Sengketa Tiada Putus: Matriarkat, Reformisme Islam, dan Koloniasme di Minangkabau

Page 28

xxviii

SENGKETA TIADA PUTUS

the Minangkabau world, yang dinamai luhak nan tigo ( yaitu Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Koto), dengan Negeri Sembilan, adalah juga daerah rantau, daerah luar yang telah dianggap sebagai bagian “alam Minangkabau”. Sampai dengan meletusnya Perang Padri di awal abad 19, Negeri Sembilan masih mendatangkan “Yang Dipertuan” dari Pagarruyung, pusat kerajaan Minangkabau lama, yang terletak di luhak Tanah Datar. Keterbatasan lahan untuk pertanian—maklumlah Sumatra Barat adalah daerah yang berbukit-bukit dan berlembah-lembah – dan tarikan wilayah lain yang lebih menjanjikan tentu saja adalah faktor umum yang menyebabkan terjadinya perpindahan. Karena alasan inilah pula tampaknya orang dari Solok dan Salayo di wilayah darek atau pedalaman melakukan migrasi ke pesisir Barat, ke daerah yang kini disebut Padang. Meskipun telah pindah untuk menetap namun “para perantau” ini tetap mempertahankan ikatan adat dengan tanah asal. Mereka tetap memelihara sistem kekerabatan matrilineal dan sistem kekuasaan sebagaimana yang diwarisi sejak semula. Teta­pi seiring dengan perjalanan sejarah ternyata pula keteguhan hati untuk mempertahankan sistem yang diwarisi dari negeri asal ini menjadikan sistem politik dan sosial tradisional Padang menjadi unik. Sementara yang dibawa dari tanah asal di darek tetap diperta­ hankan para perantau yang telah menetap ini menyerap juga penga­ ruh dari sistem sosial dan kekuasaan yang ditinggalkan Aceh— kerajaan yang sempat ber­kuasa di Padang di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda ( 1607-1636). Pengaruh Aceh yang bersifat aristokratis ini diperkuat pula oleh kehadiran VOC, yang berkoalisi dengan kekuatan lokal untuk menumbangkan kekuasaan Aceh. Prinsip legitimasi genealogis, yang diwarisi dari tanah asal, dan kekuasaan teritorial dan sistem kebangsawanan, yang ditinggalkan Aceh dan dilanjutkan serta diperkuat VOC, pun dipakaikan secara berdampingan. Maka konon, sebagaimana yang dicatat oleh peja­bat Belanda di abad 19, penduduk Padang, yang pindah dari pedalaman itu mempunyai sebuah diktum tentang kehadiran mereka di pantai Barat ini yang berbunyi “ Aso Solok, duo Salayo, tigo Padang ka-

ISI Sengketa new.indd 28

22/09/2010 23:03:30


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.