8777637-Analisis-Sosial-Budaya-Timor-BaratAkhir-5122008

Page 65

sebanyak 41.803, yang bekerja pada sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi sebanyak 3.149 orang, yang bekerja di sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan dan bangunan sebanyak 5.053 orang dan yang bekerja di sektor jasa kemasyarakatan sebanyak 39.876 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan perempuan yang berumur 15 tahun ke atas yang sedang bekerja dapat diketahui bahwa dari 903.247 tenaga kerja perempuan yang ada pada tahun 2005, yang tidak/belum pernah sekolah sebanyak 79.583 orang (8,81%), yang tidak/belum tamat SD sebanyak 182.043 orang (20,15%), tamat SD sebanyak 473.408 orang (52,41%), tamat SLTP/MTs/Sederajad sebanyak 91.138 orang (10,09%), tamat SMA sebanyak 38.417 orang (4,25%), tamat SMK/Kejuruan sebanyak 19.823 orang (2,19%) dan tamat Diploma/Universitas sebanyak 18.835 orang (2,08%). Jumlah pencari kerja perempuan sesuai klasifikasi pendidikan yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT sampai dengan bulan Maret 2008 tercatat terbesar pada jenjang pendidikan SD sebesar 8,25 % dibandingkan dengan laki-laki sebesar 7,62 %. Ini berarti bahwa 0,65 % lebih besar dari laki-laki. Selanjutnya, untuk jenjang pendidikan SLTP tercatat perempuan sebesar 4,86 % sedangkan laki-laki sebesar 4,64 % atau 0,22 % lebih besar dari laki-laki. Selain itu, pada jenjang pendidikan D1 / D2 tercatat perempuan sebesar 86,64 % sedangkan laki-laki hanya mencapai 46,42 % atau selisih 40,42 % lebih besar dari laki-laki serta jenjang pendidikan D3/AK/SM tercatat perempuan sebesar 18,93 % sedangkan laki-laki hanya mencapai 15,92 % atau selisih 3,01 % lebih besar dari laki-laki. 6.1Perempuan Rentan Terhadap Kekerasan Keadaan kritis yang dialami masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok menimbulkan fenomena gunung es persoalan sosial. Dalam keadaan terpaksa keberadaan aset utama pemenuhan kebutuhan pokok justru tergadaikan. Dalam keadaan seperti ini, kekerasan biasa terjadi, dan perempuan seringkali menjadi korbannya. Setidaknya ada dua hal yang mempengaruhi kerentanan perempuan menjadi korban kekerasan. Pertama, asumsi tentang perempuan yang sangat lekat dengan stereotipe dan subordinasi dimata masyarakat dan adat budaya. Asumsi bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah, second class yang tidak berdaya menjadi pemicu terciptanya kekerasan sehingga penghargaan kepada perempuan dan anak menjadi terabaikan. Sistem politik, organisasi dan religi masyarakat adat membagi wilayah kerja menurut peran gender dengan tegas. istilah Feto-mone (laki lakiperempuan) merujuk pada klasifikasi dualis yang mengacu pada kesatuan hubungan kosmos. Istilah mone (laki-laki) disamping bermakna jenis kelamin juga dipandang sebagai bagian luar yang bertanggung jawab atas pertahanan, sedangkan perempuan adalah penguasa bagian dalam yang mengatur urusan ritual dan mempunyai kedudukan lebih pasif. Keberadaan perempuan di dalam feto-mone sebenarnya sangat dihargai, karena kedekatan perempuan terhadap alam serta kemiripan 65


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.