Media Indonesia

Page 18

18

E KONOMI NASIONAL

RABU, 5 OKTOBER 2011

Batu Bara Ekspor di Atas 5.700 Kalori PEMERINTAH akan mengeluar kan peraturan menteri tentang nilai tambah batu bara pada akhir tahun ini. Dalam draf peraturan disebutkan batu bara yang boleh dijual ke luar negeri adalah yang memiliki kalori lebih dari 5.700 kkal/ kg. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Thamrin Sihite mengungkapkan hal tersebut, di Jakarta, kemarin. Menurut dia, draf itu masih belum final, termasuk persyaratan kalori batu bara yang diperbolehkan untuk diekspor. Pemerintah masih akan mendiskusikan lebih lanjut dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pengusaha mineral dan batu bara. “Bulan ini akan ada diskusi besar. Hasilnya nanti akan dimasukkan ke permen. Kalau konsep pasalnya sudah, tinggal

bagaimana kami merumuskan penyelesaian angkanya,” ung kap Thamrin di Jakarta, kemarin. Pasal 5 ayat 3 draf peraturan menteri itu menyebutkan pembentukan nilai tambah batu bara bukan hanya berupa peningkatan kalori batu bara (coal upgrading). Namun, juga ada beberapa cara lainnya, yaitu melalui peng gerusan batu bara (coal crushing), pencucian batu bara (coal washing), pencampuran batu bara (coal blending), dan pengolahan batu bara peringkat rendah menjadi karbon aktif. Kemudian, pada ayat 4 disebutkan bahwa pengolahan batu bara melalui pencampuran batubara (coal blending) dan/atau coal upgrading ditujukan untuk mengubah batu bara dengan kalori 5.700 kkal/kg menjadi batu bara kalori tinggi. Ketua Presidium Masyara-

kat Pertambangan Indonesia Herman Afif Kusumo menilai proses upgrading batu bara yang dikemukakan Kementerian ESDM baru sebatas pilot project. Proses itu belum sampai pada industrial commercial plant. “Rencana ini masih ada lubang tidak jelas karena hingga saat ini belum ada teknologi upgrading batu bara yang terbukti secara teknis maupun komersial untuk meningkatkan kualitas batu bara,” kata dia. Herman melanjutkan larangan ekspor batu bara sampai dengan kalori 5.700 kkal/kg akan meliputi 40% produksi batu bara nasional. “Ini berpotensi mengurangi penerimaan negara di sektor pertambangan lebih dari 30%, berkurangnya jumlah tenaga kerja hingga 52%, serta berkurangnya dana pemberdayaan masyarakat hingga 59%.” (Atp/E-1)

RI Ancang-Ancang Perkuat Kemitraan dengan India INDONESIA dan India, kemarin, sepakat memulai pranegosiasi kemitraan ekonomi secara luas yang mencakup perdagangan, investasi, dan kerja sama teknis lain. Dengan kerja sama dalam kerangka Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement/II-CECA) itu, volume perdagangan kedua negara ditargetkan menjadi US$25 miliar pada 2015. “Langkah selanjutnya adalah membentuk unit kerja yang akan mengidentifikasi prioritas kedua pihak, baik dari segi bidang maupun permasalahan perdagangan,” ujar Menteri Perdagangan Mari Pangestu saat jumpa pers di Jakarta, kemarin. Menurutnya, permasalahan perdagangan kedua negara antara lain larangan impor daging sapi dan hambatan nontarif atas produk farmasi India. Adapun Indonesia mengalami hambatan nontarif untuk ekspor biji pinang dan produk makanan, serta struktur tarif India yang kompleks. Lebih lanjut, Mendag mengatakan India telah membuka keran ekspor berasnya ke Indonesia dan mempersilakan Bulog untuk bernegosiasi secara busi-

MI/PANCA S

Kita mau menuju ekspor (barang) dengan nilai tambah.” Mahendra Siregar Wakil Menteri Perdagangan ness to business. Menteri Perdagangan India Anand Sharma mengatakan India membuka ekspor beras tanpa syarat apa pun selama suplai mereka dalam kondisi surplus. Berdasarkan data statistik, nilai perdagangan bilateral kedua negara di selama 2010 mencapai US$13,2 miliar. Dari sisi investasi, pada semester I 2011 nilai investasi India di Indonesia sebesar US$35 juta. Adapun India yang selama ini luput dari perhatian, pada Agustus 2011 menjadi pasar ekspor terbesar keempat RI

dengan nilai US$1,39 miliar. Di lain hal, total ekspor RI pada bulan tersebut mencapai US$18,81. Meski begitu, Badan Pusat Statistik sempat mengingatkan agar dunia usaha dan pemerintah mewaspadai dampak negatif dari perlambatan perekonomian global ke kinerja perdagangan RI. Dampak negatif itu diperkirakan akan dirasakan mulai Oktober ini. Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar mengakui antisipasi tidak cukup hanya dengan diversifikasi pasar ekspor. Yang paling utama, adalah mendorong penghiliran industri agar ekspor tidak lagi sekadar barang mentah. “Kita mau menuju ekspor (barang) dengan nilai tambah,” tuturnya. Ia mencontohkan, volume ekspor kakao selama JanuariAgustus 2011 turun 30,7% karena dipicu menurunnya volume ekspor biji kakao 50,5%. Namun, ekspor kakao olahan justru meningkat 58%. Kenaikan ekspor kakao olahan dan produk manufaktur lain, seperti tekstil, karet, alas kaki, serta otomotif, menurutnya, mengindikasikan peningkatan output sektor industri manufaktur. (AI/E-3)

MI/ROMMY PUJIANTO

KUNJUNGI GARUDA: CEO Garuda Maintenance Facilities (GMF) Richard Budihadianto (kanan) berbincang dengan Executive Commissioner Young President Organization (YPO) Anthony Akili ketika kunjungan di GMF Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, kemarin. Kunjungan YPO dan World President Organization (WPO) tersebut merupakan bagian dari program pengembangan wawasan anggota melalui kunjungan ke perusahaan-perusahaan yang dinilai berhasil.

Angkat Produksi Ikan KKP Berguru ke Norwegia Melalui penerapan teknologi aquaculture produksi ikan diharapkan dapat mencapai target seperti yang ditetapkan pemerintah. FIDEL ALI PERMANA

I

NDONESIA dikenal sebagai negara penghasil ikan terbesar kedua di dunia. Sebagai negara kepulauan yang memiliki lautan yang lebih luas daripada daratan, tentunya kemampuan Indonesia memproduksi ikan sudah tidak diragukan lagi. Apalagi, letak geografis Indonesia turut mendukung hal itu. Tapi, meski menjadi penghasil ikan terbesar kedua, Indonesia bukanlah negara pengekspor ikan terbesar di dunia. Saat ini, posisi pengekspor ikan terbesar kedua dunia ditempati Norwegia. Meski luas lautannya kalah jauh dengan Indonesia, negara itu mampu

menduduki peringkat kedua teratas sebagai pengekspor ikan. Hal itu bisa terjadi karena Norwegia menerapkan teknologi budi daya ikan yang dikenal dengan aquaculture. Pada prinsipnya, aquaculture adalah metode pengembangbiakan ikan di dalam keramba jaring apung. Di dalam keramba itu, ikan dikerangkeng dalam satu wadah, kemudian dikembangbiakkan dengan metode genetika untuk meningkatkan bobot ikan. Sebagai contoh, teknologi genetika itu telah diterapkan pada ikan salmon. Biasanya, salmon membutuhkan waktu satu tahun untuk mencapai berat 1 kilogram. Tapi dengan teknologi itu, dalam satu tahun dapat dicapai berat 3 kilogram. Tertarik akan kemampuan Norwegia tersebut, Indonesia ingin belajar dan mengadopsi metode itu untuk mendongkrak kuantitas dan kualitas produk perikanannya. Di sela Seminar Aquaculture di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin, Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian

Kelautan dan Perikanan (KKP), Ketut Sugama, mengatakan Indonesia ingin mengadopsi teknologi aquaculture. “Kita maunya diterapkan pada kakap putih. Untuk mencapai 1 kilogram, bisa satu tahun dengan teknologi itu,” urainya. Selain kakap putih, rencananya teknologi itu juga akan dipakai pada budi daya ikan air laut lainnya, seperti kerapu, polbintang, dan bandeng. Untuk ikan air tawar, akan diterapkan pada budi daya lele, nila, mas, patin, dan gurame. Sebagai implementasinya, penerapan aquaculture di Indonesia akan dilakukan di perairan lepas pantai di wilayah Indonesia Timur. Kawasan itu dipilih lantaran kondisi pantainya yang masih bersih sehingga dapat dibangun wadah pengembangbiakan sejauh 4 kilometer dari bibir pantai. Melalui penerapan teknologi aquaculture produksi ikan diharapkan dapat mencapai target seperti yang ditetapkan pemerintah. “Dengan teknologi ini, target kita seberat 8,9 juta ton untuk ikan bisa tercapai.

Sekarang baru 1,7 juta ton kombinasi ikan tawar dan ikan laut,” imbuhnya. Berbagi Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Norwegia Eivind S Homme mengatakan adopsi teknologi aquaculture akan sangat membantu industri perikanan di Indonesia. “Pengembangan teknologi, kualitas, serta pasar bagi produk perikanan budi daya, Norwegia telah mendapatkan pelajaran yang sangat berharga di masa lampau untuk dapat mencapai kondisi seperti sekarang. Kami ingin membagi pengalaman, pengetahuan, dan teknologi kami dengan Indonesia,” kata Homme. Menurutnya, Norwegia akan berkontribusi dalam dua hal, yakni pengelolaan ikan dan perikanan budi daya. “Pengembangan perikanan dan pengaturannya memainkan peranan penting dalam proyek peningkatan produksi ikan,” pungkasnya. (E-4) fidel@mediaindonesia.com

Penggunaan ISPO tidak akan Ganggu Ekspor Sawit KELUARNYA Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dari forum internasional untuk kelestarian komoditas minyak kelapa sawit (Roundtable on Sustainable Palm Oil/ RSPO) tidak akan berpengaruh pada ekspor kelapa sawit Indonesia. Hal itu diungkapkan Kepala Subdirektorat Industri Hasil Perkebunan Nonpangan Lainnya (IHPNPL) Kementerian Perindustrian Sri Hadisetyana di Jakarta, kemarin. Menurutnya, standar internasional ISPO (Indonesia sustainable palm oil) yang dimiliki Indonesia juga telah mendapat pengakuan dari negara-negara lain, seperti Eropa. “Eropa sudah menerima ISPO. Kita tidak perlu khawatir,” kata Sri Hadisetyana. Gapki resmi keluar dari RSPO pekan lalu. RSPO menyesalkan keluarnya asosiasi yang mewakili seluruh pengusaha sawit asal Indonesia yang merupakan negara produsen terbesar crude palm oil (CPO) saat ini. Dikatakan dalam situsnya, RSPO memahami kepentingan Indonesia untuk terus berkembang dan meyakini komitmen Indonesia untuk mengawal perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan. RSPO menganggap Indonesia telah mencapai standar kelas dunia dan bisa menjadi salah satu contoh tero-

ANTARA/ZABUR KARURU

KELAPA SAWIT: Petani memindahkan kelapa sawit di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu. Keluarnya Gapki dari forum Roundtable on Sustainable Palm Oil tidak akan berpengaruh pada ekspor kelapa sawit Indonesia. bosan baru dalam praktik perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Di lain hal, Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan menuturkan alasan Gapki keluar dari RSPO adalah untuk mendukung peraturan pemerintah. Pemerintah mengharuskan pelaku usaha kelapa sawit untuk bergabung dalam standar internasional ISPO. Melalui sertifikasi itu, Gapki berharap dapat menjalankan keberlangsungan industri kelapa sawit yang bertanggung

jawab. “Langkah ini kami ambil untuk mendukung pemerintah. Namun, kami tidak mewajibkan para anggota untuk ikut keluar. Bagi yang ingin tetap bergabung memakai RSPO, silakan saja,” ujar Fadhil. Menurutnya, standar internasional yang dimiliki Indonesia ini masih dalam tahap persiapan. Untuk itu, pemerintah akan mengirimkan pemberitahuan ke negara-negara tujuan ekspor untuk memperkenalkan ISPO sebagai bentuk sosialisasi. (AI/E-4)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.