KTP2: Dukungan Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah-Bappenas dalam Percepatan Reformasi Bi

Page 1

KARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN

DUKUNGAN DIREKTORAT EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH-BAPPENAS DALAM PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA DI ERA ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA (A-CFTA)

DISUSUN OLEH :

NAMA NDH KELAS ASAL INSTANSI

: : : :

DADANG SOLIHIN 62 B BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II ANGKATAN XXIX JAKARTA, NOVEMBER 2010







LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PUSAT DIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN

PAKTA INTEGRITAS Saya

yang

bertanda

tangan

dibawah

ini

menyatakan

dengan

sesungguhnya, bahwa Karya Tulis Prestasi Perseorangan (KPT-2) saya susun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Diklatpim Tingkat II yang seluruhnya merupakan hasil karya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan KTP2 yang saya kutip secara langsung atau tidak langsung dari hasil karya orang lain telah saya tuliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian KTP2 ini bukan karya tulis saya sendiri, atau ada indikasi adanya plagiat di bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pakta Integritas ini dibuat dengan sebenarnya, tanpa tekanan dari siapapun, dan Pakta Integritas ini digunakan untuk seperlunya. Jakarta, 23 November 2010 Penyusun,

DADANG SOLIHIN NDH : B.62

v


RINGKASAN EKSEKUTIF Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai unsur pelaksana pemerintah yang dipimpin oleh Menteri yang berada dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian PPN/Bappenas mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang Perencanaan Pembangunan Nasional.

Peran

Kementerian

PPN/Bappenas

sangat

strategis,

karena

perencanaan merupakan pijakan awal untuk menentukan arah pembangunan nasional dengan mengoptimalkan sumber daya dan melibatkan para pelaku pembangunan nasional. Amanat RPJMN 2010-2014, keberhasilan proses pembangunan ekonomi tergantung pada kualitas birokrasi. Dalam konteks ini RPJMN menyatakan bahwa pada saat ini kualitas birokrasi Indonesia perlu ditingkatkan untuk menghadapi persaingan di era globalisasi. Ekonomi biaya tinggi yang terjadi hingga dewasa ini tidak terlepas dari rendahnya kualitas birokrasi. Oleh karena itu, menurut RPJMN, keberhasilan reformasi birokrasi merupakan kunci utama yang membawa Indonesia dalam kancah persaingan di pasar global dan meningkatkan daya saing nasional. Di dalam

sistem

Administrasi Pemerintahan Indonesia,

Bappenas

merupakan sistem pendukung manajemen pembangunan nasional berupa suatu perangkat institusi yang bekerja sejak perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi kinerja guna mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Direktorat Evaluasi Kinerja Pembanguan Daerah (EKPD) Bappenas adalah unit kerja eselon II yang memiliki tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan penilaian pelaksanaan program kinerja pembangunan daerah. Berkaitan dengan pembangunan daerah, luasnya wilayah Indonesia menyebabkan banyak daerah berhadapan langsung dengan perdagangan bebas di kawasan regional baik dengan negara-negara

vi


anggota Asean maupun dengan kawasan lainnya seperti APEC, AFTA dan perdagangan bebas bilateral seperti Japan-Indonesia EPA. Kesiapan daerah yang berhadapan langsung dengan negara-negara yang telah menyepakati perdagangan bebas akan dapat menjadi penyeimbang terhadap wilayah lainnya di Indonesia. Ketidaksiapan daerah, meskipun dapat menguntungkan daerah secara parsial, namun akan menjadi penghambat dalam upaya meningkatkan daya saing nasional, sehingga dapat menyebabkan ketimpangan neraca perdagangan nasional secara keseluruhan. Dalam mendukung percepatan reformasi birokrasi untuk meningkatkan daya saing bangsa di era Asean-China Free Trade Area (A-CFTA), Direktorat EKPD-Bappenas mengalami kendala yaitu masih terbatasnya kapasitas kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusianya. Melihat permasalahan di atas, maka faktor paling penting adalah terbatasnya kelembagaan, terutama yang menyangkut belum adanya Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku serta belum memiliki indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif.

Oleh sebab itu

diperlukan strategi untuk mengatasi permasalahan yang ada melalui langkahlangkah yang tepat dengan menggunakan pendekatan kajian paradigma, kajian kebijakan publik, serta kajian manajemen strategi. Dalam rangka implementasi kebijakan capacity building pada Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah-Bappenas yang integratif, maka perlu dijalankan kebijakan pembangunan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah, yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pedoman Umum, Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis. Dalam tataran organisasi yang lebih tinggi, yaitu pada level Bappenas, sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, yaitu “Menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas dengan tersedianya kualitas SOP yang mendukung�, maka dari hasil evaluasi berdasarkan BSC diperoleh capaian

vii


82,6%. Berarti tingkat keberhasilan kebijakan ini dinilai berhasil, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Pencapaian tujuan tersebut dapat dioptimalkan melalui penerapan eGovernment yang konkrit dan terukur, struktur kelembagaan yang proporsional, efektif, efisien serta pengadaan barang dan jasa menggunakan e-procurement. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk menyiapkan sistem rekrutmen yang transparan, sistem penilaian kinerja yang terukur serta sistem diklat berbasis merit dan kompetensi. Sedangkan berdasarkan Scenario Planning, melalui CLD telah ditetapkan bahwa sumbu aksisnya adalah potensi sumber daya daerah dan sumbu ordinatnya adalah semangat otonomi dan desentralisasi. Agar dapat mencapai kondisi sebagaimana digambarkan dalam kuadran I (Zamrud Khatulistiwa), yaitu kondisi ketika potensi sumber daya daerah melimpah dengan tingginya semangat otonomi dan desentralisasi, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Scenario Planning Indonesia 2014, maka Indonesia harus dapat melaksanakan pembangunan secara konsisten sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan, walaupun Presiden dan pemerintahannya berganti setiap saat.

viii


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipersembahkan kepada Allah Subhanahu Wa Taallah Tuhan Yang Maha Kuasa yang berkat Rakhmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Prestasi perorangan (KTP2) ini, yang merupakan salah satu persyaratan wajib pada Program Diklatpim Tingkat II Angkatan XXIX Lembaga Administrasi Negara Tahun 2010. Sesuai programnya Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, bertujuan untuk: 1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap PNS untuk dapat melaksanakan tugas jabatan eselon II secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai kebutuhan instansinya. 2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembakar dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa. 3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan dan pengayoman serta pemberdayaan masyarakat. 4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tujuan

pemerintahan

umum

dan

pembangunan

demi

terwujudnya

kepemerintahan yang baik (good governance). Mengacu kepada Tema Diklatpim Tingkat II Angkatan XXIX Tahun 2010: "Percepatan Reformasi Birokrasi dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa di Era Asean-China Free Trade Area (A-CFTA)", serta melalui pembelajaran kajian paradigma, kajian kebijakan publik, dan kajian manajemen stratejik, penulis mencoba mengaktualisasikannya dalam bentuk Karya Tulis Prestasi Perorangan (KTP-2) dengan judul "Dukungan Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah-Bappenas dalam Percepatan Reformasi Birokrasi untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa di Era Asean-China Free Trade Area (A-CFTA)�. ix


Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi dan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi bagi penyelesaian karya tulis ini, khususnya kepada : 1.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Ibu Prof. Dr. Armida Salsiah Alisjahbana, dan Sesmen/Sestama Bappenas Bapak Syahrial Loetan, yang telah memberikan kesempatan penulis mengikuti Diklatpim Tingkat II ini;

2.

Kepala LAN Rl Bapak Dr Asnawi Rewansyah MSc, Deputi Bidang Diklat SPIMNAS Bapak Dr. Sudiman, MPA, serta Kepala Pusdiklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan Bapak Drs. Makhdum Priyatno, MA yang telah menerima dan memfasilitasi penulis selama mengikuti kegiatan Diklatpim Tingkat II di kampus LAN;

3.

Bapak Dr. Mustafa Kamal sebagai Widyaiswara Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian KTP-2 ini, dan Bapak Drs. Noerwantoro sebagai Widyaiswara Penguji yang telah memberikan masukan penting dalam presentasi KTP2 ini ;

4.

Para Widyaiswara, yang telah memberikan dan menularkan ilmunya dan mendorong kami untuk dapat menyelesaikan Diklatpim Tingkat II ini.

5.

Isteri dan Anak-anakku yang telah memberikan dukungan semangat serta doanya selama mengikuti Diklatpim Tingkat II ini. Penulis menyadari bahwa apa yang sudah dihasilkan ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran serta masukan yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan bagi penyempurnaan karya tulis ini. Jakarta, 23 November 2010 Penyusun,

DADANG SOLIHIN NDH : B.62 x


DAFTAR ISI PERSETUJUAN PENYAJIAN PENGESAHAN KTP-2 PERSETUJUAN JUDUL KTP-2 PAKTA INTEGRITAS RINGKASAN EKSEKUTIF KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR MATRIKS DAFTAR TABEL

ii iii iv v vi ix xi xiii xiii xiii

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan B. Deskripsi Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan dan Sasaran Penulisan 1. Tujuan 2. Sasaran E. Sistematika Penulisan

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL A. Perencanaan Pembangunan Nasional B. Reformasi Birokrasi C. Daya Saing Bangsa D. Asean-China Free Trade Area (A-CFTA) E. Dukungan Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah-Bappenas F. Konsep Paradigma G. Konsep Kebijakan Publik H. Konsep Manajemen Stratejik

6 6 10 12 14 15

INSTRUMEN ANALISIS A. Instrumen Analisis Kajian Paradigma B. Instrumen Analisis Kajian Kebijakan Publik C. Instrumen Analisis Kajian Manajemen Stratejik

33 33 34 35

BAB III

1 1 2 3 4 4 4 5

15 24 31

xi


BAB IV

ANALISIS PERMASALAHAN

38

A. Deskripsi Direktorat Evaluasi Kinerja Pembanguan Daerah (EKPD) Bappenas B. Analisis Kajian Paradigma C. Analisis Kajian Kebijakan Publik D. Kesimpulan E. Rekomendasi D. Analisis Kajian Manajemen Stratejik

38 40 49 62 62 63

BAB V

REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI A. Rekomendasi B. Rencana Aksi

79 79 80

BAB VI

PENUTUP

87

DAFTAR PUSTAKA

89

LAMPIRAN

93

xii


DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9

Interaksi disiplin kelima dalam organisasi Tahap-tahap Perumusan Masalah Dinamika Lingkungan Kebijakan berdasarkan Iceberg Theory Agenda Setting Elemen Sistem Kebijakan Tahapan Perumusan Masalah Analisis Kajian Manajemen Stratejik Penyusunan Balanced Scorecard Bappenas Balanced Scorecard Strategy Map Langkah Penyusunan Scenario Planning Menetapkan Focal Concern

23 26 53 54 55 56 63 69 70 73 73

DAFTAR MATRIKS Matriks 4.1 Matriks 4.2 Matriks 4.3 Matriks 4.4 Matriks 4.5 Matriks 4.6 Matriks 4.7 Matriks 4.8 Matriks 4.9 Matriks 4.10 Matriks 4.11 Matriks 4.12 Matriks 5.1

Analisis CLD Masalah Formal dan Tujuan KP Perumusan Alternatif Rekomendasi Kebijakan Perumusan Kebijakan Mengubah Faktor Lingkungan menjadi Variabel Berpengaruh Jumlah Loop pada Setiap Variabel CLD Perumusan Tujuan Balanced Scorecard Kementerian PPN/Bappenas Identifikasi Driving Forces Skenario Planning Indonesia 2014 Skenario Planning Indonesia 2014 Rencana Aksi Memenuhi Kriteria SMART

47 58 58 61 62 66 67 68 71 74 77 78 80

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1

Permasalahan dan Variabel Penilaian Alternatif Kebijakan Aktivitas, Indikator Kinerja dan Jadwal Implementasi

44 60 81

xiii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keberhasilan reformasi birokrasi merupakan kunci utama yang membawa keberhasilan Indonesia dalam kancah persaingan di pasar global dan meningkatkan daya saing nasional. Persaingan di pasar global tersebut sudah tampak nyata dengan diberlakukannya Asean-China Free Trade Area (A-CFTA) pada 1 Januari 2010. Dalam kaitan itu, perencanaan pembangunan memiliki tujuan yang sangat strategis dan vital yaitu untuk menentukan arah perjalanan kehidupan bangsa ke depan.

Di

Perencanaan

dalam

sistem

Administrasi

Pembangunan

Nasional

Pemerintahan (Bappenas)

Indonesia,

Badan

merupakan

sistem

pendukung manajemen pembangunan nasional berupa suatu perangkat institusi yang bekerja sejak perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi kinerja guna mendukung keberhasilan pembangunan nasional. Direktorat Evaluasi Kinerja Pembanguan Daerah (EKPD) Bappenas adalah unit kerja eselon II yang memiliki tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan penilaian pelaksanaan program kinerja pembangunan daerah. Berkaitan dengan pembangunan daerah, luasnya wilayah Indonesia menyebabkan banyak daerah berhadapan langsung dengan perdagangan bebas di kawasan regional baik dengan negara-negara anggota Asean maupun dengan kawasan lainnya seperti APEC, AFTA dan perdagangan bebas bilateral seperti Japan-Indonesia EPA, dll (Faisal Basri, 2010). Kesiapan daerah yang berhadapan langsung dengan negara-negara yang telah menyepakati perdagangan bebas akan dapat menjadi penyeimbang terhadap wilayah lainnya di Indonesia. Ketidaksiapan daerah, meskipun dapat menguntungkan daerah secara parsial, namun akan menjadi penghambat dalam

1


upaya meningkatkan daya saing nasional, sehingga dapat menyebabkan ketimpangan neraca perdagangan nasional secara keseluruhan. Dalam mendukung percepatan reformasi birokrasi untuk meningkatkan daya saing bangsa di era Asean-China Free Trade Area (A-CFTA), Direktorat EKPD- Bappenas mengalami kendala yaitu masih terbatasnya kapasitas kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusianya. Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka hal yang menarik untuk dibahas adalah "Dukungan Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan DaerahBappenas dalam Percepatan Reformasi Birokrasi untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa di Era Asean-China Free Trade Area (A-CFTA)”.

B. Deskripsi Masalah Berbagai faktor keterbatasan kapasitas Direktorat EKPD-Bappenas baik yang bersifat kelembagaan, ketatalaksanaan, maupun sumber daya manusia perlu

dievaluasi

dan

diinventarisir

untuk

selanjutnya

dikaji

peran

dan

kontribusinya dalam mendukung percepatan Reformasi Birokrasi. Dari sisi kelembagaan, faktor-faktor tersebut diperkirakan mencakup antara lain : 

Belum memiliki Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku.

Belum memiliki jaringan data yang terintegrasi.

Masih banyaknya dokumen perencanaan daerah yang belum siap di evaluasi.

Belum memiliki indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif. Sedangkan dari sisi ketatalaksanaan, faktor-faktor tersebut diperkirakan

mencakup antara lain : 

Masih kurangnya infrastruktur bidang Teknologi Informasi di lingkungan Direktorat EKPD-Bappenas dalam rangka penyelenggaraan dan penyajian informasi kinerja pembangunan daerah, sehingga diperlukan pemenuhan 2


kebutuhan minimal peralatan yang diperlukan untuk mendukung penerapan Teknologi Informasi pada Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan. 

Belum dimanfaatkannya hasil evaluasi sebagai feedback perencanaan.

Belum memiliki sistem evaluasi RPJMN di daerah.

Banyaknya peraturan perundang-undangan yang terkait di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang belum harmonis.

Disamping itu juga ditemui faktor keterbatasan lainnya yang menyangkut sumber daya manusia mencakup : 

Terbatasnya jumlah staf organik untuk mendukung Tupoksi Direktorat, sekurang-kurangnya dua orang staf pada setiap Subdit.

Masih kurangnya kapasitas para staf dalam bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah sehubungan dengan baru terbentuknya kedeputian evaluasi.

Kurangnya koordinasi antar Direktorat dalam rangka melaksanakan evaluasi dan informasi kinerja pembangunan daerah.

Adanya duplikasi Tupoksi dengan instansi lain di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah.

C. Rumusan Masalah “Bagaimana

Capacity

Building

pada

Direktorat

Evaluasi

Kinerja

Pembangunan Daerah-Bappenas guna Mendukung Percepatan Reformasi Birokrasi untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa di Era Asean-China Free Trade Area?”

3


D. Tujuan dan Sasaran Penulisan Memperhatikan tema Diklatpim Tingkat II Angkatan XXIX serta rumusan masalah di atas, maka penulisan Karya Tulis Prestasi Perorangan ini mempunyai tujuan dan sasaran sebagai berikut :

1. Tujuan a. Untuk mengetahui sejauhmana kebutuhan capacity building pada Direktorat EKPD-Bappenas dalam mendukung percepatan reformasi birokrasi untuk meningkatkan daya saing bangsa di era Asean-China Free Trade Area. b. Untuk

mengetahui

sejauhmana

hambatan

dan

kendala

dalam

melaksanakan capacity building pada Direktorat EKPD-Bappenas dalam mendukung percepatan reformasi birokrasi untuk meningkatkan daya saing bangsa di era Asean-China Free Trade Area. c. Sebagai

aktualisasi

materi

pembelajaran

yang diperoleh

selama

mengikuti Diklatpim Tingkat II untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi

oleh

instansi

asal

penulis

yaitu

Badan

Perencanaan

Pembagunan Nasional (Bappenas); d. Menyelesaikan

persyaratan

akademis

dan

akuntabilitas

dalam

keikutsertaan program Diklatpim Tingkat II Angkatan XXIX Tahun 2010.

1. Sasaran a. Sebagai bahan rekomendasi dan pemikiran untuk pemecahan masalah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat EKPD-Bappenas, yang dituangkan dalam suatu rencana stratejik dan rencana tindaklanjut yang akan dilaksanakan; b. Sebagai upaya pemecahan masalah dalam melaksanakan capacity building pada Direktorat EKPD-Bappenas melalui sumbangan pemikiran, saran dan alternatif kebijakan. 4


c. Sebagai upaya stratejik untuk memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif

guna perumusan

kebijakan dalam melaksanakan capacity

building pada Direktorat EKPD-Bappenas dalam mendukung percepatan reformasi birokrasi untuk meningkatkan daya saing bangsa di era AseanChina Free Trade Area (A-CFTA).

E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan KTP-2 ini terdiri dari enam bab dengan uraian sebagai berikut: Bab I

membahas latar belakang permasalahan, hakekat permasalahan, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II

membahas kerangka konseptual Perencanaan Pembangunan Nasional, Reformasi Birokrasi, Daya Saing Bangsa, Asean-China Free Trade Area (A-CFTA), Dukungan Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah-Bappenas, konsepsi kajian paradigma, kajian kebijakan publik, dan kajian manajemen stratejik.

Bab III

membahas mengenai instrumen analisis berdasarkan konsep kajian paradigma, kajian kebijakan publik, kajian manajemen stratejik.

Bab IV

membahas analisis kajian paradigma, kajian kebijakan publik dan kajian manajemen stratejik

Bab V

memuat rekomendasi dan rencana aksi yang diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada.

Bab VI

Penutup

5



BAB II KERANGKA KONSEPTUAL

A. Perencanaan Pembangunan Nasional Salah satu misi Pembangunan Nasional sesuai RPJPN 2005-2025 adalah mewujudkan bangsa yang berdaya-saing. Untuk merealisasikan tujuan yang strategis tersebut, RPJPN mengamanatkan kepada para pengemban amanah di negeri ini untuk memprioritaskan pembangunan SDM berkualitas dan berdaya saing serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara. Selanjutnya amanat RPJPN tersebut ditindaklanjuti oleh RPJMN 20102014.

Menurut

RPJMN

tahap

kedua

tersebut,

keberhasilan

proses

pembangunan ekonomi tergantung pada kualitas birokrasi. Dalam konteks ini RPJMN menyatakan bahwa pada saat ini kualitas birokrasi Indonesia perlu ditingkatkan untuk menghadapi persaingan di era globalisasi. Ekonomi biaya tinggi yang terjadi hingga dewasa ini tidak terlepas dari rendahnya kualitas birokrasi. Oleh karena itu, menurut RPJMN, keberhasilan reformasi birokrasi merupakan kunci utama yang membawa Indonesia dalam kancah persaingan di pasar global dan meningkatkan daya saing nasional. RPJPN dan RPJMN adalah dua dokumen perencanaan pembangunan nasional yang memiliki peranan sangat penting dalam membawa perubahan pada kondisi bangsa dan negara ke arah kondisi yang lebih baik dan lebih maju. Perencanaan merupakan pijakan awal untuk menentukan arah pembangunan nasional melalui penetapan kebijakan dan program yang tepat serta dengan mengoptimalkan sumber daya dan melibatkan pelaku pembangunan nasional. Bagi bangsa Indonesia, perencanaan pembangunan memiliki tujuan yang sangat strategis dan vital yaitu untuk menentukan arah perjalanan kehidupan bangsa ke depan. Setidaknya terdapat lima argumentasi yang mendasarinya. Pertama, dalam jangka panjang perencanaan pembangunan nasional sangat dibutuhkan sebagai salah satu instrumen untuk mencapai tujuan kehidupan 6


berbangsa dan bernegara. Kedua, dalam jangka yang lebih pendek perencanaan pembangunan sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai permasalahan penting dan mendesak seperti kemiskinan, pengangguran, kualitas pendidikan dan kesehatan yang masih rendah, konflik sosial di berbagai wilayah, kesenjangan

pertumbuhan

ekonomi

antar

daerah

dan

kawasan,

serta

permasalahan sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain. Ketiga,

dalam

era

globalisasi

perencanaan

pembangunan

sangat

diperlukan untuk menyusun arahan strategis bagi kegiatan pembangunan dalam rangka

mengantisipasi

perkembangan

dunia

yang

cepat

berubah

dan

situasi/kondisi Indonesia di masa datang dalam berbabagi aspek sosial, ekonomi, demografi, dan sebagainya. Keempat, ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh Pemerintah untuk melaksanakan pembangunan sangat terbatas sehingga

perencanaan

sangat

diperlukan

untuk

menentukan

prioritas

pembangunan yang diperlukan, menentukan tujuan dan sasaran kinerja yang hendak dicapai, serta mengalokasikan sumber daya (anggaran, SDM, dan lainnya) secara tepat, efektif, efisien, realistik, dan konsisten. Kelima, dalam era desentralisasi perencanaan pembangunan nasional secara strategis semakin diperlukan untuk sinkronisasi kegiatan pusat dan daerah serta antardaerah, dan pembangunan sinergi pusat dan daerah serta antardaerah. Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Dalam konteks ketatanegaraan, arus globalisasi juga mendorong akselerasi proses demokratisasi dan desentralisasi yang melahirkan situasi paradoksal, antara semakin membaiknya kebebasan sipil (civil liberty) dengan terbatasnya

kapasitas

kelembagaan

politik

dan

kapasitas

tata

kelola

pemerintahan (governance) sehingga akuntabilitas layanan publik belum sepenuhnya sesuai harapan. 7


Percepatan

arus

informasi

dan

modal

juga

berdampak

pada

meningkatnya pemanfaatan berbagai sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim (climate change), ketegangan lintas-batas antarnegara, percepatan penyebaran wabah penyakit, dan terorisme, serta masalah tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Berbagai masalah tersebut juga mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi bangsa dan negara Indonesia. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas seluruh instansi pemerintah, termasuk Kementerian Perencanaan

Pembangunan

Nasional/Badan

Perencanaan

Pembangunan

Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) yang diberi tugas dalam perencanaan pembangunan nasional, untuk mengatasi permasalahan dan tantangan tersebut. Peran Kementerian PPN/Bappenas sangat strategis, karena perencanaan merupakan pijakan awal untuk menentukan arah pembangunan nasional dengan mengoptimalkan sumber daya dan melibatkan para pelaku pembangunan nasional. Untuk itu, Kementerian PPN/Bappenas dituntut memiliki kemampuan untuk

menjembatani

menghambat

kesenjangan

dan

menekan

egoisme

yang

dapat

pencapaian target dan tujuan pembangunan nasional sesuai

amanat Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “Masyarakat Indonesia Adil dan Makmur�. Peran dan tugas Kementerian PPN/Bappenas di atas adalah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2007 tentang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, terdapat 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu: a) untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah,

serta

antara

pusat

dan daerah;

dan

c) menjamin

keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan 8


dan pengawasan; d) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan e) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mencapai kelima tujuan tersebut, maka Kementerian PPN/Bappenas harus melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) secara optimal dan akuntabel. Perpres menyebutkan

Nomor 47 Tahun 2009 dan Perpres Nomor 82 Tahun 2007 bahwa

tugas

pokok

Kementerian

PPN/Bappenas

adalah

merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang perencanaan pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, tugas pokok tersebut dijabarkan ke dalam 9 (sembilan) fungsi, yaitu: 1) penyusunan rencana pembangunan nasional; 2) koordinasi dan perumusan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan nasional; 3) pengkajian kebijakan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional; 4) penyusunan program pembangunan sebagai bahan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dilaksanakan bersama-sama dengan Departemen Keuangan; 5) koordinasi, fasilitasi, dan pelaksanaan pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri, serta pengalokasian dana untuk pembangunan bersama-sama instansi terkait; 6) koordinasi

kegiatan

fungsional

dalam

pelaksanaan

PPN/Bappenas; 7) fasilitasi dan pembinaan bidang perencanaan

tugas

Kementerian

kegiatan instansi pemerintah di

pembangunan nasional; 8) penyampaian laporan hasil

evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden; umum

di

serta 9) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi bidang

perencanaan

umum,

ketatausahaan,

organisasi

dan

tatalaksana, sumber daya manusia, keuangan, kearsipan, hukum, perlengkapan dan rumah tangga. Di dalam sistem Administrasi Pemerintahan Indonesia, Bappenas merupakan sistem pendukung manajemen pembangunan nasional berupa suatu perangkat institusi yang bekerja sejak perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi kinerja guna mendukung keberhasilan pembangunan nasional. 9


Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kegiatan evaluasi merupakan salah satu dari empat tahapan perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan, penetapan, pengendalian perencanaan serta evaluasi pelaksanaan perencanaan. Sebagai suatu tahapan perencanaan pembangunan, evaluasi harus dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan dan menganalisis data serta informasi untuk menilai sejauh mana pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan tersebut dilaksanakan.

B. Reformasi Birokrasi Berkaitan dengan percepatan reformasi birokrasi, menurut Kinanto (2010), Reformasi Birokrasi merupakan sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia yang berkaitan dengan ribuan proses overlapping fungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan manusia dan melibatkan anggaran yang tidak sedikit. Reformasi birokrasi memerlukan terobosan baru (innovation breakthrough) dengan langkah-langkah secara bertahap , konkrit, realistis, sungguh-sungguh, bersifat out of the box thinking, dan a new paradigm shift, serta upaya luar biasa (business not as usual). Adapun makna keberhasilan Reformasi Birokrasi adalah pertama, mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan. Kedua, meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Ketiga, meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi. Dan keempat, meningkatkan efisiensi baik biaya maupun waktu dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi. Reformasi

Birokrasi

merupakan

sebuah

pertaruhan

besar

dalam

menyongsong tantangan abad 21, tantangan tersebut akan semakin nyata apabila dikaitkan dengan diberlakukannya Asean-China Free Trade Area (ACFTA) sejak 1 Januari 2010 yang penuh dengan benturan persaingan.

10


Makna keberhasilan Reformasi Birokrasi adalah pertama, menghapuskan korupsi. Kedua, menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy. Serta ketiga, menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif dan efektif dalam menghadapi globalisasi, dan dinamika perubahan lingkungan strategis. Sedangkan makna kegagalan Reformasi Birokrasi adalah pertama, ketertinggalan kemampuan birokrasi dalam menghadapi kompleksitas yang bergerak eksponensial di abad 21. Kedua, antipati, trauma, dan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dan ketiga, ancaman kegagalan pencapaian good governance Tantangan yang dihadapi Reformasi Birokrasi menurut Kinanto (2010) adalah sebagai berikut. •

Reformasi birokrasi belum mencapai sasaran pembenahan kelembagaan, tatalaksana,

manajemen

SDM

aparatur,

akuntabilitas,

pengawasan,

pelayanan publik, reward and punishment, dan perubahan mind-set dan culture set; •

Belum dikembangkannya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi secara nasional;

Belum memiliki grand design dan road map reformasi birokrasi;

Dikeluarkannya arahan Presiden dan Wakil Presiden untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi yang menyeluruh, mendalam, nyata serta menyentuh sendi kehidupan masyarakat.

Membutuhkan Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi yang visioner, menyeluruh, taktis, dan terukur. Percepatan reformasi birokrasi tidak bisa menunggu sampai seluruhnya

siap tetapi harus diterapkan secara bertahap baik antar organisasi yang terpilih, maupun antar tahapan dalam satu organisasi. Apabila menunggu sampai seluruh konsep reformasi selesai maka reformasi tidak akan pernah terjadi.

11


C. Daya Saing Bangsa Indonesia harus meningkatkan daya saing dalam pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas Asean China-Free Trade Area (ACFTA), agar dapat memenangi persaingan. Dengan diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas ini, menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh rakyat Indonesia, apakah mampu bertahan dan bersaing atau tidak dalam ACFTA. Dimulainya penerapan perjanjian perdagangan bebas pada awal 2010 harus menjadi perhatian berbagai kalangan, karena ACFTA bukan sesuatu yang sepele. Dalam hal ini, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan daya saing Bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang kompetitif. Daya saing bak mantra yang selalu disebut oleh para ekonom, CEO, manajer, presiden, menteri, gubernur hingga bupati/wali kota. Namun benarkah daya saing negara sama dengan daya saing perusahaan? Krugman (1994) pernah memperingatkan, jargon "peningkatan daya saing" merupakan obsesi yang berbahaya. Begitu tulisnya di Foreign Affairs, edisi Maret-April. Menurut mahaguru dari Massachusetts Institute of Technology ini, daya saing negara amat berlainan dengan daya saing perusahaan. Mengapa? Ada setidaknya dua alasan. Pertama, dalam realitas, yang bersaing bukan negara, tetapi perusahaan dan industri. Kebanyakan orang menganalogikan daya saing negara identik dengan daya saing perusahaan. Bila negara Indonesia memiliki daya saing, belum tentu seluruh perusahaan dan industri Indonesia memiliki daya saing di pasar domestik maupun internasional. Kedua, perusahaan memang bisa bangkrut, tetapi negara tidak memiliki bottom line alias tidak akan pernah "keluar dari arena persaingan". Daya saing sebuah negara dapat dicapai dari akumulasi daya saing strategis setiap perusahaan. Proses penciptaan nilai tambah (value added creation) berada pada ruang lingkup perusahaan. 12


Sementara pada ruang lingkup negara, daya saing suatu bangsa ditentukan oleh interaksi antara kinerja ekonomi makro, seberapa jauh kebijakan pemerintah kondusif bagi dunia usaha,kinerja dunia usaha,dan infrastruktur. Daya saing negara diartikan sebagai daya tarik suatu negara terhadap investor untuk menanamkan modalnya. Bagi investor harapannya adalah modal yang ditanamkan akan memberikan keuntungan yang tinggi. Dengan banyaknya investasi akan memberikan banyak lapangan kerja bagi masyarakat lokal yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Daya saing Indonesia makin merosot dari tahun ke tahun dan berada pada papan bawah. Menurut laporan International Institute for Management Development (IMD) dalam World Competitiveness Yearbook, daya saing Indonesia menempati urutan ke-52 pada 2006, menurun menjadi 54 pada 2007 dan bahkan pada 2008 ini peringkat Indonesia anjlok menjadi 51 dari 55 negara. Indonesia jauh di bawah negara ASEAN seperti Singapura (2), Malaysia (19),Filipina (40). Penilaian versi World Economic Forum juga menunjukkan daya saing Indonesia (54) masih lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Menurunnya daya saing diakibatkan oleh rendahnya kualitas pelayanan birokrasi, tidak efisiennya bisnis, meningkatnya biaya buruh, rendahnya kualitas infrastruktur, dan tingginya biaya investasi di Indonesia. Meskipun Indonesia termasuk negara yang memiliki daya saing yang rendah bukan berarti tidak ada investasi di Indonesia. Namun demikian pilihan investasi umumnya di sektor yang beresiko tinggi dan berbasis sumber daya alam.

Apabila daya saing ini tidak diperbaiki, maka investasi akan berhenti

dengan habisnya komoditas berbasis SDA.

Kondisi ini akan mengakibatkan

keterpurukan suatu bangsa, karena biaya recovery akibat pengambilan suberdaya alam yang berlebihan, akan jauh lebih besar dari penerimaan yang diperoleh negara. Sementara keuntungan terbesar hanya akan diperoleh para investor dengan meninggalkan kemiskinan di negara yang ditinggalkannya.

13


D. Asean-China Free Trade Area (A-CFTA) ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatanhambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. Dalam membentuk ACFTA, para Kepala Negara Anggota ASEAN dan China

telah

menandatangani

ASEAN-China

Comprehensive

Economic

Cooperation pada tanggal 6 Nopember 2001 di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam. Tujuan Asean-China FTA adalah sebagai berikut: 1. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara negara-negara anggota. 2. Meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa

serta

menciptakan

suatu

sistem

yang

transparan

dan

untuk

mempermudah investasi. 3. Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negaranegara anggota. 4. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam –CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota.

14


E. Dukungan Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan DaerahBappenas Dalam kancah persaingan Asean-China Free Trade Area (A-CFTA) ini dukungan Direktorat EKPD-Bappenas kepada Pemerintah Daerah dalam hal meningkatkan kemampuan Daerah dalam merumuskan dan mengevaluasi dokumen perencanaannya (RPJMD) yang berkualitas dalam rangka percepatan reformasi birokrasi adalah sangat signifikan. Oleh karena itu, Direktorat EKPD-Bappenas sebaiknya memilih posisi terdepan sebagai learning organization (LO). Menurut Senge (1990), LO adalah organisasi di mana anggotanya secara terus menerus meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai tujuan yang mereka dambakan, pola pikir baru dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan bebas berkembang dan anggota juga terus menerus belajar untuk bagaimana belajar bersama-sama. Selanjutnya Senge mengatakan bahwa saat ini LO menjadi makin penting karena meningkatnya kecepatan perubahan dan persaingan, meningkatnya kompleksitas perubahan

permasalahan, sifat

pekerjaan

banyaknya dan

ketidakpastian,

kompetensi

angkatan

serta

terjadinya

kerja.

Senge

menambahkan bahwa inti dari LO adalah informasi yang tersedia harus accessible (dapat diakses) dan selalu diperkaya melalui proses interaktif yang sehat, serta SDM dalam organisasi harus selalu dekat dengan informasi, dapat melihat fakta-fakta baru,dan tertantang untuk mencipta yang baru.

F. Konsep Paradigma Paradigma berasal dari kata bahasa Yunani yaitu paradeigma (LAN, 2010) yang berarti model atau pola atau contoh, sebagai teori dasar atau cara pandang yang fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, dan berisikan

teori

pokok, konsep, asumsi, metodologi atau cara pendekatan yang dapat dipergunakan para teorisi dan praktisi dalam menanggapi sesuatu permasalahan 15


baik dalam kaitan pengembangan ilmu maupun dalam upaya pemecahan permasalahan bagi kemajuan hidup dan kehidupan manusia. Dalam rangka pemecahan permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis ini, secara khusus tiga kajian paradigma yang relevan untuk digunakan sebagai alat analisis dicoba untuk diungkapkan yang mencakup: Paradigma Kepemimpinan,

Paradigma

Organisasi

Pembelajaran,

dan

Paradigma

Pembangunan Sumber Daya Manusia.

1. Paradigma Kepemimpinan Paradigma Kepemimpinan merupakan cara pandang atau pola baru yang mendasar terhadap perencanaan kepemimpinan yang dilandasi oleh konsep, teori, nilai-nilai dan metodologi tertentu dalam menyelesaikan permasalahan kepemimpinan. Sementara menurut Ralph M. Stogdill dalam Sedarmayanti (2004), “Kepemimpinan� adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam upaya perumusan dan pencapaian tujuan. Sejalan dengan ini, Adi Sujatno (2007) mendefinisikan “Kepemimpinan� adalah proses mempengaruhi orang lain agar mau melakukan secara ikhlas untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Dengan demikian, kepemimpinan merupakan sebuah proses atau manajemen bagaimana seorang pemimpin mengelola perubahan. Artinya proses tersebut menunjukan adanya suatu kondisi atau situasi yang ditimbulkan dari interaksi antara pemimpin dengan pengikutnya. Dengan demikian kepemimpinan pada dasarnya merupakan fenomena sosial (hubungan sosial). Pemimpin

(leader)

adalah

orang

yang

menjalankan/melakukan

kepemimpinan (leadership), dengan esensi yang terpenting adalah bahwa orang tersebut melakukan suatu perubahan. Jadi apabila orang yang menjalankan kepemimpinan itu tidak melakukan perubahan, maka mereka hanya merupakan dan disebut sebagai pimpinan. Pimpinan diartikan sebagai kedudukan seseorang atau sekelompok orang pada hierarki tertentu dalam organisasi yang mempunyai bawahan, dengan segala kewenangan dan tanggungjawabnya. Perbedaan 16


pemimpin dan manajer adalah kalau pemimpin memusatkan perhatian pada orang dan memiliki perspektif jangka panjang sehingga selalu melakukan perubahan, sedangkan manajer itu memikirkan perihal sistem dan struktur termasuk menjalankan sistem dengan benar, serta hanya memikirkan rentang waktu pendek. Dalam organisasi pemerintahan, pimpinan menunjukan seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai suatu jabatan dengan tugas, kewenangan dan tanggungjawab yang melekat pada jabatannya. Sedangkan pemimpin adalah sosok yang memiliki kemampuan dalam memberikan inspirasi, memandu, mengembangkan kompetensi, mendorong, ataupun mengkoreksi kepada kelompoknya dalam mengemban tugas mencapai tujuan bersama. Dengan demikian pemimpin harus memiliki kompetensi yang memadai baik menyangkut pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan sikap. Hal ini sejalan dengan pengertian kompetensi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 bahwa kompetensi adalah tingkat ketrampilan, pengetahuan dan tingkah laku yang dimiliki oleh seorang individu dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dalam organisasi. Seiring

dengan

lajunya

perubahan

dan

semakin

kompleksnya

permasalahan, maka seorang pemimpin diharapkan dapat berfungsi : a.

Sebagai perancang (designer), fungsi dari perancangan atau apa yang orang sebut “Arsitektur adalah jarang nampak, terjadi dibalik layar�. Peran sebagai perancang, pemimpin harus mampu membangun ide-ide dan merancang pekerjaan meliputi perumusan kebijakan, strategi dan struktur yang mengarahkan ide-ide dalam pengambilan keputusan.

b.

Sebagai guru (teacher), pemimpin berperan dalam membantu setiap orang dalam organisasi, termasuk dirinya untuk memperoleh pandangan yang luas tentang realitas saat ini. Samahalnya dengan peran sebagai pelatih, pembimbing atau fasilitator.

c.

Sebagai pelayan (steward), yaitu memberikan pertolongan pada orangorang yang mereka pimpin dan pembantuan bagi tujuan yang lebih besar atau misi organisasi. 17


Lebih lanjut Mustopadidjaja AR (2003), menjelaskan bahwa kepemimpinan aparatur perlu memiliki 5 (lima kompetensi) berikut : a.

Kompetensi Strategis Berpikir strategis merupakan suatu kompetensi yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang berpikir strategis akan mempunyai kemampuan dalam melihat jauh kedepan untuk menghadapi tantangan serta kebutuhan organisasi. Hal ini dapat tercermin dari kemampuan menyusun visi dan misi serta merencanakan program dan kegiatan yang tepat. Visi merupakan gambaran masa depan yang realistis yang ingin diwujudkan dalam waktu tertentu (Senge, Peter M.,1990, dan Nanus, B., 2001 ). Organisasi yang memahami visi, akan dapat berfungsi sebagai kekuatan untuk membangkitkan semangat yang terfokus, enerji untuk belajar, meningkatkan aspirasi, membuka cara-cara berpikir

dan

mengenali

keterbatasan-keterbatasan pribadi, membuat orang saling percaya dalam rangka mewujudkan kerjasama, landasan untuk mendefinisikan upayaupaya dalam memenuhi tuntutan masa depan. b.

Kompetensi Manajerial Kompetensi manajerial bahwa seorang pemimpin harus mampu mengelola berbagai sumber daya manajemen secara tepat guna dan tepat sasaran. Termasuk membangun komitmen agar seluruh anggota organisasi mampu dan mau berkolaborasi, bersinergi dan bekerjasama untuk kepentingan tujuan organisasi.

c.

Kompetensi Teknikal Kompetensi teknikal ini sangat penting untuk untuk dimiliki oleh seorang pemimpin. Kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan teknis yang sesuai bidang tugasnya dan jenis pekerjaan masing-masing. Kesesuaian kompetensi teknik ini dapat membantu dalam penempatan pegawai sesuai dengan prinsip “the right mano n the right place�. Sebagai seorang pemimpin, kemampuan diatas perlu dimiliki baik untuk dirinya sendiri maupun untuk menetapkan kebijakan. 18


d.

Kompetensi Sosial Kompetensi sosial yang dimaksud adalah bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan beradaptasi, membangun jejaring kerja (network) dan membangun

komunikasi

yang

efektif

dengan

berbagai

pelanggan.

Kompetensi sosial ini sangat penting untuk melihat kekuatan dan sumber daya serta kelemahan yang dapat diatasi dari lingkungan sosialnya. e.

Kompetensi Etik Kompetensi etik diartikan bahwa seorang pemimpin harus memiliki integritas kepribadian dan moral yang baik, jujur dan senantiasa mempertimbangkan nilai-nilai yang ada di tengah-tengah masyarakat.

Selanjutnya Sujatno (2007) menyimpulkan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang besar dan credible, maka yang harus dilakukan seorang pemimpin adalah melayani (to serve) dan harus mempunyai 5 (lima) kebiasaan yaitu : 1) See the future (melihat masa depan); 2) Engage and develop others (melibatkan dan kembangkan orang lain); 3) Reinvent continuously (temukan kembali terus menerus); 4) Value results and relationships (hargai hasil dan hubungan); 5) Embody the values (mewujudkan nilai).

Disisi lain, terjadinya pergeseran paradigma dari “Government is to govern”menjadi “Government is to serve the people” sebagai akibat perubahan situasi politik dan perekonomian global di akhir era tahun 1990an, dalam perkembangannya memerlukan pula penyesuaian terhadap konsep dan cara pendekatan dalam pelaksanaan manajemen pemerintah. Berkaitan dengan ini, sebagaimana dikemukakan A. Aziz Sanapiah (2010) bahwa UNDP (1998) dengan memakai pendekatan konsep “From Government To Governance” dalam penyelenggaraan manajemen di sektor publik (Public Management) menganggap perlu dilakukan perubahan secara mendasar

19


mengenai cara pandang dalam melihat peran pemerintah dalam manajemen publik, yaitu : 

Pemerintah yang semula dipandang sebagai pengelola melalui instrument birokrasi, memerlukan perubahan dengan “melibatkan masyarakat dan sektor swasta”;

Pendekatan yang semula fokus pada kewenangan dan power, diubah menjadi “pendekatan pada manajemen”;

Pandangan semula bahwa masyarakat sebagai objek dan kurang partisipasi dan pemberdayaan, diubah dengan memandang “masyarakat sebagai subjek dan mendorong partisipasi dan pemberdayaan mereka”.

Perubahan cara pandang mengenai peran penyelenggaraan pemerintah yang melibatkan masyarakat dan sektor swasta tersebut, selanjutnya merupakan landasan kearah kepemerintahan yang baik (Good Governance). Dalam kaitan ini, Basuki (2009 : 18) menyampaikan adanya pemisahan yang tegas antara peran ketiga pilar Good Governance termaksud yaitu : 

Negara : menciptakan kondisi politik, ekonomi dan social yang stabil; membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan; menyediakan pelayanan publik yang efisien dan akuntabel; menegakan HAM; melindungi lingkungan hidup; mengurus standar kesehatan dan standar pelayanan public;

Sektor Swasta : menjalankan industry; menciptakan lapangan kerja; menyediakan

insentif

bagi

karyawan;

meningkatkan

standar

hidup

masyarakat; memelihara lingkungan hidup; mentaati peraturan; transfer ilmu pengetahuandan teknologi kepada masyarakat; menyediakan kredit bagi pengembangan UKM; 

Masyarakat Madani : menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi; mempengaruhi kebijakan public; sarana checks and balances pemerintah; mengawasi penyalahgunaan wewenang sosial pemerintah; mengembangkan SDM, sarana komunikasi antar masyarakat.

20


Dalam operasional pelaksanaannya fungsi ketiga domain tersebut dijabarkan sebagai berikut dimana : 

Fungsi

Pemerintah,

meningkatkan

kompetensi

aparatur

dengan

menganggarkan biaya pendidikan dan pelatihan bidang terkait; 

Fungsi Sektor Swasta, menjadi mitra kerja pemerintah dalam kerjasama evaluasi eksternal;

Fungsi Masyarakat, mengorganisir diri dalam kelompok masyarakat untuk melakukan social control terhadap tingkat kinerja aparatur

2. Paradigma Organisasi Pembelajaran Dalam organisasi pembelajaran, seorang pimpinan harus mampu memainkan peranan baru (new roles), dapat memiliki ketrampilan baru (new skills), dan mampu menggunakan sarana baru (new tools) untuk pemetaaan masalah yang dihadapi organisasi dengan 5 (lima) disiplin yang esential yang diajarkan Peter Senge (1990), yaitu : (a) Berpikir sistemik (Systems Thinking); (b) Keahlian Pribadi (Personal Mastery); (c) Mental Model (Model Mental); (d) Membangun Visi Bersama (Building Shared Vision); dan (e) Pembelajaran Tim (Team Learning). Untuk

mengembangkan

berpikir

systemic

dalam

Learning

Organization, diperlukan komitmen dari para pimpinan untuk membuka diri dan mau mendengar apa yang tidak ingin didengar. Oleh karena itu pemimpin juga harus “unconcious competences”, “creatives” dan “visionary”, “learning community” dan “adaptive value” serta mau melakukan “inventory technology based competences”, yang berupa konsep, idea, gagasan untuk memastikan tercapainya suatu tujuan. Membangun visi bersama dalam organisasi merupakan suatu proses learning organization. Learning Organization mengajak para anggota organisasi untuk berpikir holistik dan sistemik dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal. Berpikir secara sistemik berarti berusaha 21


untuk memahami dan melihat secara menyeluruh, secara utuh seluruh bagian-bagian yang ada dalam system, dan mampu mengkomunikasikan tentang kompleksitas dan saling ketergantungan antar bagian/komponen. Keunggulan

berpikir

systemic

adalah

dapat

melihat

realitas

dalam

masyarakat secara menyeluruh; dapat mendeteksi hubungan-hubungan yang tidak kentara, tetapi pengaruhnya sangat nyata dalam situasi dynamic complexity, mendorong tindakan bersifat antisipatif, bukan semata-mata reaktif. Selanjutnya kelima disiplin Senge (1990) tersebut perlu dikembangkan sebagai suatu kesatuan utuh, sehingga dapat diwujudkan di dalam tindakan nyata sehari-hari. Keterpaduan kelima disiplin tersebut dapat dicapai melalui suatu proses dialog yang merupakan disiplin tambahan dalam mewujudkan organisasi pembelajaran. Kelima disiplin tersebut diintegrasikan oleh dialog. Dialog adalah salah satu bentuk komunikasi lisan yang dapat digunakan untuk memahami suatu persoalan dilihat dari berbagai sudut pandang. Melalui dialog manusia akan mampu melihat representatif dan sifat-sifat partisipatif pemikiran sehingga lebih peka dalam menyadari keterbatasan pemahamannya. Gambaran organisasi pembelajaran tersebut dapat dijelaskan pada diagram berikut ini :

22


Gambar 2.1: Interaksi disiplin kelima dalam organisasi

Berpikir Sistemik

Keahlian Pribadi

Mental Model

Dialog dan Diskusi Terampil

Visi Bersama

Pembelajaran Tim

3. Paradigma Pembangunan Sumber Daya Manusia. Pengembangan SDM akan selalu menjadi titik central dalam upaya peningkatan kinerja organisasi, peningkatan daya saing, baik pada skala mikro (organisasi) maupun makro (bangsa) dan bahkan skala global. Organisasi akan survive juga akan tergantung oleh SDM yang dinamis dan mau belajar terus menerus serta berhasil membentuk team learning. Berdasarkan

penelitian

menunjukan

bahwa

dunia

kerja

lebih

memerlukan SDM yang mempunyai (1) kemampuan pribadi ( jujur, tanggungjawab, komitmen, disiplin tinggi, etika), dan (2) kemampuan sosial. Artinya bahwa kemampuan teknis bukan menjadi penentu dalam penerimaan pegawai. Bagi lembaga pemerintah, yang menjadi masalah adalah bahwa belum semua lembaga mengikuti adanya perubahan paradigma pembangunan SDM, sehingga sistem manajemen SDM masih menggunakan pola lama

23


yang

tidak

memperhatikan

pendekatan

pengelolaan

SDM

berbasis

kompetensi. Pengembangan

SDM

melalui

dunia

pendidikan

perlu

melihat

kecenderungan kebutuhan pasar/dunia kerja. Namun pada umumnya dunia pendidikan dalam menyiapkan SDM lebih kepada mewujudkan kemampuan teknis, sehingga tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana dunia pendidikan mampu mewujudkan keseimbangan antara kemampuan berpikir, kemampuan berperasaan, dan kemampuan dalam bertindak. Dengan demikian tantangan bagi dunia pendidikan agar selain mewujudkan kemampuan teknis juga perlu menambahkan 5 (lima) goal untuk mewujudkan SDM yang mempunyai perilaku positif, yaitu : 

Tanggungjawab pada diri sendiri dan kepada orang lain (kematangan pribadi);

Tanggungjawab sosial, dimana individu mampu menyatu dengan masyarakat dan selalu mampu memelihara masyarakat;

Tanggungjawab psikologi, yaitu individu yang tidak membuat resah dirinya sendiri maupun orang lain;

Tanggungjawab hukum, yaitu individu yang mampu mematuhi dan menegakkan hukum;

Tanggungjawab moral, yaitu mengetahui hal yang baik dan buruk.

G. Konsep Kebijakan Publik Menurut Mustopadidjaja (2001), kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan

oleh

Instansi

yang

berkewenangan

dalam

rangka

penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan. Kebijakan publik dalam rangka penyelenggaraan negara merupakan suatu stratifikasi kebijakan yang dari sudut manajemen dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu: 1. Kebijakan umum (stratejik). 24


2. Kebijakan manajerial. 3. Kebijakan teknis-operasional yang berkaitan satu sama lain. Menurut Dunn (1991), masalah-masalah Kebijakan adalah produk pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan, suatu elemen situasi masalah, yang diabstraksikan dari situasi oleh para analis. Dengan begitu, apa yang kita alami merupakan situasi masalah, bukan masalah itu sendiri, yang seperti atom atau sel, merupakan suatu konstruksi nasional. Masalahmasalah Kebijakan adalah kebutuhan atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir, tetapi yang dapat dicapai melalui tindakan Kebijakan publik. Perumusan masalah, yang merupakan fase penelitian kebijakan dimana para analis menelaah berbagai formulasi masalah yang saling berbeda dari para pelaku kebijakan, tidak dapat dipungkiri merupakan kegiatan yang paling penting, dari para analis kebijakan. Perumusan masalah merupakan sistem petunjuk pokok atau mekanisme pendorong yang mempengaruhi keberhasilan semua fase analis kebijakan dewasa ini. Memahami masalah kebijakan adalah sangat penting , karena para analis kebijakan kelihatannya lebih sering gagal karena mereka memecahkan “masalah yang salah�, lebih baik memutuskan solusi yang salah terhadap masalah yang benar. Perumusan masalah merupakan pengetahuan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari : definisi masalah, pembuatan kebijakan melalui agenda setting. Sehingga dalam perumusan masalah dikemukakan: 1. Asumsi yang tersembunyi 2. Mendiagnosa sebab-sebab dan akibat 3. Memetakan tujuan 4. Memadukan pandangan yang bertentangan 5. Merancang peluang Dunn (1991) menjelaskan beberapa sifat atau ciri khas dari masalah Kebijakan, sebagai berikut : 1. Saling ketergantungan dari masalah Kebijakan 2. Subyektivitas dari masalah Kebijakan 25


3. Sifat buatan dari masalah 4. Dinamika masalah Kebijakan 5. Dilihat dari rumit tidaknya masalah Dunn (1991) mengurai teknik atau metode-metode perumusan masalah sebagai berikut : Perumusan masalah, mengambil prioritas di atas pemecahan masalah, dalam analisis Kebijakan. Perumusan masalah, dapat dipandang sebagai suatu proses , dengan 4 fase, yang saling tergantung, yaitu: pencarian masalah (problem search), pendefinisian masalah (problem definition), spesifikasi masalah (problem specification), dan pengenalan masalah. Selanjutnya William N. Dunn mengusulkan tahap-tahap perumusan masalah sebagaimana terlihat pada diagram berikut ini : Gambar 2.2: Tahap-tahap Perumusan Masalah Meta Masalah B Pencarian Masalah

Situasi Masalah

2

3

C

A

Pengenalan Masalah

Pendefinisian Masalah

1 D

Masalah Substantif

4 Spesifikasi Masalah

Masalah Formal

Mustopadidjaja mengusulkan tujuh langkah yang perlu dilakukan sejak dari pengkajian persoalan sampai perumusan rekomendasi kebijakan. Langkah-langkah tersebut antara lain : 1. Pengkajian Persoalan 26


Pengkajian Persoalan bertujuan menemukan dan memahami hakekat persoalan dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat. Tiga bekal pokok yang perlu dimiliki dalam pengkajian persoalan ini adalah teori, metodologi perumusan masalah dan informasi. 2. Penentuan Tujuan Tujuan adalah akibat yang secara sadar ingin dicapai atau ingin dihindari secara umum suatu kebijakan selalu bertujuan untuk mencapai kebaikankebaikan yang lebih banyak dan lebih baik atau mencegah terjadinya keburukan atau kerugian. Tujuan harus dirumuskan secara jelas, realistis dan terukur. 3. Perumusan Alternatif Pengembangan alternatif dilakukan berdasarkan : a. Pengamatan terhadap kebijakan yang ada (sedang dilaksanakan) dan kemudian diperbaiki secara bertahap (incremental). b. Melakukan semacam analogi dari suatu kebijakan dalam suatu bidang dan coba menerapkannya dalam bidang yang sedang dipelajari (branching). c. Merupakan hasil pengkajian dari persoalan tertentu (inventive). 4. Penyusunan Model Model adalah penyederhanaan dari kenyataan persoalan yang dihadapi, diwujudkan dalam hubungan-hubungan kausal atau fungsional. Model dapat dituangkan dalam

berbagai

bentuk yang dapat digolongkan

sebagai berikut : skematik model (seperti flow chart dan diagram) model fisik seperti miniatur, game model (seperti adegan latihan manajemen, peperangan dan sebagainya). Model akan bermanfaat dalam melakukan prediksi akibat-akibat yang timbul dari ada atau tiadanya perubahanperubahan dalam faktor penyebab. Dengan demikian model merupakan alat bantu yang baik dalam perumusan dan penentuan solusi atau dalam perumusan tujuan dan pengembangan serta penentuan pilihan alternatif kebijakan. 27


5. Penentuan Kriteria Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai alternatif-alternatif. Ini menyangkut bukan saja hal-hal yang bersifat pragmatis seperti ekonomi (efisien, dan sebagainya) politik (konsensus antar stakeholders dan sebagainya) Administratif (efektifitas dan sebagainya), tetapi juga hal-hal yang menyangkut nilai-nilai abstrak yang fundamental seperti etika dan filsafat (pemerataan, persamaan dan sebagainya). 6. Penilaian Alternatif Alternatif-alternatif yang dikembangkan selanjutnya dinilai berdasarkan kriteria yang disepakati. Tujuan penilaian alternatif adalah untuk mendapatkan gambaran lebih jauh tentang efektivitas, efisiensi dan kelayakan masing-masing alternatif dalam pencapaian tujuan, sehingga diperoleh kesimpulan mengenai alternatif mana yang paling efektif dan paling efisien atau paling layak. 7. Perumusan Rekomendasi Penilaian alternatif akan memberi gambaran tentang sejumlah pilihanpilihan yang tepat untuk mencapai tujuan tertentu. Langkah akhir dari analisis kebijakan adalah merumuskan sasaran mengenai alternatif yang diperhitungkan dapat mencapai tujuan secara optimal pada kondisi berbagai faktor lingkungan, administrasi dan ekonomi tertentu. Dalam rekomendasi sebaiknya dikemukakan pula strategi pelaksanaan dari alternatif yang disarankan atau direkomendasi. Pelaksanaan dan pengendalian kebijakan merupakan mata rantai perlengkapan dalam proses Kebijakan Publik (KP), dimana kebijakan publik yang telah disahkan dan telah dicantumkan dalam Lembaran Negara (LN) siap untuk dilaksanakan. Kebijakan Publik ada yang self executing (yaitu dengan sendirinya telah terimplikasikan begitu suatu kebijakan ditetapkan) dan ada yang non self executing, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan publik ditujukan

28


agar tujuan dikeluarkannya kebijakan publik dapat segera tercapai dengan dampak negatif yang sekecil. Sifat kebijakan publik, self executing atau non self executing. Siapa yang paling bertanggung jawab, apakah eksekutif, legislatif, badan-badan pemerintah, pihak swasta, pemerintah, LSM dan masyarakat. Pelaksanaan pengendalian kebijakan publik dilakukan secara simultan yang berorientasi pada sasaran dan tujuan serta target group dari kebijakan publik harus efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya berdasarkan prosedur. Evaluasi Kebijakan Publik merupakan langkah terakhir dalam proses suatu kebijakan, yang dilakukan pada tahap pemanfaatan pelaksanaan, pengawasan ataupun pertanggungjawaban. Setiap tahapan berisi kegiatan pengumpulan dan analisis data informasi

serta

pelaporan

perkembangan

pencapaian

hasil

kegiatan

pelaksanaan. Evaluasi kebijakan mempunyai tiga klasifikasi, yaitu : 1. Evaluasi administrasi. 2. Evaluasi kebijakan bidang hukum. 3. Evaluasi politik. Evaluasi

kinerja

kebijakan

pada

hakikatnya

dilakukan

untuk

mengetahui ketepatan dan aktifitas agar dapat dilakukan langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai manfaat yang lebih baik. Prinsip-prinsip Evaluasi Kebijakan, terdiri dari : 1. Fokus Nilai : Evaluasi ditujukan kepada pemberian nilai terhadap manfaat atau kegunaan. 2. Interpendensi fakta – nilai : hasil evaluasi tidak hanya tergantung pada bukti-bukti tetapi juga terhadap nilai-nilai. 3. Orientasi masa kini dan masa lalu : evaluasi mempersoalkan masa lalu. 4. Obyektif evaluasi menyatakan : penemuan-penemuan yang terdapat dilapangan

apa

adanya

dengan

meningkatkan

keterlibatan

aktif

masyarakat. 29


Dalam metode dan pendekatan evaluasi kinerja kebijakan, terdapat dua analisis, yaitu : 1. Analisis lintas dampak yaitu untuk mendapat bukti manfaat dalam mengidentifikasikan

hasil

kebijakan

yang

terantisipasi

(kurang

diperhitungkan) yang berlandaskan dengan mencapai program kebijakan. 2. Analisis Survei Pemakaian (user survey analysis) adalah serangkaian prosedur untuk mengumpulkan mengenai evaluasi suatu kebijakan program dari calon pengguna dan pelaku-pelaku lainnya. Teknik-teknik Pengukuran dalam Evaluasi Kinerja, yaitu : 1. Penafsiran evaluasi analisis. 2. Tahap-tahap dalam pelaksanaan analisis manfaat ganda. 3. Teknik-teknik pengukuran (tujuan dan teknik-teknik untuk evaluasi sistematik). 4. Macam-Macam Bentuk Ukuran Kinerja. a. Rasio masukan dan keluaran dengan sejumlah atau pelayanan yang diberikan sebagai ukuran dan jam kerja atau unit biaya pelayanan yang diberikan sebagai ukuran masukan. b. Asumsi pada setiap tipe pengukuran merupakan kualitas keluaran yang

dilaksanakan

secara

tetap

atau

penyempernuaan-

penyempurnaan sebagai sesuatu rasio yang lebih efisien yang dapat dicapai. 5. Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard Balanced Scorecard dinyatakan oleh para alhli sebagai suatu system manajenmen stratejik menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi kedalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja dalam empat perspektif yang saling berhubungan, yaitu : keuangan, kepuasan pelanggan, penyempurnaan proses internal, pembelajaran dan inovasi/pertumbuhan, perspektif yang satu akan berdampak pada keberhasilan perspektif lainnya.

30


H. Konsep Manajemen Stratejik Manajemen Stratejik (Strategic Management) dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu dalam merumuskan, menerapkan dan mengevaluasi keputusan-keputusan, antara lain fungsi kegiatan sehingga suatu organisasi dapat mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Kajian manajemen stratejik menggunakan model manajemen stratejik Whittaker yang disempurnakan terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menetapkan Visi, Misi dan Nilai Organisasi a. Visi adalah gambaran masa depan yang dipilih dan hendak diwujudkan dan kondisi ideal tentang masa depan yang realistis, dapat dipercaya, meyakinkan serta mengandung daya tarik. b. Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai visi. c. Nilai adalah menjelaskan bagaimana kita seharusnya bersikap dalam menjalankan tugas dalam rangka mencapai visi organisasi. 2. Pencermatan Lingkungan Stratejik a. Pencermatan Lingkungan Internal (PLI) yaitu suatu kegiatan yang dilakukan

untuk

menganalisis

dan

mencermati

kekuatan

dan

kelemahan dari dalam organisasi sendiri. b. Pencermatan Lingkungan Eksternal (PLE) yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis dan mencermati peluang dan ancaman dari luar organisasi 3. Implementasi Systems Thinking pada Manajemen Stratejik. Aplikasi atau implementasi systems thinking pada manajemen stratejik bertujuan untuk menyelesaikan, memecahkan atau solusi pemecahan masalah secara sistem (sistemik) yang ada. 4. Implementasi Scenario Planning pada Manajemen Stratejik Proses implementasi scenario planning pada dasarnya bersifat linier dan merupakan suatu kegiatan yang memerlukan proses pelaksanaan secara bertahap. Dari berbagai kajian tentang proses penyusunan 31


rumusan scenario planning ternyata tidak ada proses pentahapan yang baku. 5. Implementasi Balanced Scorecard Pada Manajemen Stratejik Penggunaan Balanced Scorecard dalam konteks organisasi ditujukan untuk menghasilkan proses yang produktif dan cost effective, menghasilkan financial return yang berlipat ganda dan berjangka panjang, mengembangkan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen, mewujudkan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer pelanggan.

32



BAB III INSTRUMEN ANALISIS

A. Instrumen Analisis Kajian Paradigma Instrumen analisis kajian paradigma akan menjelaskan tentang organisasi pembelajaran (learning organization) bahwa paradigma cukup efektif dan berguna bagi setiap organisasi, karena dengan paradigma pembelajaran ini akan mendorong setiap aparatur untuk terus menerus meningkatkan kapasitasnya untuk menciptakan hasil yang mereka inginkan dan dimana pola pikir baru dan luas terus dikembangkan, aspirasi kolektif dibiarkan bebas dan anggota-anggotanya terus berjalan bersama. Dengan demikian mereka akan terus belajar menambah ilmu pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta wawasan sehingga kinerja mereka terus meningkat dan mereka senantiasa dapat menyesuaikan dirinya dengan perkembangan yang terus berubah. Dalam kaitan ini, di lingkungan Direktorat EKPD-Bappenas, penerapan konsep paradigma baru yang meliputi Building Learning Commitment (BLC) dan Building Learning Organization (BLO) sudah diterapkan namun belum optimal sehingga masih perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dari indikasi sebagai berikut : 1. Building Learning Comitment (BLC) Komitmen pembelajaran sudah ada dengan telah dilaksanakan berbagai pendidikan dan pelatihan bagi aparatur namun masih perlu ditingkatkan sehingga seluruh aparatur memiliki komitmen, motivasi dan rasa tanggungjawab yang kuat untuk terus meningkatkan kinerjanya dalam melaksanakan tupoksinya. 2. Building Learning Organization (BLO) a. Systems Thinking, belum semua aparatur termasuk unsur pimpinan, yaitu Direktur dan para Kasubdit, dapat mengembangkan pola berpikir

33


sistemik dalam memecahkan persoalan organisasi seperti dengan menggunakan instrumen atau piranti archetype. b. Personal Mastery, belum semua aparatur memiliki kemampuan profesional dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya masingmasing. c. Mental Models, belum semua aparatur memiliki mental models positif bahkan mental block. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya sebagian aparatur yang kurang respon dan disiplin terhadap tugasnya. d. Building Shared Vision, belum semua aparatur dalam melaksanakan

tugasnya mengacu pada visi bersama yang sudah disepakati. Mereka lebih cenderung bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti harus ada pedoman, juklak dan juknis. e. Team

Learning,

belum

semua

aparatur

dilibatkan

dalam

mengembangkan tim pembelajaran dalam penanganan masalah yang dihadapi. Hal ini terlihat dari masih kurangnya kerjasama, koordinasi, interaksi individu dalam pelaksanaan tugas.

B. Instrumen Analisis Kajian Kebijakan Publik Dalam instrumen analisis kajian kebijakan publik dikatakan bahwa kebijakan publik memegang posisi yang sangat penting dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, yang dalam hal ini termasuk Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD). Oleh karena itu, pertimbangan yang sangat cermat dan menyeluruh harus selalu menjadi acuan utama bagi pembuat kebijakan karena setiap produk kebijakan selalu akan berdampak multidimensional terhadap publik. Kebijakan apapun yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan harus selalu berorientasi kepada tujuan dan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada Direktorat EKPD-Bappenas, penerapan konsep kebijakan publik telah diterapkan dan dijabarkan dalam berbagai kebijakan teknis operasional, namun belum mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan merespon harapan pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. 34


Kesenjangan ini terjadi karena dalam merumuskan masalah kebijakan belum sepenuhnya menggunakan langkah-langkah perumusan masalah kebijakan seperti yang dianjurkan oleh William N. Dunn atau Prof. Mustopadidjaja AR, sehingga kebijakan teknis yang sudah dirumuskan sering mengalami hambatan dalam pelaksanaan karena terbentur oleh masalah kemampuan SDM, dana, sarana dan prasarana, administrasi, manajemen dan lain-lain. Oleh karena itu, di lingkungan Direktorat EKPD-Bappenas masih perlu pemahaman yang lebih mendalam terhadap konsep-konsep perumusan masalah kebijakan sehingga menghasilkan kebijakan yang lebih efektif dan efisien.

C. Instrumen Analisis Kajian Manajemen Stratejik Instrumen analisis kajian manajemen stratejik menerangkan bahwa manajemen stratejik adalah suatu cara untuk mengendalikan organisasi secara efektif dan efisien, sampai kepada implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasarannya tercapai. Sasaran manajemen stratejik adalah meningkatkan : kualitas organisasi, efisiensi penganggaran, penggunaan sumber daya, kualitas evaluasi program dan pemantauan kinerja, serta kualitas pelaporan. Manajemen Stratejik terdiri dari dua bagian yaitu : 1. Perencanaan Stratejik (Perencanaan Konseptual) : merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh Direktorat EKPD-Bappenas agar mampu menjawab tuntutan lingkungan stratejik lokal (masyarakat dan swasta), nasional, global dan tetap berada dalam tatanan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI). 2. Perencanaan Kinerja (Perencanaan Operasional) : Merupakan proses penyusunan rencana kerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang ditetapkan dalam rencana stratejik, yang akan dilaksanakan oleh Direktorat EKPD-Bappenas melalui berbagai kegiatan tahunan. 35


Proses

perumusan

manajemen

stratejik

yang

dipergunakan

dalam

penyusunan KTP2 ini mulai dari perumusan visi sampai pada penyusunan program, di mana dalam program tersebut merupakan kumpulan kegiatan nyata, sistematis dan terpadu yang dilaksanakan oleh aparatur Direktorat EKPD-Bappenas dalam rangka kerjasama untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Adapun langkah-langkah proses perumusan manajemen stratejik : 1. Perumusan Visi, Misi, Nilai. 2. Pencermatan Lingkungan Stratejik, yang meliputi: a. Pencermatan Lingkungan Internal (PLI), b. Percermatan Lingkungan Eksternal (PLE), c. Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI), dan d. Kesimpulan Analisis Faktor Ekternal (KAFE).

Implementasi Systems Thinking pada Manajemen Stratejik. Aplikasi atau implementasi systems thinking pada manajemen stratejik

bertujuan

untuk

menyelesaikan,

memecahkan

atau

solusi

pemecahan masalah secara sistem (sistemik) yang ada di Direktorat EKPDBappenas.

Implementasi Balanced Score Card pada Manajemen Stratejik Penggunaan Balanced Score Card dalam konteks organisasi ditujukan untuk menghasilkan proses yang produktif dan cost effective, menghasilkan financial return yang berlipat ganda dan berjangka panjang, mengembangkan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen,

36


mewujudkan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer pelanggan.

Implementasi Scenario Planning pada Manajemen Stratejik Proses implementasi scenario planning pada dasarnya bersifat linier dan

merupakan suatu kegiatan yang memerlukan proses pelaksanaan

secara bertahap. Dari berbagai kajian tentang proses penyusunan rumusan scenario planning ternyata tidak ada proses pentahapan yang baku.

37



BAB IV ANALISIS PERMASALAHAN

A. Deskripsi Direktorat Evaluasi Kinerja Pembanguan Daerah (EKPD) Bappenas

1. Tugas Pokok Menurut Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Badan

Perencanaan

Pembangunan

Nasional

No.PER.005/M.PPN/10/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Menneg PPN/Bappenas,

Direktorat

EKPD-Bappenas

mempunyai

tugas

melaksanakan perumusan kebijakan dan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan penilaian pelaksanaan program kinerja pembangunan daerah.

2. Fungsi Dalam

melaksanakan

tugas

dimaksud,

Direktorat

EKPD-

Bappenas menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan dan koordinasi pemantauan dan evaluasi kinerja pembangunan daerah; 2. Pemantauan, evaluasi, dan penilaian pelaksanaan program, lintas program,

prioritas

pembangunan

yg

RKP

serta

dicanangkan

RPJMN oleh

termasuk

Presiden

di

agenda bidang

pembangunan daerah; 3. Penyusunan dan pelaporan kinerja pembangunan daerah; 4. Pelaksanaan hubungan kerja bidang pemantauan dan evaluasi kinerja pembangunan daerah;

38


5. Penyusunan rencana kerja pelaksanaan tugas dan fungsinya serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaannya; 6. Koordinasi pelaksanaan kegiatan pejabat fungsional perencana di lingkungan direktoratnya.

3. Indikator Pencapaian Target Menurut Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No.1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian PPN/Bappenas 2010-2014, indikator pencapaian target pembangunan 2010-2014 Direktorat EKPDBappenas adalah sebagai berikut: 1. Persentase kesesuaian kebijakan rencana terhadap pembangunan di daerah terhadap Undang-undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 2. Persentase hasil Evaluasi Pembangunan Daerah terhadap rancangan dokumen lima tahunan (RPJMN) 3. Persentase hasil evaluasi pembangunan daerah terhadap rancangan dokumen tahunan (RKP) 4. Persentase ketepatan waktu penyelesaian pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja pembangunan daerah 5. Persentase kesesuaian muatan rekomendasi hasil pemantauan dan evaluasi tematik pembangunan daerah dengan RPJMN 6. Persentase hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah terhadap pelaksanaan kebijakan prioritas pembangunan dalam RPJMN/RKP (evaluasi tematik) 7. Persentase daerah yang memiliki dokumen pedoman evaluasi kinerja pembangunan daerah. 8. Jumlah dokumen evaluasi di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah tingkat provinsi

39


B. Analisis Kajian Paradigma Sebagaimana dikemukakan pada bab terdahulu, bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat EKPD-Bappenas belum optimal, sehingga menimbulkan kesulitan dalam pemenuhan pencapaian target yang menjadi tanggungjawabnya. Faktor yang sangat penting untuk dibenahi adalah bagaimana strategi yang diupayakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk melaksanakan fungsi evaluasi lingkungan Bappenas. Strategi

yang

dilakukan

antara

lain

melalui

kajian

paradigma:

1)

membangun komitmen belajar, 2) membangun organisasi pembelajaran; 3) peran kepemimpinan dalam penerapan prinsip Good Governance.

1. Membangun Komitmen Belajar (BLC) Komitmen belajar sangat penting dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia para evaluator di Direktorat EKPD-Bappenas. Hal ini perlu dilakukan karena sumber daya manusia memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas pencapaian target evaluasi secara keseluruhan. Komitmen

belajar

mendorong

aparatur

untuk

dapat

mengembangkan nilai-nilai pribadi secara positif. Oleh karenanya BLC perlu dilakukan secara konsisten oleh Direktorat EKPD-Bappenas melalui kegiatan-kegiatan seperti diklat, kursus, seminar, lokakarya, litbang, dan sebagainya. Proses pembelajaran seperti itu merupakan proses pembelajaran pengalaman nyata, pengamatan cermat, serta konseptualisasi

abstrak

eksperimentasi.

Dengan

demikian,

dapat

diketahui gaya belajar apa yang diperankan oleh para evaluator di Direktorat EKPD-Bappenas. Selanjutnya dengan terus melakukan pembelajaran maka staf akan menyikapi persoalan organisasi dalam mencapai tujuannya. 40


2. Membangun Organisasi Pembelajaran (BLO) Upaya pengembangan organisasi pembelajaran adalah strategi yang tepat untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh Direktorat EKPD-Bappenas terutama untuk mengatasi kendala-kendala yang ada. Sebab dengan membangun organisasi pembelajaran maka akan tercipta aparatur yang memiliki kualitas dalam menjalankan tugas dan fungsi serta kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Dalam

pengembangan

organisasi

pembelajaran,

Direktorat

EKPD-Bappenas telah melaksanakan program-program peningkatan kualitas sumber daya manusia baik teknis fungsional maupun struktural, namun hal ini dirasakan belum optimal karena keterbatasan anggaran serta ketergantungan pada unit lain yang mempunyai kewenangan merencanakan diklat aparatur. Persoalan yang paling penting adalah bahwa fifth disciplines yang meliputi personal mastery, mental models, building shared vision, team learning, dan system thinking, belum dikembangkan secara penuh di lingkungan Direktorat EKPD-Bappenas. Hal tersebut terindikasikan dengan masih ada sumber daya manusia yang dalam pelaksanaan pekerjaan yang kurang terampil dan ahli karena kompetensi yang tidak sesuai dengan bidang tugas. Masih ada sumber daya manusia yang belum berkontribuai aktif dalam menghadapi

persoalan-persoalan

organisasi,

dan

belum

ada

pemahaman mengenai visi organisasi. Di samping itu, cara berpikir untuk menyelesaikan suatu masalah masih bersifat linier, hal ini terlihat dari cara menyelesaikan suatu permasalahan oleh staf evaluator tidak bersifat komprehensif dalam menyelesaikan masalah organisasi, sehingga pekerjaan yang dihasilkan tidak optimal. Menyimak permasalahan tersebut di atas, maka sangatlah perlu untuk

mensosialisasikan

konsep

BLO,

secara

konsisten

dan 41


berkesinambungan

dengan

menjadikan

Direktorat EKPD-Bappenas

sebagai organisasi pembelajar.

3. Paradigma Kepemimpinan Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi Direktorat EKPDBappenas, peranan kepemimpinan sangat penting khususnya dalam rangka

perumusan,

penetapan,

pelaksanaan

dan

pengendalian

kebijakan-kebijakan. Melihat kondisi yang ada di Direktorat EKPD-Bappenas dengan kendala dan permasalahan yang sudah disebutkan di atas, tidak terlepas juga dari peran kepemimpinan yang mestinya bertanggung jawab terhadap permasalahan yang ada. Hal ini menunjukan bahwa nilai-nilai dan peran kepemimpinan belum diaktualisasikan secara komprehensif dalam menjalankan tugas dan fungsi di Direktorat EKPD-Bappenas, di samping itu juga terlihat bahwa pemahaman yang ada masih perlu ditingkatkan kapasitasnya serta merubah cara berpikir, khususnya untuk mendukung dapat dijalankannya peran pemimpin sebagai “as a steward, as a designer, dan as a teacher�. Pelaksanaan

fungsi

monitoring

dan

evaluasi

memerlukan

dukungan serta peran pemimpin khususnya dalam perumusan strategi, kebijakan dan program yang efektif dan efisien. Sebagai pelayan, pimpinan

Direktorat

EKPD-Bappenas

dapat

mengarahkan

dan

memberikan petunjuk yang tepat untuk melaksanakan kebijakan dan strategi yang sudah ditetapkan. Sehubungan kepemimpinan

dengan

harus

hal

tersebut,

dioptimalkan

dalam

nilai-nilai rangka

dan

peran

menunjang

pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat EKPD-Bappenas. Dengan

landasan

teori

kepemimpinan

dan

konsep

penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) di atas, dan berdasarkan hasil analisa atas informasi dan data yang 42


diperoleh, terlihat bahwa permasalahan kredibilitas kepemimpinan muncul sebagai akibat : a. Rendahnya komitment dari Direktur dan ketiga Kepala Sub Direktorat di

lingkungan

dukungan

Direktorat

terhadap

EKPD-Bappenas

percepatan

reformasi

khususnya

terkait

birokrasi

untuk

meningkatkan daya saing bangsa di Era Asean-China Free Trade Area; b. Perubahan kondisi di atas dan sejalan dengan tuntutan RPJMN 2010-2014 yang dicanangkan, jelas menuntut adanya berbagai penyesuaian terhadap kebijakan dan aturan pelaksanaan internal yang selama ini digunakan; c. Kerjasama dengan sektor swasta dan pihak universitas selaku mitra kerja, khususnya dalam pengembangan teknologi informasi untuk peningkatan pelayanan guna memenuhi tingkat kepuasan konsumen, juga belum dilakukan dengan optimal; d. Kurangnya koordinasi dan keterlibatan Direktorat EKPD-Bappenas dalam evaluasi kinerja pembangunan juga ikut berperan terhadap rendahnya kompetensi SDM yang ada; e. Keterbatasan dana anggaran yang tersedia setiap tahunnya, merupakan salah satu faktor penghambat lainnya dalam optimalisasi usaha pencapaian target tahunan Direktorat EKPD-Bappenas; f. Kurang berfungsinya mekanisme pengawasan internal maupun eksternal yang ada ikut mendorong berkembangnya permasalahan rendahnya kinerja Direktorat EKPD-Bappenas.

B.1. Pemecahan Masalah Dari hasil analisis masalah diatas dan memperhatikan pula latar belakang, masalah pokok dan landasan teori yang ada, dicoba untuk memecahkan masalah tersebut melalui System thinking model dengan menggunakan Causal Loop Diagram. 43


Variabel-Variabel Mengingat cukup banyaknya variabel yang memungkinkan dapat memicu dan berperan dalam menciptakan kemunculan dan terjadinya masalah di atas, dicoba untuk mempersempit pengelompokan variabel dengan mencari dan menetapkan variabel-variabel dasar yang berjumlah 12 variabel yang diturunkan dari permasalahan sebagaimana dijelaskan dalam table berikut. Tabel 4.1: Permasalahan dan Variabel

No. Permasalahan 1. Belum memiliki Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku. 2. Belum memiliki jaringan data yang terintegrasi. 3. Masih banyaknya dokumen perencanaan daerah yang belum siap di evaluasi. 4. Belum memiliki indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif. 5. Masih kurangnya infrastruktur bidang Teknologi Informasi di lingkungan Direktorat EKPD-Bappenas dalam rangka penyelenggaraan dan penyajian informasi kinerja pembangunan daerah. 6. Belum dimanfaatkannya hasil evaluasi sebagai feedback perencanaan. 7. Belum memiliki sistem evaluasi RPJMN di daerah. 8. Banyaknya peraturan perundangundangan yang terkait di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang belum harmonis. 9. Terbatasnya jumlah staf organik untuk mendukung Tupoksi Direktorat, sekurang-kurangnya dua orang staf

Variabel Sistem EKPD yang baku

Jaringan data yang terintegrasi Dokumen perencanaan daerah Indikator kinerja pembangunan daerah Infrastruktur Teknologi Informasi

Hasil evaluasi Sistem evaluasi RPJMN di daerah. Peraturan perundangundangan

Staf Direktorat EKPD

44


No. 10.

11.

12.

Permasalahan pada setiap Subdit. Masih kurangnya kapasitas para staf dalam bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah sehubungan dengan baru terbentuknya kedeputian evaluasi. Kurangnya koordinasi antar Direktorat dalam rangka melaksanakan evaluasi dan informasi kinerja pembangunan daerah. Adanya duplikasi Tupoksi dengan instansi lain di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah.

Variabel Kapasitas staf EKPD

Koordinasi

Duplikasi Tupoksi

Analisis Causal Loop Diagram (Leverage dan Ranking) Dengan menggunakan metode analisis Causal Loop Diagram melalui program Vensim, dapat digambarkan hubungan antar dua belas variabel di atas sebagai berikut : CLD Direktorat EKPD-Bappenas S

S

Jaringan data yang terintegrasi

S S

Peraturan perundang-undangan

S

S

S

Indikator kinerja S pembangunan daerah

Sistem EKPD yang baku

Dokumen perencanaan daerah

S S Hasil evaluasi

S

S S

S S

Sistem evaluasi RPJMN di daerah

S

Infrastruktur Teknologi Informasi

S

S

Staf Direktorat EKPD

S

S Kapasitas staf EKPD

S

S

S

Duplikasi Tupoksi

S Koordinasi

S

45


Berdasarkan penghitungan jumlah loop, maka yang menjadi pengungkit adalah Sistem EKPD yang baku, dengan gambar Uses Tree maupun Causes Tree untuk menjelaskan hubungan pengungkitnya adalah sebagai berikut :

Uses Tree Dokumen perencanaan daerah Jaringan data yang terintegrasi

Infrastruktur Teknologi Informasi (Indikator kinerja pembangunan daerah)

Sistem EKPD yang baku

(Dokumen perencanaan daerah) Indikator kinerja pembangunan daerah

(Sistem EKPD yang baku) Peraturan perundang-undangan Sistem evaluasi RPJMN di daerah

Causes Tree (Sistem EKPD yang baku) Infrastruktur Teknologi Informasi Jaringan data yang terintegrasi

Indikator kinerja pembangunan daerah Sistem EKPD yang baku

Staf Direktorat EKPD Dokumen perencanaan daerah Koordinasi

Sistem evaluasi RPJMN di daerah

(Indikator kinerja pembangunan daerah)

46


Dari gambar tersebut dapat diijelaskan bahwa peran Sistem EKPD yang baku menjadi pengungkit karena perlunya meningkatkan terselenggaranya jaringan data yang terintegrasi dan indikator kinerja pembangunan daerah. Selanjutnya berdasarkan jumlah loop yang ada dianalisis untuk membuat ranking atas masing-masing variabel untuk menetapkan variabel pengungkit (Leverage) yang dapat diuraikan sebagai berikut :

Matriks 4.1 Analisis CLD

No.

Variabel

Jumlah Loop

Ranking

1.

Sistem EKPD yang baku

19

I

2.

Jaringan data yang terintegrasi

15

III

3.

Dokumen perencanaan daerah

10

VI

4.

Indikator kinerja pembangunan daerah

16

II

5.

Infrastruktur Teknologi Informasi

13

V

6.

Hasil evaluasi

1

XI

7.

Sistem evaluasi RPJMN di daerah.

15

IV

8.

Peraturan perundang-undangan

4

IX

9.

Staf Direktorat EKPD

7

VIII

10.

Kapasitas staf EKPD

2

X

11.

Koordinasi

9

VII

12.

Duplikasi Tupoksi

--

XII

Dari analisis diagram kausal tersebut di atas, terlihat bahwa variabel sistem EKPD yang baku merupakan variabel dengan jumlah Loop tertinggi (19) sehingga merupakan leverage/variabel lengungkit yang mampu menggerakan variabel lainnya untuk secara bersinergi menyelesaikan masalah yang dihadapi. 47


Selanjutnya dengan didukung perangkat Causes Tree dan Uses Tree yang ada, dicoba membuat analisis pemecahan masalah berikut : 

Tingginya jumlah loop variabel sistem EKPD yang baku tersebut juga tidak terlepas dari dukungan hubungan variabel indikator kinerja pembangunan daerah (ranking 2) dan variabel jaringan data yang terintegrasi (ranking 3).

Dalam pelaksanaannya, keberhasilan Capacity Building Direktorat EKPDBappenas, sangat ditentukan oleh tersedianya sistem evaluasi RPJMN di daerah (variabel Sistem evaluasi RPJMN di daerah, ranking 4), yang akan didukung oleh ketersediaan infrastruktur bidang Teknologi Informasi di lingkungan Direktorat EKPD-Bappenas dalam rangka penyelenggaraan dan penyajian informasi kinerja pembangunan daerah (variabel Infrastruktur Teknologi Informasi, ranking 5).

Masih banyaknya dokumen perencanaan daerah yang belum siap di evaluasi (variabel Dokumen perencanaan daerah, ranking 6) dan kurangnya koordinasi antar Direktorat dalam rangka melaksanakan evaluasi dan informasi kinerja pembangunan daerah (variabel Koordinasi,

ranking 7)

merupakan faktor penentu yang harus diperhitungkan dalam mendukung keberhasilan peningkatan kinerja Direktorat EKPD-Bappenas. 

Sedangkam terbatasnya jumlah staf organik untuk mendukung Tupoksi Direktorat, sekurang-kurangnya dua orang staf pada setiap Subdit (variabel Staf Direktorat EKPD, ranking 8), banyaknya peraturan perundangundangan yang terkait di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang belum harmonis (variabel Peraturan perundang-undangan, ranking 9), serta masih kurangnya kapasitas para staf dalam bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah sehubungan dengan baru terbentuknya kedeputian evaluasi (variabel Kapasitas staf EKPD, ranking 10) juga merupakan faktor penentu lainnya yang harus diperhitungkan dalam mendukung keberhasilan Direktorat EKPD-Bappenas.

Namun variabel lainnya yang tidak bisa diabaikan adalah hasil evaluasi, (ranking 11) yang harus dimanfaatkan sebagai feedback perencanaan dan

48


adanya duplikasi Tupoksi dengan instansi lain di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah (variabel Duplikasi Tupoksi, ranking 12).

B.3. Rekomendasi 

Perlu memiliki Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku pada Direktorat EKPD-Bappenas sebagai solusi permasalahan masih banyaknya dokumen perencanaan daerah yang belum siap dievaluasi serta belum memiliki indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif.



Diperlukan jaringan data yang terintegrasi untuk mengatasi masih kurangnya infrastruktur bidang Teknologi Informasi di lingkungan Direktorat EKPD-Bappenas dalam rangka penyelenggaraan dan penyajian informasi kinerja pembangunan daerah.



Perlu peningkatan

kapasitas para staf dalam bidang evaluasi kinerja

pembangunan daerah sehubungan dengan baru terbentuknya kedeputian evaluasi, serta penambahan jumlah staf organik untuk mendukung Tupoksi Direktorat, sekurang-kurangnya dua orang staf pada setiap Subdit sehingga dapat dibangun koordinasi yang baik antar Direktorat dalam rangka melaksanakan evaluasi dan informasi kinerja pembangunan daerah.

C. Analisis Kajian Kebijakan Publik Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa hambatan dalam capacity building pada Direktorat EKPD-Bappenas diantaranya disebabkan belum adanya Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku, belum memiliki indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif, serta belum memiliki jaringan data yang terintegrasi. Oleh karena itu, sebelum analisis dan pemecahan masalah dilakukan kiranya perlu dilihat secara cermat masalah yang mendasari problem dimaksud sekaligus dicoba untuk merumuskannya.

49


C.1. Permasalahan dan Rumusan Masalah : Berbagai faktor baik yang bersifat internal Direktorat EKPD-Bappenas maupun yang disebabkan

faktor luar (eksternal) perlu dievaluasi dan

diinventarisir untuk selanjutnya dikaji peran dan kontribusinya dalam menghambat pencapaian target tahunan Direktorat EKPD-Bappenas. Dari sisi internal Direktorat EKPD-Bappenas, faktor-faktor tersebut mencakup antara lain : 

Adanya legitimasi tugas EKPD

Adanya SDM yang berkualitas

Adanya suasana kerja yang kondusif sebagai learning institution

Adanya fasilitas kerja yang memadai

Belum memiliki sistem EKPD yang baku

Belum dimanfaatkannya jaringan data yang terintegrasi

Belum dimanfaatkannya hasil evaluasi sebagai feedback terhadap perencanaan

Ruangan kerja yang terlalu kecil sehingga tidak memadai

Koordinasi yang masih terbatas dengan sektor-sektor di Bappenas, K/L, maupun Pemda

Pendanaan yang masih terbatas

Disamping itu juga ditemui faktor penghambat lainnya yang bersifat eksternal mencakup : 

Adanya kebutuhan hasil evaluasi RPJM Nasional di Daerah

Adanya kebutuhan untuk mensinergikan pusat dengan daerah

Adanya kebutuhan daerah akan indikator kinerja pembangunan daerah

Banyaknya daerah yang sedang menyusun dokumen perencanaan pasca Pilkada Langsung

Sudah terjalin kerjasama yang baik dengan 32 PTN di setiap provinsi di Indonesia

Adanya

kebutuhan

untuk

membuat

sistem

pemantauan

untuk

memahami dampak dari krisis ekonomi 50


Adanya sumber data dan informasi tentang

evaluasi kinerja

pembangunan di 33 provinsi 

Hasil evaluasi yang tidak dimanfaatkan karena kurangnya kesadaran Pemda dan masyarakat akan arti pentingnya evaluasi.

Sulitnya koordinasi data di daerah.

Tidak adanya konsistensi penyusunan dokumen perencanaan pusat dan daerah.

Banyaknya peraturan terkait EKPD yang belum konsisten dan sinkron satu sama lain.

Masih banyaknya dokumen perencanaan daerah yang belum siap dievaluasi.

Rumusan Masalah Peran

Direktorat

bertanggungjawab

EKPD-Bappenas,

terhadap

evaluasi

kinerja

selaku

unit

yang

pembangunan

daerah

dianggap cukup strategis. Faktor-faktor yang diduga mempunyai daya ungkit (leverage) tinggi dalam menyelesaikan masalah diatas diperkirakan akan sangat terkait dengan aspek/aspek berikut : 

Indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif

Jaringan data yang terintegrasi.

Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku. Dalam prakteknya, terdapat saling keterkaitan antara ketiga

faktor/aspek tersebut dalam mendukung pencapaian kinerja Direktorat EKPD-Bappenas. Di samping itu, sulitnya koordinasi data di daerah serta tidak adanya konsistensi

penyusunan

dokumen

perencanaan

pusat

dan

daerah

merupakan permasalahan lain yang dihadapi sehari-hari. Ditambah lagi dengan banyaknya peraturan terkait EKPD yang belum konsisten dan

51


sinkron satu sama lain, serta masih banyaknya dokumen perencanaan daerah yang belum siap dievaluasi. Dari hasil analisis permasalahan dan rumusan masalah diatas dan memperhatikan pula latar belakang, masalah pokok, dan dilandasi teori Manajemen Kebijakan Publik yang ada, dicoba melakukan pendekatan analisis melalui :  Dinamika Proses Kebijakan Publik;  Formulasi Kebijakan Publik;  Pelaksanaan dan Pengendalian Kebijakan;  Evaluasi Kinerja Kebijakan.

Dinamika Proses Kebijakan Publik Berdasarkan Teori Gunung Es “The Iceberg and Level of Perspective” (Maani and Cavana, 2000), diperoleh gambaran perubahan lingkungan strategis yang terjadi dimana dinamika lingkungan kebijakan dan agenda setting serta faktor-faktor yang mempengaruhi baik sosial, ekonomi dan politik saling terkait sebagaimana gambar berikut :

52


Gambar 4.1: Dinamika Lingkungan Kebijakan berdasarkan Iceberg Theory

Issue

Sifat Tindakan

 Terbatasnya jumlah staf organik untuk mendukung Tupoksi Direktorat EKPD

Event  Belum memiliki jaringan data yang terintegrasi.

 Belum memiliki indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif.

 Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah belum menjadi budaya dan kebutuhan dalam lembaga pemerintah pusat dan daerah

Patterns of Behavior

Systemic Structure

Mental Model

Reaktif  Menambah jumlah staf organik untuk mendukung Tupoksi Direktorat EKPD Responsive  Membangun jaringan data yang terintegrasi. Generatif  Membangun indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif.

Fundamental Solution  Membangun Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku

Berdasarkan tingkat pemahaman Dinamika Lingkungan Kebijakan berdasarkan Teori Gunung Es (The Iceberg Theory) diatas, disusun Agenda Setting yang merupakan langkah awal proses pembuatan Kebijakan (Analysis of the Policy Process) sebagai berikut :

53


Gambar 4.2: Agenda Setting PRIVATE PROBLEM  Sulitnya aparat Pemda mendapatkan data tentang kinerja pembangunan daerah

PUBLIC PROBLEM  Pemerintah Daerah mengalami kesulitan dalam mengevaluasi kinerja pembangunannya

INSTITUTIONAL AGENDA  Membangun Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku

1.

Private Problem

ISSUES Belum adanya Sistem Informasi Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

SYSTEMIC AGENDA  Membangun Mekanisme Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

: Sulitnya aparat Pemda mendapatkan data tentang kinerja pembangunan daerah;

2.

Public Problem

: Pemerintah Daerah mengalami kesulitan dalam mengevaluasi kinerja pembangunannya;

3.

Issue

: Belum adanya Sistem Informasi Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

4.

Systemic Agenda

: Membangun

Mekanisme

Evaluasi

Kinerja

Pembangunan Daerah 5.

Institional Agenda : Membangun

Sistem

Evaluasi

Kinerja

Pembangunan Daerah yang baku. Selanjutnya dengan menggunakan pendapat Mustopadidjaja (1992) dengan pengembangan teori William N. Dunn (1991) dapat digambarkan hubungan Element System Kebijakan meliputi Para Pelaku Kebijakan, Kebijakan Publik, Kelompok Sasaran Kebijakan, dan Lingkungan Kebijakan, sebagai berikut :

54


Gambar 4.3: Elemen Sistem Kebijakan

PK

LK

KP

KS

LK: Lingkungan Kebijakan 1. Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah 2. Akuntabilitas PK: Pengelola Kebijakan 1. Bappenas 2. BPS KP: Kebijakan Publik 1. UU 25/2004 tentang SPPN 2. UU 32/2004 tentang Pemda KS: Kelompok Sasaran 1. Aparat Direktorat EKPD Bappenas 2. Aparat Bappeda Provinsi dan Kabupaten/kota 3. Masyarakat 4. Pejabat Negara

Sementara berbagai faktor yang dapat mempengaruhi terhadap pengambilan Kebijakan yang layak diperhitungkan khususnya berkenaan dengan Faktor Ekonomi, Sosial dan Politik, dicoba untuk dianalisa sebagai berikut : Ekonomi: Belum memiliki indikator kinerja. Sosial: Masih kurangnya infrastruktur Teknologi Informasi. Politik: Masih kurangnya kapasitas para staf.

FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK Berdasarkan hasil analisa Dinamika Proses Kebijakan Publik diatas, dicoba untuk memformulasikan Kebijakan Publik yang akan diambil, yang akan membahas konsep dan teknis dan formulasi kebijakan yang terdiri dari : 

Perumusan Masalah

Pengembangan Alternatif Kebijakan

Perumusan Rekomendasi Kebijakan 55


Penuangannya dalam Bentuk Peraturan Perundangan

Perumusan Masalah Dalam pelaksanaannya teknik yang digunakan untuk Perumusan Masalah dimulai dengan Pengenalan Masalah yang ada untuk menentukan Situasi Masalah. Selanjutnya dicari masalah-masalah yang ditemui untuk kemudian dibuat Meta Masalah. Setelah itu baru dicoba mendefinisikan masalah untuk mendapatkan Masalah Substantif. Dari sini baru dilihat spesifikasi masalah untuk menetapkan Masalah Formal yang ditemui. Gambar Tahapan Perumusan Masalah dapat dilihat sebagaimana gambar berikut : Gambar 4.4: Tahapan Perumusan Masalah (Diadopsi dari William Dunn) Pencarian Masalah

SITUASI MASALAH  Belum adanya Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku

Pengenalan Masalah

 META MASALAH  Belum adanya Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah  Belum memiliki jaringan data yang terintegrasi.  Masih banyaknya dokumen perencanaan daerah yang belum siap dievaluasi.  Belum memiliki indikator kinerja.  Masih kurangnya infrastruktur Teknologi Informasi.  Belum dimanfaatkannya hasil evaluasi.  Belum memiliki sistem evaluasi RPJMN di daerah.  Kurangnya koordinasi.  Terbatasnya jumlah staf.  Masih kurangnya kapasitas para staf.  Banyaknya peraturan per-UU-an yang belum harmonis.  Adanya duplikasi Tupoksi dengan instansi lain. MASALAH FORMAL  Belum adanya Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah  Masih banyaknya dokumen perencanaan daerah yang belum siap dievaluasi.

Pendefinisian Masalah

MASALAH SUBSTANTIF EKONOMI  Belum memiliki indikator kinerja. SOSIAL  Masih kurangnya infrastruktur Teknologi Informasi. POLITIK  Masih kurangnya kapasitas para staf.

Spesifikasi Masalah

56


Pengembangan Alternatif Kebijakan Selanjutnya setelah diperoleh dan ditetapkan Masalah Formal yang ada, perlu segera menetapkan berbagai Alternatif Kebijakan yang mungkin dapat diimplementasikan sebagai berikut : 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mensertifikatkan tanahnya; 2. Dukungan dana untuk sosialisasi dan operasional kegiatan sertifikasi 3. Meningkatkan Pengawasan.

Berdasarkan Alternatif berikutnya

adalah

menggambarkan

Kebijakan diatas, langkah atau tahapan

mencoba

hubungan

matriks

keterkaitan

Perumusan antar

Kebijakan

komponen

yang

yang ada,

sebagaimana dapat digambarkan berikut :

4.1. Teknik Perumusan Kebijakan versi Mustopadidjaja Mustopadidjaja mengemukakan tujuh langkah yang perlu ditempuh dalam melakukan Formulasi Kebijakan, yaitu: 1. Pengkajian Masalah. 2. Penentuan Tujuan. 3. Perumusan Alternatif Kebijakan. 4. Penyusunan Model Kebijakan. 5. Penentuan Kriteria. 6. Penilaian Alternatif. 7. Perumusan Rekomendasi. Langkah 1 dan 2 dari Teknik Perumusan Kebijakan versi Mustopadidjaja dapat dijelaskan pada Matriks 1 berikut ini.

57


Matriks 4.2: Masalah Formal dan Tujuan KP Masalah Formal

Dampak Kini

Belum adanya Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

Tujuan KP

Sulitnya mengevaluasi kinerja pembangunan daerah

Mewujudkan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh fihak terkait untuk kebutuhan perencanaan, penganggaran dan implementasi kebijakan

Langkah ke 3 dari Teknik Perumusan Kebijakan versi Mustopadidjaja adalah Perumusan Alternatif Kebijakan, dengan mempertimbangkan masalah formal dan tujuan kebijakan public, dituangkan dalam matriks perumusan alternatif berikut ini. Matriks 4.3: Perumusan Alternatif Masalah Formal Belum adanya Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

Tujuan KP

Perumusan Alternatif

Mewujudkan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh fihak terkait untuk kebutuhan perencanaan, penganggaran dan implementasi kebijakan

Pengembangan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang baku

Langkah ke 4 dari Teknik Perumusan Kebijakan versi Mustopadidjaja adalah Penyusunan Model Kebijakan.

Untuk membantu dalam perumusan

masalah, maka digunakan metode Causal Loop Diagram (CLD), dengan menguraikan variabel-variabel terkait dan mempengaruhi permasalahan pokok “Belum integratifnya kebijakan capacity building pada Direktorat Evaluasi Kinerja

Pembangunan

Daerah-Bappenas�

sebagaimana

yang

telah

dijelaskan pada bagian sebelumnya. 58


Variabel-variabel tersebut adalah: 1.

Sistem EKPD yang baku

2.

Jaringan data yang terintegrasi

3.

Dokumen perencanaan daerah

4.

Indikator kinerja pembangunan daerah

5.

Infrastruktur Teknologi Informasi

6.

Hasil evaluasi

7.

Sistem evaluasi RPJMN di daerah.

8.

Peraturan perundang-undangan

9.

Staf Direktorat EKPD

10. Kapasitas staf EKPD 11. Koordinasi 12. Duplikasi Tupoksi

Langkah ke 5 dan ke 6 dari Teknik Perumusan Kebijakan versi Mustopadidjaja adalah penentuan kriteria dan penilaian alternatif kebijakan. Penentuan criteria adalah dengan cara memberi bobot pada setiap aspek terkait.

Sedangkan

penilaian

alternative

kebijakan

adalah

dengan

menggunakan skala Likert dengan skala 1-5. Langkah ke 5: Penentuan kriteria bobot. Pengaruh (Skala Likert) 1. Ekonomi

: 50

5 = Sangat berpengaruh

2. Sosial

: 25

4 = Lebih berpengaruh

3. Politik

: 25

3 = Berpengaruh 2 = Kurang berpengaruh 1 = Tidak berpengaruh

59


Langkah ke 6 dari Teknik Perumusan Kebijakan versi Mustopadidjaja adalah Penilaian Alternatif Kebijakan. Lankah ini dapat dibantu melalui data dari Tabel 1 yang menggambarkan Jumlah Loops dan Ranking.

Untuk itu

alternatif kebijakan yang diambil adalah: 

Pengembangan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah.



Koordinasi antar Direktorat dalam rangka melaksanakan evaluasi dan informasi kinerja pembangunan daerah.



Pengembangan jaringan data yang terintegrasi.

Dari perhitungan alternatif kebijakan, maka pengembangan Sistem EKPD merupakan pilihan terbaik. Hasil penilaiannya dapat dilihat pada tabel 2 tentang penilaian alternatif kebijakan berikut ini. Tabel 4.2 Penilaian Alternatif Kebijakan Penilaian Alternatif

Ekonomi

Sosial

Politik

Total Score

Pilihan

Perumusan

Nilai

Score

Nilai

Score

Nilai

Score

Alternatif

(N)

(S)

(N)

(S)

(N)

(S)

Pengembangan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

4

200

3

75

4

100

375

I

Koordinasi antar Direktorat dalam rangka melaksanakan evaluasi dan informasi kinerja pembangunan daerah.

3

150

2

50

3

75

275

III

Pengembangan jaringan data yang terintegrasi

3

150

4

100

3

75

325

II

60


Langkah ke 7 dari Teknik Perumusan Kebijakan versi Mustopadidjaja adalah memuat rekomendasi kebijakan dan format peraturan perundangan yang dituangkan dalam matriks 3 berikut ini. Strategi pelaksanaan yang akan dijalankan adalah mempersiapkan regulasi serta melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan Biro Hukum Bappenas.

Strategi selanjutnya adalah

sosialisasi dan diseminasi Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah. Diharapkan

nantinya

akan

gtertuang

dalam

suatu

format

peraturan

perundangan tertulis, baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, ataupun berupa Pedoman Umum, Petunjuk Pelaksanaan, maupun Petunjuk Teknis Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah.

Matriks 4.4: Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

Strategi Pelaksanaan

Format Peraturan Perundangan

 Regulasi

 Peraturan Pemerintah

 Koordinasi dan Sinkronisasi

 Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

 Sosialisasi dan Diseminasi

 Pedoman Umum  Petunjuk Pelaksanaan  Petunjuk Teknis Yang terakhir dari keseluruhan proses dan formulasi kebijakan publik adalah menuangkan proses perumusan kebijakan dan masalah formal sampai dengan policy agenda ke dalam sebuah matriks perumusan kebijakan. Secara lengkap dapat dilihat dalam matriks 4 berikut ini.

61


Matriks 4.5: Perumusan Kebijakan No.

Masalah Formal

Dampak Kini

Tujuan KP

Instrumen KP

1

2

3

4

5

1 Belum adanya Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

Sulitnya mengevaluasi kinerja pembangunan daerah

Mewujud-kan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh fihak terkait untuk kebutuhan perencanaan, penganggaran dan implementasi kebijakan

 PP  Peraturan Menteri PPN/Kep. Bappenas  Pedoman Umum  Juklak  Juknis

Dampak Alternatif Pelaksanaan KP KP 6

7

Seluruh fihak Pengemterkait dapat bangan memanfaatkan jaringan Sistem Evaluasidata yang Kinerja Pemba- terintegrasi ngunan Daerah untuk kebutuhan perencanaan, penganggaran dan implementasi kebijakan

Ramalan Masa Depan KP 8

Hal Diatur Dalam KP 9

Terciptanya Perencanaan, jaringan data yang koordinasi terintegrasi sosialisasi dan diseminas

D. Kesimpulan Dari analisa perumusan kebijakan dengan menggunakan 7 langkah formulasi kebijakan Mustopadidjaja dapat disimpulkan bahwa alternatif kebijakan pengembangan jaringan data yang terintegrasi merupakan pilihan kebijakan untuk membangun Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh fihak terkait untuk kebutuhan perencanaan, penganggaran dan implementasi kebijakan.

E. Rekomendasi Dalam rangka implementasi kebijakan capacity building pada Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah-Bappenas yang integratif, maka perlu dijalankan kebijakan pembangunan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah, yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri

62


PPN/Kepala Bappenas, Pedoman Umum, Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis.

D. Analisis Kajian Manajemen Stratejik Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi, maka dapat dilakukan analisis

masalah

dengan

pendekatan

proses

manajemen

stratejik

sebagai mana dijelaskan dalam gambar berikut :

Gambar 4.5: Analisis Kajian Manajemen Stratejik

Dari gambar tersebut, dapat diikuti pentahapan Analisis Kajian Manajemen Stratejik sebabai berikut: 1. Menetapkan Locus dan Focus 2. Menentukan Visi, Misi, dan Nilai yang dimiliki oleh organisasi. 3. Melakukan environmental scanning, kemudian dari variabel terpilih akan dcari leveragenya dengan CLD 63


4. Menetapkan Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) 5. Perumusan tujuan berdasarkan Misi dan FKK 6. Sasaran Strategi, Indikator Kinerja, Target Sasaran 2011, dan Inisiatif dengan mempergunakan Balanced Scorecard

Dalam analisis Manajemen Stratejik ini yang menjadi locusnya adalah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, sedangkan focusnya

adalah

Rencana

Stratejik

Kementerian

Perencanaan

Pembangunan Nasional/Bappenas 2010-2014.

1. Penetapan Visi, Misi dan Nilai-nilai a. Visi Bappenas mempunyai visi, yaitu : “Mewujudkan Kementerian PPN/Bappenas

yang

andal,

kredibel

dan

proaktif

untuk

mendukung pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara”.

b. Misi Untuk mewujudkan visi di atas, misi yang diemban oleh seluruh jajaran Bappenas adalah : 1. Menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas dalam rangka: – mengintegrasikan,

memadukan

(sinkronisasi),

dan

mensinergikan baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, dan antarfungsi pemerintah, maupun antara pusat dengan daerah; – mewujudkan keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; – mengoptimalkan partisipasi masyarakat; – menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. 2. Melakukan

pemantauan

dan

evaluasi

kinerja

pelaksanaan

rencana pembangunan nasional, kajian dan evaluasi kebijakan 64


yang berkualitas terhadap permasalahan pembangunan, sebagai masukan bagi proses perencanaan berikutnya dan atau untuk perumusan kebijakan pembangunan di berbagai bidang. 3. Melakukan koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan tugastugas Kementerian PPN/Bappenas.

c. Nilai-nilai Adapun Nilai-nilai yang dianut oleh Bappenas adalah :

Andal,

Kredibel, dan Proaktif.

Environmental Scanning 1. Tersedianya SDM dengan tingkat pendidikan yang tinggi 2. Tersedianya anggaran yang cukup memadai 3. Kualitas sarana dan prasarana cukup memadai. 4. Tersedianya SOP untuk mendukung pelaksanaan tupoksi. 5. Adanya landasan hukum kelembagaan cukup jelas 6. Manajemen SDM belum mengarah kepada peningkatan kinerja pegawai. 7. Kurang terarahnya penentuan prioritas penggunaan anggaran sesuai dengan arah dan tujuan organisasi. 8. Kuantitas sarana dan prasarana belum tercukupi.

65


Matriks 4.6: Mengubah Faktor Lingkungan menjadi Variabel Berpengaruh

No

Faktor Lingkungan

Variabel

1

Banyak SDM dengan tingkat pendidikan tinggi

Jumlah SDM yang berpendidikan tinggi

2

Anggaran yang cukup memadai

Tersedianya anggaran

3

Kualitas sarana dan prasarana cukup memadai.

Kualitas Sarpras

4

Tersedianya SOP untuk mendukung pelaksanaan tupoksi.

Kualitas SOP yang mendukung

5

Landasan hukum kelembagaan cukup jelas

Kejelasan landasan hukum

6

Manajemen SDM belum mengarah kepada peningkatan kinerja pegawai.

Arah manajemen SDM untuk peningkatan kinerja pegawai

7

Kurang terarahnya penentuan prioritas Arah penentuan penggunaan anggaran sesuai dengan arah dan prioritas penggunaan tujuan organisasi. anggaran terhadap tujuan organisasi

8

Kuantitas sarana dan prasarana belum tercukupi.

Kuantitas Sarpras

66


CLD Lingkungan Strategis Kementerian PPN/Bappenas S

Tersedianya S anggaran

S

S

Jumlah SDM yang berpendidikan tinggi

Kualitas Sarpras

Kejelasan landasan hukum

S

S S S S

Kualitas SOP yang mendukung

S

Arah manajemen SDM untuk peningkatan kinerja pegawai S

S S

S

S

Kuantitas Sarpras

S

Arah penentuan prioritas penggunaan anggaran terhadap tujuan organisasi S

Matriks 4.7: Jumlah Loop pada Setiap Variabel CLD No

Variabel

Jumlah loop

Prioritas

1

Jumlah SDM yang berpendidikan tinggi

5

VII

2

Tersedianya anggaran

9

IV

3

Kualitas Sarpras

5

VIII

4

Kualitas SOP yang mendukung

14

I

5

Kejelasan landasan hukum

6

V

6

Arah manajemen SDM untuk peningkatan kinerja pegawai

12

II

7

Arah penentuan prioritas penggunaan anggaran terhadap tujuan organisasi

6

VI

8

Kuantitas Sarpras

10

III 67


Matriks 4.8: Perumusan Tujuan FKK

1. Kualitas SOP yang mendukung 2. Arah manajemen SDM untuk peningkatan kinerja pegawai 3. Kuantitas Sarpras

Misi

Tujuan 1. Menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas

1. Menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas dengan tersedianya kualitas SOP yang mendukung (M1-FKK1) .

2. Melakukan koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan tugastugas Kementerian PPN/Bappenas

2. Melakukan koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan tugas-tugas Kementerian PPN/Bappenas dengan arah manajemen SDM untuk peningkatan kinerja pegawai (M2-FKK2).

Kesimpulan dan Rekomendasi 

Kualitas SOP yang mendukung (14) merupakan leverage dan juga merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan di dalam menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas.



Arah manajemen SDM untuk peningkatan kinerja pegawai (12) dan Kuantitas Sarpras (10) merupakan variabel utama dan dapat dipakai juga sebagai Faktor Kunci Keberhasilan untuk menetapkan tujuan.



Tersedianya SOP untuk mendukung pelaksanaan tupoksi dan Manajemen SDM

yang

mengarah

kepada

peningkatan

kinerja

pegawai

harus

dimanfaatkan untuk menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas serta melakukan koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan tugas-tugas Kementerian PPN/Bappenas.

68


Langkah Penyusunan Balanced Scorecard Setelah tujuannya dirumuskan, yaitu “menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas dengan tersedianya kualitas SOP yang mendukung (M1-FKK1)�, maka dibuatlah Balanced Scorecard Strategy Map untuk mengetahui peta strategi dan sasaran strategisnya. Dari peta strategi tersebut, dapat diketahui Balanced Scorecard Bappenas yang berisi Sasaran Strategi, Indikator Kinerja, Target Sasaran 2011, dan Kegiatan Inisiatif yang akan dilaksanakan. Selanjutnya dari Balanced Scorecard Bappenas tersebut, dapat diketahui kinerja melalui skala keberhasilan yang digambarkan dalam bentuk dash board. Langkah penyusunan Balanced Scorecard tersebut dapat diikuti pada gambar berikut:

Gambar 4.6: Penyusunan Balanced Scorecard Bappenas

Seperti yang sudah dijelaskan, setelah perumusan tujuan, maka disusunlah Balanced Scorecard Strategy Map sebagai berikut.

69


Gambar 4.7: Balanced Scorecard Strategy Map

Tujuan: Menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas dengan tersedianya kualitas SOP yang mendukung.

Perspectives

Peta Strategi

Customers Prespective

Internal Business Process

RPJMN yang berkualitas

Penerapan eGovernment yang konkrit dan terukur

Pengadaan menggunakan e-procurement

Struktur kelembagaan yang proporsional, efektif, efisien

Learning & Growth

Penyiapan sistem rekrutmen yang transparan

Penyiapan sistem diklat berbasis merit dan kompetensi

Penyiapan sistem penilaian kinerja yang terukur

Financial Perspective

Menyediakan Anggaran

Sasaran Strategis  RPJMN yang berkualitas

 Penerapan eGovernment yang konkrit dan terukur  Struktur kelembagaan yang proporsional, efektif, efisien  Pengadaan menggunakan eprocurement  Penyiapan sistem rekrutmen yang transparan  Penyiapan sistem penilaian kinerja yang terukur  Penyiapan sistem diklat berbasis merit dan kompetensi

 Penyediaan Anggaran

Berdasarkan Balanced Scorecard Strategy Map tersebut, maka disusun Balanced Scorecard Kementerian PPN/Bappenas sebagaimana matriks 5 berikut.

70


Matriks 4.9: Balanced Scorecard Kementerian PPN/Bappenas

Tujuan: Menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas dengan tersedianya kualitas SOP yang mendukung Perspective Prespective Bobot

Sasaran Strategi Sasaran Strategi

Bobot

Indikator Kinerja

Target Sasaran 2011

Inisiatif

Realisa Score si

Customers Prespective

10

RPJMN yang berkualitas

10

Tersedianya RPJMN 20152020 yang berkualitas

100%

Pertemuan Forum Stakeholders

95%

3.2

Internal Business Process

30

Penerapan eGovernment yang konkrit dan terukur

5

Diterapkannya e-Government yang konkrit dan terukur

80%

Pengelolaan data dan informasi perencanaan pembangunan nasional

90%

4

Struktur kelembagaan yang proporsional, efektif, efisien

20

Tersedianya struktur kelembagaan yang proporsional, efektif, efisien

80%

Peningkatan kapasitas kelembagaan

90%

8

Pengadaan menggunakan e-procurement

5

% pengadaan menggunakan e-procurement

90%

Mengadakan bintek eprocurement

90%

20

Penyiapan sistem rekrutmen yang transparan

15

Tersedianya sistem rekrutmen yang transparan

100%

Penyusunan kebijakan dan pelayanan kepegawaian

100%

15

Penyiapan sistem penilaian kinerja yang terukur

15

Tersedianya sistem penilaian kinerja yang terukur

90%

Penyusunan kebijakan penilaian kinerja

90%

8

Penyiapan sistem diklat berbasis merit dan kompetensi

10

Tersedianya sistem diklat berbasis merit dan kompetensi

90%

Peningkatan kualitas SDM aparatur

90%

7

Penyediaan Anggaran

20

Jumlah anggaran yang diterima

100%

Usulan Anggaran

99%

19.8

Learning & Growth

Financial Perspective Total

40

20

100

100

82.6

71


Skala Keberhasilan No

Skala

Derajat Kinerja

1

>90

Sangat Berhasil

2

>70 sd 90

Berhasil

3

>55 sd 70

Cukup Berhasil

4

<55

Tidak Berhasil

Kesimpulan dan Rekomendasi 

Dari hasil evaluasi berdasarkan BSC diperoleh capaian 82,6%.

Berarti

tingkat keberhasilan kebijakan ini dinilai berhasil, namun masih perlu ditingkatkan lagi. 

Penyusunan rencana pembangunan nasional yang berkualitas dengan tersedianya kualitas SOP yang mendukung dapat dioptimalkan melalui penerapan e-Government yang konkrit dan terukur, struktur kelembagaan yang proporsional, efektif, efisien serta pengadaan barang dan jasa menggunakan e-procurement.



Oleh karena itu, dipandang perlu untuk menyiapkan sistem rekrutmen yang transparan, sistem penilaian kinerja yang terukur serta sistem diklat berbasis merit dan kompetensi.

Penyusunan Scenario Planning Untuk mengetahui apa yang mungkin akan terjadi, kredibel, relevann dan logis di masa depan dengan kebijakan yang diambil tersebut, serta ilustrasi implikasinya pada organisasi Bappenas, disusunlah Scenario Planning dengan langkah penyusunan sebagai berikut.

72


Gambar 4.8: Langkah Penyusunan Scenario Planning

Gambar 4.9: Menetapkan Focal Concern

73


Faktor Lingkungan 1. Semangat otonomi dan desentralisasi yang kuat. 2. Potensi sumber daya daerah menjadi faktor pendukung pencapaian tujuan pembangunan. 3. Kultur dan sosial yang kuat menjadi faktor kunci keberhasilan dalam pembangunan. 4. Jumlah penduduk dan geografis yang cukup memadai. 5. Meningkatnya konflik antardaerah dalam pemanfaatan/pengelolaan sumberdaya alam 6. Merenggangnya hubungan antarkelompok karena masalah geografis wilayah. 7. Semakin merosotnya mutu lingkungan dan sumber daya alam. 8. Angka kemiskinan yang masih besar. 9. Kemampuan adaptasi demokratisi yang belum sesuai harapan. 10. Semakin meningkatnya peran swasta dan masyarakat internasional. 11. Kemampuan persaingan yang lemah. 12. Kemampuan sumber daya yang masih terbatas.

Matriks 4.10: Identifikasi Driving Forces No

Faktor LIngkungan

Variabel

Loop

1

Semangat otonomi dan desentralisasi yang kuat.

Semangat otonomi dan desentralisasi

67

2

Potensi sumber daya daerah menjadi faktor pendukung pencapaian tujuan pembangunan.

Potensi sumber daya daerah

75

3

Kultur dan sosial yang kuat menjadi faktor kunci

Kultur dan sosial yang menjadi FKK

43 74


No

Faktor LIngkungan keberhasilan dalam pembangunan.

Variabel

Loop

4

Jumlah penduduk dan geografis Jumlah penduduk dan geografis yang cukup memadai.

27

5

Meningkatnya konflik antardaerah dalam pemanfaatan/pengelolaan sumberdaya alam

konflik antardaerah dalam pemanfaatan/ pengelolaan sumberdaya alam

34

6

Merenggangnya hubungan Hubungan antarkelompok antarkelompok karena masalah geografis wilayah.

49

7

Semakin merosotnya mutu lingkungan dan sumber daya alam.

mutu lingkungan dan sumber daya alam

63

8

Angka kemiskinan yang masih besar.

Angka kemiskinan yang besar.

57

9

Kemampuan adaptasi adaptasi demokratisi yang demokratisi yang belum sesuai belum sesuai harapan. harapan.

12

10 Semakin meningkatnya peran swasta dan masyarakat internasional.

peran swasta dan masyarakat internasional.

42

11 Kemampuan persaingan yang lemah.

Kemampuan persaingan

67

12 Kemampuan sumber daya yang Kemampuan sumber daya masih terbatas.

41

75


Analisis Hubungan antar Driving Forces dengan CLD

S

Potensi sumber daya daerah S S S

S Semangat otonomi dan desentralisasi

S

Kultur dan sosial yang menjadi FKK

S

S S

S Jumlah penduduk dan geografis

S

S

S

konflik antardaerah dalam pemanfaatan/ pengelolaan sumberdaya alam

Hubungan antarkelompok

S S

S

S

S mutu lingkungan dan sumber daya alam

S

Angka kemiskinan yang besar.

S

adaptasi demokratisi yang belum sesuai harapan

S peran swasta dan masyarakat internasional

S

S

S S

S

Kemampuan persaingan

Kemampuan sumber daya

S S

S

Memilih DF yang Paling Berpengaruh Dari hasil analisis Causal Loop Diagram dapat diketahui variable yang memiliki jumlah loop terbanyak, yang akan menentukan variable tersebut sebagai leverage atau sebagai Driving Force Utama. Dalam kaitan itu, hasil analisis CLD di atas menemukan bahwa variabel: 1. Potensi sumber daya daerah, dengan jumlah loop 75 adalah leverage. 2. Semangat otonomi dan desentralisasi, dengan jumlah loop 67 adalah DF utama 3. Kemampuan persaingan, dengan jumlah loop 67 adalah DF utama

76


4. Mutu lingkungan dan sumber daya alam, dengan jumlah loop 63 adalah DF utama

Menyusun Matriks Skenario Setelah diketahui leverage dan DF utama, maka dibuatlah empat kuadran dengan menempatkan leverage pada sumbu axis (sumbu yang tegak lurus) dan DF utama pada sumbu ordinat (sumbu yang horizontal). Kuadran I adalah kondisi ketika potensi sumber daya daerah melimpah dengan tingginya semangat otonomi dan desentralisasi. Kondisi ini ditandai dengan fenomena masyarakat yang sejahtera yang menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, dan tenteram, serta terjadinya peningkatan harkat, martabat, dan harga diri.

Matriks 4.11: Skenario Planning Indonesia 2014 Potensi Sumber Daya Daerah 

(+) Kekayaan daerah seluruhnya untuk pusat

 Masyarakat sejahtera

Pembangunan di daerah hanya menguntungkan investor

 Menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, dan tenteram,

Rakyat banyak yang jatuh miskin

 Peningkatan harkat, martabat, dan harga diri

(-)     

 Daerah lebih inovatif

Daerah sangat tergantung kepada pusat Kemiskinan meningkat KKN Raja-raja kecil Menjamurnya calo anggaran

 Pendapatan Asli Daerah meningkat  Tidak tergantung kepada sumber daya alam (-)

(+)

Semangat otonomi dan desentralisasi

 Kualitas SDM meningkat

77


Matriks 4.12: Skenario Planning Indonesia 2014

Potensi Sumber Daya Daerah

(-)

(+)

GALANG RAMBU ANARKI maafkan kedua orangtuamu kalau tak mampu beli susu BBM naik tinggi susu tak terbeli orang pintar tarik subsidi anak kami kurang gizi

(-)

ZAMRUD KHATULISTIWA Aku Bahagia Hidup Sejahtera Di Khatulistiwa Alam Berseri-Seri Bunga Beraneka Mahligai Rama-Rama, Bertajuk Cahya Jingga Surya Di Cakrawala S’lalu Berseri Alam Indah Permai Di Khatulistiwa Persada Senyum Tawa, Hawa Sejuk Nyaman Wajah Pagi Rupawan Burung Berkicau Ria Bermandi Embun Surga

PEMUDA (+) pemuda ke mana langkahmu menuju apa yang membuat engkau ragu tujuan sejati menunggumu sudah tetaplah pada pendirian s’mula di mana artinya berjuang tanpa sesuatu pengorbanan di mana arti rasa satu itu reff: bersatulah semua seperti dahulu lihatlah ke muka keinginan luhur kan terjangkau semua

Semangat otonomi dan desentralisasi

BENTO Namaku Bento rumah real estate Mobilku banyak harta berlimpah Orang memanggilku bos eksekutive Tokoh papan atas atas s'galanya asyik Wajahku ganteng banyak simpanan Sekali lirik oke sajalah Bisnisku menjagal jagal apa saja Yang penting aku menang aku senang Persetan orang susah karena aku Yang penting asyik sekali lagi asyik

Kesimpulan dan Rekomendasi Agar dapat mencapai kondisi Zamrud Khatulistiwa, maka Indonesia harus dapat melaksanakan pembangunan secara konsisten sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan, walaupun Presiden dan pemerintahannya berganti setiap saat.

78



BAB V REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI A. Rekomendasi Dalam rangka implementasi kebijakan capacity building pada Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah-Bappenas yang integratif, maka perlu dijalankan kebijakan pembangunan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah, yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pedoman Umum, Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis. Dalam tataran organisasi yang lebih tinggi, yaitu pada level Bappenas, sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, yaitu “Menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas dengan tersedianya kualitas SOP yang mendukung�, maka dari hasil evaluasi berdasarkan BSC diperoleh capaian 82,6%. Berarti tingkat keberhasilan kebijakan ini dinilai berhasil, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Pencapaian tujuan tersebut dapat dioptimalkan melalui penerapan eGovernment yang konkrit dan terukur, struktur kelembagaan yang proporsional, efektif, efisien serta pengadaan barang dan jasa menggunakan e-procurement. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk menyiapkan sistem rekrutmen yang transparan, sistem penilaian kinerja yang terukur serta sistem diklat berbasis merit dan kompetensi. Sedangkan berdasarkan Scenario Planning, melalui CLD telah ditetapkan bahwa sumbu aksisnya adalah potensi sumber daya daerah dan sumbu ordinatnya adalah semangat otonomi dan desentralisasi. Agar dapat mencapai kondisi sebagaimana digambarkan dalam kuadran I (Zamrud Khatulistiwa), yaitu kondisi ketika potensi sumber daya daerah melimpah dengan tingginya semangat otonomi dan desentralisasi, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Scenario Planning Indonesia 2014, maka Indonesia harus dapat 79


melaksanakan pembangunan secara konsisten sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan, walaupun Presiden dan pemerintahannya berganti setiap saat.

B. Rencana Aksi Situasi kelembagaan,

permasalahan tatalaksana,

yang dan

akan

SDM

dipecahkan

Direktorat

adalah

kondisi

EKPD-Bappenas

yang

menghadapi tantangan dalam mendukung percepatan reformasi birokrasi. Hal ini akan diselaraskan dengan tugas pokok Direktorat EKPD-Bappenas, yaitu menyiapkan perumusan evaluasi di bidang kinerja pembangunan daerah dengan cara melakukan kajian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas evaluasi di bidang kinerja pembangunan daerah. Dalam menyusun rencana aksi, penting untuk dipertimbangkan kriteria SMART, sebagaimana yang dijelaskan dalam matriks berikut.

Matriks 5.1 Rencana Aksi Memenuhi Kriteria SMART : No

Kriteria

Rencana Aksi

1. Specific

Merumuskan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

2. Measurable

Sesuai dengan perencanaan tahunan

3. Achievable

Dapat dicapai karena sebagian besar pimpinan/aparatur memiliki dedikasi dan integritas yang tinggi dalam penyelenggaraan program kegiatan (95%)

4. Relevant



Terhadap institusi: Karena untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok institusi



Terhadap tugas peserta karena merupakan praktek peran kepemimpinan

5. Timely

Program kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik (95%)

80


Manfaat yang diharapkan dari rencana aksi adalah terbangunnya kapasitas Direktorat EKPD-Bappenas yang handal dan profesional guna mendukung percepatan reformasi birokrasi untuk meningkatkan daya saing bangsa di era Asean-China Free Trade Area (A-CFTA). Untuk mencapai target yang telah ditetapkan tersebut, maka aktivitas yang akan dilakukan, indikator yang akan menunjukkan pencapaian hasil, serta jadwal implementasi dari aktivitas tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1 Aktivitas, Indikator Kinerja dan Jadwal Implementasi

No.

Aktivitas

Indikator KInerja

1

Menyusun sistem EKPD yang baku.

Memiliki sistem EKPD yang baku.

2

Membangun jaringan data yang terintegrasi.

Memiliki jaringan data yang terintegrasi.

3

Menambah jumlah staf organik

Memiliki jumlah staf organik untuk mendukung Tupoksi Direktorat, sekurangkurangnya dua orang staf pada setiap Subdit.

4

Meningkatkan kapasitas staf dalam bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah dengan diklat

kapasitas para staf dalam bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah sehubungan dengan baru terbentuknya kedeputian evaluasi.

5

Melengkapi infrastruktur infrastruktur bidang Teknologi Informasi Teknologi Informasi di lingkungan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah dalam rangka penyelenggaraan dan penyajian informasi kinerja pembangunan daerah, sehingga diperlukan

Jadwal 2011 (Triwulan) I II III IV

81


No.

Aktivitas

Indikator KInerja

Jadwal 2011 (Triwulan) I II III IV

pemenuhan kebutuhan minimal peralatan yang diperlukan untuk mendukung penerapan Teknologi Informasi pada Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan. 6

Mengusahakan supaya hasil evaluasi dimanfaatkan sebagai feedback perencanaan

dimanfaatkannya hasil evaluasi sebagai feedback perencanaan

7

Melakukan evaluasi RPJMN di daerah

memiliki evaluasi RPJMN di daerah

8

Harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah.

peraturan perundangundangan yang terkait di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah harmonis.

9

Menyusun indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif.

memiliki indikator kinerja pembangunan daerah yang baku dan komprehensif.

10

Membantu daerah dalam menyusun dokumen perencanaan daerah yang siap di evaluasi.

dokumen perencanaan daerah yang siap di evaluasi.

11

Melakukan koordinasi secara intensif dengan direktorat dan subdirektorat terkait.

koordinasi antar Direktorat dalam rangka melaksanakan evaluasi dan informasi kinerja pembangunan daerah.

12

Koordinasi dan harmonisasi dengan instansi lain di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah

Tidak adanya duplikasi Tupoksi dengan instansi lain di bidang evaluasi kinerja pembangunan daerah

82


Sumber daya yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan Rencana Aksi Direktorat EKPD-Bappenas terdiri dari SDM, Bahan Kerja/Dokumen, Anggaran dan peralatan Kerja sebagai berikut.

a. SDM 1.

Direktur Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

2.

Pejabat Fungsional Perencana

3.

Kepala Sub Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Wilayah Timur

4.

Kepala Sub Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Wilayah Barat

5.

Kepala Sub Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Wilayah Tengah

6.

Staf Perencana

7.

Tenaga Ahli

8.

Tata Usaha Direktorat EKPD

9.

Sopir

10. Office Boys/Pramubakti 11. Cleaning Service/Petugas Kebersihan Kantor

b. Bahan Kerja/Dokumen: 1.

Dokumen tentang Visi, Misi, Rencana Stratejik dan Rencana Kerja Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan;

2.

Peraturan

perundangan

yang

mengatur

tentang

evaluasi

kinerja

pembangunan daerah; 3.

Permenneg PPN/Kepala Bappenas No. 005/M.PPN/10/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Menneg PPN/Bappenas, Pasal 511 s.d 519 tentang Tupoksi Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah;

4.

Pengarahan

dan

disposisi

dari

Deputi

Bidang

Evaluasi

Kinerja 83


Pembangunan; 5.

Laporan Pelaksanaan Kegiatan.

6.

Informasi kinerja pembangunan daerah.

7.

Hasil

kegiatan

pemantauan

dan

evaluasi

kebijakan

pendanaan

desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan; 8.

Rancangan pedoman pelaksanaan dan mekanisme pemantauan dan evaluasi kinerja pembangunan daerah;

9.

Hasil kegiatan pemantauan dan evaluasi kebijakan di bidang kinerja pembangunan daerah;

10. Rancangan dan bahan pedoman pelaksanaan, perumusan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan kinerja pembangunan di daerah; 11. Rancangan dan bahan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan pemantauan kinerja pembangunan daerah; 12. Rancangan

dan

bahan

perumusan

kebijakan

penilaian

kinerja

pembangunan daerah serta hasil kegiatan pemantauan dan evaluasi kinerja pembangunan daerah; 13. Rancangan dan bahan perumusan kebijakan, standarisasi, bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi serta hasil dan laporan pelaksanaan dan pengelolaan sistem informasi kinerja pembangunan daerah; 14. Hasil dan bahan perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan basis data, sistem aplikasi, perangkat lunak, pemeliharaan jaringan, dan publikasi data elektronis; 15. Data dan informasi dari unit internal dan eksternal Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah baik yang bersifat elektronis maupun non elektronis; 16. Peraturan, surat, memorandum dan dokumen lain dari unit internal dan eksternal Bappenas sesuai disposisi Deputi Bidang Evaluasi Kinerja 84


Pembangunan; 17. Laporan hasil evaluasi kinerja tiap-tiap subdirektorat; 18. Konsep surat/memorandum;

c. Peralatan Kerja: 1.

Telepon;

2.

Jaringan Internet;

3.

Komputer;

4.

Sistem dan aplikasi yang terkait dengan evaluasi dan informasi kinerja pembangunan daerah;

5.

Software, hardware, dan jaringan;

6.

Kendaraan dinas;

d. Anggaran untuk keperluan: 1.

Koordinasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pejabat fungsional perencana.

2.

Penyiapan kebijakan pemantauan dan evaluasi kinerja pembangunan daerah.

3.

Penyiapan perumusan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah.

4.

Penyiapan penyusunan database pembangunan daerah.

5.

Penyiapan pengkajian dan pengembangan sistem dan pelaporan evaluasi kinerja pembangunan daerah.

6.

Penyiapan laporan kinerja pembangunan daerah.

7.

Penyiapan hubungan kerja bidang pemantauan dan evaluasi kinerja pembangunan daerah.

8.

Pengkoordinasian hubungan kerja pelaku pemantauan dan evaluasi 85


kinerja pembangunan. 9.

Penyiapan pelaksanaan evaluasi dengan tema-tema khusus dan issue strategis.

10. Penyiapan pemantauan, evaluasi, dan penilaian pelaksanaan program,

lintas

program,

prioritas

RKP

serta

RPJMN

termasuk

agenda

pembangunan yang dicanangkan oleh Presiden di bidang pembangunan daerah. 11. Penyiapan perumusan buku panduan bagi daerah dalam menyusun

RPJPD, RPJMD dan RKPD yang siap dievaluasi. 12. Penyiapan pemantauan dan evaluasi di bidang kinerja pembangunan

daerah. 13. Koordinasi pelaksanaan tugas tata usaha direktorat.

86



BAB VI PENUTUP Dalam melaksanakan tugasnya membantu Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan,

Direktorat

EKPD-Bappenas

mempunyai

tugas

pokok

melaksanakan perumusan kebijakan dan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan penilaian pelaksanaan program kinerja pembangunan daerah. Fungsi Direktorat EKPD-Bappenas di antaranya adalah perumusan kebijakan dan koordinasi pemantauan dan evaluasi kinerja pembangunan daerah serta penyusunan dan pelaporan kinerja pembangunan daerah. Agar Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah dapat terselenggara secara optimal, diperlukan suatu strategi yang ditempuh yaitu implementasi kebijakan capacity building pada Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah-Bappenas yang integratif melalui kebijakan pembangunan Sistem Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah, yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pedoman Umum, Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis. Dalam tataran organisasi yang lebih tinggi, yaitu pada level Bappenas, sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, yaitu “Menyusun rencana pembangunan nasional yang berkualitas dengan tersedianya kualitas SOP yang mendukung�, maka dari hasil evaluasi berdasarkan BSC diperoleh capaian 82,6%. Berarti tingkat keberhasilan kebijakan ini dinilai berhasil, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Pencapaian tujuan tersebut dapat dioptimalkan melalui penerapan eGovernment yang konkrit dan terukur, struktur kelembagaan yang proporsional, efektif, efisien serta pengadaan barang dan jasa menggunakan e-procurement. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk menyiapkan sistem rekrutmen yang transparan, sistem penilaian kinerja yang terukur serta sistem diklat berbasis merit dan kompetensi. Sedangkan berdasarkan Scenario Planning, melalui CLD telah ditetapkan bahwa sumbu aksisnya adalah potensi sumber daya daerah dan sumbu 87


ordinatnya adalah semangat otonomi dan desentralisasi. Agar dapat mencapai kondisi sebagaimana digambarkan dalam kuadran I (Zamrud Khatulistiwa), yaitu kondisi ketika potensi sumber daya daerah melimpah dengan tingginya semangat otonomi dan desentralisasi, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Scenario Planning Indonesia 2014, maka Indonesia harus dapat melaksanakan pembangunan secara konsisten sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan, walaupun Presiden dan pemerintahannya berganti setiap saat.

88


DAFTAR PUSTAKA

Bahan Ajar Diklatpim Tingkat II, 2010, ”Kajian Paradigma, Kajian Kebijakan Publik. Kajian Manajemen Stratejik”, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta. Bappenas, 2010, Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pemabangunan Nasional No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pemabangunan Nasional Tahun 2010-2014 Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunn Daerah Bappenas, 2010, Pedoman Umum Evaluasi Kinerja Pembangunn Daerah, Jakarta Direktorat Kerjasama Regional Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, 2010,Asean–China Free Trade Area http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/ Regional/Win/ASEAN%20-%20China%20FTA.pdf, diakses 8 September 2010 Dunn, William N., 1991, ”Publik Policy Analysis : An Introduction”, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliff, NJ. Dunn, William N., 2000, ”Pengantar Analisis Kebijakan Publik”, Edisi Ketiga (terjemahan), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Funnell, Sue and Rita Djayusman, 2008, Evaluation Framework for Deputy of Development Performance Evaluation BAPPENAS, World Bank, Jakarta Hardjosoekarto, Sudarsono, 2010, Berfikir Serba Sistem dan Komponen Terkait, ceramah pada Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Indonesia Menuju ASEAN-China Free Trade Area – ACFTA http://www.dunia cyber.com/freebies/others/indonesia-menuju-asean-china-free-trade-areaacfta/, diakses 8 September 2010 Kinanto, Tasdik, 2010, Agenda Kebijakan Percepatan Reformasi Birokrasi dalam Mendukung Peningkatan Daya Saing Bangsa dan Kesejahteraan Masyarakat, ceramah pada Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Kuncoro, Mudrajad, 2008, Mendongkrak Daya Saing, http://mudrajad.com/upload /Mendongkrak%20Daya%20Saing.pdf, diakses 8 September 2010 LAN, 2010, Modul 1.A-1 Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Kajian Paradigma, Building Learning Commitment, Jakarta. _________, Modul 1.A-2 Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Kajian Paradigma, Membangun Organisasi Pembelajar, Jakarta. _________, Modul 1.B Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Kajian Paradigma, Paradigma Kepemimpinan, Jakarta. 89


_________, Modul 1.C,D,E Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Kajian Paradigma, Paradigma Pembangunan, Paradigma Administrasi Publik, Paradigma Pembangunan Sosial Ekonomi Politik, Jakarta. _________, Modul 2 Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Kajian Kebijakan Publik, Jakarta. _________, Modul 3 Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Kajian Manajemen Stratejik, Jakarta. _________, Modul 4 Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Panduan Aktualisasi, Jakarta. Maani, Kambiz E., and Cavana, Robert Y., 2000, ”System Thinking and Modelling: Understanding Change and Complexity”, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliff, NJ. Mohsin, Yakob, 2010, Ringkasan Kajian Kebijakan Publik, Bahan Ajar Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Mustopadidjaja AR, 2005, ”Paradigma Pembangunan dan Pembangunan Indonesia”, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Mustopadidjaja AR, 2003, ”Manajemen Proses Kebijakan Publik”, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Perkembangan Implementasi Asean–China Free Trade Area (ACFTA) http:// agribisnis.net/Pustaka/BAHAN_WEB_ACFTA.htm, diakses 8 September 2010 Pranoto, Juni, 2010, Learning Organization di Instansi Pemerintah, ceramah pada Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Rewansyah, Asmawi, 2010, Reformasi Birokrasi, ceramah pada Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Riyanto, Sugeng, 2010, Indonesia Harus Tingkatkan Daya Saing Dalam CAFTA, http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&i d=11735&Itemid=1&news_id=18, diakses 8 September 2010 Rosandya, Rindy, 2010, Kesiapan Menghadapi CAFTA, http://bataviase.co. id/node/ 823 23, diakses 16 September 2010 Sanapiah, Aziz, 2010, Paradigma dan Perkembangan Paradigma Pembangunan Indonesia, ceramah pada Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta

90


Senge, Peter. M, 2005, “The Fifth Discipline, The Art and Practice of The Learning Organization�, Bahan Ceramah pada Diklatpim TK. II Angkatan XXV, Jakarta. Soetrisno, 2009, Systems Thinking, Berpikir Serba Sistem, Dewa Ruchi, Jakarta. Solihin, Dadang, 2003, Implementasi UU No. 22/1999 pada Tataran Nasional, Provinsi, Kota dan Kabupaten: Permasalahan dan Rekomendasi Kebijakan, Lembaga Administrasi Negara-R.I.Diklat Kepemimpinan Tingkat II, Semarang, 5 Februari, http://www.slideshare.net/Dadang Solihin/implementasi-uu-no-221999-pada-tataran-nasional-provinsi-kotadan-kabupaten-permasalahan-dan-rekomendasi-kebi jakan ______________, 2005, Manajemen Pembangunan: Teori dan Praktek di Indonesia, Diklatpim Tingkat I, Lembaga Administrasi Negara, Graha Wisesa, 26 Juli, http: //www.slideshare.net/DadangSolihin/manajemenpembangunan-teori-dan-praktek-di-indonesia dan http://www.docstoc. com/docs/1825151/Manajemen-Pembangunan-Teori-dan-Praktek-diIndonesia ______________, 2005, Peran Pemimpin dalam Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan Pembangunan, Diklatpim Tingkat II Angkatan XVI, Lembaga Administrasi Negara, Kendari, 17 November, http://www. slideshare.net/DadangSolihin/peran-pemimpin-dalam-perencanaan-pela ksanaan-dan-pengawasan-pembangunan dan http://www.docstoc.com/ docs/1825238/Peran-Pemimpin-dalam-Perencanaan-Pelaksanaan-danPengawasan-Pembangunan ______________, 2007, Perumusan Scenario Planning dalam rangka Memperkuat Sistem Perencanaan Pembangunan dan Kinerja Organisasi dengan Pendekatan Sistemik, Seminar Forum SANKRI, Menerawang Pembangunan Wilayah di Masa Depan dengan Scenario Planning, Samarinda, 26 November, http://www. slideshare.net/DadangSolihin /perumusan-skenario-planning-dalam-rangka-memperkuat-sistem-peren canaan-pembangunan-dan-kinerja-organisasi-dengan-pendekatan-siste mik-186367 dan http://www .docstoc.com/docs/1826476/PerumusanScenario-Planning-dalam-rangka-Memperkuat-Sistem-Perencanaan-Pem bangunan-dan-Kinerja-Organisasi-dengan-Pendekatan-Sistemik ______________, 2010, Pengentasan Kemiskinan dan Peningkatan Daya Saing dalam Menghadapi ACFTA, Seminar Nasional Program Studi Ilmu Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 29 Mei, http:// www.slideshare.net/DadangSolihin/pengentasan-kemiskinan-dan-pening katan-daya-saing-dalam-menghadapi-acfta dan http://www.docstoc.com /docs/41465181/Peng entasan-Kemiskinan-dan-Peningkatan-Daya-Saingdalam-Menghadapi-ACFTA ______________, 2010, Rencana Strategis Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah, Pembekalan Para Widyaiswara Diklatpim Tingkat II LAN, Graha Wicaksana Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 91


3 Maret, http://www.slideshare.net/DadangSolihin/rencana-strategis-keme dan http://www. nterian-lembaga-dan-satuan-kerja-perangkat-daerah docstoc.com/docs/27350526/Rencana-Strategis-KementerianLembagadan-Satuan-Kerja-Pera ngkat-Daerah Sugiyanto, 2010, Implementasi Good Governance dalam Beragam Perspektif, ceramah pada Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XXIX, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta Sujatno, Adi, (2007), �Moral dan Etika Kepemimpinan: Merupakan Landasan Ke Arah Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance)�, Team 4AS, Jakarta.

92


LAMPIRAN

93








Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.