Dapatkah Kita Hindarkan Perang Dunia Ke Tiga?
kekuatan untuk itu atau tidak, namun jelas itu merupakan lang kah pertama untuk menindak terorisme yang berbaju agama. Di sini berlaku apa yang dikatakan oleh mantan Ketua Mahkamah Agung Mesir, Al-Asymawi, bahwa selama tiap tindakan hukum di bidang pidana memiliki unsur hukuman dan cegahan (punish ment and deterrence), selama itu pula ia dapat disamakan de ngan hukum pidana kanonik yang terdapat dalam hukum Islam (fiqh). Dengan demikian, salah satu keberatan para teroris yang diadili itu, melalui para pengacara mereka, bahwa mereka tidak dapat dikenakan tindakan legal berdasarkan “Hukum Barat”, seperti hukum Pidana Indonesia saat ini yang dikodifikasikan dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), tertolak dengan sendirinya. Di samping upaya hukum itu, diperlukan pengamatan ke tat dari pihak intelijen, guna menangkal upaya-upaya teroris tik, sebelum hal itu terjadi. Ini sangat diperlukan karena letak geografis Indonesia yang sangat memudahkan langkah-langkah mempersiapkan terorisme internasional di dalam negeri, de ngan bantuan keuangan dan latihan-latihan dari luar kawasan Asia Tenggara. Jumlah pulau Indonesia sebanyak 17.000 buah, dengan 4.000 buah diantaranya tanpa penghuni, adalah sesuatu yang sangat mudah bagi gerakan-gerakan teroris internasional untuk menciptakan kondisi matang bagi terorisme. Apa yang di lakukan gerakan Abu Sayyaf di Filipina Selatan, merupakan buk ti adanya watak internasionalistik dari tindakan-tindakan teror yang dilakukan di kawasan Asia Tenggara. Jika gerakan tersebut punya kaitan dengan MILF (Moro Islamic Liberation Front) atau MNLF (Moro National Liberation Front), jelas adanya watak in ternasional dari gerakan tersebut merujuk kepada penanganan lebih menyeluruh dari pihak internasional di bawah koordinasi Pemerintah Filipina. Kegagalan menciptakan mekanisme yang diperlukan un tuk menangani terorisme itu, akan membawa konsekuensi-kon sekuensinya sendiri, seperti perkembangan di Australia dan Je pang serta reaksi-reaksi balik dari “negeri-negeri sosialistik” di kawasan pasifik selatan. Belum lagi kalau dilihat kemungkinan bersambungnya gerakan tersebut dengan terorisme “bertopeng” agama Islam yang berkembang secara domestik di Indonesia. Tindakan-tindakan hukumlah yang akan membuktikan, apakah yang terjadi di Indonesia juga merupakan sesuatu yang berwatak g 389 h