Ibadah Menurut Imam Ali

Page 1

IBADAH MENURUT IMAM ‘ALI Ahmad Fadhil1

Ibadah adalah hukum universal Menurut Imam Ali, dalam tingkatan tertentu, ibadah bukan merupakan fenomena relijius yang diwajibkan oleh Allah dan agama secara umum atau Islam secara khusus, melainkan kondisi alamiah universal yang ada pada seluruh makhluk termasuk manusia. Maksudnya, manusia, mau atau tidak, tunduk kepada sistem alam atau sunnah ilahiyah yang menguasai seluruh makhluk mulai dari malaikat, manusia, binatang, tumbuhtumbuhan, dan benda mati, Mereka makhluk tidak dapat melampauinya dan semua manusia sama saja di dalam hal ini baik yang beriman kepada Allah atau tidak.2 Dalam pengertian ini, manusia tidak dapat mengeluarkan dirinya dari lingkaran ibadah pada Pembuat sistem tersebut dalam mengambil sebab-sebab yang ditetapkan di alam ini untuk meraih tujuan. Jika tidak, maka dia tidak akan mencapai tujuan itu. Karena itu, dia mendapati dirinya terpaksa untuk mengikutinya. Inilah yang harus dilakukan manusia jika ia ingin naik ke tempat yang tinggi atau turun ke tempat yang rendah, ingin mendapatkan panas atau dingin. Dia mendapati sebab-sebab khusus yang mengantarkan pada salah satu dari hal-hal tersebut yang berbeda dari sebab-sebab yang mengantarkan pada hal yang lain. Dan untuk tujuan tertentu, maka dia harus menempuh dan memenuhi sebab-sebabnya. Imam Ali mengatakan di dalam Nahjul Balaghah,3 ‫ يملك منا ما ل نملك من‬،‫"فإنما أنا وأنتم عبيد مملوكون لرب ل رب غيره‬ "‫أنفسنا‬ “Aku dan kalian adalah hamba sahaya kepunyaan Tuhan yang tiada Tuhan selain-Nya. Dia memiliki pada diri kita apa yang tidak kita miliki pada diri kita.” Kita adalah makhluk dari Sang Pencipta. Kita adalah milik-Nya. Kita adalah hamba sahaya-Nya. Dia memiliki pada diri kita apa yang tidak kita miliki pada diri kita, yaitu keberadaan kita, mati kita, hidup kita, serta hal-hal lainnya di dalam hidup ini dan keberlangsungan hidup ini di alam nyata atau di alam gaib yang tidak terhitung jumlahnya bahkan tidak terbayangkan oleh siapa pun. Imam Ali berkata, ‫ خلق الخلئق‬،‫ والخالق من غير منصبة‬،‫"الحمد ل ّله المعروف من غير رؤية‬ "‫ واستعبد الرباب بعزته‬،‫بقدرته‬ “Segala puji bagi Allah yang dikenali tanpa dilihat, yang mencipta tanpa menjadi lelah, yang telah menciptakan makhluk-makhluk dengan kuasa-Nya, dan memperbudak tuan-tuan dengan keperkasaan-Nya.” 1

2

Dosen Filsafat Islam di IAIN “SMH” Banten.

Jam’iyah al-Ma’rif al-Islamiyah ats-Tsaqafiyah, Qabasat Min Nahj al-Balaghah, e-book, h. 29, http://almaaref.org/books/book.php?idbook=186, diunduh pada 17 September 2010. 3 Qabasat Min Nahj al-Balaghah, h. 30.


Disebutkannya sifat Allah sebagai pencipta sebelum menyebut penghambaan makhlukmakhluk kepada-Nya di sini seolah-olah menjadi penjelasan kausatif. Yaitu, Pencipta adalah Pemilik setiap hamba. Dia menguasai keberadaan dan ketiadaan mereka. Dialah yang telah mengadakan dan menciptakan mereka dari ketiadaan dan memberi mereka keberadaan. Karena itu Dialah yang memperhambakan mereka betapa pun tinggi posisi, kuasa, dan jabatan mereka. Setiap orang yang mengaku menjadi tuhan di tengah-tengah makhluk, dia adalah hamba Allah. Sebab, dia tidak memiliki apa-apa kecuali apa yang diberikan Tuhan Yang Mahaagung, Tuhan semua tuhan Yang Mahaperkasa.4

Ibadah adalah hukum sosial Tidak ada seorang pun, walaupun telah berusaha dengan sekuat tenaga, yang dapat keluar dari penghambaan dalam pengertian ini. Sekalipun seseorang menanggalkan penghambaan dan ketundukan kepada Allah, namun selain dia tidak dapat keluar dari kuasa sebab-sebab alamiah seperti dijelaskan di atas, dia juga tidak dapat menanggalkan penghambaan kepada selain Allah, baik kepada manusia, dunia, penguasa, kekuasaan, atau syahwatnya. Setiap manusia adalah hamba. Hanya saja dia terombang-ambing dan memilih di antara banyak tuan. Penghambaan adalah aturan yang tidak mengecualikan siapa pun. Setiap orang, di dalam hidupnya, memilih jalan dan hukum yang menjadi pondasi dalam hidupnya dan mengatur perbuatan-perbuatan dan sikap-sikapnya terhadap segala sesuatu yang dia hadapi di dalam hidupnya. Dia tunduk kepada hukum itu. Karena itu, siapa pun yang membuat hukum tersebut, maka pembuat hukum ini akan menjadi tuannya yang dia patuhi dan dia turuti putusannya. Imam Ali mengatakan: ً ‫ وأبعد آما‬،‫"ألستم في مساكن من كان قبلكم أطول أعمارا ً وأبقى آثارًا‬ ،‫ل‬ ‫ ثنم ظعننوا‬،‫ وأثروهنا أي إيثنار‬،‫يَ تعّبند‬ ّ ‫ تعبندوا للندنيا أ‬،‫ وأكثف جننودًا‬،‫وأعدّ عديدًا‬ "‫عنها بغير زاٍد مبّلغ ول ظهر قاطع‬ “Bukankah kalian dapat mengambil pelajaran dari kampong-kampung orang-orang sebelum kalian yang umurnya lebih panjang, peninggalannya lebih abadi, harapannya lebih jauh, jumlahnya lebih banyak, tentaranya lebih kuat. Mereka sedemikian menghambakan diri pada dunia. Mereka sedemikian mengutamakannya daripada yang selainnya. Lalu mereka meninggalkannya tanpa bekal yang mengantarkan dan kendaraan yang menyampaikan (ke tujuan).” Orang-orang itu telah menghambakan diri pada dunia, bukannya kepada Allah. Mereka memilih dunia dan mengutamakannya. Tapi, mereka tidak dapat keluar dari hukum dan sistem penghambaan diri meskipun mereka telah menanggalkan penghambaan diri kepada Allah. Mereka tetap menjadi budak dari sesuatu yang lain, dari tuan yang lain, yang tidak abadi. Dari tuan mereka itu mereka tidak akan memperoleh bekal yang cukup untuk mencapai tujuan akhir perjalanan mereka dan tidak akan mengantarkan mereka ke tujuan mereka. Tuan atau penghambaan mereka itu bukanlah kendaraan yang kuat untuk 4

Qabasat Min Nahj al-Balaghah, h. 30.


mengantarkan mereka ke jalan akhirat, karena kendaraan itu akan berhenti di awal perjalanan menuju akhirat.5 Jadi, manusia berkisar antara menghambakan diri kepada Allah atau menghambakan diri kepada selain-Nya. Manusia harus memilih tuan yang jika dia menghambakan diri kepadanya, maka penghambaan itu akan menjadi bekal yang mengantarkan dan kendaraan yang menyampaikan ke tujuan.6

Ibadah adalah tujuan diutusnya nabi-nabi Tujuan diutusnya nabi-nabi adalah menunjuki, membimbing, dan memberikan manusia untuk beribadah kepada Allah. Tanpa diutusnya nabi-nabi, tidak ada seorang manusia pun yang akan mencapai ibadah ini dan mengetahui cara menyembah Allah. Mereka pasti akan tersesat, terpecah belah, dan saling berperang lebih hebat daripada peperangan yang telah mereka lakukan. Meskipun telah diutus banyak nabi, kita temukan sejarah telah tergenang oleh lautan darah dikarenakan perbedaan dan kesesatan manusia dari jalan ibadah yang tepat bagi umat manusia. Imam Ali berkata: ‫"فبعث الّله محمدا ً صلى الله عليه وآله وسلم بالحق ليخرج عباده من عبادة‬ "...‫ بقرآن قد بينه وأحكمه‬،‫ ومن طاعة الشيطان إلى طاعته‬،‫الوثان إلى عبادته‬ “Allah telah mengutus Muhammad saw dengan kebenaran untuk mengeluarkan hambahamba-Nya dari penghambaan pada berhala-berhala kepada penghambaan kepada-Nya, dari ketaatan kepada setan kepada ketaatan kepada-Nya.” Kata-kata Imam Ali ini menunjukkan bahwa manusia selalu berusaha untuk menjadi hamba bagi sesuatu yang dia pandang dapat mewujudkan tujuannya. Dia akan tunduk, menghambakan diri, dan menjadikan sesuatu itu sebagai tuhan yang mengatur urusanurusannya. Jika Allah tidak mengutus nabi-nabi, maka manusia akan tunduk bahkan kepada batu ketika mereka tidak mendapati orang yang memberi keterangan yang benar. Jika manusia dapat menemukan jalan ibadah tanpa keterangan dari para nabi, maka pengutusan para nabi itu telah kehilangan tujuannya. Dari kata-kata ini, kita dapat menarik dua hal: Pertama, meskipun pengetahuan tentang Allah dapat diperoleh manusia lewat akal, tapi pengetahuan tentang jalan beribadah kepada-Nya dan cara menaati-Nya tidak mungkin diperoleh kecuali lewat para nabi. Ini adalah dalil kemestian diutusnya para nabi. Kedua, karena manusia tidak dapat keluar dari sistem penghambaan diri, maka mereka harus mencari dan mengenali penghambaan yang benar. Karena tidak ada jalan untuk mengenal penghambaan yang benar kecuali melalui para nabi, maka manusia harus berkomitmen untuk patuh kepada mereka.7 5

Qabasat Min Nahj al-Balaghah, h. 31. Qabasat Min Nahj al-Balaghah, h. 31. 7 Qabasat Min Nahj al-Balaghah, h. 33. 6


Kesimpulan: 1. Manusia, baik mau atau tidak, tunduk kepada sistem penciptaan, baik dia beriman kepada Allah atau tidak. 2. Pengertian ibadah (hamba) berlaku pada setiap manusia bahkan kepada orang yang tidak menghambakan diri kepada Allah, karena orang itu menghambakan diri kepada dunia, penguasa, penguasa, syahwat, atau setan. 3. Tujuan diutusnya para nabi adalah untuk menunjuki manusia kepada penghambaan kepada Allah. Tanpa diutusnya para nabi, tidak seorang pun akan mencapai penghambaan yang benar dan mengetahui cara menghambakan diri kepada Allah, sehingga mereka akan sesat, berpecah belah, dan saling memerangi.

Pertanyaan: 1. Apa arti ibadah adalah hukum alam yang universal bagi seluruh makhluk? 2.

Apa arti ibadah adalah hukum sosial?

3.

Apa tujuan diutusnya para nabi?

Sumber: Qabasat Min Nahj al-Balaghah, Markaz Nun li al-Ta’lif wa al-Tarjamah,, Jam’iyah alMa‘arif al-Islamiyah al-Thaqafiyyah, cet. I, 2004 M./1425 H., http://almaaref.org/books/book.php?idbook=186, diunduh pada 17 September 2010.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.