Majalah Bhinneka #010: Negara Sekuler

Page 36

PERANCIS & BURQA

Mengapa ? Pemisahan antara agama dan pemerintah sudah dimulai sejak tahun 1905. Pada tahun 2004, hal ini dilanjutkan dengan pelarangan adanya penonjolan identitas keagamaan di ruang publik (sekolah, rumah sakit dan gedung-gedung pemerintah). Tujuan pemerintah Perancis barangkali untuk menghormati pemeluk agama lain, atau lebih tepatnya menjaga perasaan pemeluk agama lain. Sekilas, hal ini tampak adil dan merupakan wujud sempurna dari sebuah kesetaraan agama. Namun dari sudut pandang lain, dampaknya justru bisa sebaliknya. Ada perbedaan antara sesuatu sebagai simbol dengan sesuatu sebagai tuntutan. Memang, jilbab juga adalah simbol. Dengan mengenakan jilbab, seorang perempuan akan dikenali sebagai pemeluk Islam, dan barangkali ini yang berusaha dicegah Laisisme, sebab paham tersebut menghendaki setiap individu di ruang publik dikenal sebagai semata individu, bukan bagian dari umat tertentu. Namun di sisi lain, bagi sebagian yang meyakininya, mengenakan jilbab adalah juga suatu kewajiban, keharusan, perintah dari Tuhan. Mereka yang memilih mengenakan jilbab barangkali punya dua alasan. Pertama, mereka takut dikenai hukum Tuhan akibat berbuat dosa (baca: tidak menutupi rambut seperti yang konon diperintahkan Tuhan kepada mereka).

“

“

Tujuan pemerintah Perancis dengan melarang simbolsimbol keagamaan di ruang publik, barangkali untuk menghormati pemeluk agama lain, atau lebih tepatnya menjaga perasaan pemeluk agama lain. Sekilas, hal ini tampak sebagai wujud sempurna dari sebuah kesetaraan agama. Namun dari sudut pandang lain, dampaknya justru bisa sebaliknya.

Kedua, mereka ingin lebih mendekatkan diri kepada Tuhan yang mereka yakini itu. Di sinilah terjadi semacam pertentangan antara menjaga bias identitas agama di ruang publik dengan kebutuhan rohani seorang pemeluk agama untuk (setidaknya) menyenangkan Tuhannya. Jalan keluar paling ideal untuk mengatasi pertentangan ini, barangkali adalah kompromi. Tapi tampaknya kedua pihak teguh bertahan pada apa yang diyakininya lebih benar. Apakah keliru jika seorang individu menjaga bias identitas agamanya di ruang publik untuk menghindari terganggunya individu lain? Tentu tidak, sebab itu hal yang baik. Tapi apakah keliru jika seorang individu berusaha patuh-teguh pada titah Tuhannya agar ia merasa Tuhannya senang akan tindakannya itu? Tentu tidak, sebab itu juga hal yang baik. Dua hal, yang kerap kali bertentangan, memiliki nilai kebenaran yang sama. Sekali lagi, ini adalah soal sudut pandang. Sekulerisme semestinya melindungi hakhak setiap pemeluk agama dan penganut kepercayaan, baik itu yang mayoritas maupun yang minoritas. Sekulerisme seharusnya memberikan ruang gerak yang sewajarnya bagi tiap-tiap pemeluk agama, selama tidak mengusik atau mengganggu pemeluk agama lain. Sekulerisme yang ideal juga bisa menjadi kontrol terhadap agama, agar ia tetap berada

34 | Bhinneka edisi 9 ~ NEGARA SEKULER


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.