Sengketa Tiada Putus: Matriarkat, Reformisme Islam, dan Koloniasme di Minangkabau

Page 207

Mendidik Anak-Anak

165

ke-20, Insulinde secara teratur memasukkan daftar dan alamat pelanggan-pelanggannya. Mayoritas adalah orang Minangkabau, Mandailing, dan China, serta beberapa pembaca Jawa dan Belanda di ujung-ujung koloni. Artikel-artikel biasanya ditulis dalam bahasa Melayu—Insulinde memang berupaya mempromosikan bahasa kemadjoean ini. Kadang-kadang, kontribusi tertulis dalam bahasa Belanda dan bahkan Minangkabau berhuruf Latin. Pada 1905, pada halaman terakhir jilid terakhir, Dja Endar Moeda mengumumkan penjualan separuh percetakan Insulinde dan menyatakan bahwa tidak lagi terdapat cukup movable type di percetakan untuk mempertahankan Insulinde bersama dengan sejumlah publikasi yang lebih menguntungkan. Berkala kemadjoean pertama itu berjanji membayar kembali uang pelanggan dan riwayatnya pun berakhirlah.46 Seperti akan kita lihat, sekolah Adabiyah di Padang adalah adaptasi langsung oleh Islam reformis dari pedagogi-peda­gogi kemadjoean. Tapi pada 1920-an filosofi-filosofi yang diper­ kenalkan dalam Insulinde berbuah matang dengan pendirian Indonesisch-Nederlandsche School (INS Kayutanam) pada akhir “Minangkabau 1900-1927”, 49-50; Harry A. Poeze, “Early Indonesian Emancipation: Abdul Rivai, Van Heutsz and the Bintang Hindia”, Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde 145, no. 1 (1989). 46 Pengaruh Insulinde dirasakan di kalangan pendidik-pendidik di Sumatra Barat selama 20 tahun berikutnya. Tapi ketika patriot-patriot Minangkabau mulai menulis ulang sejarah Sumatra Barat pada akhir 1950-an, peran jurnalis-jurnalis Mandailing dan China dihapuskan dan Dja Endar Moeda terlupakan. Selama 1920-an, Padang dianggap kota kosmopolitan, sejarahnya adalah interaksi multietnik; Harahap, Dari Pantai KePantai, 55-64. Baru setelah kegagalan pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1958 Padang dan permukiman-permukiman pesisir dibangun kembali dengan garis-garis atap bersifat Minangkabau dan dengan suatu masa lalu yang diciptakan baru; Colombijn, Patches of Padang; Hans-Dieter Evers, “Images of a Sumatran Town: Padang and the Rise of Urban Symbolism in Indonesia” (Working Paper no. 164, University of Bielefeld, Sociology of Development Research Centre, Bielefeld, 1922).

ISI Sengketa new.indd 165

22/09/2010 23:03:44


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.