Beita Demokrasi Edisi Krisis Air Bersih Lay 01

Page 6

Berita Demokrasi

|Beranda

Dibelahan utara Kabupaten Tangerang, Krisis air bersihpun melanda 8 Desa di Kecamatan Kronjo, 45.995 jiwa kesulitan mendapatkan akses air bersih. Sakuni (35), staf bidang perekonomian Kecamatan Kronjo menjelaskan, krisis air yang dialami oleh warga Kecamatan Kronjo tersebut sudah terjadi lama, menurut Sakuni yang warga asli Kronjo, sejak ia masih kecil krisis air tersebut sudah terjadi. Lebih lanjut Sakuni mengatakan, 8 desa yang mengalami krisis air bersih di Kecamatan Kronjo diantaranya Kronjo, Pagedangan Udik, Pagedangan Ilir, Muncung, Pasilian, Bakung, Pasir dan Cirumpak. Kondisi krisis air bersih di 8 desa tersebut sangat memprihatinkan, namun sampai saat ini belum ada upaya serius untuk menanggulanginya, PDAM yang diharapkan bisa memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat, hanya baru bisa menjangkau 3 desa saja, yaitu Kronjo, Pagedangan Ilir dan Pagedangan Udik. Air di delapan desa tersebut terasa payau akibat intrusi air laut, “Rusaknya pesisir pantai utara salah satu penyebab terjadinya krisis air di wilayah kronjo ini’ katanya. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga di delapan desa tersebut mengandalkan pasokan air hujan, warga membuat bakbak besar untuk menampung air hujan, seperti yang dilakukan Hj Aminah, warga Desa Muncung, “Saya menggunakan air hujan untuk memasak dan mandi” katanya Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air minum, warga harus membeli air isi ulang dengan harga 3.000/gallon, hal tersebut tentunya menambah beban perekonomian bagi masyarakat yang tidak mampu, seperti yang disampaikan Amin (60) yang pekerjaannya hanya buruh tani, “Saya terkadang harus ngutang ke warung karena penghasilan saya yang pas-pasan” kata Amin Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk dapat memenuhi kebutuhan air bersih warga Kecamatan Kronjo, salahsatunya adalah pembuatan sumur artesis didesa Muncung, namun hal itupun tidak bisa memberikan hasil maksimal, karena air yang dihasilkan tetap saja payau, “Ada dua sumur artesis di Desa Muncung ini, namun airnya tetap saja tidak bisa digunakan” terang Arif Rahman, Kaur Umum Desa Muncung Arif menjelaskan, kebutuhan air bersih di Desa Muncung menjadi prioritas utama, pihak desa sudah sering mengusulkan berbagai ajuan program, salah satunya adalah suplay air bersih langsung melalui tangki-tangki mobil oleh pihak Pemkab Tangerang, namun belum ada realisasinya. “Saya pikir itu solusi jangka pendek, karena warga selama ini harus membeli air bersih tersebut dari depot isi ulang” terangnya Lanjut Arif, kondisi perekonomian masyarakat di desanya masih banyak warga yang tergolong miskin, sehingga jika untuk memenuhi kebutuhan air bersih saja harus membeli, bagaimana memenuhi kebutuhan hidup yang lainnya. Oleh karena itu, dia

6 | Berita Demokrasi

Photo: eby190205.blogspot.com

*****

mengharapkan ada perhatian serius dari Pemkab Tangerang untuk mengatasi krisis air di desanya.“Kami harap Pemkab Tangerang memiliki program terpadu untuk mengatasi masalah krisis air bersih ini” Pungkas Arif ******* Kesulitan air bersih itu juga dirasakan oleh masyarakat kampung Cidang Desa Kresek Kabupaten Tangerang. Satu keluarga harus merogoh koceknya hingga Rp 12.000/hari untuk membeli air bersih. Menurut Kasiyah, seorang ibu rumah tangga yang tinggal didaerah tersebut, kesulitan air bersih dikarenakan sumurnya tidak bisa digunakan karena airnya terasa payau. Ibu rumah tangga yang penghasilannya hanya Rp. 20.000 perhari tersebut, semakin merasa berat untuk dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga, karena penghasilannya habis untuk membeli kebutuhan air bersih. Ironisnya, air tersebut hanya untuk mandi dan cuci. “Delapan dirigen air yang dibeli dengan seharga 12000 rupiah tersebut hanya dipergunakan untuk mandi dan mencuci saja” katanya. Sedangkan untuk memasak, ia harus kembali, merogoh koceknya sebesar 9000 rupiah untuk tiga pikul air. Hal senada juga diungkapkan oleh Hindun, oleh seorang ibu rumah tangga yang kondisi perekonomiannya lebih parah dari Kasiyah. Hindun yang tinggal dirumah yang hanya berbalutkan bilik dan bambu harus rela mencuci pakaian disungai dimana juga tempat ia mandi. Di Sungai tersebut itu pula, Hindun mencuci pakaian, beras, lauk pauk, dan sayur mayur. Hal itu dikarenakan ketidakmampuan ia dan suaminya dalam memenuhi kebutuhan air bersih. “Kami tidak memiliki uang untuk membeli air, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air, terpaksa kami menggunakan air sungai ini” ucap Hindun Dengan kondisi yang dialaminya tersebut, Hindun berharap ada perhatian khusus dari Pemkab Tangerang, “Saya harap Pemerintah bersikap serius memperhatikan nasib kami yang kekurangan air bersih ini,” tuturnya.

| No. 05 / Agustus 2010


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.