Haluan 15 Januari 2014

Page 5

RABU, 15 JANUARI 2014 13 RABI’UL AWAL 1435 H

Antrean Bansos dan Mental Urang Minang da suasana yang tak lazim terjadi di Kantor Gubernur Sumatera Barat sepanjang satu pekan lalu. Suasana tersebut patut menjadi bahan renungan dan pikiran bagi para pejabat, politisi dan tokoh masyarakat di daerah ini. Ribuan orang antrean memasukkan proposal permohonan bantuan sosial (bansos) dan hibah di kantor tersebut. Ada yang mengatasnamakan pribadi, kelompok, organisasi, lembaga, tempat ibadah dan lain sebagainya. Dulu, sebagian besar masyarakat Minang, gelenggeleng kepala begitu menonton tayangan di televisi tentang orang yang berdesak-desakan menerima beras dan uang zakat dari orang kaya di daerah Jawa. Saat berebutan beras dan uang zakat, kadang ada yang pingsan, bahkan juga ada yang tewas. Kondisi itu dulunya dianggap oleh masyarakat Minang tak lazim dan disimpulkan kemiskinan di Jawa sudah sangat parah. Tidak hanya miskin dari sisi ekonomi, tapi juga miskin dari sisi mental. Bumi terus berputar, waktu terus berjalan dan hari terus berganti. Begitu pula kiranya dengan masyarakat Minang. Etnis yang dikenal pandai berdagang dan suka merantau ini kiranya tak luput pula dari perubahan dan pergeseran sikap mental. Masyarakat Minang yang dulunya sangat malu dan pantang dengan tangan di bawah (meminta), ternyata sekarang kondisinya sudah terbalik. Masyarakat Minang yang miskin, kini tak malu lagi mengaku miskin. Untuk hal ini, barangkali pergeserannya tidaklah patut dipersoalkan. Pergeseran sikap mental orang Minang yang cukup parah dan menjadi persoalan besar adalah, orang yang tidak miskin mengaku sebagai orang miskin. Dan ada lagi pergeseran sikap mental yang sudah sangat parah, adalah orang kaya yang mengaku miskin. Orang-orang tersebut bukan miskin harta, tapi miskin mental dan jiwa. Berbagai cara mereka lakukan untuk mendapatkan dana bansos dan hibah. Mereka tak malu membuat surat keterangan miskin dan memalsukan data profesi, penghasilan, status rumah dan lain sebagainya. Mereka punya mobil, rumah mewah, usaha, tanah di mana-mana, tapi mereka tak punya rasa malu, menadahkan tangan ke pemerintah meminta dana bansos dan hibah. Apakah mereka tak takut, jika Allah SWT benar-benar mencabut rahmat dan nikmat dari mereka sehingga mereka benarbenar menjadi orang miskin? Apakah benar sebagian orang pribadi atau pun kelompok yang mengajukan dana bansos dan hibah ke Pemprov Sumbar adalah orang-orang yang mampu, bahkan ada yang lebih dari pada mampu? Hal itu bisa dibuktikan dengan membedah satu-per satu, baik orang yang telah menerima bansos dan hibah selama ini, ataupun orang-orang yang mengajukan proposal permohonan dan satu pekan belakangan. Pergeseran sikap mental masyarakat Minang ini, kiranya patut menjadi renungan dan bahan pemikiran bagi para pejabat, politisi dan tokoh Minang. Apakah memang kondisi ekonomi yang sangat berat yang mengubah sikap mental tersebut? Atau juga karena ketidakarifan programprogram pemerintah yang mungkin jadi mendidik masyarakat menjadi pemalas, suka memelas dan doyan mengharapkan sumbangsih pemerintah terhadapnya. Sejumlah program pemerintah, seperti bantuan langsung tunai (BLT) yang kemudian berubah jadi bantuan langsung sementara (BLSM) dan bantuan lainnya yang bersifat tunai dan instan tidaklah memberikan edukasi yang baik dan tepat kepada masyarakat. Berbagai program bantuan tunai yang diberikan pemerintah hanya akan melahirkan masyarakat yang cenderung pemalas, tak mau berusaha dan cenderung memiliki kebiasaan mengharapkan balas kasihan dari pihak lain. Masyarakat demikian bukanlah masyarakat yang tangguh, tapi masyarakat yang selalu akan menjadi beban bagi negara. Dalam memberdayakan m a s y a r a k a t , pe m e r i n t a h s e m e s t i n y a tetap memperhatikan peribahasa, ‘lebih baik memberikan pancing, ketimbang memberikan ikan’. **

Darurat Lagu Anak Nasional OLEH : PANGKI T HIDAYAT

A

Pemprov Hentikan Sementara Penerimaan Proposal Bansos z Dampak bantuan tak mendidik dari pemerintah Penetapan APBD 2014 Bakal Molor Baru’ z Sekda pun ‘ambruk’ dibuatnya

PEMBERITAHUAN SETIAP artikel/opini yang dikirim ke Redaksi Haluan, panjang tulisan minimal 1.000 words (kata) dan maksimal 1.350 words (kata). Hendaknya artikel tak dikirim secara bersamaan ke media lain yang terbit di Kota Padang. Setelah 15 hari jika artikel tak dimuat, maka tulisan tersebut kami nilai tak layak muat. Terima kasih.

Aktif berkecimpung dalam Communication Forum For Education (CFFE) Yogyakarta

usan.. Susan.. Susan.. besuk gede, mau jadi apa?”. Bagi anak-anak yang lahir antara tahun 1990 hingga 2000, barangkali masih ingat dengan lagu yang dibawakan oleh Ria Enes dan boneka Susannya itu. Pada masa itu, anak-anak sangat dimanjakan dengan banyaknya lagu yang bernuansa ceria khas anak-anak. Jauh sebelum masa itu yakni pada awal 1970-an, peran lagu anak-anak lebih vital lagi karena banyak digunakan sebagai media pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Sejumlah lagu karya Masagus Abdullah Mahmud atau yang lebih populer dengan panggilan A.T Mahmud seperti Pelangi-pelangi, Bintang Kejora, Cemara, Pemandangan atau Ambilkan Bulan Bu, menjadi lagu yang sangat fenomenal. Namun kini, masa-masa itu telah berlalu. Anak-anak sekarang tak lagi memiliki lagu yang sesuai untuk

S

dinyanyikan. Alhasil, lagu-lagu orang dewasa yang notabene jauh berbeda dari karakter lagu anak-anak akhirnya turut menjadi bahan konsumsi anak-anak. Fenomena seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan terjadi terus menerus, karena secara tidak langsung akan mengganggu perkembangan si anak. Pada umumnya, lagu dewasa kebanyakan mempunyai tema seputar percintaan, perselingkuhan atau drama picisan. Bahkan, tidak jarang di dalamnya terselip lirik berbau mesum dan kurang santun. Perhatikan saja judul lagu Kekasih Gelapku yang pernah dipopulerkan oleh band Ungu maupun Teman Tapi Mesra, Buaya Darat milik Duo Ratu. Secara frasa, judul lagu-lagu tersebut sudah merefleksikan gaya kehidupan modern yang tidak dibenarkan secara etika maupun agama. Orang tua pasti akan khawatir jika gaya hidup yang tertuang dalam lagulagu tersebut, dikemudian

Terbit Sejak 1948 Pendiri H. Kasoema

Penerbit: PT Haluan Sumbar Mandiri (Haluan Media Group). SIUPP No 014.SK.Menpen.SIUPP A.7 1985 tanggal 19 November 1985.

hari akan menginspirasi kisah hidup anak-anaknya. Peluang terjadinya penyimpangan seperti itu sangatlah besar, karena semua orang tidak terlepas dari proses meniru sebagai proses belajar. Alva Handayani, seorang psikolog anak dan remaja mengungkapkan bahwa anak-anak terutama usia prasekolah, meniru dan mengeksplorasi lingkungan menjadi orientasi utama proses belajarnya. Anakanak itu cenderung meniru apa yang dilihat, diraba, atau didengarnya. Oleh karena itu, tidak heran jika pada masa sekarang banyak anak-anak yang dikatakan telah menjadi dewasa sebelum waktunya. Pada hakekatnya, lagu dan musik sebenarnya memiliki manfaat yang sangat besar bagi perkembangan intelegensia anak-anak. Dalam bukunya yang berjudul “Revolusi Cara Belajar II”, Jeannete Vos secara gamblang mengungkapkan bahwa irama lagu dan musik dapat mengurangi stres, meredakan ketegangan, meningkatkan energi, dan memperbesar daya ingat. Dengan kata lain, musik yang sesuai dengan usia anak akan dapat membuat anak menjadi lebih cerdas.

Hal ini dikarenakan, rangsangan ritme dan alunan sebuah lagu atau musik yang memiliki keharmonian nada akan menunjang kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosi (SQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) pendengarnya. Lagu anak yang terintegrasikan dalam pembelajaran akan membuat proses pembelajaran lebih menarik dan tidak membosankan. Melalui nada dan lirik yang sesuai dengan usianya, imajinasi anak-anak akan dibawa untuk mengeksplorasi lingkungan terdekatnya. Alhasil, anak-anak akan menyenangi materi yang diajarkan sehingga pada akhirnya anak akan mampu menguasai dan memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Menurut penulis, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan lagu anakanak saat ini menghilang dari peredaran. Pertama, media massa baik cetak maupun elektronik, jarang sekali mengekspos lagu anak-anak. Media-media tersebut lebih menyukai menampilkan lagu-lagu orang dewasa sehingga menunjang rating media tersebut. Kedua, lingkungan keluarga yang kurang mendukung. Misalkan ketika

ayahnya menyukai lagu-lagu campursari, si anak akan cenderung ikut mendengarkan lagu tersebut. Akibatnya, akses anak untuk dekat dengan lagu yang sesuai dengan usianya semakin jauh. Ketiga, saat ini anakanak kehilangan idola anak. Pada hakekatnya, bintang/ idola seorang anak itu ada. Hanya saja, karena berbagai motif dan kepentingan, akhirnya bintang tersebut juga turut menyanyikan lagu dewasa. Alhasil, anakanak yang mengidolakannya pun turut menyanyikan lagu dewasa. Jika tidak segera dilakukan sebuah gebrakan besar, maka ancaman darurat lagu anakanak ini akan terus berlanjut untuk waktu yang sangat lama. Sudah sepatutnya kita turut membantu dan mendukung melestarikan lagu anak-anak yang pernah ada. Tujuannya tentu tidak semata-mata karena hanya ingin melestarikan lagu anak-anak saja, akan tetapi karena lagu anak-anak memang memiliki dampak yang bagus bagi perkembangan intelegensia anak. Asupan lagu yang tepat akan mampu menumbuhkan rasa saling berbagi, cinta lingkungan, dan cinta Indonesia sebagai tanah air serta tumpah darah mereka. ***

pendidikan saat ini. Sementara itu, masyarakat masih banyak yang berkulindan dengan berbagai permasalahan pungutan ini, pungutan itu, untuk biaya pendidikan anak mereka. Tidak bisakah dicarikan formula yang tepat untuk menghilangkan keluh kesah dan beban masyarakat untuk pendidikan?Jika ada niat, hal itu pasti bisa dilakukan. Petang harinya, telepon genggam penulis berdering. Suara seorang teman lama mengejutkan penulis, “Lai main-main angku ka kantua gubernur? Lai angku caliak banyak urang mambao proposal mamintak bantuan? Lai tau angku a tujuannyo tu? Itu untuak tahun 2015. Pencitraan.Pencitraan. Bisa juo untuk pemilihan Walikota Padang. Angku liek lah tu!” katanya mengakhiri.” Penulis belum sempat menjawab, teleponnya sudah dimatikan. Jika memang

Oleh : RUDI ANTONO

Label Kemiskinan Pendidikan enin (13/1) pagi, dua orang ibu di kendaraan angkutan umum (angkot) berciloteh dengan wajah sumringah. Mereka membicarakan temannya yang terlambat mengurus surat keterangan miskin ke kantor kelurahan. Salah satunya menilai teman yang sedang mengurus surat miskin sebagai orang bodoh karena baru mengurus surat keterangan miskin tersebut pada hari itu. “Lah jaleh wak ka pai kini. Kini lo baru diuruihnyo. Seharusnyo dari minggu patang lah nyo uruih,” ujar salah seorang ibu tersebut. Hari itu, seharusnya mereka sudah membawa surat keterangan miskin ke kantor gubernur. Tak lama kemudian salah seorang dari mereka mereka bertanya pada sopir angkot, apakah sang sopir bersedia mengantar mereka ke kantor gubernur dengan

S

tambahan ongkos Rp5.000,. Sopir angkot bertanya, “Manga ibuk ka kantua gubernur?” “Awak dapek bantuan beasiswa untuk anak awak,” jawab ibu tersebut. Akan tetapi, sopir angkot ternyata menolak tawaran yang disampaikan kepadanya. Sopir tersebut baru mau mengantar jika dibayar Rp10.000,-. Akhirnya, ibu-ibu tersebut turun di depan kantor Pos dan naik bus kota ke kantor gubernur. Saat itu, penulis berpikir bahwa jumlah warga miskin Kota Padang sudah bertambah karena hampir tiap hari selalu ada yang mengurus surat keterangan miskin. Sepertinya kota ini makin bangga berlabelkan diri sebagai orang miskin. Namun itu memang bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Sistem lah yang membuat mereka harus berbuat seperti itu.

Pendidikan yang semestinya ditanggung pemerintah harus menjadi beban bagi orang-orang kecil. Walaupun pemerintah mengatakan pendidikan gratis untuk wajib belajar, kenyataannya beban pendidikan tetap menjadi tangungan orangorang kecil hingga membuat mereka berela hati pergi ke kantor kelurahan mematenkan diri berlabelkan orang miskin. Ironi memang. Di saat yang bersamaan, anggaran untuk pendidikan yang disediakan oleh pemprov tidak memenuhi amanat undang-undang. Anggaran pendidikan hanya dialokasikan sekitar 4 % lebih. Sementara, undangundang mengamanahkan anggaran pendidikan sebesar 20 % dari total APBD. Padahal, pada di masa Gubernur Gamawan Fauzi, anggaran pendidikan mencapai 18,3 %. Artinya, ada kemunduran dalam penetapan anggaran untuk

demikian adanya, label-label “kemiskinan” menjadi sasaran pencitraan yang akan terus tumbuh subur di masa-masa mendatang. Kantor-kantor kelurahan akan tetap sesak oleh mereka yang meminta surat keterangan miskin. Pada akhirnya, masyarakat tidak saja dibuat miskin harta, tetapi juga miskin jiwa. ***

Informasi Bantuan di Kantor Gubernur Simpang Siur

Assalamualaikum Pak Gubernur Sumatera Barat. Bagaimana sebenarnya informasi bantuan pendidikan, masjid dan lainnya yang diurus masyarakat saat ini. Jika tidak jelas kapan dananya akan kami terima, kenapa kami harus beramai-ramai ke kantor Gubernur. Apakah dana ini tidak ada? Waktu kami habis, uang kami pun habis karena harus berurusan ke kantor lurah. Setidaknya lima sampai 10 ribu rupiah uang kami habis untuk membayar administrasi surat keterangan kurang mampu yang kami urus. Belum lagi, ongkos untuk membayar angkot. Kami berharap informasinya tidak simpang siur, sehingga tidak merugikan masyarakat. Karena hampir semua penduduk di Kota Padang mengurus ini. +628239118***

Pemimpin Umum

5

: H. Basrizal Koto

WPU / Penanggungjawab

: Zul Effendi

Pemimpin Redaksi

: Yon Erizon

Wakil Pemimpin Perusahaan

: David Ramadian

Redaktur Pelaksana

: Ismet Fanany MD

Redaktur Pelaksana

: Syamsu Rizal

Koordinator Minggu & Online

: Rakhmatul Akbar

Koordinator Liputan

: Devi Diany

Manajer Cetak

: Mardius Caniago

Kenaikan Harga Dahului Rencana Kenaikan UMR YTH Pemerintah Kota Padang. Awalnya kami sangat gembira sekali ketika mendengar infomasi untuk

tahun 2014 ini UMR akan dinaikkan. Tapi kegembiraan itu berubah seketika karena harga bahan

kebutuhan pokok sudah duluan naik, bahkan melonjak tinggi. Jadi percuma saja pak. +6287519778***

Direktur Haluan Media Group: H Desfandri. Dewan Redaksi : H. Basrizal Koto, H. Desfandri, H. Hasril Chaniago, Zul Effendi, Yon Erizon, Ismet Fanany MD, Syamsu Rizal, Sekretaris Redaksi: Silvia Oktarice, Redaktur: Rudi Antono, Afrianita, Atviarni, Dodi Nurja, Nova Anggraini. Asisten Redaktur: Nasrizal, Ade Budi Kurniati, Heldi Satria. Reporter Padang: Parwis Nst, Ramadhani, Perwakilan Bukittinggi: Yursil Masri (Plt Kepala), Haswandi, Ridwan, Pariaman/Padang Pariaman: Dedi Salim, Trisnaldi, Payakumbuh/Limapuluh Kota: Zulkifli, Syafril Nita, Sri Mulyati, M Siebert, Pasaman:Atos Indria, Ahdi Susanto, Welina, Agam: Rahmat Hidayat, Kasra Scorpi, Padang Panjang: Iwan DN, Rian Syair, Tanah Datar: Yuldaveri, Emrizal, Pasaman Barat: Suryandika, M. Junir, Gusmizar, Pesisir Selatan: Sabrul Bayang, M. Joni, Haridman, Kabupaten Solok/Kota Solok: Riswan Jaya, Alfian, Marnus Chaniago, Solok Selatan: Icol Dianto, Sawahlunto: Fadilla Jusman, Sijunjung: Azneldi, Dharmasraya: Maryadi, Ferry Maulana, Biro Jakarta: Syafril Amir, Jamalis Jamin, Surya, Biro Riau: Ahmad Zulkani, Biro Kepri: Andi. Tim Kerja Usaha: Efri Hanter (Kabag Sirkulasi), Okta Irwanda (Kabag Keuangan), Andiyanto (Koord Sirkulasi), Yunasbi (Kabag Iklan), Tata Letak/ Desain: David Fernanda, Nurfandri, Rahmi, Syamsul Hidayat, Jefli, Syahrizal, Habli Hikman, HRD : - , Umum : Nurmi, Kasir : Desy, TI : Teguh ,Pra Cetak : Sawal Marjuni HRP, Mai Hendri, Cetak : Mardianto (Koordinator), Afandi, Rudi Kurniawan, Jecky Jekcson. Haluan Media Group: CEO H.Basrizal Koto, Direktur: H Desfandri. Kantor Jakarta: Graha Basko, Jln. Kebun Kacang XXIX No.2A Jakarta Pusat 10240. Telp. (021) 3161472, 3161056 Fax. (021) 3915790, Iklan dan Sirkulasi: (0751) 4488700, Alamat Redaksi/Bisnis: Komplek Bandara Tabing, Jl Hamka Padang. Telp. (0751)4488700, 4488701, 4488702, 4488703, Fax (0751) 4488704 Email: haluanpadang@gmail.com, redaksi_haluan@yahoo.com, website: http/harianhaluan.com, Harga Langganan/iklan: Harga langganan bulanan dalam kota Padang Rp78.000, Harga eceran Rp3.500,- Tarif iklan: Tarif Iklan: Display FC halaman satu: Rp50.000/ mm kolom, Display BW halaman satu: Rp35.000/mm kolom, Display halaman dalam FC: Rp35.000/mm kolom, Display halaman dalam BW: Rp17.500/mm kolom, Iklan SC :Rp25.000/mm kolom, Sosial/Ucapan Selamat FC: Rp15.000/mm kolom, Sosial/Ucapan Selamat BW: Rp10.000/mm kolom, Dukacita: Rp10.000/mm kolom, Iklan kolom (maks 300 mmk) FC: Rp15.000, Iklan Kolom (maks 300 mmk) BW: Rp10.000, Advertorial FC: Rp40.000/mm kolom, Advertorial BW: Rp25.000/mm kolom Bank: BRI Cabang Padang Rek No: 0058-01-001430-30-8, Bank Nagari Cabang Utama Padang Rek No: 1008.0103.00009.1 PT Haluan Sumbar Mandiri Dicetak oleh Unit Percetakan PT Haluan Sumbar Mandiri Padang. Klik http://www.harianhaluan.com >> Editor : Syamsu Rizal

>> Penata Halaman : Syamsul Hidayat


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.