3 minute read

Revitalizing Slums: A Road Map Program for Sustainable Housing Solutions

Writer: Dyah Meutia Nastiti

Advertisement

Terminologi perumahan dan permukiman kumuh sering kali dikaitkan dengan kondisi kawasan hunian yang berdesakan, kurangnya infrastruktur sanitasi dan kebersihan, rentannya kebakaran, status lahan yang ilegal hingga kondisi jalan yang rusak. Kondisi-kondisi tersebut memang kemudian menjadi dasar penyusun rencana dan kebijakan dalam menilai kondisi kekumuhan suatu kawasan permukiman. Menurut UN Habitat (2010)

Permukiman kumuh atau slum merupakan kondisi permukiman dengan kualitas buruk dan tidak sehat, tempat perlindungan bagi kegiatan marjinal serta sumber penyakit epidemik yang akhirnya akan menular ke wilayah perkotaan.

Secara lebih spesifik di Indonesia, dijelaskan dalam UU No.1 Tahun 2011 tentang PKP (Perumahan dan Kawasan Permukiman) bahwa Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni yang ditandai dengan ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

Kriteria kekumuhan

Kondisi bangunan gedun

Kondisi jalan lingkunga

Kondisi penyediaan air minu

Kondisi drainase lingkunga

Kondisi pengelolaan air limba

Kondisi pengelolaan persampaha

Kondisi proteksi kebakaran baseline basis data

Pada rubrik kali ini, kita akan mengulas mengenai Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh (RP2KPKPK) di Kabupaten Wonosobo yang disusun berdasarkan dari Permen PU 14 Tahun 2018 dan berpedoman pada SE DJCK Nomor 30/SE/ DC/2020 tentang Panduan Penyusunan RP2KPKPK.

Dokumen RP2KPKPK penting untuk disusun karena berperan dalam memberikan validasi atas profil permukiman kumuh dan klasterisasi kawasan dari hasil baseline kawasan. Selain itu, dokumen ini dapat memberikan arahan program kegiatan bagi penanganan kumuh, memberikan pemetaan pola kontribusi stakeholders dan perkiraan biaya yang dibutuhkan dalam penanganan kawasan kumuh. RP2KPKPK sendiri merupakan dokumen turunan dari Rencana Pembangunan dan Pengembangan Prumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) dan memiliki kedudukan setara dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), maupun rencana sektoral. Diferensiasinya adalah RP2KPKPK berfokus dan bertemakan penanganan pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh.

Proses pendefinisian dan penetapan kawasan kumuh di Kabupaten Wonosobo melalui proses yang panjang mulai dari pendataan atau dari tiap kelurahan/desa yang ada.

Dari hasil tersebut diperoleh presentase yang kemudian diukur oleh indikator yang ada sehingga beberapa kawasan dapat dikategorisasikan sebagai lokasi kumuh.

Hasil ini juga ditetapkan melalui SK Kawasan Kumuh. Di Kabupaten Wonosobo sendiri, lokasi kawasan kumuh tahun 2021 ditetapkan tersebar di 53 desa/kelurahan dengan luas total 819,999 Ha. Dari 53 lokasi desa/kelurahan tersebut kemudian dilakukan pembentukan kawasan dengan hasil terbentuknya 39 kawasan kumuh.

Permasalahan ketidakteraturan bangunan dalam kawasan-kawasan kumuh di Kabupaten Wonosobo yaitu yang hampir meliputi separuh total kawasan kumuh, sebagian besar kawasan belum memliki drainase lingkungan. Permasalahan dominan lainnya yaitu kondisi yang belum sesuai standar teknis.

Merespon berbagai permasalahan yang ada, kemudian disusun peta konsep strategi pada tiap kawasan kumuh. Setelah itu, perencanaan kawasan kumuh disusun dalam dua format utama yaitu rencana dan sarana prasarana sanitasi air limbah dan pengelolaan sampah pencegahanrencana peningkatan kualitas.

Rencana pencegahan Berfokus pada penanganan kawasan kumuh di Wonosobo yang membutuhkan penanganan berupa pengawasan, pengendalian masyarakat terhadap regulasi pembangunan bangunan, pengawasan kondisi drainase dan jalan, pemberdayaan dan pendampingan masyarakat dalam pengelolaan persampahan serta pelayanan informasi pengelolaan sanitasi dan mitigasi kebakaran

Rencana peningkatan kualitas Berfokus pada penanganan yang membutuhkan aksi pembangunan seperti rehabilitasi bangunan, peningkatan kapasitas drainase, perbaikan jaringan jalan, perbaikan sarana prasarana air limbah dan penyediaan fasilitas pengelolaan persampahan sesuai standar teknis

Beberapa kawasan kemudian didetailkan menjadi prioritas penanganan karena memiliki nilai urgensi seperti hasil penilaian elemen kekumuhan kawasan, lokasi, kerawanan bencana, kesesuaian permukiman, tingkat kekumuhan serta legalitas serta pertimbangan nilai strategis/potensi dan kesiapan pelaksanaan program.

Meninjau pada kondisi kekumuhan yang ada, tentunya kita memahami adanya kebutuhan yang cukup besar dalam implementasi rencana. Di lain sisi, terdapat limitasi baik dari segi anggaran, sumber daya dan akses informasi di kawasan-kawasan kumuh. Sebagaimana halnya, pihak pemerintah kabupaten membutuhkan koordinasi dengan pihak desa/kelurahan yang memahami langsung konteks lokasi untuk melaksanakan program. Pihak desa/kelurahan tentu juga membutuhkan dukungan sumber daya dari pemerintah. Namun, tidak luput pula prosesproses ini membutuhkan pengawasan dari pendamping kegiatan pada tingkat kabupaten hingga provinsi bahkan pusat. Sehingga pada tahap akhir perencanaan, dirumuskan peran berbagai stakeholders yang dapat berkontribusi dalam penanganan kawasan kumuh. Walaupun terdengar klise, penekanan akan adanya kolaborasi dan koordinasi lintas sektor sangat dibutuhkan dalam implementasi program yang ada bagi penanganan kawasan kumuh

Lesson Learned

Tidak hanya proses identifikasi kawasan kumuh, proses penyusunan rencana penanganan kawasan kumuh juga memiliki tahapan yang runtut dan berkesinambungan. Serangkaian analisis dan konsolidasi antar pihak dibutuhkan untuk merumuskan sebuah rencana aksi. Hal ini yang kemudian mendasari perincian pendanaan program sehingga dapat dijangkau dan dialokasikan ke kawasan kumuh sesuai rencana. Di sisi lain, tiap-tiap pihak terlibat memiliki beberapa limitasi dalam mengakses berbagai sumber daya yang ada. Oleh karena itu koordinasi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan program. Adanya dokumen rencana penanganan kawasan kumuh diharapkan dapat menjadi acuan utama dan membantu para stakeholders tersebut dalam memahami peran dan mengimplementasikan rencana program.

Tim perencana: Ayu Annasihatul Ainaqo, Fortiusa Damha, Diajeng Nahsukha R., Fakhrul Ramadhan, Fany Alfira, Joko Prasetyo, Dyah Meutia Nastiti, Arbi Ali Farmadi, Muhammad Isa Sulaiman, Ibrahim Wicaksono, Ricca Padyansari, Lusia Sekar Raras, dan Satria Ramadhan.