Merumuskan arah reformasi kebijakan Hutan

Page 102

Budaya pewarisan lahan keluarga ditambah konversi lahan pertanian menjadi lahan industri dan perumahan telah membuat kehidupan petani semakin terpuruk. Hal ini terutama terjadi di Jawa. Tak mengherankan kalau di DKI Jakarta, hampir seluruh (89,72 persen) rumah tangga pertaniannya adalah rumah tangga petani gurem (Gambar 4).Tingginya persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan ini juga terjadi disemua provinsi di Jawa sepeti Yogyakarta (80,11 persen), Jawa Barat (77,60 persen), Jawa Tengah (75,43 persen), Jawa Timur (72,81 persen) dan Banten 64,43 persen18. Data lain menunjukkan selama 10 tahun terakhir, jumlah rumah tangga petani gurem meningkat 2,6 persen/ tahun. Menurut data BPS, persentase petani gurem di Jawa adalah 69,8 persen pada 1993, namun angka ini melaju cepat menjadi 74,9 persen atau bertambah sebanyak 1.922.000 rumah tangga. Di luar Jawa, ST93 persentasenya sebesar 30,6 persen, sedangkan ST03 mencatat 33,9 persen ekuivalen dengan 937.000 rumah tangga. Hal ini menunjukkan laju pertumbuhan rumah tangga petani gurem di Jawa lebih cepat dari pada di luar Jawa. Sebenarnya komposisi banyak rumah tangga pertanian di Jawa dan luar Jawa tidak berubah dalam sepuluh tahun ini. Apabila ST93 mencatat 56,1 persen sementara menurut ST03 komposisinya 54,9 persen di Jawa dan 45,1 persen di luar Jawa. Artinya, dalam 10 tahun ini yang terjadi adalah proses pemiskinan kehidupan petani. Petani semakin terpuruk bukan semakin baik19. Jika diambil salah satu contoh sebuah desa di Jawa, ketimpangan pengusaan tanah tersebut jelas nampak terlihat di depan mata. Penguasaan tanah-tanah lebih banyak terkonsentrasi pada kelompok-kelompok pengusaha perkebunan baik itu berupa BUMN ataupun BUMS melalui HGU, HGB, HGP dan lainnya. Ketimpangan penguasaan ini dapat dilihat dari perbandingan di salah satu desa yang pernah diteliti oleh PPM Wonosobo, dimana dari petani yang ada didesa tersebut 50 % nya adalah petani tak bertanah, 40 % adalah petani miskin dengan kepemilikan lahan antara 0,05 – 0,5 Ha, 10 % dari lahan desa dikuasai oleh petani kaya didesa dan 70 % tanahnya dikuasai oleh Perkebunan Teh PT. Tambi beserta dengan Perum Perhutani20. Akibat dari semua ketimpangan tersebut, desakan terhadap tanah-tanah yang terdapat diareal hutan semakin meninggi. STN Jabar menyampaikan bahwa Konfliknya sangat laten dengan pihak-pihak itu, dari 4700 ha lahan, 3 ribu Ha milik perhutani dan hanya 300 hektar lebih yang merupakan millik petani. Kebutuhan petani akan tanah menyebabkan mereka kemudian memasuki lahan-lahan yang dikuasai oleh Perhutani. Dari pemaparan wakil-wakil petani yang hadir pada pertemuan temu tani se Jawa terdapat polarisasi pemahaman tentang konflik tenurial yang mereka hadapi. Beberapa petani menyatakan bahwa tanah yang mereka kuasai saat ini adalah tanah negara. Namun demikian, walaupun itu merupakan tanah negara, 18 Sebaran rumah tangga pertanian dan rumah tangga Petani gurem menurut provinsi di indonesia (Angka Sementara Hasil Sensus Pertanian 2003). Berita Resmi Statistik, No. 14/VII/16 Februari 2004. 19 Naomi Siagian, SH, Proses Pemiskinan Pada Sektor Pertanian, Jumlah Petani Gurem Semakin Membengkak, Sinar Harapan, 2003 20 Tor Temu Tani Se-Jawa, PPM Wonosobo

 90


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.