RADAR LAMPUNG | Kamis, 11 Maret 2010

Page 29

LAMPUNG RAYA

KAMIS, 11 MARET 2010

29

Lambar, Lampura dan Waykanan

Ikon tak Dikenal

Ramayana Lempar ke Kota KOTABUMI - Ramayana Departemen Store Kotabumi, Lampung Utara, menyatakan tidak tahu menahu mengenai kisruh ruilslag (tukar guling) yang kini menjadi polemik. Hal itu diungkapkan Asisten Manager (Asmen) Ramayana Kotabumi Bambang Irawan saat dimintai keterangannya kepada Radar Kotabumi (grup Radar Lampung) kemarin (10/3). Sebab, dirinya baru dua bulan bekerja di Ramayana Kotabumi. Namun, ia mengatakan, yang tahu jelas mengenai hal itu adalah Benny Riadi (salah satu manajer, Red) di Ramayana Bandarlampung. ’’Saya tidak tahu jelas sejauh mana permasalahan tersebut. Sebab, saya baru dua bulan bekerja di sini (Ramayana Kotabumi, Red), yang tahu soal itu Pak Benny,’’ katanya. Bambang mengungkapkan, sebelumnya pihaknya mendapat surat panggilan dari DPRD Lampung untuk meminta keterangan soal tersebut. ’’Panggilan itu Selasa (9/3). Kalau tidak salah, yang datang memenuhi panggilan DPRD itu Pak Benny,’’ ungkapnya. Meski demikian, Bambang enggan berkomentar banyak. Namun, ia menjelaskan, aktivitas di Ramayana tetap berjalan seperti biasa dan tidak ada perubahan yang signifikan. ’’Selama ini aktivitas berjalan seperti biasa,’’ pungkasnya. Untuk diketahui, rencana ruilslag aset milik Pemprov Lampung dengan Lampura tidak berjalan mulus. Sebab, panitia khusus (pansus) DPRD setempat menolak tegas rencana tersebut. Penolakan ini menyusul temuan pansus yang menengarai adanya ketidakberesan dalam proses ruilslag tersebut. ’’Pemkab Lampura sebelumnya mengatakan, seluruh lahan aset pemprov seluas 940 meter persegi dan gedung 202,6 meter persegi itu akan digunakan untuk jalan umum. Tetapi setelah ditelusuri, tidak terbukti,’’ terang anggota Pansus Tony Eka Chandra di DPRD Lampung belum lama ini. Selain pansus, sembilan fraksi di DPRD Lampung menolak proses ruilslag (tukar guling) aset pemprov setempat dengan Pemkab Lampura. Wakil Ketua DPRD Lampung Indra Ismail bahkan merekomendasikan masalah ini diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kejaksaan. Menurut DPRD Lampung, proses ruilslag itu menabrak Perpres No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pelanggaran ada pada peruntukkannya maupun proses administrasi. DPRD menilai, Pemkab Lampura menyalahi ketentuan tata ruang daerahnya sendiri. Pasalnya, Pemkab Lampura sebelumnya mengatakan, seluruh lahan aset pemprov seluas 940 meter persegi dan gedung 202,6 meter persegi itu digunakan untuk jalan umum. Wakil Ketua DPRD Lampung Indra Ismail justru meminta rekomendasi dewan yang menolak proses ruilslag diserahkan kepada KPK dan kejaksaan. ’’Karena dalam proses ruilslag ini ada unsur pidananya, dan itu harus diproses melalui jalur hukum,’’ ujar Indra. (rnn/ary)

Ratusan Guru Honorer Minta Perhatian BALIKBUKIT – Ratusan guru honorer murni (GHM) di Lampung Barat meminta perhatian pemkab dan DPRD setempat. Para guru GHM atau yang biasa disebut tenaga sukarela itu yakni mereka yang berbasis pendidikan sekolah pendidikan guru (SPG), sekolah guru olahraga (SGO), dan pendidikan guru agama (PGA). Mereka meminta perhatian pemkab dan wakil rakyat itu karena hingga kini nasib mereka belum jelas. Pasalnya, dengan berlakunnya PP No. 48/2005 ten-tang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) beberapa poin di dalam aturan itu banyak merugikan mereka. Di antaranya poin yang mengharuskan guru minimal berpendidikan diploma dan usia maksimal 38 tahun. ’’Aturan itu sangat merugikan para GHM lulusan dari SPG, SGO, dan PGA. Makanya, kami minta adanya perhatian dari pemerintah dan dewan,” kata Amrin selaku fasilitator kemarin. Menurut Amrin, di Lambar terdapat lebih dari 180 guru GHM berbasis pendidikan SPG atau sederajat yang telah mengabdi hingga belasan tahun. Namun, nasibnya sampai saat ini belum ada kejelasan karena masih terganjal dengan PP tersebut. ’’Dengan keluarnya PP itu, jangankan bisa mengikuti tes, berkas saja ditolak karena tidak memenuhi syarat,” tegas dia. Selain itu, dengan berlakunya PP tersebut pihaknya yang sudah mengabdi belasan tahun di Lambar tidak dihiraukan sama sekali. Hal tersebut bisa dilihat dari tidak dimasukkan lagi lulusan SPG atau sederajat dalam kriteria menjadi guru PNS. Apalagi, dengan adanya batasan usia maksimal 38 tahun. Untuk itu, pihaknya mengharapkan perhatian pemkab dan wakil rakyat yang ada di Lambar. ’’Kami berharap mereka bisa memperjuangkan nasib kami di tingkat pusat,” harapnya. (rnn/lam)

KOTABUMI – Keberadaan Tugu Kayu Aro yang digadanggadangkan sebagai ikon Kotabumi, Lampung Utara, terus disoal. Pasalnya, arti dan makna dari tugu tersebut justru asing bagi warga setempat. ’’Tugu itu tidak ada indahindahnya. Entah apa makna dan artinya. Katanya ciri khas daerah Lampura. Tetapi tidak ada warga yang paham. Apalagi jika malam, penerangannya sangat minim,’’ kata Ana (40), warga seputaran Tugu Kayu Aro, kepada Radar Kotabumi (grup Radar Lampung) kemarin (10/3). Senada diungkapkan Eko (27), juga warga setempat. Ia mengatakan, tugu itu tidak memiliki daya tarik sebagai ciri khas daerah Lam-pura. ’’Hingga kini, saya tidakmengerti apa nama tugu itu dan apa makna dari tugu tersebut? Membuat tugu ini membuang uang saja,’’ singkatnya. Keluhan warga ini juga direspons Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Iwan Setiawan Ali Hasan Puncak gelar

Suttan Raja Puncak Marga mengatakan, pembangun tugu tersebut sudah sepatutnya didenda. ’’Sebaiknya pemerintah daerah menanyakan penggagasnya siapa? datangkan ke tokoh-tokoh adat Lampura. Presentasikan Tugu Kayu Aro itu apa?,’’ tanyanya. Jika polemik ini tidak ada titik temu, MPAL siap memfasilitasi pemerintah daerah dan penggagas tugu tersebut bertemu lima marga yang ada di Lampura untuk melakukan presentasi. Di Lampung ini ada empat Keratuan. Di antaranya, Keratuan Dipuncak, Pemanggilan, Belalau, dan Keratuan di Pugung. ’’Bila penggagas tugu tersebut ingin presentasi ulang dengan tokoh adat di lima marga, di antaranya Nyunyai, Kunang, Beliuk, Selagai, dan Sungkai Bungamayang, MPAL akan memfasilitasi. Kalau tugu yang akan dibangun sudah ada di daerah lain, jangan dipasang/dibuat di Lampura. Kan masih banyak kekayaan atau adat istiadat budaya Lampung yang lain,’’ pungkasnya. (rnn/ary)

Damar Anjlok, Petani Menjerit

FOTO RNN

BELUM DIPERBAIKI: Gorong-gorong pembuangan air di Kelurahan Pajarbulan, Waytenong, Lampung Barat, yang ambrol beberapa waktu lalu hingga kini belum ada tanda-tanda akan diperbaiki. Padahal, kerusakan itu nyaris membuat putus jalan yang ada di atasnya.

Kembangkan Dugaan Penyimpangan BENGKUNATBELIMBING – Indikasi penyimpangan beras untuk keluarga miskin (raskin) sebanyak 4.800 kilogram direspons Inspektorat Pemkab Lampung Barat. Satuan kerja ini mulai menelusuri dan mengembangkan laporan warga tersebut. Sebelumnya, inspektorat juga tengah mendalami kasus dugaan penyimpangan yang melibatkan Peratin Mat Muhizar sebanyak 9 ton. ’’Laporan itu akan kita kembangkan lagi. Artinya, kita bukan hanya memeriksa kasus dugaan penyimpangan beras 9 ton lebih. Tapi juga akan meminta keterangan dari peratin soal laporan baru dari sejumlah warga Pekon Suka-

marga,’’ ujar Inspektur Drs. Ibrahim Amin, M.M. kepada Radar Lambar (grup Radar Lampung) kemarin. Ia juga menjamin kasus tersebut akan diusut tuntas. ’’Karena jarak tempuh Kecamatan Bengkunatbelimbing jauh dan keterbatasan personel yang kita miliki sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan kasus ini. Namun, kita akan berupaya semaksimal mungkin mengusut tuntas kasus tersebut,’’ katanya. Masih kata dia, sejauh ini pihaknya telah memeriksa sekaligus meminta keterangan dari sejumlah saksi, pemilik kendaraan dan peratin. Data yang telah diperoleh pihaknya akan

diolah, sehingga nantinya dapat diambil kesimpulan apakah peratin yang dimaksud terbukti melakukan penyimpangan atau sebaliknya. Diketahui, Inspektorat Lambar diminta untuk mengusut tuntas kasus penyimpangan raskin yang dilakukan Peratin Pekon Sukamarga Mat Muhizar. Dugaan penyimpangan bukan hanya 9 ton, tapi ada indikasi jatah beras lainnya. Laporan penyimpangan itu ditandatangi M. Nazlul, K.H., Zahrial Azhari, Suhadi, Mihizar, Zulkarnain, M. Pauzan Arifin, Khusairi, dan Azhar yang mengatasnamakan masyarakat Pekon Sukamarga, Kecamatan Bengkunatbelimbing. (rnn/ary)

PESISIR UTARA – Sejumlah petani damar mata kucing Kecamatan Pesisir Utara, Lampung Barat, mengeluhkan harga jual damar per kilogram (kg) yang anjlok. Padahal, getah damar merupakan salah satu andalan pendapatan. Salah seorang petani damar Kecamatan Pesisir Utara Surono mengaku bingung kenapa harga jual damar itu hingga kini belum juga mengalami peningkatan dari sekitar Rp5 ribu per kg. Padahal, beberapa tahun sebelumnya harga jual getah damar itu sempat mencapai Rp15 ribu lebih per kg. ’’Yang jelas, selama harga jual getah damar ini tidak seimbang dengan harga gula, maka diperkirakan petani damar akan tetap hidup melarat atau dalam kemiskinan,’’ ungkap Surono kepada Radar Lambar (grup Radar Lampung) kemarin. Menurutnya, masyarakat pesisir yang meliputi delapan kecamatan Lambar, yakni Bengkunatbelimbing, Bengkunat, Ngambur, Pesisir Selatan, Pesisir Tengah, Karyapenggawa, Pesisir Utara, hingga Lemong, umumnya mengandalkan hasil panen damar dalam memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Alasannya, proses

pemanenan getah damar itu lebih ringkas dan cepat dibanding hasil bumi lainnya. ’’Pemanenan getah damar dapat kita lakukan dengan itung mingguan atau bulanan. Jadi, tidak perlu harus menunggu beberapa tahun terlebih dahulu,’’ ujarnya. Untuk itu, ia berharap kepada pemerintah kabupaten/kota agar bisa memberikan jalan alternatif kepada para petani untuk menikmati harga jual damar yang relatif mahal seperti halnya yang terjadi beberapa tahun lalu, yakni berkisar dari Rp15 ribu–Rp20 ribu per kg. Dengan peningkatan harga jual damar diharapkan dapat membantu para petani damar terlepas dari ancaman kemiskinan yang kini, tampaknya, telah mulai merongrong masyarakat setempat. ’’Kita tidak tahu kenapa salah satu hasil bumi Lambar yang katanya telah dikenal hingga kebeberapa negara asing, tapi harga jualnya justru semakin lama menurun alias tidak ada kestabilan. Padahal, salah satu akibat minimnya harga jual damar itu kini menimbulkan maraknya aksi penebangan pohon damar oleh oknum yang tidak bertanggungjawab,’’ pungkasnya. (rnn/ary)

Jabatan Mapan, Kantor tak Punya

FOTO RNN

SOSIALISASI SENSUS: Aparat kampung se-Kecamatan Gedungsurian, Lampung Barat, mengikuti sosialisasi sensus penduduk yang digelar Disdukcapil dan Nakertrans di kantor kecamatan setempat kemarin.

ABUNGTINGGI – Nasib para kepala cabang dinas (Kacabdin) Pendidikan di Abungtinggi memprihatinkan. Sebab, mayoritas tidak memiliki kantor permanen. Tak pelak untuk ngantor mereka menggunakan gedunggedung sekolah di kecamatan setempat. Dari tujuh kecamatan yang ada, hanya dua Kacabdin yang berkantor permanen. Masing-masing, Kacabdin Bukitkemuning dan Abung Barat. Sedangkan lima kecamatan seperti Abungtinggi, Tanjungraja, Abung Tengah, Abungkunang, dan Abungpekurun. Kondisi ini dibenarkan Kacabdin Abungtinggi Mat Seryani kepada Radar Kotabumi (grup Radar Lampung) kemarin (10/3).

’’Sungguh riskan sekali jika melihat sekolah-sekolah dasar yang ada di kecamatan setempat banyak yang mendapatkan bantuan dari dana alokasi khusus (DAK), sedangkan kondisi kantor cabang Disdik tingkat kecamatan belum ada. Padahal, kantor cabang dinas banyak digunakan sebagai tempat pertemuan bagi para kepala sekolah,’’ bebernya. Ia menambahkan, kantor Kacabdin Abungtinggi yang ditempati saat ini adalah eks perumahan dokter yang berdinas di kecamatan setempat. ’’Sebelumnya, kantor Kacabdin berlokasi di SDN I Sukamarga,’’ jelasnya seraya berkata, Distan saja memiliki kantor permanen. (rnn/ary)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.