Waspada, Senin 19 Maret 2012

Page 22

Opini

B8

PERTINU, STAIN, IAIN

TAJUK RENCANA

Mengawal KPK Jilid-3

D

i tengah isu perpecahan dalam internal pimpinannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah merencanakan memeriksa Anas Urbaningrum terkait penyelidikan dugaan korupsi dalam proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Olahraga di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Walaupun waktunya belum diketahui pasti, namun Busyro Muqaddas menyatakan tak sampai

dua bulan. Anas yang juga Ketua Umum DPP Partai Demokrat akan diperiksa terkait proyek Hambalang, di mana mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin berulangulang menyebut nama Anas menerima ‘’fee’’ dari berbagai proyek pemerintah itu, termasuk Wisma Atlet Palembang. Nazaruddin sendiri sudah dijadikan tersangka dan dia merupakan aktor lapangan, sedangkan Anas dan sejumlah petinggi parpol lain disebutnya menerima sejumlah aliran dana illegal karena posisinya disebut-sebut sebagai aktor intelektual. Logika berpikirnya memang dapat dibenarkan. Tidak mungkin Nazaruddin dapat leluasa mendapatkan proyek-proyek besar tanpa ‘’backing’’ dari petinggi partainya. Oleh karena itulah kita harapkan KPK proaktif melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak yang namanya sudah disebut-sebut oleh para tersangka maupun terdakwa dan juga terpidana dalam kasus tersebut. Jika saksi-saksi kunci mengarah pada Anas rasanya tidak sulit untuk menjerat dan ‘’menggantung’’ Anas di Monas sebagaimana ikrar yang diutarakannya kepada wartawan. Memang untuk menjatuhkan hukuman gantung rasanya mustahil karena hukum Indonesia tidak mengenal hukuman mati di tiang gantungan, seperti di negara Arab. Begitu juga kalau dikaitkan dengan nilai korupsi. Anas menyebut andai dia korupsi Rp1 bersedia digantung. Tentunya itu klise. Bukan pembuktian sekecil itu, dan KPK jangan sampai terkecoh dengan berbagai argumentasi dari para calon tersangka dan terdakwa. Namun begitu asas praduga tak bersalah jangan juga diabaikan. Kita dan semua elemen bangsa kiranya wajib mengawal kinerja KPK agar jangan sampai menurun di tengah maraknya isu perpecahan di internal lembaga paling diharap dan dibanggakan masyarakat saat ini. Kalaupun benar adanya perpecahan itu jangan sampai menjadi antiklimaks dan berdampak buruk bagi tekad pemberantasan korupsi. Masalahnya, kita harus belajar dari KPK jilid1 dan KPK jilid-2, di mana para koruptor tak Intisari henti-hentinya melakukan upaya serangan balik untuk melemahkan dan mengkriminalkan KPK. Bisa jadi perpecahan dalam internal peMari mengawal KPK tinggi KPK pimpinan Abraham Samad saat agar tetap berjalan di rel, ini juga skenario jahat atau serangan balik lebih tegas dan berani dari para koruptor. Justru itu, para petinggi KPK nan-lima orang jangan mau dilaga-laga pro-rakyat yang meng- oleh pihak luar. Jalankan saja kerja sesuai SOP Operasional Prosedur) KPK. Acuaninginkan korupsi benar- (Standar nya jelas berdasarkan hukum dua alat bukti benar diberantas di ne- sah sebagaimana sudah diatur dalam perundangan KPK, bukan masalah politik. Kalau geri ini politik sudah ikut campur, sebaiknya pimpinan KPK jangan segan-segan mengutarakannya pada publik. Siapa saja yang bermain. Hal seperti itu tidak boleh didiamkan. KPK bisa dicap pengkhianat bila mempermainkan hukum atau pilih kasih dan takut memeriksa para petinggi dan elite politik serta pejabat tinggi negara, seperti terkait Muhaimin Iskandar yang namanya juga disebut-sebut terkait kasus ‘’commitment fee’’ ataupun ‘’uang THR’’ Rp1,5 miliar yang diserahkan Dharnawati sebagai syarat mendapatkan proyek program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi. Hemat kita, kasus-kasus yang melibatkan Anas, Muhaimin dan petinggi parpol maupun Banggar DPR dll tidak akan dapat diusut tuntas bila KPK tidak kompak. Sudah jelas dan terang benderang modus kasus-kasus korupsi di sejumlah kementerian. Hanya saja para pimpinan departemen pintar bermain di belakang layar dengan membiarkan anak buah sebagai pelaku terkait proyek, sehingga kalau KPK tidak jeli dan hanya terpaku pada alat bukti seperti kuitansi tanda terima tentunya bakal mengalami kegagalan. Di sinilah pimpinan KPK harusnya kompak. Berbeda pendapat boleh-boleh saja, tapi jangan sampai melemahkan kinerja pemberantasan korupsi yang semakin merajalela di semua lini di pusat, provinsi maupun kabupaten-kota. Terkait dengan karakteristik pimpinan KPK jilid-3 memang berbeda-beda. Ada yang pemberaninya luar biasa, seperti Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Ada yang tipikal ‘’low profile’’ dan biasa saja. Sayang Bambang belakangan ini terlihat kurang agresif setelah kalah dalam pemilihan pimpinan KPK. Selayaknya di atas kertas Bambang lah yang layak memimpin KPK (ketua), bukan Abraham. Hanya saja, ketika ‘’fit and proper test’’ di DPR Abraham Samad tampil memukau dengan ucapan dan janji-janjinya walaupun dalam ranking panitia seleksi berada di urutan kelima.Kalau digunakan urut kacang Abraham hanya cadangan. Tapi, begitulah kualitas DPR kita. Tidak mampu memilih yang benar-benar berkualitas, berjiwa pemberani, dan memiliki kompetensi, serta rekam jejak terukur. Begitupun, kita masih tetap optimis KPK jilid-3 dapat bekerja profesional jika masingmasing individu mengacu pada SOP. Pimpinan KPK harus menjauhi ‘’vested interest’’ dan tegas menolak revisi UU KPK karena akan melemahkan kinerja. Di sinilah masyarakat harus ikut mengawal KPK agar tetap berjalan di rel yang benar, lebih tegas dan berani pro-rakyat yang menginginkan korupsi benar-benar diberantas di negeri ini.+

APA KOMENTAR ANDA SMS 08974718101

Faks 061 4510025

Facebook Smswaspada

+628972955682 Ada 2 alam yg disediakan Tuhan utk makhluknya, yaitu : 1) Alam Dunia, tempat para makhluknya bertebaran menjalani hidup. Di alam fisika ini ada makhluk yg diberi akal, iq, hati (manusia), insting (hewan). Bagi penghuni dunia yg diberi akal dikenakan padanya suatu larangan oleh Khaliknya; “janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi” ok jangan rusak pohon2an, bakar hutan/ buang limbah sembarangan, bunuh burung2 & hewan2 yang tak berdosa, polusi udara, terlebih melampaui ambang batas normal. Sesungguhnya kita jualah yg menanggung akibatnya, mis banjir, longsor, udara kotor, dsb. 2) Alam Akhirat, bagi yang berakal tentu saja yakin alam gaib itu ada, tapi ada juga yang tidak yakin, ada yang ragu2. Tapi ketahuilah bahwa kelak pada “hari itu” semua manusia akan dihisab, dimintai pertanggung-jawaban. Dan keputusan akhir ada dalam genggamanNya, dimasukkan ke surga atau ke neraka. Semoga surga. Waspada 65 Tahun. +6281263191734 Assalamu’alaikum.W.W. Bila benar-benar anggota DPR-RI adalah wakil rakyat & memang memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya, seharusnya semua anggota DPR-RI Tegas “MENOLAK” dan “KATAKAN TIDAK” untuk kenaikan BBM yang diusulkan penguasa. Sang penguasa sampai detik ini bersama semua aparaturnya masih tetap kurang puas & mobil mewah serta laptop & pulsa gratis, kini penguasanya mau semua warganya yang“MISKIN” harus di” MISKINKAN” lagi. NAUZUBILLAH MIN ZALIK +6281263191734 Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh. Belum pernah terjadi dinegara Indonesia yang telah “67 Tahun Merdeka” hingga dimasa kedua Pemerintahan reformasi SBY, ada pejabat negara di Indonesia yang “JUJUR & MUNDUR DARI JABATANNYA” karena terindikasi berbuat salah atau berbuat curang & ironisnya banyak yang pendidikan para pejabat kita sangat mumpuni bahkan ada yang Professor. Mau tau kenapa pejabat negara kita tak “JUJUR DAN TAK MAU MUNDUR” dari jabatanya bila sudah berbuat salah, karena “SUDAH PUTUS URAT MALU NYA”. Sejarah mencatat dalam “TINTA EMAS” hanya pernah ada dua orang anak bangsa ini yang mundur dari jabatannya karena berbeda prinsip & mereka hanya mempertahankan kebenaran dan kejujuran bukan karena korup, dia adalah bapak, 1. Drs. H. Muhammad Hatta, (Bung Hatta), 2. Prof. H. Abdul Malik Karim Amarullah, (HAMKA). Semoga info ini dapat menjadi ilmu yang berguna & dapat mencerdaskan pengetahuan generasi muda kita serta kedua Tokoh Nasional ini kita jadikan panutan. Ir.Zulkifli AM Medan. Wassalam. +6282165293457 Banyak pejabat2 mengetauhi perbuatan itu tidak baik, pandangan mereka sudah berubah. Yang baik dikiranya buruk dan yang buruk diduganya baik. Dan siapa yang di dunia ini (hatinya),maka ia di akhirat akan lebih buta lagi dan lebih sesat dari jalan yang benar. Dan sesungguhnya banyak manusia yang lalai dari ayat-ayat kami. +626245741871 Kakanwil Kemenag Prov,Sumut. Pak rupanya di Kab,Labuhanbatu masih ada juga guru RA yang belum menerima honor insentip bulan Januari sampai Juni 2011 yg lalu, +6287869705814 Kadang saya geram melihat geng motor yang kerap meresahkan kami minta kepada bapak polisi tolong tangkap geng motor kalau gag kami bakalan bakar hidup-hidup anggota geng motor.

WASPADA Senin 19 Maret 2012

Oleh M Ridwan Lubis ... setiap tenaga pengajar hendaklah menjadikan etos keilmuan sebagai dasar utama dalam melaksanakan tugas-tugas akademisnya.

S

ekitar tahun 1964, menjelang peralihan dari orde lama ke orde baru, muncul ide visioner dari tokoh-tokoh ulama di Tapanuli Selatan antara lain Syekh Ali Hasan Addari, Syekh Jafar Abdul Wahab, Tongku Imam Hasibuan, Syekh Muchtar Muda Nasution, Yahya Harahap dan lainnya. Ide itu adalah mendirikan lembaga pendidikan tinggi keIslaman di Padangsidimpuan yang diberi nama Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama disingkat PERTINU. Sesuai dengan namanya, ide pendirian dari perguruan tinggi ini adalah dimotori tokoh-tokoh ulama yang tergabung di dalam Jam’iyah Nahdlatul Ulama—sekalipun tujuannya adalah untuk pengembangan studi keislaman secara universal guna mendidik caloncalon ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama. Fakultas pertama didirikan adalah Fakultas Syariah kemudian menyusul Fakultas Tarbiyah dan terakhir Fakultas Ushuluddin. Setelah berdiri tiga fakultas maka lembaga pendidikan tinggi ini berubah nama menjadi Universitas NU Sumatera Utara disingkat UNUSU. Berturutturut tahun 1968 Fakultas Tarbiyah ditetapkan pemerintah menjadi fakultas negeri sebagai cabang jauh dari IAIN Imam Bonjol Padang. Fakultas Ushuluddin. juga dinegerikan tahun 1969, selanjutnya disatukan dengan tiga fakultas yang ada di Medan yang kemudian bergabung menjadi IAIN Sumatera Utara. Sesuai kebijakan Departemen Agama untuk menjadikan fakultas cabang menjadi mandiri, maka Fakultas Tarbiyah yang semula menjadi bagian dari IAIN Imam Bonjol kemudian berdiri sendiri dan diberi nama Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Padangdisimpuan. Perkembangan STAIN Padangsidimpuan sudah jauh lebih maju ditandai jumlah mahasiswanya jauh lebih banyak sekarang yang mencapai jumlah ribuan dibanding ketika penulis menjadi mahasiswa perdana pada Fakultas Ushuluddin UNUSU Padangsidimpuan. STAIN telah memiliki kampus sendiri di Sihitang dibanding dahulu pada tahun 1960-an perkuliahan harus menumpang pada sore hari dengan meminjam lokal SMPN

2 yang terletak di Jalan Ade Irma Suryani Nasution. Tenaga pengajar sekarang ini rata-rata telah bergelar S2 bahkan sudah banyak yang meraih gelar S3 sekalipun belum memiliki tenaga pengajar yang mencapai derajat Guru Besar sementara dahulu dosennya hanyalah bergelar Syekh, Tuan Guru. Namun, di balik berbagai kemajuan itu, disadari bahwa sebagai lembaga pendidikan tinggi, STAIN haruslah berbenah diri tidak memadakan pada prestasi yang dicapai sekarang. Karena sebuah lembaga pendidikan tinggi sangat terkait keberadaannya dengan kemampuannya menempatkan diri sebagai agen perubahan dan agen pembangunan. Sebagai agen perubahan, maka STAIN harus menjadi pelopor untuk mengubah cara berpikir (mindset) masyarakat terutama di bidang wawasan keberagamaan. Demikian pula sebagai agen pembangunan, STAIN hendaknya mampu menjadi penggerak untuk memotivasi masyarakat dalam pembangunan dengan mendorong mereka sebagai manusia-manusia yang dinamis, kreatif dan inovatif. Sehingga Tapanuli Selatan yang pada masa lalu memperoleh julukan sebagai Serambi Madinah tidak hanya sekedar kebanggaan masa lalu tetapi juga menjadi tumpuan harapan masa depan. Apabila STAIN tidak mampu menempatkan dirinya sebagai agen perubahan dan agen pembangunan maka akan semakin sulit bagi STAIN untuk menunjukkan keberadaannya sebagai lembaga pendidikan tinggi. Atas dasar itu, pihak STAIN perlu melakukan berbagai langkah persiapan untuk menjemput masa depan. Pertama, STAIN hendaknya dapat merajut kembali visi dan misi pendirian PERTINU pada tahun 1960-an yang menempatkan soliditas ukhuwah Islamiyah sebagai dasar kegiatan. Sebagai kumpulan dari masyarakat ilmuwan maka baik pengelola maupun tenaga pengajar STAIN dapat mendorong seluruh keluarga besar STAIN memiliki pola berpikir untuk memajukan seluruh umat Islam dan umumnya seluruh masyarakat Tapanuli Bagian Selatan. Adanya pengelompokan organisasi hendaklah dijadikan hanya

sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Apalagi sekarang ia telah menjadi STAIN berarti adalah milik negara dan milik semua warga negara. Kedua, sebagai bagian dari komunitas keilmuan maka seluruh kebijakan manajemen kampus diarahkan kepada pengembangan wawasan keilmuan. Pengertian keilmuan tidak hanya berkenaan dengan ilmu keislaman yang dipahami masyarakat secara tradisional akan tetapi seluruh bidang keilmuan yang diperlukan untuk pembangunan daerah dan nasional. Oleh karena itu, maka setiap tenaga pengajar hendaklah menjadikan etos keilmuan sebagai dasar utama dalam melaksanakan tugas-tugas akademisnya. Bukan sebaliknya yaitu menjadikan etos keilmuan hanya sebagai kegiatan sekunder sementara kegiatan primer adalah yang tidak berkaitan dengan kegiatan akademis. Untuk itu, maka perlu diperbanyak berbagai kegiatan yang berkaitan dengan wacana pengembangan keilmuan mencakup pendidikan dan pengajaran, penelitian, seminar, lokakarya, diskusi, penerbitan jurnal, buku, publikasi tulisan di berbagai media massa dan lain

sebagainya. Ketiga, manajemen pengembangan STAIN ke depan diarahkan kepada upaya membangun opini masyarakat terhadap keberadaan STAIN minimal di kalangan masyarakat Tapanuli Bagian Selatan. Keempat, hakikat keberadaan pendidikan tinggi adalah sumbangannya bagi pembangunan daerah sekitarnya. Oleh karena itu, manajemen STAIN hendaklah membangun jaringan kolaborasi dengan beberapa Pemerintah Daerah guna membangun berbagai kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua pihak. Terlebih lagi, bentuk kolaborasi dengan Pemda ini menjadi bagian dari bentuk lain pengabdian pada masyarakat yang menjadi bagian penting tridharma pendidikan tinggi. Dengan demikian, mengharapkan pengembangan STAIN menjadi IAIN bukanlah sesuatu yang tidak mungkin asalkan tersedia sejumlah potensi yang menunjukkan STAIN memiliki keunggulan yang dipersaingkan (competitive advantage).. Penulis adalah Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Vote Untuk Sentralisasi Guru Oleh Paridul Azwar, S.Pd Kalau ujug-ujug presiden melemparkan gagasan mengembalikan sistem pendidikan termasuk guru menjadi sistem sentralistik, maka hemat kita pastilah ada sesuatu kurang tepat dengan sistem yang berlaku sekarang.

K

etika wacana sentralisasi guru digulirkan ke ruang publik, ada hal-hal menarik yang bisa dianalisa di balik usulan tersebut. Pertama sumber wacana itu sendiri. Menjadi menarik karena usulan tersebut merupakan permintaan langsung dari presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono kepada Kemendikbud. Logikanya, ketika seorang presiden menyampaikan sebuah usulan tentulah sudah didasarkan pada pertimbangan matang dan komprehensif serta dikuatkan berbagai analisa dan temuan-temuan di lapangan. Karena sebagaimana yang kita fahami sentralisasi guru sebenarnya bukan isu baru. Prakteknya sudah pernah diterapkan pada zaman orde baru dahulu. Ketika itu meski peringkat pendidikan kita tidak terlalu baik di mata dunia dan mutunya juga masih di bawah negara-negara tetangga seperti: Malaysia dan Singapura tetapi paling tidak dari aspek tertib administrasi dan jenjang karir terkesan lebih rapi dan teratur. Sementara di era reformasi sekarang, berbekal semangat undang-undang otonomi daerah, khususnya no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah—pemerintah dan lembaga legislatif mengganti sistem tersebut menjadi desentralisasi. Artinya wewenang dalam menentukan kebijakan pendidikan seperti: pengangkatan guru, distribusi guru, serta tingkat kesejahteraan guru tidak lagi dimonopoli pusat melainkan sudah dilimpahkan ke daerah. Sehingga maju mundurnya pendidikan di suatu daerah sangat bergantung pada kebijakan dan perhatian pemerintah daerah itu sendiri. Dalam hal ini bupati atau wali kota bekerjasama dengan lembaga terkait lainnya. Hasilnya, alih-alih mutu pendidikan kita bisa di upgrade, yang ada malah kesimpangsiuran penataan pendidikan di hampir semua daerah. Ja d i k a l a u k e m u d i a n u j u g ujug presiden melemparkan gagasan untuk mengembalikan sistem pendidikan termasuk guru menjadi sistem sentralistik, maka hemat kita pastilah ada sesuatu yang kurang tepat dengan sistem yang berlaku sekarang. Di satu sisi boleh jadi usulan itu merupakan bentuk keprihatinan beliau terhadap kualitas pendidikan kita yang belum juga memenuhi standar yang diharap-

kan. Atau boleh jadi juga presiden melihat sistem desentralisasi yang diterapkan selama ini sangat menyulitkan pusat dalam memperoleh data yang akurat tentang problematika pendidikan yang terjadi di daerahdaerah. Sebagai contoh, terkait angka kecukupan riil guru di daerah. Ada daerah yang setiap tahunnya melaporkan kalau daerahnya banyak kekurangan guru. Padahal setelah dicek ternyata jumlah guru sudah proporsional dengan jumlah sekolah yang ada. Ternyata masalahnya bukan pada ketimpangan tenaga pengajar melainkan pada distribusi guru yang tidak merata. Contoh lain, tentang kesenjangan mutu pendidikan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jangankan antar kabupaten atau provinsi, untuk satu kabupaten sendiripun perbedaan itu cukup kentara. Penyebabnya ternyata karena banyak guru yang berkualitas enggan atau tidak mau bertugas di daerah-daerah pelosok. Akibatnya, anak-anak yang bersekolah di desa terpaksa di ajar dan dididik oleh “guru asal-asalan”. Sudah barang tentu kalau anak dididik dan diajar oleh guru yang tidak qualified maka out put nya juga asal jadi. Selain itu, tidak bisa dinafikan iklim demokrasi yang sekarang kita nikmati ikut berkontribusi negatif terhadap dunia pendidikan di daerah-daerah. Betapa tidak, bukankah kepala pemerintahan setingkat kabupaten kota kini dipilih langsung oleh rakyat lewat jalur yang disebut Pilkada? Calon-calon kepala daerah yang bersaing bisa saja berasal dari berbagai profesi dan latar belakang yang beragam, baik pendidikan, culture maupun skill. Dan dunia pendidikan adalah satu dari lumbung suara yang “menggiurkan” bagi kandidat yang bertarung karena bisa mendongkrak perolehan suara secara signifikan. Ini tentu membuat mereka berjuang habis-habisan meraih suara dari sector ini. Dan ketika satu di antaranya berhasil memenangkan pertarungan, tentunya setelah melalui perjuangan menguras segenap daya dan dana—sering kali dunia pendidikan kemudian diintervensi dengan berbagai policy dan kebijakan yang nuansanya cenderung kepada political reveange.Akibatnya proses reposisi dan promosi jabatan kerapkali terjadi di

luar kebiasaan. Seorang kepala sekolah yang baru menjabat dalam hitungan bulan karena “berseberangan“ secara politik dengan kepala daerah terpilih harus rela dilengserkan dan pindah menjadi guru biasa di sekolah lain. “Hukuman “ itu tentu menimbulkan beban psikis yang berat bagi yang bersangkutan apalagi dari sudut kualitas kepala sekolah yang baru belum tentu lebih baik dari yang digantikan. Dan sebaliknya karena dekat dengan lingkungan “istana” dan memiliki andil dalam pemenangan kepala daerah, seseorang bisa saja dipromosikan menduduki jabatan penting meskipun kualitas dan kapabilitasnya masih belum teruji. Apa yang dikemukakan di atas secara jujur diamini Sekretaris Bagian Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud, Hendarman, sebagai bagian dari faktor yang mendorong pemerintah untuk mengevaluasi penerapan sistem desentralisasi. Di samping faktor lainnya seperti minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap peningkatan keahlian guru. Terbukti dengan jarangnya para guru mendapatkan pelatihan-pelatihan yang mampu mengupgrade skill dan wawasan mereka dalam mendidik dan mengajar. Inilah ironi yang terjadi di dunia pendidikan kita sekarang, utamanya di daerah-daerah. Kepentingan politik telah merambah dunia pendidikan yang semestinya steril dari politik-politikan. Karena kita tahu sekali saja wilayah ini terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan sesaat, maka yang pertama kali menjadi korban adalah anak didik. Seorang kepala daerah yang notabene adalah jabatan politis bisa dengan mudah memutasikan guru atau kepala sekolah yang dianggap “tidak sepaham” tanpa mempertimbangkan prosedur atau regulasi yang ada. Sementara dinas pendidikan kabupaten selaku instansi yang seyogyanya paling tepat mengurusi masalah tersebut tidak bisa berbuat banyak karena lembaga ini juga berada di bawah kontrol kepala daerah. Akibatnya program kerja yang sudah disusun akan terbengkalai. Karena adagium “kepala baru kebijakan baru“ merupakan hal lazim kita temukan saat terjadi pergantian pucuk pimpinan. Dan sekali lagi siswalah yang akan menjadi korban karena tidak memperoleh haknya memperoleh pendidikan secara optimal. Oleh karena itu, menurut hemat saya, ada benarnya usulan presiden SBY yang ingin mengembalikan pendidikan kita dari sistem desentralisasi menjadi sentralisasi. Setidaknya dengan kembalinya kekuasaan ke pusat akan efektif melenyapkan “raja-raja kecil di daerah“ yang kerap berlaku ti-

dak adil terhadap para guru. Maka lewat tulisan ini saya mengajak rekan-rekan guru untuk bersamasama mendesak pemerintah serta lembaga terkait agar segera merealisasikan usulan tersebut. Bahkan bila memungkinkan dukungan dapat kita lakukan dalam bentuk vote via SMS seperti saat bangsa ini mendukung Pulau Komodo masuk menjadi New Seven Wonders. Mengapa? Karena pendidikan kita rasanya akan sulit maju sepanjang praktisi pendidikan di lapangan seperti: kepala dinas, Kacabdis, kepala sekolah dan guru masih selalu was-was dicekam ketakutan dituduh berseberangan dengan pimpinan daerah. Sehingga fokus utama mereka bukan tentang bagaimana membangun dan merancang sistem pendidikan yang bermutu dan memiliki kearifan lokal bagi murid, tetapi lebih kepada mencari “posisi aman” agar tidak “terpelanting” dari jabatan yang disandang. Bagaimana? Penulis adalah Guru SMK PGRI-15 Rantauprapat, e-mail: ikh.1arief_95@yahoo.co.id.

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ dengan disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim adalah karya orisinil, belum/tidak diterbitkan di Media manapun.Tulisan menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * Tarif obat tunggu keputusan Menkes - Kalau sampai naik, betulbetul ampunlah! * Pemprovsu jangan sibuk mikirkan nama bandara - Lebih baik fokus Pilgubsu, he...he...he * Produksi Inalum capai 6 juta ton aluminium - Pantesan berat mengembalikannya

oel

D Wak


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.