, pasti mengandung nilai kebijakan atau kearifan. Sedangkan kebijakan atau kearifan itu sendiri tidak akan dapat difahami logika. Manusia yang ikut-ikut mengembangkan kebijakan atau kearifan, tidak akan pernah mendekati ketepatan, manakala kebijakan atau kearifan diukur menurut prasangka logika. Tepat-benar tidaknya kebijakan atau kearifan, sangat bergantung pada ada/tidak adanya kesamaan atas pelaksanaan kehendak Allah. Selama belum ada kesamaan pelaksanaan kehendak manusia dengan kehendak Allah, selama itu pula manusia tidak akan pernah bersikap arif maupun bijak. Pernahkah manusia khususnya para hamba Allah merenungkan segala ciptaan Allah yang merupakan perwujudan pelaksanaan kehendak Allah? Sebaiknya manusia khususnya para hamba-Nya mau merenungkan sesuatu yang telah Allah ciptakan sebagai perwujudan atau pelaksanaan kehendak Allah. Mereka akan melihat adanya suatu barisan rapi berupa kesatuan rencana Allah yang menunjuk adanya kesatuan penciptaan. Dari sinilah manusia baru dapat menyadari asal mula keberadaan dirinya. Jika manusia telah sadar akan asal-mula keberadaan dirinya, dengan sendirinya manusia itu akan melaksanakan keimanan dan ketaatan murni kepada Allah. Sehingga tidak ada lagi anggapan bahwa apaapa yang Allah himbaukan itu dinilai sebagai suatu yang harus dilaksanakan baik dengan terpaksa maupun tidak terpaksa. Selama manusia belum dapat menyadari asal-mula keberadaan dirinya, selama itu pula akan sangat Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu

9


sulit baginya untuk melaksanakan keimanan dan ketaatan secara murni terhadap Allah. Secara lahiriyah badannya melaksanakan keimanan dan ketaatan, tetapi dasar pelaksanaan iman dan ketaatannya dengan terpaksa. Keimanan dan ketaatan munafiq kepada Allah dilaksanakan dengan dasar keterpaksaan. Di sisi Allah nilainya laksana debu yang hinggap sesaat, tanpa sedikitpun meninggalkan bekas, sirna diterbangkan angin. Dalam segala hal Allah tidak pernah melangsungkan sesuatu dengan terpaksa kepada makhluq ciptaan. Justru sebaliknya yang Allah langsungkan kepada makhluq ciptaan khususnya manusia adalah curahan kasih-sayang dengan segala kehalusan-Nya. Dengan adanya kenyataan sikap Allah demikian itu, tidakkah menyentuh perasaan-hati manusia khususnya para hamba-Nya siratan pertanyaan Allah di dalam wahyu Al-Qur’an yang artinya: “Bukankah bagi Allah ketaatan yang murni ...” (QS.39:3). Bagi yang memiliki perasaan-hati pertanyaan Allah itu akan dirasakan laksana sikap cinta sang ibu yang memberikan keyakinan kepada anaknya. Kebanyakan sifat manusia bahkan para hambaNya terlalu cepat menilai sesuatu dengan prasangka logikanya bukan dengan kepastian yang tepat. Padahal sifat dari pada prasangka itu adalah buruk bahkan cenderung mencelakakan diri, BELUM PERNAH TERJADI ADA PRASANGKA YANG BERNILAI BAIK DI SISI ALLAH. ...‫ﺷ ْﻴﺌًﺎ‬ َ ‫ﻖ‬ ّ‫ﺤ‬ َ ‫ﻦ ا ْﻟ‬ َ ‫ﻰ ِﻣ‬ ْ ‫ﻦ َﻻ ُﻳ ْﻐ ِﻨ‬ ‫ﻈﱠ‬ ‫ن اﻟ ﱠ‬ ‫ ِا ﱠ‬...

...Sesungguhnya persangkaan َ itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran... (QS.10:36)

10

Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu


Apa yang terjadi akibat sesuatu terlalu cepat dinilai dengan prasangka logika yang buruk? Tidak jarang Allah pun tertuding sebagai hal yang buruk di mata nafsu manusia. Demikian itulah bukti kebutaan nafsu, sehingga yang bisa dilakukan dalam segala hal hanyalah berprasangka. Selama manusia mengandalkan suatu penilaian pada prasangka logika, selama itu pula manusia akan diliputi oleh pertanyaan-pertanyaan yang menyulitkan dirinya. Contoh, ketika ada sesuatu yang sedang Allah langsungkan terhadap diri, dirasa merugikan bahkan menyakitkan diri, timbul pertanyaan di dalam diri: “mengapa saya jadi begini dan begitu, mengapa saya harus mengalami ini dan itu?” Padahal sebatas kemampuan yang ada, saya telah melaksanakan ini dan itu. Pertanyaan itu wajar terlontar oleh manusia yang tidak pernah menyadari keberadaan dirinya atau asal mula keberadaan dirinya. Bila ditelusuri munculnya pertanyaan itu, sebenarnya bukanlah dari fithrah manusia. Pertanyaan itu muncul berawal dari logika yang selalu menuntut suatu bukti secara garis. Sehingga hal-hal yang terjangkau oleh kepekaan perasaan-hati, sulit diterima oleh logika sebelum ada bukti nyata secara garis. Meskipun fithrah mengakui keberadaan sesuatu dapat dijangkau oleh kepekaan perasaan-hati, tetapi selalu dibantah oleh logika.

‫ن‬ َ ‫ﻦ ُآﻞّ َﻣ َﺜ ٍﻞ َو َآﺎ‬ ْ ‫س ِﻣ‬ ِ ‫ن ﻟِﻠﻨﱠﺎ‬ ِ ‫ﻰ هﺬَا ا ْﻟ ُﻘﺮْﺁ‬ ْ ‫ﺻ ﱠﺮ ْﻓﻨَﺎ 'ِﻓ‬ َ ‫َو َﻟ َﻘ ْﺪ‬ َ ‫ﺟ َﺪ ًﻻ‬ َ ‫ﻰ ٍء‬ ْ‫ﺷ‬ َ ‫ن َا ْآ َﺜ َﺮ‬ ُ ‫ا ِْﻻ ْﻧﺴَﺎ‬ Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al-Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (QS.18:54)

Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu

11


Adapun yang perlu menjadi kesadaran para hambaNya adalah “merasa sudah cukup lama berada dalam ruang lingkup kemurahan kasih-sayang Allah”. Selama itu pula belum pernahkah Allah menghimbau para hamba-Nya untuk secara khusus menegakkan ketaatan murni? Pada kesempatan inilah, kami menghimbau dan mengajak para hamba Allah untuk memurnikan ketaatan kepada Allah. Tidak bedanya himbauan kami ini dengan himbauan yang ada di dalam wahyu Al-Qur’an, yaitu mengajak orang beriman untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (QS.4:136). ∼

... ‫' ﻳـﺎَﻳﱡﻬَﺎ اﻟﱠﺬِ'ﻳْﻦَ اﻣَ'ﻨُﻮْﺁ اﻣِﻨُﻮْا ﺑِﺎﷲِ وَرَﺳُﻮْﻟِﻪ‬

Wahai orang-orang' yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya... (QS.4:136)

Begitu pula terhadap para hamba-Nya yang telah melaksanakan ketaatan kepada Allah, masih Allah himbau agar melaksanakan keimanan dan ketaatan secara murni kepada-Nya. Hal ini bukan berarti para hamba-Nya belum melaksanakan ketaatan atau sebaliknya bukan berarti pula dengan adanya himbauan ini mengajak orang beriman karena mereka belum beriman. Tetapi yang Allah maksudkan adalah agar yang tumbuh dan berkembang di dalam hati para hambaNya adalah iman dan ketaatan dalam pengertian murni. Dengan ketaatan dan keimanan yang sempurna atau murni adalah satu-satunya jalan untuk lebih mendekatkan diri seorang hamba dengan Allah, sekaligus pula tersingkap rahasia segala sesuatu. Apalah artinya iman dibiarkan begitu saja tumbuh dan berkembang, bila kenyataan iman yang tumbuh dan berkembang adalah iman-imanan. Begitu pula 12

Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu


apalah artinya ketaatan dilangsungkan bila ketaatan yang dilangsungkan adalah taat-taatan. Baik iman-imanan maupun taat-taatan di dalamnya mengandung pengertian mainmainan. Sedangkan satu-satunya makhluq ciptaan yang iman dan ketaatannya dengan bermain-main adalah iblis. Jangan dikira iblis itu tidak beriman atau tidak melangsungkan ketaatan kepada Allah! Tidak ada satu pun makhluq di muka bumi ini yang tidak melangsungkan keimanan atau ketaatan kepada Allah. Hal demikian itu telah menjadi fithrah bagi makhluq ciptaan untuk melaksanakan keimanan dan ketaatan kepada Allah. Hanya saja dalam melangsungkan keimanan atau ketaatan, makhluq ciptaan itu terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok beriman dan melaksanakan ketaatan dengan bermain-main dan terpaksa bahkan harus menggunakan syarat, itulah iman dan ketaatan ala iblis. Dan satu kelompok lagi beriman dan melaksanakan ketaatan secara murni dan sungguh-sungguh. Itulah iman dan ketaatan ala para Nabi, yang tidak pernah menilai terlebih dahulu untung rugi dari keimanan dan ketaatan yang dilangsung-kannya. Ciri iman dan ketaatan yang dibina dengan bermain-main adalah tidak bisa menerima dengan lega dan ridha apa-apa yang sedang Allah langsungkan kepada dirinya. Dirinya baru akan merasa lega dan ridha, bila hal-hal yang dilangsungkan itu menyenangkan nafsu atau menguntungkan nafsu. Sebaliknya sewaktu melak-sanakan ketaatan dan keimanan merugikan-menyakitkan nafsu, timbul perasaan keluh-kesah di dalam hati bahkan sikap lebih buruk lagi, nafsunya memprotes tidak bisa menerima kenyataan yang ada. Tanpa sedikit pun disadari bahwa timSulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu

13


bulnya hal-hal yang dirasa merugikan dan menyakitkan nafsu itu berasal dari polah-tingkah-lakunya sendiri, yang telah membiarkan nafsunya bergerak masuk dalam kubangan lumpur dosa. Kenyataan demikian inilah yang tidak pernah disadari manusia. Yang ada dalam dirinya hanyalah sebatas merasa diri atau berprasangka telah melaksanakan ketaatan dan keimanan ini dan itu. Padahal keimanan dan ketaatan yang dilangsungkan adalah iman-imanan dan taat-taatan atau lebih jelas lagi dapat ditegaskan, itulah salah satu bentuk keimanan dan ketaatan munafiq yang akan meracuni pertumbuhan keimanan dan ketaatan murni terhadap Allah.

14

Sulit Berkesadaran Perilaku Logika Nafsu


Bagian

KATA ADUKAN-PUTARAN REKAYASA-LOGIKA-NAFSU DUSTA TERPOLA Selintas pandang banyak manusia yang beranggapan, hidup mengajak diri agar ikhlas berserah diri secara bulat-utuh kepada Allah merupakan hal yang mudah atau enteng dilaksanakan. Anggapan ini tampak pada sikap manusia yang tidak ada kesungguhan dalam melaksanakan penyerahan diri kepada Allah. Lisan suka berkata tanpa peduli pertanggung-jawabannya secara bukti nyata. Boleh jadi demikian itulah anggapannya. Pernahkah merenung bahwasanya tidak ada satu pun kata (yang telah keluar dari bibir seorang hamba) yang tidak Allah dengarkan, dengan diminta bukti dan pertanggung-jawabannya? Jika demikian ini disadari oleh setiap lisan manusia, tentunya setiap kata yang hendak dikeluarkan atau disajikan dalam bentuk suatu tuangan adalah kata-kata yang mengandung nilai kebenaran tepat-pasti. Bukan kata-kata hasil olahan diri, yang bahan olahan kata diambil dari unsur anggapan, perkiraan atau dugaan diri maupun unsur kesimpulan diri. Setiap kata-kata yang diolah dari unsur anggapan, dugaan atau unsur kesimpulan diri pasti akan diolah lanjut dengan adukan-putaran rekayasa Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola

15


menjadi suatu sajian kalimat atau berita dusta. Sehingga dalam segala hal yang berkaitan dengan kehidupan, baik itu dalam pergaulan sehari-hari, berkeilmuan, maupun dalam praktek keilmuannya penuh dihiasi dengan berita-kata-dusta. Cara bicara atau cara berkata demikian inilah yang menghinggapi hampir seluruh manusia yang berkeilmuan Yahudi, yang hingga saat ini masih sulit menyikapi untuk berkata secara tepat-pasti apa adanya berita. Apalagi bila terjadi suatu kesalahan dalam melakukan suatu tindakan kegiatan dengan seketika akan muncul kata-kata yang diolah melalui putaran rekayasa. Dalam hal menyampaikan suatu berita, yang paling sering disampaikan adalah hasil kesimpulan diri atau komentar diri tanpa terlebih dahulu diteliti, apakah hasil kesimpulan diri itu telah tepat bersesuaian dengan berita aslinya. Wajar bagi manusia yang terdidik berkeilmuan Yahudi dalam segala hal lebih suka hal-hal yang bersifat anggapan diri maupun kesimpulan diri. Mereka telah dididik untuk menyimpulkan sesuatu menurut anggapan diri, perkiraan diri bukan menurut kesimpulan hasil pengakuan jujur sesuatu. Sampai kapan pun mereka tidak akan pernah dapat memperoleh hasil pengakuan jujur dari sesuatu. Pengakuan jujur sesuatu itu hanya akan disampaikan oleh seorang hamba yang jujur yaitu hamba yang telah berkeimanan dan ketaatan murni kepada Allah. Seorang hamba yang belum memiliki keimanan dan ketaatan murni kepada Allah, tegas dapat dinyatakan bahwa baik perkataan maupun penyampaian beritanya sulit diakui kejujurannya. Pola berkata maupun pola penyampaian suatu berita pasti diangkat dari olahan unsur perkiraan atau unsur anggapan diri dan dari 16

Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola


unsur kesimpulan diri. Bagaimana pola berkata yang berlangsung hingga saat ini tidak akan dinyatakan sebagai berkata dusta? Jika kenyataan kata-kata itu diangkat dari olahan anggapan diri dan olahan kesimpulan diri, bukan dari suatu kepastian hati yang bersambung-langsung dengan Allah. Contoh yang sangat sederhana sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika ditanya: “Sudahkah membaca ulang kata-kata Sholat?” Jawaban diri secara kata saat itu adalah “sudah”! Padahal jawaban kata “sudah” itu, baru mencapai tingkat anggapan diri dan kesimpulan diri bahwa telah membaca, karena secara garis memang telah membaca ulang kata-kata sholat. Sedangkan yang dimaksudkan “telah membaca”, bukanlah bacaan yang disimpulkan diri melalui anggapan diri. Tetapi membaca dalam pengertian adanya keterpaduan perasaan-hati dan fikiran‘aqal yang bersambung langsung dengan Allah, sehingga diperoleh suatu pengertian yang tepat-pasti. Dengan kata lain kami tegaskan: “Selamanya kata itu akan tetap bernilai dusta, manakala kata yang diungkapkan itu berasal dari olahan anggapan diri dan kesimpulan diri”. Dapatlah para hamba Allah merenungkan: “Berapa banyak sudah tingkat kedustaan yang telah diperbuat manusia, khususnya para hamba?” Hal ini baru ditinjau dari sudut “berkata”, belum lagi dari sudut “sikap perilaku”. Itulah sebabnya di dalam wahyu Al-Qur’an Allah tegaskan, agar orang-orang beriman tidak begitu saja dengan mudah menerima suatu berita yang dibawakan oleh orang-orang munafiq. Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola

17


' ‫ن ُﺗ‬ ‫ﺼِ ْﻴ ُﺒﻮْا َﻗ ْﻮﻣًﺎ‬ ْ ‫ﻖ ِﺑ َﻨ َﺒ ٍﺎ َﻓ َﺘ َﺒ ﱠﻴ ُﻨﻮْﺁ َا‬ ٌ ِ‫ن ﺟَﺂ َء ُآ ْﻢ 'ﻓَﺎﺳ‬ ْ ‫ﻦ ا َﻣ ُﻨﻮْﺁ ِا‬ َ ‫'∼ ﻳـﺎَ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟ ِﺬ'ْﻳ‬ ‫ﻦ‬ َ ‫َﻠﻰ ﻣَﺎ َﻓ َﻌ ْﻠ ُﺘ ْﻢ ﻧ ِﺪ ِﻣ ْﻴ‬ ُ ِ‫ﺼﺒ‬ ْ ' ‫ﺠﻬَﺎ َﻟ ٍﺔ ﻓَ ُﺘ‬ َ ‫ِﺑ‬ ' ‫ﺤﻮْا ﻋ‬ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS.49:6)

Berita yang dibawakan oleh orang-orang munafiq pasti mengandung kerusuhan hati bagi orang beriman. Kisah terjatuhnya kalung ‘Aisyah istri Rasulullah Muhammad saw telah cukup sebagai bukti bahwa berita yang dibawakan oleh orang-orang munafiq pasti bernilai kebohongan yang sifatnya untuk memecah-belah atau membuat kisruh hati orang-orang beriman. Begitu pula jangan para hamba kira bahwa setiap kata atau berita yang para hamba sampaikan dengan begitu saja mudah Allah terima! Selama belum ada keimanan dan ketaatan secara murni, selama itu pula kata atau berita yang para hamba sampaikan haqeqatnya masih bernilai dusta. Adapun yang perlu segera dan sungguh-sungguh para hamba upayakan, berlatihlah berkata dan bersikap secara murni/apa adanya. Bagi orang-orang beriman, jujur tidaknya perkataan dan sikap siapa saja akan diketahuinya secara pasti. Pernahkah para hamba menyadari bahwa penyampaian kata dan berita dusta cepat atau lambat pasti akan menghancurkan kehidupan diri sendiri? Sebagaimana yang diungkapkan dalam bahasa pepatah: “mulutmu adalah harimau-mu, yang akan menerkam dirimu sendiri”. Maksudnya, dengan lontaran satu patah-kata saja mampu menghancurkan seluruh kehidupanmu di muka bumi ini. Demikian tajam pisau 18

Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola


kata yang keluar dari bibir seseorang. Sebaliknya, dengan lontaran sepatah-kata pula akan mampu menenteramkan seluruh kehidupanmu di muka bumi. Dapatlah dinyatakan bahwa kata atau berita yang keluar dari bibir seseorang dapat dijadikan sebagai penentu hancur tidaknya suatu kehidupan. Tidaklah mudah beranggapan mengatakan: “Diri dapat berpasrah bulat-utuh kepada Allah sebelum dibuktikan oleh gerak perilaku sikap nafsu�. Banyak kenyataan setelah dilaksanakan dan dibuktikan oleh gerak perilaku sikap nafsu, terasalah hal demikian itu sungguh sulit dan berat. Laksana seorang sedang mendaki jalan setapak licin dan berduri, kekhawatiran dan kecemasan akan kerugian ini dan itu lebih dahulu menghantui sebelum terlaksana pendakian itu. Para hamba yang sedang berolah-diri/untuk memasrahkan diri sepenuhnya pada ketentuan atau kehendak Allah dengan ikhlas, bercirikan: tanpa kecewa, bila gagal. tidak ada rasa cemas-khawatir: terhadap hal-hal yang akan merugikan diri. terhadap keletihan dan kepayahan yang dibayang-bayangkan nafsunya.

Sering terjadi banyak hamba yang mundur/menarik-diri pada saat mulai terlihat dan terasa tanda-tanda tersebut di atas, tanpa terlebih dahulu merenung dan menyadari bahwa mundur adalah sikap paling buruk di sisi Allah. Mundur dari perjalanan menyerahkan diri kepada Allah, sama halnya Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola

19


memisahkan diri dari Allah. Memang sikap mundur akan lebih mudah diambil dan diputuskan oleh mereka, manakala di dalam hatinya tumbuh-berkembang subur iman dan ketaatan munafiq. ∼ '

‫ﻲ ٍء ﺣَﺘّﻰ ِاذَا‬ ْ ‫ﺷ‬ َ ّ‫ب ُآﻞ‬ َ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َا ْﺑﻮَا‬ َ ‫ﺤﻨَﺎ‬ ْ ‫ﺴﻮْا ﻣَﺎ ُذ ّآ ُﺮوْا ﺑِﻪ َﻓ َﺘ‬ ُ ‫َﻓ َﻠﻤﱠﺎ َﻧ‬ ' َ ‫ن‬ َ ‫ﺴ ْﻮ‬ ُ َ‫ﺧﺬْﻧ ُﻬ ْﻢ َﺑ ْﻐ َﺘ ًﺔ َﻓ ِﺎذَا ُه ْﻢ ﱡﻣ ْﺒ ِﻠ‬ َ' ‫ﺣﻮْا ِﺑﻤَﺂ ُا ْو ُﺗﻮْﺁ َا‬ ُ ‫َﻓ ِﺮ‬ Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS.6:44)

Sebagaimana Allah jelaskan bahwa keimanan dan ketaatan munafiq adalah apabila dalam menjalankan keimanan dan ketaatan banyak diperoleh keuntungan nafsu, dirinya merasa senang dan gembira, barulah mencuat ungkapan pujian terhadap Allah. Sebaliknya ketika keimanan dan ketaatan dijalankan hanyalah diperoleh sederetan kepayahan dan derita sakit nafsunya: dirinya berkeluh-kesah, dirinya bertanya-tanya: “Mengapa menjadi begini, padahal diri saya telah melaksanakan sholat wajib/sunnah, puasa wajib/sunnah, baca Al-Qur’an tapi tiada juga berkurang derita?”

Dengan diperolehnya sederetan kepayahan dan derita sakit dirinya, seketika langsung beranggapan Allah tidak memperhatikan keadaannya. Padahal kepayahan dan derita sakit bila direnung dengan hati lapang sebenarnya merupakan salah satu perlakuan Allah yang penuh perhatian pada seorang hamba. Bagi siapa saja yang suka berkeluh20

Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola


kesah terhadap kepayahan dan derita sakit nafsunya adalah orang yang tidak mau menerima dengan ridha segala ketentuan yang datang dari Allah. Itulah bukti seorang hamba yang tidak mau dengan ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah. Wajar hal demikian itu terjadi, karena yang tumbuh dan berkembang di dalam hatinya adalah keimanan dan ketaatan munafiq kepada Allah. Sehingga hampir di setiap hal atau keadaan bahkan di dalam berkegiatan sangat jauh dari ketepatan dan kepastian, dan yang dimunculkan hanyalah duga-sangka. Dengan itu diharapkan timbul kesadaran di dalam diri bahwasanya selama ini keimanan dan ketaatan yang dilangsungkan kepada Allah adalah kemunafiqan. Hal demikian itu dapat dibuktikan dari kegiatan-kegiatannya banyak dinodai oleh berbagai bentuk kesalahan. Maka dengan tegas dapat dinyatakan: “Selama manusia di dalam segala hal (baik jenis kegiatan maupun bersifat sajian keilmuan) belum dapat mencapai sasaran tingkat kepastian atau kebenaran, selama itu pula pada dirinya belum tumbuh keimanan dan ketaatan secara murni kepada Allah�. Salah satu bukti seseorang telah memiliki keimanan dan ketaatan secara murni, baginya tidak ada hijab atau penghalang untuk memahami sesuatu secara tepat dan pasti. Keimanan dan ketaatan secara murni merupakan sarana penghantar bagi seseorang menuju jenjang pemahaman secara tepat-pasti terhadap sesuatu, sekaligus kunci pembuka kejujuran terhadap sesuatu. Maksudnya, tidak ada satu pun yang terrahasiakan dari sesuatu bagi hamba yang berkeimanan dan berketaatan murni. Sebelum jauh keimanan dan ketaatan munafiq menodai pertumbuhan iman dan ketaatan Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola

21


yang sesungguhnya, sebaiknya hendaklah terlebih dahulu MEMURNIKAN KEIMANAN DAN KETAATAN KEPADA ALLAH.

Tidak ada salahnya jika para hamba mau membacaulang firman Allah QS.39:11-12, dalam rangka mengupayakan sikap menumbuh-kembangkan keimanan dan ketaatan murni terhadap Allah. Dengan demikian tidaklah mudah mengatakan diri telah beriman atau beranggapan diri telah melangsungkan ketaatan kepada Allah. Kedua hal itu membutuhkan suatu bukti yang nyata dari perilaku sikap nafsu. Sebagaimana yang telah Allah isyaratkan di dalam wahyu AlQur’an: “Apakah kamu mengira Kami Allah membiarkan kamu begitu saja membuat pernyataan keimananmu, sedangkan iman itu sendiri belum teruji di sisi Allah”.

‫ن‬ َ ‫ن ﻳﱠ ُﻘ' ْﻮُﻟﻮْﺁ ا َﻣﻨﱠﺎ َو ُه ْﻢ َﻻ ُﻳ ْﻔ َﺘ ُﻨ ْﻮ‬ ْ ‫ن ﱡﻳ ْﺘ َﺮ ُآﻮْﺁ َا‬ ْ ‫س َا‬ ُ ‫ﺐ اﻟﻨﱠﺎ‬ َ ‫ﺴ‬ ِ ‫ﺣ‬ َ ‫َا‬ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS.29:2)

Akan lebih tepat kau katakan dirimu Islam. Padahal menyatakan diri telah Islam saja masih sulit untuk diakui kemurnian ke-Islamannya. Salah satu pengertian Islam itu adalah pasrah sepenuhnya kepada segala ketentuan Allah. Itulah selaku orang yang mendapat keselamatan di sisi Allah. Pertanyaan: “SUDAHKAH PARA HAMBA MENGALAMI RANGKAIAN OLAH DERITA FISIK-MENTAL SEBAGAI MANA YANG DIRASAKAN UMMAT DI ZAMAN RASUL MUHAMMAD SAW?” Saat itu seorang hamba menyatakan

dirinya Islam, maka pukulan derita fisik-mental menghujani kehidupannya. Demikian itulah para hamba-Nya di zaman kerasulan Muhammad saw, untuk menyatakan Islam saja harus 22

Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola


terlebih dahulu membuktikan secara sikap merasakan derita jasad-bathin. Apalagi untuk menyatakan diri beriman, nyawalah sebagai taruhannya. Pada tulisan kami ini menghimbau para hamba bertanya ke dalam nurani-hati sendiri. Selama ini, keimanan dan ketaatan bagaimanakah yang berlangsung di dalam diri para hamba? Apakah keimanan dan ketaatan murni ataukan sebaliknya keimanan dan ketaatan munafiq? Bila kenyataan jawaban nurani-hati keimanan dan ketaatan yang berlangsung di dalam diri selama ini adalah munafiq, pertanyaan lanjut adalah: “Kemanakah selama ini jatuhnya air kucuran rahmat Al-Qur’an pembersih diri yang Allah siramkan kepada diri para hamba?� Renung dan renungkanlah hal ini! Seseorang yang sadar bahwa dirinya selama ini bergelimang dengan noda-dosa, kemudian Allah bersihkan dengan air kucuran rahmat petunjuk Al-Qur’an, sudah barang tentu tidak akan muncul di dalam dirinya sikapsikap keluh-kesah, apalagi protes terhadap apa-apa yang Allah langsungkan terhadap dirinya (terutama kepahitan dan derita kesakitan nafsu). Satu hal yang perlu menjadi perhatian para hamba adalah kapan saja ada sesuatu yang dirasa payah dan sakit oleh nafsu, hal itu sebenarnya dalam rangka pendongkelan kerak dosa yang menempel pada nafsu. Memang yang namanya pendongkelan pasti dirasa melelahkan dan sangat sakit. Tetapi apabila kerak dosa itu tidak segera didongkel akan menjadi tempat tumbuhnya keimanan dan ketaatan munafiq di dalam diri. Tempat kerak-kerak dosa yang paling sulit dikikis terdapat di daerah-daerah logika dan perasaan-hati yang dalam tersembunyi hingga tidak terjangkau oleh tingkat kesadaran. Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola

23


Dengan himbauan penjelasan ini hendaknya kita dapat memulai kejujuran di dalam diri, baik dalam berkata maupun bersikap. Terutama sikap itu mulai ditumbuh-kembangkan terhadap orang-orang beriman. Sebelum ada kejujuran di dalam hati, selama itu pula para hamba senantiasa akan mendapat hambatan-hambatan dalam mengajak diri untuk ikhlas berserah diri kepada Allah.

24

Kata Adukan-Putaran Rekayasa-Logika-Nafsu Dusta Terpola


Bagian

KEJUJURAN DIRI & HATI PERSYARATAN AWAL KEDEKATAN DENGAN ALLAH Kejujuran di dalam diri menyikapinya tidaklah semudah mengungkapkan secara lisan ataupun tulisan. Seringkali terjadi tatkala hati mendesak agar berperilaku atau bersikap jujurdiri yang mewujud adalah dusta atau kebohongan. Bagaimana tidak akan dikatakan dusta atau bohong, bila yang dilisankan atau dituliskan berasal dari anggapan dan kesimpulan diri, bukan dari kebenaran yang Allah bimbingkan ke dalam hatinya (QS.64:11). Kenyataan sikap bentukan dari anggapan & kesimpulan diri inilah yang banyak tidak disadari manusia bahwa itu kebohongan atau dusta sebagai hijab/penghalang menuju tegaknya keimanan dan ketaatan murni kepada Allah. Banyak manusia khususnya para hambaNya tidak mengerti bahwa sebenarnya dusta atau kebohongan merupakan ketenagaan yang sangat mudah menjarakkan atau menjauhkan manusia dari keimanan-ketaatan murni dan kedekatan kepada Allah. Itulah sebabnya bagi seorang Rasul/Nabi sejak usia dini kejujuran telah dipersiapkan atau ditanamkan ke dalam dirinya. Sehingga dalam melaksanaKejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah

25


kan amanat ke-Rasulan dan ke-Nabian “murni” apa adanya sebagaimana yang datang dari Allah, tanpa sedikit pun dikomentari apalagi dianggap atau disimpulkan menurut pandangan diri. ‫ج‬

... ‫ﻰ‬ ْ‫ﺴ‬ ِ ‫ئ َﻧ ْﻔ‬ ِ ‫ﻦ ِﺗ ْﻠﻘَﺂ‬ ْ ‫ن ُا‘َﺑ ّﺪﻟَﻪ ِﻣ‬ ْ ‫ﻰ َا‬ ْ ‫ن∼ ِﻟ‬ ُ ‫ ﻣَﺎ َﻳ ُﻜ ْﻮ‬... َ “...Tidaklah patut bagiku menggantikannya atas

kemauanku sendiri...” (QS.10:15)

Selama diri masih suka terlibat dalam berkesimpulan atau beranggapan terhadap sesuatu khususnya terhadap kandungan wahyu Al-Quran, selama itu pula sulit baginya untuk mendapatkan kejelasan tepat-pasti. Apalagi terhadap kandungan wahyu Al-Qur’an tidak sedikit pun diperkenankan memahaminya melalui anggapan kesimpulan diri maupun dilogikakan.

‫ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر‬ َ ‫ن ِﺑ َﺮ ْأ ِﻳ ِﻪ َا ْو ِﺑﻤَﺎ َﻻ َﻳ ْﻌ َﻠ ُﻢ َﻓ ْﻠ َﻴ َﺘ َﺒ ﱠﻮ ْأ َﻣ ْﻘ َﻌ َﺪ ُﻩ ِﻣ‬ ِ ‫ﻦ ﻗَﺎ َل ﻓِﻰ ا ْﻟ ُﻘﺮْﺁ‬ ْ ‫َﻣ‬ Siapa yang mengartikan ayat Al-Qur’an hanya dengan pendapatnya atau dengan dasar yang ia tidak mengetahuinya, maka hendaknya menempatkan dirinya dalam neraka. (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibn Jarir)

‫ﻄ َﺄ‬ َ‫ﺧ‬ ْ ‫ن ِﺑ َﺮ ْأ ِﻳ ِﻪ َﻓ َﻘ ْﺪ َا‬ ِ ‫ﻦ ﻗَﺎ َل ﻓِﻰ ا ْﻟ ُﻘﺮْﺁ‬ ْ ‫َﻣ‬ Siapa yang mengartikan arti ayat Al-Qur’an semata-mata dengan pendapatnya, maka ia telah keliru (bersalah). (HR. Ibn Jarir)

‫ﻄ َﺄ‬ َ‫ﺧ‬ ْ ‫ب َﻓ َﻘ ْﺪ َا‬ َ ‫ﷲ ِﺑ َﺮ ْأ ِﻳ ِﻪ َﻓ َﺄﺻَﺎ‬ ِ ‫با‬ ِ ‫ﻦ ﻗَﺎ َل ﻓِﻰ ِآﺘَﺎ‬ ْ ‫َﻣ‬ Siapa yang berpendapat mengenai ayat kitab Allah hanya sematamata berdasarkan ‘aqal-fikir, lalu bertepatan maka itu pun salah. (Hadits Gharib Riwayat At-Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’i) (Dari “Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier”, Jilid I, H. Salim & H. Said Bhahreisy, hal xxi, Bina Ilmu, Surabaya)

26

Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah


Dalam hal ini yang berhak memberikan bimbingan pemahaman kandungan wahyu Al-Qur’an hanyalah Allah (QS.75:19)., dengan cara melontarkan getaran kandungan wahyu Al-Qur’an ke dalam hati seorang hamba (QS.64:11) yang getaran itu dilangsungkan atau dibawakan oleh Malaikat.

‫ﻋ َﻠ ْﻴﻨَﺎ ‘َﺑﻴَﺎﻧَﻪ‬ َ ‫ن‬ ‫ُﺛﻢﱠ ِا ﱠ‬ Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (QS.75:19)

‫ﻋ ِﻠ ْﻴ ٌﻢ‬ َ ‫ﻲ ٍء‬ ْ ‫ﺷ‬ َ ّ‫ﷲ ِﺑ ُﻜﻞ‬ ُ ‫ﷲ َﻳ ْﻬ‘ِﺪ َﻗ ْﻠﺒَﻪ وَا‬ ِ ‫ﻦ ﺑِﺎ‬ ْ ‫ﻦ ﱡﻳ ْﺆ 'ِﻣ‬ ْ ‫ َو َﻣ‬... ... Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia َ

akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.64:11)

Sangat berbahaya keilhaman disalurkan langsung pada diri seorang hamba yang masih diwarnai kedustaan atau kebohongan. Bisa terjadi keilhaman yang telah disalurkan ke dalam hati, saat diangkat kembali secara lisan atau pun dituangkan dalam tulisan merupakan hasil olahan anggapan dan kesimpulan diri. Bila demikian yang terjadi hancurlah segala nilai kebenaran baik yang bersifat keidean ataupun yang bersifat penciptaan-terapan. Salah satu kehancuran terjadi dari isi keilhaman yang ditumpangi oleh anggapan/ pendapat dan kesimpulan diri adalah berubahnya tata susunan dzat ketenagaan dari rajutan kesetimbangan. Itulah salah satu bahaya yang mewujud dari kedustaan atau kebohongan. Selama anggapan atau kesimpulan diri belum bersih dari diri seorang hamba, akan sulit baginya untuk menampilkan kejujuran diri yang berarti akan mempersulit pula jalannya keilhaman ke dalam hati seorang hamba. Dari Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah

27


kejelasan ini dapatlah dipergunakan untuk mengukur diri, kapan keilhaman sulit tertangkap hati, jadikanlah hal itu sebagai pertanda belum tumbuh-berkembangnya kejujuran di dalam hati. Tegasnya kejujuran merupakan landasan dasar atau persyaratan awal terjadinya kedekatan Allah dengan seorang hamba. Ingat yang dimaksud kejujuran bukanlah kejujuran dalam arti “apa adanya� terhadap kaum kafirmunafiq, melainkan terhadap kaum kafir-munafiq di dalam segala hal wajib bersiasah dan bersilat lidah. Sedangkan kejujuran yang dimaksud adalah jujur terhadap diri dalam melangsungkan atau menyikapi kebenaran yang datang dari Allah sebagai wujud dari olah lanjut untuk menegakkan keimanan dan ketaatan murni kepada Allah. Bila terhadap diri kebenaran telah berhasil dilangsungkan dengan kejujuran murni, barulah segala sesuatu di muka bumi akan tunduk dengan segala kejujurannya menyingkapkan kerahasiaannya. Contoh, sesuatu tunduk kepada seorang hamba tampilan Ke-perkasaan-Nya jujur menyingkap kerahasiaannya. Saat itu Ifrit bagian dari sesuatu yang dikenal memiliki sifat dusta dan penuh kebohongan, pasrah menyerah dengan jujur menyingkap kerahasiaannya. Padahal bagi ifrit tidak mudah mengungkapkan kerahasiaan dirinya selaku makhluq bathil. Tetapi dengan Keperkasaan-Nya yang tampil atas diri seorang hamba yang telah menegakkan kejujuran di dalam hatinya, tidak ada lagi hijab untuk menyingkapkan kerahasiaan sesuatu. Kebanyakan hidup diliputi oleh kedustaan atau kebohongan dan telah mengadat atau terpola pada orang-orang yang terdidik keilmuan Yahudi. Tidak mudah untuk merubah 'adat atau dusta-terpola atau kehobongan, yang telah berlangsung 28

Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah


cukup lama. Kedustaan atau kebohongan yang telah mengadat atau terpola di dalam diri melalui keilmuan Yahudi menjadikan sulit bersikap jujur atau sulit melepaskan ‘adat pola anggapan dan kesimpulan diri. Memang tidak mudah memutar-balikkan perilaku manusia yang telah mengadat atau terpola. Para Rasul/Nabi, mengikis ‘adat atau pola perilaku manusia membutuhkan waktu dan keshabaran yang tidak berbatas ukuran. Sesungguhnya keberadaan para Rasul/Nabi di tengah-tengah kehidupan manusia salah satunya dalam rangka menghapuskan ‘adat atau pola yang bukan Qur’ani. Contoh keberadaan dan terutusnya Rasulullah Muhammad saw hanya untuk menyempurnakan atau perbaikan ‘adat atau pola akhlaq tercela. Saat itu yang mereka kembangkan dan pertahankan dalam segala hal kehidupan turun-temurun adalah ‘adat atau pola ikut-ikutan. Tegasnya keluar dari ‘adat atau pola leluhur yang telah ada, merupakan hal yang tidak mudah dilakukan kaum kafir-munafiq. Mereka berkehidupan sangat ditentukan oleh ‘adat atau pola yang ada, sehingga menjadikan cara berfikir mereka sulit untuk maju ke depan. Yang ada hanya berlingkar-lingkar dalam ‘adat atau pola itu-itu saja. Tidak ada kesegaran atau hal baru yang dapat ditemukan di dalam berkehidupan. Oleh karena itu tegas dinyatakan: “'adat atau pola yang tidak Qur’ani merupakan penghalang bagi kemajuan berfikir manusia”. Selama ‘adat atau pola menjadi acuan berfikir manusia, selama itu pula sulit pembaharuan ditegakkan. Begitu pula dalam berkeilmuan, selama ‘adat atau pola menjadi acuan berpijak, selama itu keilmuan tidak akan dapat membawa alam berfikir manusia ke alam pembaharuan. Siapa Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah

29


saja manusia dalam berkehidupan khususnya dalam berkeilmuan sangat ditentukan oleh ‘adat atau pola, dipastikan dalam dirinya masih ada kekafiran dan kejahilan:

‫ﻦ‬ ْ ‫ﺸ ٍﺮ ّﻣ‬ َ ‫ﷲ ﻋَﻠﻰ َﺑ‬ ُ ‫ﻖ∼ َﻗ ْﺪرِﻩ ِا ْذ ﻗَﺎُﻟﻮْا ﻣَﺂ َا ْﻧ َﺰ 'َل ا‬ ‫ﺣ ﱠ‬ َ ‫ﷲ‬ َ ‫َوﻣَﺎ َﻗ َﺪرُوا ا‬ ' َ ‫ﻲ ٍء‬ ْ ‫ﺷ‬ َ ' ' ‘ ' َ ‫س‬ ِ ' ‫ي ﺟَﺂ َء ﺑِﻪ ُﻣجﻮْﺳﻰ ُﻧ ْﻮرًا ﱠو ُهﺪًى ﻟّﻠﻨَﱠﺎ‬ ْ ‫ﺐ اﱠﻟ ِﺬ‬ َ ‫ﻦ َا ْﻧ َﺰ َل ا ْﻟﻜِﺘ‬ ْ ‫ُﻗ ْﻞ َﻣ‬ ‫ﺠ َﻌُﻠ ْﻮﻧَﻪ‬ ْ ‫َﺗ‬ َ ‫ﻻ‬ ‫ﻋّﻠ ْﻤ ُﺘ ْﻢ ﻣﱠﺎ َﻟ ْﻢ ﺗَ ْﻌﻠَ ُﻤﻮْﺁ َا ْﻧ ُﺘ ْﻢ وَﻵ‬ ُ ‫ن آَﺜِ ْﻴﺮًا َو‬ َ ‫ﺨ ُﻔ ْﻮ‬ ْ ‫ﺲ ُﺗ ْﺒ ُﺪ ْو َﻧﻬَﺎ َو ُﺗ‬ َ ‫ﻃ ْﻴ‬ ِ ‫َﻗﺮَا‬ ‫اﺑَﺂ ُؤ ُآ ْﻢ‬ ‫ن‬ َ ‫ﺿ ِﻬ ْﻢ َﻳ ْﻠ َﻌ ُﺒ ْﻮ‬ ِ ‫ﺧ ْﻮ‬ َ ‫ﻲ‬ ْ ‫ﷲ ُﺛﻢﱠ َذ ْر ُه ْﻢ ِﻓ‬ ُ ‫ُﻗ ِﻞ ا‬ Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan semestinya di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia”. Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapakbapak kamu tidak mengetahui(nya)”. Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qur'an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. (QS.6:91)

Hanya orang-orang kafir dan jahiliyah yang hidup dalam lingkaran ‘adat atau pola:

‫ﻦ‬ َ ‫ِا ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ َا ْﻟ َﻔ'ﻮْا اﺑَﺂ َء ُه ْﻢ ﺿَﺂّﻟ ْﻴ‬ Karena sesungguhnya mereka mendapati َbapak-bapak mereka ‫ﻻ‬

dalam keadaan sesat. (QS.37:69)

Sedangkan wahyu Al-Qur’an menuntun dan membawa manusia pada cara berfikir lompat ke depan menyingkap 30

Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah


kesegaran keilmuan baru dengan tepat-pasti. Secara isyarat dinyatakan dalam wahyu Al-Qur’an: “hari ini harus lebih baik dari hari sebelumnya”. ‫ﻦ ا' ُﻻوْﻟﻰ‬ َ ْ ‫ﻚ ِﻣ‬ َ ‫ﺧ َﺮ ُة ﺧَ ْﻴ ٌﺮ ﱠﻟ‬ ِ ‫َوْ'ﻟَﻼ‬ dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan.(QS.93:4)

Artinya pembaharuan demi pembaharuan selalu akan didapati oleh seorang hamba yang hatinya terbimbing Al-Qur’an. Ciri hati terbimbing Al-Qur’an ketika melaksanakan keimanan dan ketaatan tidak pernah menilai untung rugi diri apalagi berkeluh-kesah. Manis-pahit sakit-sehat-derita saat melangsungkan keimanan dan ketaatan, semuanya “sama dirasa” sebagai karunia kasih-sayang Allah. Sikap demikian itu, pantas seseorang dinyatakan berkeimanan dan berketaatan murni kepada Allah. Pertanyaan: “Dapatkah perilaku yang penuh dengan keluh-kesah dinyatakan sebagai bentukan sikap dari keimanan dan ketaatan murni?” Bila kenyataan sikap keluh-kesah yang ditumpangi oleh perilaku dusta dan kebohongan masih juga berlangsung di dalam diri, maka wajarlah bila muncul pertanyaan: “Kemanakah selama jatuhnya air cucuran rahmat AlQur’an yang Allah siramkan ke diri para hamba-Nya?” Padahal sejak keberadaan para hamba-Nya dari bergelimang lumpur noda dosa, hingga Allah usik untuk bertobat lalu dibersihkan dengan air cucuran rahmat Al-Qur’an bahkan hingga saat ini air cucuran rahmat tersebut tidak pernah ada setitik pun perubahan. Dimaksudkan-Nya dengan kucuran rahmat Al-Qur’an, para hamba-Nya tampak “pantas berpakaian Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah

31


kemuliaan atau keutamaan sebagai karunia tertinggi dari Allah�.

Hanya pakaian keutamaan atau kemuliaan itu sajalah yang akan menghantarkan seorang hamba selaku pengarah penentu jalannya kehidupan bersemesta, sekaligus terpasang selendang ilmu sebagai penyingkap rahasia segala sesuatu dengan tepat-pasti. Selama kepastian dari sesuatu sulit tersingkap, selama itu pula akan bermunculan permasalahan di dalam berkehidupan. Permasalahan-permasalahan itu bermunculan dari “sesuatu yang seharusnya diketahui tepat-pasti, ternyata diketahui dengan perkiraan, anggapan diri yang disimpulkan�. Sehingga dalam mendaya-manfaatkan sesuatu tidak terlaksana dengan tepat-pasti. Itulah yang menimbulkan permasalahan berantai di dalam berkehidupan. Sudah demikian parahnya permasalahan melilit leher kehidupan manusia, masih belum juga muncul kesadaran manusia untuk dekat kepada Allah Penyingkap rahasia segala sesuatu. Kesombongan manusia yang bertumpu pada perilaku sikap suka beranggapan atau merasa diri mampu menguasai sesuatu, menjadikan seluruh sesuatu menutupi keadaannya atau menghijabkan keberadaannya dari pencarian tepat-pasti yang dilakukan manusia. Padahal telah Allah tetapkan “seluruh sesuatu� di muka bumi ini diserahkan atau diperuntukkan kepada manusia, agar dapat didaya-manfaatkan sebagai penunjang kehidupan menuju jenjang kesempurnaan hidup berkemakmuran yang bersahaja, dengan kata lain kesederhanaan tampil selaku penentu dan pengarah jalan kehidupan bersemesta. Ke arah demikian 32

Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah


inilah sebenarnya Allah mempersiapkan para hamba-Nya. Namun toh kebebasan itu berada di tangan manusia. Tidak ada satu pun makhluq, bahkan Allah tidak akan pernah ikut campur mempengaruhi (dalam arti menekan-memaksa) perasaan-hati manusia khususnya para hamba-Nya dalam mengambil keputusan, kecuali iblis memang telah bertabiat suka memaksakan sesuatu terhadap dirinya sendiri maupun terhadap di luar dirinya. Bahkan tingkat penekanan dan pemaksaan yang dilakukan iblis seringkali melebihi batas kemampuan yang ada pada diri. Anehnya banyak manusia lebih suka terhadap pemaksaan yang dilakukan sampai di luar batas kemampuan yang telah Allah tentukan. Tanpa sedikit pun disadari bahwa sesuatu yang dilakukan di luar batas kemampuan yang telah ditentukan akan sangat mudah menjerumuskan seseorang pada kezhaliman. Dalam hal ini Allah hanya bersikap sebatas memberikan penjelasan dengan sejelas-sejelasnya terhadap keputusan apa pun yang ditentukan manusia. Demikian tinggi Allah menghargai kebebasan manusia dalam menentukan suatu keputusan. Dengan kebebasan yang Allah berikan kepada manusia, agar manusia terjauh dari segala bentuk kemunafiqan. Apapun bentuk penekanan atau pemaksaan, pasti akan menumbuhkan kemunafiqan tingkat tinggi. Untuk para hamba ketahui bahwasanya kemunafiqan itu merupakan racun bagi pertumbuhan iman dan ketaatan murni seorang hamba. Sedikit saja kemunafiqan melekat pada diri seorang hamba akan dapat membunuh pertumbuhan iman dan ketaatan murni terhadap Allah. Ibarat setitik nila, rusak susu sebelanga. Demikian jahatnya kemunafiqan menghancurkan Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah

33


pertumbuhan iman dan ketaatan murni kepada Allah. Kapan iman dan ketaatan seorang hamba belum dapat tumbuh secara murni, jadikanlah hal itu sebagai penyadaran terhadap diri, bahwasanya di dalam diri sedang terjadi olah-lanjut kemunafiqan. Hanya saja boleh jadi agak sulit diketahui umumnya manusia bahwa bentuk kemunafiqan yang bagaimanakah yang sedang berlangsung atau berolah-lanjut di dalam diri? Bagi seseorang yang mengandalkan cara berfikir logika, dipastikan tidak akan mampu memantau apalagi melihat keberadaan kemunafiqan. Tetapi sebaliknya bagi seseorang yang cara berfikir dengan ‘aqal-hati akan sangat mudah memantau atau melihat keberadaan kemunafiqan di dalam diri, karena keberadaan ‘aqal-hati sangat peka terhadap getaran kemunafiqan. Jangankan kemunafiqan yang sedang berlangsung di dalam diri sendiri, selagi getaran kemunafiqan yang ada pada diri orang lain sangat mudah tertangkap oleh ‘aqal-hati yang berpadu dengan perasaan-hati. Bagi orang beriman murni yang perasaan-hati & fikiran-’aqal terpadu tidak mudah dibohongi atau didustai oleh fihak manapun, baik secara lisan maupun gerak hati, karena hal itu sama mudahnya untuk diketahuinya (gambaran diri bergelimang dengan lumpur noda-dosa laksana daun kering yang berguguran jatuh dalam selokan/got dalam waktu yang cukup lama. Barulah kemudian diambil dengan cara dijumput, seakan sangat jijik sang Pengambil daun kering yang telah jatuh dalam selokan/got. Meskipun tampak rasa jijik saat mengambil daun, tetapi rasa kasih-hiba lebih tercurahkan atau menguasai perasaan sang Pengambil daun).

34

Kejujuran Diri & Hati Persyaratan Awal Kedekatan dengan Allah


KETAATAN MURNI Kunci Kedekatan Hamba Dengan Allah untuk Menyingkap Rahasia Segala Sesuatu

Oleh:

Ki Moenadi MS

Daftar buku-buku lain segera kami susulkan dalam weblog http://kajianbudayailmu.blogspot.com atau silakan kontak Admin: galihwpangarsa@gmail.com

Yayasan Badiyo 1421H


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.