Islam DAN EKONOMI KERAKYATAN
capai tingkatan kesempurnaan (excellence) dalam bidang-bidang tersebut, seperti terbukti dari hasil-hasil yang dicapai anak-anak mereka di luar negeri. Karena itu tidaklah mengherankan, jika lalu dunia usaha (bisnis) mereka kuasai. Para manager/pimpinan usaha ada di tangan mereka, bahkan hal itu terasa pada tingkat usaha di bi dang keuangan/finansial. Bahkan Bulog dan Dolog hampir selu ruhnya berhutang uang pada mereka. Sehingga praktis merekalah yang menentukan jalannya kebijakan teknis, dalam hal-hal yang menyangkut sembilan macam kebutuhan pokok bangsa. Tidak mengherankan jika lalu ada pihak yang merasa, ekonomi negeri kita dikuasai oleh keturunan Tionghoa. Itu wajar saja. Bahkan lontaran emosional itu akan menjadi sangat berbahaya, jika di tutup-tutupi oleh pemerintah dan media dalam negeri. Namun, harus segera ditemukan sebuah kerangka lain, untuk menghin darkan lontaran-lontaran perasaan yang emosional seperti itu. Janganlah berbagai reaksi itu, lalu berkembang karena diper caya oleh orang banyak. Kesenjangan kaya-miskin yang terus menjadi besar dalam kenyataan, maka diperlukan sebuah penataan ekonomi bangsa kita. Bagaimanapun juga harus diakui, bahwa apa-apa yang ter baik di negeri kita, dikuasai/dimiliki oleh mereka yang kaya, baik golongan pribumi maupun golongan keturunan Tionghoa. Na mun untuk menyelamatkan diri dari kemarahan orang melarat, baik yang merasa miskin ataupun yang memang benar-benar tidak menguasai/memiliki apa-apa, maka elite ekonomi/orang kaya kalangan pribumi selalu meniup-niupkan bahwa perekono mian nasional kita dikuasai/dimiliki para pengusaha golongan keturunan Tionghoa. Karena memang selama ini media nasio nal dan kekuasaan politik selalu berada di tangan mereka, de ngan mudah saja pendapat umum dibentuk dengan mengang gap golongan keturunan Tionghoa, yang lazim disebut golongan non-pribumi, sebagai penguasa perekonomian bangsa kita. Kesan salah itu dapat segera dibetulkan dengan sebuah koreksi total atas jalannya orientasi perekonomian kita sendiri. Koreksi total itu harus dilakukan. Orientasi yang lebih memen tingkan pelayanan kepada pengusaha besar dan raksasa, apa pun alasannya, termasuk klaim pertolongan kepada pengusaha nasional “pribumi”, haruslah disudahi. Sebenarnya yang harus ditolong adalah pengusaha kecil dan menengah, seperti yang g 206 h