Islamku-Islam Anda-Islam Kita - Gus Dur

Page 231

Syari’atisasi dan Bank Syari’ah

di negeri kita. Walaupun tidak semua ajaran Islam dijalankan dengan tekun, paling tidak slogan “syari’atisasi” telah dilaku­ kan oleh mereka yang “sadar” akan pentingnya Islam sebagai “pem­beri warna” hidup bangsa kita. Bahkan, berbagai lembaga per­wakil­an rakyat di tingkat propinsi, kabupaten dan kota, telah membuat sesuatu yang melanggar “kesepakatan bersama” untuk tidak mengaitkan negara kepada kehidupan beragama secara for­ mal atau resmi. Karena itu, ketika penulis masih menjadi Presi­ den, telah mengusulkan agar tiap Peraturan Daerah yang isinya bertentangan dengan undang-undang dasar dianggap batal. Karena itulah, perkembangan upaya “syari’atisasi” harus dimonitor terus, semestinya perkembangan itu harus sejalan de­ ngan keputusan sidang kabinet yang tertera di atas. Nah, me­ngapa sampai sekarang belum ada pelaksanaan syari’ah di be­berapa daerah yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945? Jawab­ nya, karena Mahkamah Agung yang seharusnya memberikan kata akhir bagi pembahasan hal-hal mendasar bagi kehidupan kita bersama, tidak menjalankan kewajibannya. Se­buah Mahka­ mah Agung yang benar-benar menjalankan ke­wa­jiban, tentulah tidak takut kepada tekanan berbagai pihak, ter­masuk “kaum tero­ ris”. Karena ketakutan itu, Mahkamah Agung kita akhirnya tidak memberikan kontribusi apa-apa dalam me­mu­dahkan berbagai masalah sangat penting bagi negeri kita. Mah­kamah Agung kita sekarang takut oleh tekanan dari pihak yang ingin memberlaku­ kan syari’ah Islam, maka benarlah apa yang dikatakan Franklin D. Roosevelt, Presiden USA yang meninggal dunia tahun 1945, bahwa apa yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri (what we have to fear is fear itself). Umpamanya, Peraturan Daerah yang dibuat DPRD Su­ma­ tera Barat bahwa perempuan tidak boleh bekerja sendirian setelah jam 09.00 malam tanpa “dikawal” seorang keluarga de­kat, jelas­ lah sekali bertentangan dengan UUD 1945, yang menyamakan kedudukan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban war­ga negara le­ laki dan perempuan. Syariatisasi macam inilah yang seharusnya dilihat bertentangan dengan UUD 1945, atau tidak oleh MA yang penakut itu. Kalau ada upaya membuat syariatisasi yang sejalan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945, persoalannya adalah penggunaan nama syari’ah itu sen­diri. Tentu itu dilakukan de­ ngan tujuan “meng-Islamkan” per­undang-undangan di negeri ini, sesuatu yang sebenarnya berbau politik. Mantan Ketua Mah­ g 193 h


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.