Haluan 29 Desember 2013

Page 23

MINGGU, 29 DESEMBER 2013 M / 26 SAFAR 1435 H

KULTUR

23

Film

Te n g g e l a m n y a Kapal Van Der Wijck MESKI lahir dan besar di Makassar, Zainuddin (Junot) tak pernah melupakan akar keluarganya yang berdarah Minang. Begitu memiliki cukup uang, ia pun merantau ke kampung halamannya dengan berlayar. Di sanalah takdir mempertemukan Zainuddin dengan Hajati (Pevita Pearce), gadis yatim piatu berdarah Minang yang diasuh oleh keluarga terpandang di dusun Batipuh. Sayang, bersambutnya cinta mereka tak direstu oleh adat. Hubungan suci keduanya terpisah oleh dinding kokoh negara yang bersuku, berlembaga, berkaum kerabat dan berninik mamak. Zainudin terpaksa menyingkir ke Padang Panjang ketimbang terus disudutkan warga Batipuh. Kepergiannya ditemani janji setia sehidup semati yang diulas Hajati di atas bukit. Namun, saat Hajati melanggar sumpahnya dengan menerima pinangan Aziz (Reza Rahadian) yang kaya raya, ketiganya terjebak dalam sebuah lingkaran yang membawa mereka pada cerita cinta abadi nan tragis tak lekang oleh masa. TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK adalah film ambisius besutan Sunil Soraya yang sebelumnya menahkodai APA ARTINYA CINTA? (2005). Diadaptasi dari sastra klasik berjudul sama karya Hamka yang sudah dicetak puluhan kali sejak 1938. Tentu saja, tidak mudah mengadaptasi sebuah buku ke dalam medium film. Terlebih jika bukunya sendiri memiliki label klasik dan ditulis sastrawan ternama. Namun lewat film kedua dengan budget yang cukup besar, Sunil yang juga mengolah naskahnya bersama Riheam Junianti, Donny Dhirgantoro dan Imam Tantowi berhasil membawa ruh novel dalam penyampaian visualisasinya. Mengaku setia pada novel meski terjadi perubahan tidak terlalu signifikan, TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK sukses menjadi sajian yang begitu menyayat, megah dan cantik. Visualisasinya begitu grande lewat pemilihan tiga warna untuk pemisahan setting (Batipuh, Padang Panjang dan Jawa), sinematografi yang indah berhasil merekam lanskap-lanskap dengan syahdu, belum lagi detail properti dan set yang sukes membawa penonton kembali ke Indonesia pada tahun 1930-an walau berapa kali ditemui bloopers. Tak hanya itu, kekuatan para pemain juga berbicara banyak dalam produksi anyar andalan Soraya Intercine Films untuk menutup tahun 2013 ini. Lihat saja Pevita Pearce yang mampu memberikan akting terbaiknya selain faktor overshot penampilannya yang diakui mampu diterjemahkan Sunil dengan sangat estetik. Ada Junot yang sangat menjiwai perannya sebagai Zainuddin, serta tentu saja kapasitas Reza Rahadian sebagai Aziz sang karakter antagonis yang walau tampil prima karakternya di sini cenderung aman. Jangan lupakan Randy Nidji yang sukses mencuri perhatian lewat aktingnya sebagai Muluk. Kredit juga patut diberikan pada Nidji lewat lagu-lagunya yang mampu bersinergi memberi kehidupan dalam tragisnya cinta antara Hajati, Zainuddin dan Aziz. Menjadikan TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK tontonan yang memukau dan mampu menenggelamkan perasaanmu dalam badai tangis haru dengan takaran yang pas. (***)

ILUSTRASI

ABS-SBK di Tengah

ZAMAN BERGALAU MENGACU pendekatan sejarah (historical approach): Islam menyeruak ke Minangkabau secara kultural dan Sumatera Barat secara provinsial pada abad ke-7 M (Hamka,1971) dan merambah ke seluruh suyuak (sudut) Minangkabau memang pada abad ke 12 M seperti yang tertulis dalam buku-buku sejarah dalam pendekatan literal. OLEH: H MARJOHAN Pemerhati Sosial-Budaya Dinul Islam yang kita pagut erat sekarang telah mendapati sebuah kawasan yang tertata cukup apik berkat ajaran adat yang

berskop orientasi menjamah semua bidang kehidupan manusia. Sebut saja dimensi politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya. Dan, lebih jauh dari itu, menuntut satu komunitas terikat dan tunduk

pada doktrin adat tersebut. Sebab, landasan pembentukan adat adalah budi yang diikuti dengan akal, ilmu, alur dan patut. Akan lebih afdal disimak satu adagium: Nan kuriak iyolah kundi; nan merah iyolah sago. Nan baiak iyolah budi; nan indah iyolah baso (etika pergaulan secara kultural). Satu lagi, tagak rumah karano sandi; sandi hancua; rumah binaso. Tagak n(e)agari(a) karano budi; budi hancua nagari binaso (Menegakkan tiang pancang budi/akhlak di suatu komunitas kecil atau besar).

Terjebak Pangkat dan Kekuasaan Namun yang membuat kita tapurangah (terheranheran) yang menjadi standar dalam mengayuhkan kehidupan di zaman yang semakin merambat maju sekarang bukan lagi budi. Jalan lah dialiah dek urang lalu; cupak lah dituka dek urang panggaleh (terjadi perubahan mendasar karena dinamika zaman). Dalam bahasa lebih Islami budi tersebut disebut akhlaqu al-karimah. Sekarang nyaris lah basuluah mato-ari; baga-

langgang mato rang banyak (jelas dan terang benderang) segelintir masyarakat kita terjebak memosisikan harta, pangkat dan kekuasaan sebagai tinggi rendahnya sebuah martabat seorang anak manusia. Sebuah indikasi berpikir yang rumit untuk ditampik. Andai ada satu jamuan, maka orang yang tergolong the have alias orang kaya terkesan lebih dihormati secara adat dan budaya. Sebut saja dalam iven kutural batagak pangulu, helat perkawinan, sunat rasul, membawa anak turun mandi dan lainnya. (*)

Ahmad Khatib al-Minangkabawy: Guru Kaum Reformis OLEH: H MARJOHAN Pemerhati Sosial-Budaya HARIAN Haluan, edisi, 3 November, 2013 menurunkan tulisan bertajuk: Ahmad Khatib al-Minangkabawy dari Minangkabau ke Masjidil-Haram. Dikatakan: dalam skala dunia Islam Ahmad Khatib disebut mempunyai pengaruh luas, ditandai dengan posisinya yang prestisius dan penting sebagai syekh (guru besar) sekaligus khatib dan imam besar di Masjidil Haram. Memang pantas diposisikan sebagai Imam Besar dan khatib di masjid yang dikunjungi jutaan calon jamaah haji yang berhamburan dari pelbagai penjuru bumi (min-kulli fajjin ‘amiq)

itu, Sebab, anak sa(k)sian/tilmidz/murid yang menyauk kedalaman ilmu ke-Islaman (liyatafaqqahu fi ad_Din) yang tersondak di dada dan kepala beliau terutama dari Minangkabau secara kultural dan Sumatera Barat secara provinsial cukup banyak. Sebut saja seabrek nama-nama besar yang dalam istilah kaum pergerakan disebut mujaddid wa al-mujtahid di Indonesia/ Minangkabau. Sekadar menyebut beberapa nama: Dr H Abdul Karim Amrullah (Dr Haka alias Inyiak De-er/Inyiak Rasul/ ayah Hamka); Syekh Moehammad Djamil Djambek, Dr Abdoellah Ahmad; Syekh Ibrahim Moesa Parabek; H Agoessalim; KH Ahmad

Dahlan (pendiri Muhammadiyah/1912); KH Asyim Ays’ari (pendiri Nahdatoel ‘Oelama/NU/ 1927) dan sederet tokoh Islam lain (rijalu adDa’wah). Selain menunaikan rukun Islam ke-lima, beliau-beliau ini mukim (menetap) di Makkah sembari menimba ilmu agama di sesudut Masjidil Haram. Kebesaran nama para refosmis dan modernis Islam bersayap nasionalisme itu tadi, bagaimanapun tak dapat direnggangkan dari kiprah seorang tokoh— yang justru banyak menyuguhkan gagasangagasan jitu lagi bernas (excellent) dari tanah suci Makkah al-Mukarramah. Sebagaimana disinggung

ILUSTRASI di muka beliau adalah alMukarram Dr Ahmad Khatib al-Minangkabawy ulama kharismatik plus subsansialistik (hakimun wa al-faqihun) berdarah Koto Gadang Luhak Agam yang menjadi guru hampir semua pemba(ha)ru/reformis Islam di Tanah Air pada abad ke-20 silam! Ahmad Khatib bersama adik >> Editor : Ade Budi

sepupunya Thaher Djalaloeddin inilah yang dikirim petinggi Minangkabau guna menyauk alIslam secara intens lagi menukik ke tempat turunnya wahyu, pada 1871 M lampau sekitar 32 tahun setelah kekalahan Paderi (1821-1837), karena politik devide et empera yang dimainkan Belanda! >> Penata Halaman : Habli


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.