Waspada, Selasa 12 Oktober 2010

Page 21

Opini

WASPADA Selasa 12 Oktober 2010

Masyarakat Bertanya KPIDSU Menjawab

Mewaspadai Leptospirosis Setelah Banjir Oleh dr Candra Syafei, SpOG

Pengantar:

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sumatera Utara (KPIDSU) merupakan lembaga negara independen yang dibentuk melalui UU No 32/2002 tentang Penyiaran, dengan tujuan untuk mengatur segala hal mengenai penyiaran di Indonesia. KPIDSU berfungsi sebagai lembaga perwujudan pertisipasi masyarakat dalam penyiaran, menampung aspirasi dan menjembatani kepentingan masyarakat akan isi penyiaran di Indonesia (Radio dan TV— baik swasta, publik, komunitas, maupun berlangganan). Untuk itu, KPIDSU bekerjasama dengan Waspada membuka rubrik tanyajawab guna menampung aspirasi, keluhan, saran dari masyarakat mengenai apa saja tentang penyiaran radio dan televisi. Pertanyaan Anda dapat dikirim melalui surat dengan mencantumkan kupon (MBKM) dan fotokopi identitas diri yang masih berlaku ke alamat: Harian Waspada Jl. Brigjen Katamso 1 Medan 2015. 2. Sekretariat KPIDSU Jl. Adinegoro 7 Medan 20235, Telp. (62-61) 4520924 (sentral). Fax. (62-61) 4520962. Email: Info@kpidsumutprov.go.id dan ukmedan@yahoo.com serta Website: kpid-sumutprov.go.id

Hentikan Kekerasan dalam Berita Konflik (T): Saya sangat khawatir dengan lebih menonjolnya jurnalisme kekerasan dalam pemberitaan konflik seperti dalam kerusuhan Tarakan, penangkapan teroris, dan konflik lainnya di tanah air. Saya lihat di layar kaca dalam berita konflik itu warga yang memegang benda tajam, saling serang, dan darah berceceran. Semua gambar dalam konflik tersebut terkadang tidak diblur sehingga menurut saya sudah sangat mengabaikan etika jurnalisme khususnya di televisi. Saya khawatir jika hal ini terus terjadi maka negara kita yang pluralis dan mengusung semboyan Bhineka Tunggal Ika akan terancam perpecahan. Mohon perhatian semua pihak, khususnya pengelola televisi agar lebih cermat dalam menyajikan siaran kepada publik! (Mumtaz Yahya, Medan) (J): Kami mengapresiasi masukan Anda yang sangat berharga bagi bangsa kita yang memang pluralis. Kami juga sependapat bahwa seyogianya pengelola televisi lebih mengedepankan jurnalisme damai dalam setiap penyajian informasi yang akan disampaikan ke publik. Dalam penyajian konflik seperti penyergapan terduga teroris oleh polisi di Sumut, seharusnya jangan ditonjolkan kekerasan kontak senjatanya, namun lebih kepada unsur humanis yang dapat dimulai dari pertanyaan mengapa seseorang menjadi perampok atau teroris. Kalaupun memberikan informasi tentang terjadi kontak senjata dan adanya korban tewas, maka visual dapat diblur. Demikian juga dengan konflik horizontal di Tarakan, Kalimantan Timut, jurnalis bisa mengambil sudut pandang korban dari kedua belah pihak yang sama-sama menderita. Hal inilah yang seharusnya ditonjolkan oleh TV dengan menampilkan jurnalisme damai. Kami yakin jika yang ditampilkan adalah akibat dari konflik maka akan membuat orang mendapatkan inspirasi untuk mencari solusinya. Pengelola TV dapat membantu memecahkan masalah dan memberikan pencerahan agar konflik dapat diredam. KPID Sumut sendiri mencatat meski memang banyak televisi yang menayangkan berita konflik dengan pendekatan jurnalisme perang, namun ada juga yang menonjolkan jurnalisme damai. Misalnya pemberitaan teroris oleh SCTV yang mempertemukan keluarga polisi dan terduga teroris yang menjadi korban. Pemberitaan ANTV yang mengambil sudut pandang korban Tarakan dari kedua belah pihak yang sama-sama menderita. Mudah-mudahan saja ke depan pengelola televisi dapat lebih memperbaiki isi tayangannya.

Perlu Solusi Sanksi yang Membuat Jera (T): Semenjak UU Penyiaran No.32 tahun 2002 disahkan hingga saat ini siaran yang buruk tetap saja ada. Perlu ada regulasi yang tepat dan tegas agar pengelola isi siaran televisi jera apabila melakukan kesalahan! (Amirullah, Medan) (J): Pelaksanaan sanksi yang tepat dan tegas memang saat ini sedang digodok oleh KPI Pusat/ KPID agar pelanggaran isi siaran oleh pihak penyelenggara penyiaran dapat berefek jera. Salah satunya adalah dengan mekanisme denda yang proporsional. Denda proporsional tujuannya mendidik agar tidak terjadi kriminalisasi pers atau pemidanaan terhadap lembaga penyiaran.Jangan sampai ada penanggung jawab yang dipenjara karena industri penyiaran merupakan rantai bisnis yang panjang, yang tidak mungkin terputus. Misalnya, kesalahan seorang editor terjadi pada satu gambar yang tidak layak, maka dampaknya tidak perlu ditanggung semua.Sanksi denda harus Kupon MBKM diberlakukan, namun KPI tidak bisa melakukannya sendiri. Perlu ada keterlibatan unsur-unsur terkait KPIDSU - WASPADA terutama dengan pihak penegak hukum.***

Pelayanan Lion Air Tak Sesuai Harapan Tergiur akan tarif promo Lion Air melalui Travel Biro, maka saya menggunakan jasa pesawat tersebut untuk penerbangan Medan (Mes) ke Bandara Soekarno-Hatta (Cgk), Minggu, 3 Oktober 2010. Dari Medan saya naik dengan penerbangan (flight) no. JT 303 pukul 12.00 Wib dengan seat number 03 B. Setengah jam sebelum terbang, saya boarding time 1130 dengan 2 buah barang dengan nomor bagasi 010 542 529 dan 010 542 528. Kurang lebih 2 jam penerbangan, kami landing di Bandara Soekarno-Hatta (Cengkareng). Ketika itu cuaca hujan, dan kami pun baru bisa turun 15 menit kemudian karena bus jemputan tidak ada. Setelah masuk ke ruang bagasi (jalur 3) ternyata sebuah tas (koper) berisi pakaian, dan data-data hasil wawancara dan barang lainnya, tidak terdapat dalam penerbangan tersebut. Setelah 4 jam berkutat atau menungu-nunggu penerbangan Lion Air lainnya yang menyusul dari Medan di ruang bagasi, ternyata tas tersebut tidak juga ada. Saya bersama 4 orang penumpang lainnya mengalami hal yang sama. Bahkan ada seorang penumpang yang satu penerbangan dengan saya marah-marah karena di dalam tasnya yang tak kunjung ada itu berisi data yang harus dipresentasikan besoknya, Senin termasuk pakaian yang akan dipakainya dalam presentasi tersebut. Karena tas tersebut hingga pukul 18.30 Wib tidak juga ada, maka petugas Lion Air menyarankan saya dan penumpang lainnya untuk membuat laporan resmi atau mengisi Property Irregularuty Report (PIR) yang telah disediakan petugas, dan berjanji akan mengirimkan tas itu ke alamat kami. Tapi, sampai hari Kamis (7/10) hingga surat pembaca ini dibuat tidak juga ada kabar tentang nasib tas yang tidak tahu rimbanya itu. Saya coba untuk menghubungi nomor telepon (021-70712602) yang diberikan petugas atau yang tertera dalam PIR itu ternyata sudah”meninggal dunia” alias sama sekali tidak pernah bias dihubungi. Saya kecewa berat, kok barang bisa hilang padahal jelas masuk ke bagasi. Layanan Lion Air tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Untuk itu kami mohon kepada Direksi atau petugas Lion Air di Medan maupun Cengkareng segera menemukan tas saya yang hilang karena datadata atau barang-barang didalamnya akan saya pergunakan. Atas dimuatnya surat pembaca ini kepada redaksi Waspada saya ucapkan terimakasih. Drs Lyster Marpaung Hp: 0811247735 dan 081321922046 No.KTP.1050012502530001

Macat Bikin Sewot Kabar Jakarta yang hampir stagnan karena kemacatan lalu lintas ternyata tidak dijadikan pelajaran bagi pihak berwenang di kota Medan ini. Setiap hari, kendaraan bermotor baru tampak semakin ramai saja. Puluhan bahkan mungkin ratusan show room kendaraan bermotor mengeluarkan kendaraan baru banyak setiap harinya. Kalau ini tidak diantisipasi maka, sudah barang tentu kota Medan akan terjadi macat total. Karena ruas jalan tak kunjung bertambah, tapi justru kendaraan baru yang terus saja bertambah. Pemerintah daerah seperti tidak punya solusi dan tak berdaya menghadapi persoalan ini. Maka di jam-jam sibuk kemacatan itu membuat sewot para pengemudi, ditambah tak tau aturannya para sopir angkot. Pemerintah daerah seperti keenakan memunguti pajak kendaraan bermotor tanpa melakukan langkah-langkah antisipasi agar Medan tidak macat. Sebagai seorang warga Medan saya menyarankan para pemimpin yang tidak mampu mengatasi persoalan macat ini untuk lengser saja. Harus orang yang bisa mengatasi masalah macat secara jitu yang duduk mengurusi masalah ini. M.Putra Warga Medan

B7

Penyakit pada hewan yang dapat berjangkit pada manusia (zoonosis) ini bahkan jarang diketahui dan sadari oleh masyarakat

D

i televisi dan koran pada akhir-akhir ini ramai memberitakan kejadian banjir di berbagai daerah mulai dari ibukota sampai daerah pedalaman. Memang musim hujan kali ini telah menimbulkan masalah di banyak tempat. Arus lalu lintas kota Jakarta sempat lumpuh oleh banjir, Aceh, Padang Pariaman Sumatera Barat, Kapas Hulu Kalimatan Barat, Jawa Tengah, Lumajang, Banyuwangi Jawa Timur dan Wasior di Papua Barat menangis diterjang banjir lumpur. Kondisi semacam ini tidak hanya mengakibatkan kerugian harta benda dan nyawa, tetapi juga segera disusul berjangkitnya beberapa macam penyakit. Dampak banjir memang luar biasa, sering kita tidak menanggapi bahaya yang terjadi akibat banjir. Dari banjir kecil sampai banjir besar. Banjir dapat merusak perabot rumah tangga mulai dari perabot kayu, perabot besi, elektronik, kendaraan bermotor, kontruksi bangunan, sarana dan prasarana umum. Selain kerusakan infra struktur, banjir juga dapat memunculkan penyakit akibat lingkungan seperti diare dan gatalgatal karena penyakit kulit memang paling banyak diderita masyarakat yang daerahnya kebanjiran atau tergenang air. Namun ada satu penyakit yang perlu diwaspadai pasca banjir, yaitu Leptospirosis. Penyakit pada hewan yang dapat berjangkit pada manusia (zoonosis) ini bahkan jarang diketahui dan sadari oleh masyarakat. Kabar terakhir, delapan dari 17 warga DKI Jakarta meninggal dunia karena terserang penyakit leptospirosis. Leptospirosis. Penyakit ini mula-mula dilaporkan oleh Adolf Weil pada tahun 1886, yakni adanya penyakit dengan gejala panas tinggi disertai beberapa gejala syaraf, pembesaran hati dan limpa.Waktu itu penyebabnya belum diketahui. Barulah 30 tahun kemudian Inado dan Ito di Je-

pang serta Hubener dan Reiter di Jerman, menemukan penyebabnya, yaitu leptospira, sejenis mikroorganisme dari golongan bakteri dan hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop lapangan gelap. Di musim hujan, terutama pasca banjir, adanya gejala demam sakit kepala, menggigil, lemah, muntah, disertai nyeri otot terutama betis, perlu diwaspadai kemungkinan berjangkitnya penyakit ini. Sebenarnya Leptospirosis adalah penyakit pada binatang, sebagaimana antraks. Namun dalam kondisi tertentu, penyakit ini dapat ditularkan pada manusia meskipun demikian tetap juga berbahaya sebagaimana penyakit lain yang menyerang manusia, terutama karena mengenai beberapa organ dalam yang vital. Lebih-lebih penyakit ini disertai gejala dan tanda yang tidak berbeda dengan penyakit pada manusia, sehingga sering menimbulkan kekeliruan. Infeksi leptospira pada manusia merupakan kejadian yang bersifat insidental. Penyakit binatang mengerat terutama tikus. Dalam hal ini infeksi terjadi karena kontak dengan kulit, terutama kulit yang luka atau lecet. Misalnya sewaktu seseorang membersihkan saluran air kotor, mencebur di genangan air tanah yang lembah atau lumpur serta tanaman yang tercemar air kencing binatang yang mengandung bakteri tadi. Leptospira dikeluarkan bersama tinja dan air kencing binatang tersebut. Namun demikian, bakteri ini dapat hidup dan bertahan di alam luar, baik di tanah maupun air, sampai beberapa minggu lamanya. Lama bertahan bisa lebih panjang lagi, jika keasaman tanah maupun air serta suhu sekitar sesuai bagi bakteri ini. Takut sinar Masa inkubasi penyakit ini yakni sejak manusia terinfeksi leptospira sampai timbulnya gejala pertama, umumnya

antara 14-19 hari dengan rata-rata 10 hari. Serangannya bersifat mendadak (akut), dimulai dengan kelemahan, demam tinggi, rasa ”takut sinar” atau merasa nyeri bila melihat sinar. Gejala yang khas pada penyakit ini yaitu timbulnya rasa nyeri pada otot, terutama otot betis. Apabila dipegang, otot betis terasa nyeri sekali. Demikian pula otot-otot lain, biasanya otot pinggung bagian bawah dan otot-otot paha juga terasa nyeri. Gejala demikian biasanya juga bercampur dengan kelelahan terutama setelah bekerja keras. Nafsu makan berkurang, merupakan gejala lain pada penyakit ini bahkan sebagian penderita tidak ada nafsu makan sama sekali. Penderita merasa mual sampai muntah-muntah hebat, kadangkadang justru disertai diare. Manifestasi pendarahan juga merupakan tanda khas dari leptospirosis, berupa muntah darah, terdapat darah dalam tinja, perdarahan di bawah kulit dan sebagainya. Sering pula kelihatan pembuluh darah halus yang tampak membayang (injeksi) pada selaput bening mata mupun hulu kerongkongan. Hati dapat membesar dan disertai gejala serta tanda mirip orang sakit kuning (hepatitis) yaitu selaput lendir serta kulit berwarna kuning. Dalam Kondisi tertentu jantung dan ginjal dapat terkena. Tidak jarang pula timbul gangguan syaraf yang bermanifestasi sebagai kaku kuduk sampai rasa bingung. Upaya pencegahan Hampir dapat dipastikan, setiap pasca banjit penyakit leptospirosis akan meningkat. Meskipun mudah dilakukan pengobatan oleh tenaga medis, tetapi lebih baik jika tidak sampai terjangkit. Padahal kebanyakan penderita tidak tahu dan tidak menyadari telah terjangkit leptosiprosis. Umumnya mereka mengang-gap sebagai kelelahan atau ”masuk angin” biasa, mengingat sehabis bekerja keras membersihkan sisa-sisa banjir. Pasca banjir, kita perlu mewaspadai berjangkitnya penyakit ini, terutama sehabis membersihkan sisa-sisa banjir atau mencebur air genangan tanpa alas kaki. Pencelupan pada air yang telah tercemar air kencing binatang, teruatama tikus yang mengandung lepstosipira, meru-

pakan sumber penjangkitan yang banyak terjadi. Demikian pula para pekerja kasar yang sering kontak dengan air genangan, seperti petani yang mencangkul disawah maupun pekerja pembersih selokan atau riol-riol kota. Beberapa upaya dapat mengurangi kemungkinan berjangkitnya leptospirosis pasca banjir yakni: Yang utama adalah mencegah terjadinya banjir di lingkungan kita dengan tidak sembarangan membuang sampah pada saluran air, selokan, parit dan sungai. Senantiasa menjaga kebersihan diri maupun lingkungan. Segeralah membersihkan diri dan lingkungan sekitar setelah terjadi banjir. Apabila terpaksa mencebur di air genangan, maka segeralah membersihkan diri, mencuci dan menyabun bagian tubuh yang terkena air banjir atau air selokan sampai bersih. Bagi para pekerja pembersih selokan, parit, riol maupun ibu rumah tangga sebaiknya menggunakan sepatu bot, untuk mengurangi sedapat mungkin kontak dengan air banjir. Lingkungan rumah, terutama lantai dan dinding yang terkena air banjir, harus segera dibersihkan dari sisa-sia banjir. Pergunakan lisol/karbol untuk campuran dalam membersihkan lantai atau bagian lain yang terkenan air banjir. Apabila menemui gejala dan tanda seperti disebutkan, terutama pasca banjir, segeralah berkonsultasi dengan dokter ditempat praktek Puskesmas ataupun di rumah sakit untuk memperoleh kepastian dan pengobatan yang sesuai serta mencegah timbulnya berbagai komplikasi. Untuk itu dihimbau kepada dinas kesehatan kabupaten/kota se Sumatera Utara jika di wilayahnya sudah mulai ada tandatanda gejala banjir baik sifatnya sementara apalagi yang lama. Maka seyogyanya sudah mulai menggalakkan upaya-upaya promosi pencegahan penyakit leptospirosis secara sistematis melibatkan stakeholder terkait sehingga pemahaman terhadap pencegahan penyakit ini dapat cepat diketahui oleh masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian akibat leptospirosis yang selalu siap menyerang manusia jika ada kesempatan. Penulis adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

Demokratisasi Di Tubuh Polri Oleh M. Umar Syadat Hasibuan Konsekuensi dari gerak profesionalisme di tubuh Polri adalah orientasi keamanan dan ketertiban yang berbasis pada demokrasi dan demokratisasi lokal

A

rtikel Kapolda Sumut Oegroseno berjudul ‘Polri dan Pemolisian Demokratis’ (Kompas, 6 September 2010) selain otokritik terhadap personil Polri yang masih melihat masyarakat sebagai ancaman, juga merupakan pengakuan jujur betapa profesionalisme belum melembaga di tubuh Polri. Sebagai solusi, Oegroseno mengajukan dua syarat yang dapat mengubah pemolisian masyarakat dari konvensional ke modern: (1) kerjasama proaktif dan efektif antara polisi dan masyarakat yang berbasis pada keunikan tiap komunitas; (2) penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Tulisan ini bermaksud memperkaya wacana pemolisian demokratis yang marak akhir-akhir ini. Transisi demokrasi Polisi di negara manapun berwajah ganda. Selain ancaman, juga dapat menjadi pengawal bagi proses demokrasi dan demokratisasi. Polisi mengancam karena kewenangannya, ia dapat melakukan kekerasan dan pemaksaan atas nama negara (Anneke Osse, 2007). Oleh karena itu untuk mencegah kepolisian sebagai ancaman dibutuhkan kontrol sipil yang ketat dan peningkatan profesionalismenya: keahlian, kesatuan dan tanggung jawab sosial. Sementara model ideal profesionalisme dalam kerangka pemolisian demokratis adalah pemolisian sipil mandiri yang toleran terhadap kebebasan berekspresi. Fungsi imperatif dari profesionalisme kepolisian dalam proses demokrasi dan demokratisasi adalah konsistensinya dalam menciptakan keamanan

Mengejar... (Lanjutan dari hal B6) Pendapat BPK terhadap LKPD menjadi ukuran daerah berprestasi dalam hal daerah tersebut berhasil mendapatkan atau mempertahankan WDP, bobot yang lebih tinggi akan diberikan kepada daerah yang mendapatkan atau mempertahankan WTP, terlebih lagi dalam 2 atau 3 tahun berturut-turut. Sedangkan pencapaian IPM yang tinggi dikaitkan dengan kapasitas keuangan daerah. Daerah yang kapasitas keuangannya dibawah rata-rata nasional dengan IPM yang tinggi akan mendapatkan bobot yang tinggi. Kinerja pemerintahan Kriteria kinerja tersebut diyakini menjadi indikator keberhasilan daerah sehingga kepada daerah yang mencapainya pantas diberikan predikat daerah berprestasi. Pendapat BPK terhadap LKPD menunjukkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Ketepatan waktu penyelesaian Perda APBD menunjukkan kesungguhan

dan ketertiban, penegakan hukum dan pelayanan (Marwan Mas, 2010). Agar dapat menjadi kepolisian demokratis, David Bayley dalam bukunya Police For The Future (1994) melihat perlunya tindakan polisi mengacu pada empat norma: memberi prioritas pada pelayanan; dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum; melindungi HAM terutama untuk jenis kegiatan politik; dan transparan. Selain itu, kemampuan memahami masyarakat dan dapat menahan diri atas sikap masyarakat yang seringkali skeptis terhadap niat baik Polri adalah hal lain yang tidak kalah pentingnya. Sebab, polisi, kata Elijah Adlow (1947) hanyalah cermin dari wajah masyarakat apa adanya.

pula. Oleh karena itu kesulitan bagi Polri adalah bekerja di tengah sosio-kultural yang belum mapan yang diperumit oleh belum adanya rujukan permanen bagaimana implementasi fungsi dan peran kepolisian yang tepat untuk sosio-kultural yang beragam (Bambang Widodo Umar, 2009). Dengan demikian tepatlah kiranya gagasan Kapolda Sumut tentang gagasan pemolisian demokratis yang berbasis pada kemitraan komunitas lokal yang menggabungkan secara sinergis antara variabel geografis, sosiokultural, dan bidang-bidang yang mengalami perubahan ekstrem di tiap-tiap wilayah.

Kemitraan abadi Dalam konteks otonomi daerah di mana ragam, bentuk dan kebutuhan pemeliharaan keamanan dan ketertiban yang lebih bercorak lokalitas, ide kerjasama dengan masyarakat lokal harus diwujudkan dalam bentuk polisi masyarakat. Oleh karena itu orientasi kepolisian demokratis tidak bisa diseragamkan untuk seluruh wilayah negara bangsa, mengingat faktor keberhasilan polisi dalam menjalankan tugasnya sangat ditentukan oleh sosiokultural masyarakat setempat. Ragam sosial budaya memaksa Polri menghadapi tantangan khas dan spesifik

Kapolri baru tidak cacat moral Konsekuensi dari gerak profesionalisme di tubuh Polri adalah orientasi keamanan dan ketertiban yang berbasis pada demokrasi dan demokratisasi lokal. Sebab dengan basis itu, pemolisian demokratis segera menunjukkan kesetaraan dengan masyarakat lokal, mengacu pada supremasi hukum, menjamin HAM, transparan dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya, menghargai pembatasan dan pengawasan, serta memberi pelayanan maksimal bagi seluruh komponen masyarakat. Orientasi profesional akan menumbuhkan pemahamam bahwa prioritas pemolisian tidak hanya pada sisi kepolisian semata, tetapi juga pada sisi harapan dan keinginan masyarakat lokal. Polri yang memiliki basis pada komunitas lokal akan bergairah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga tidak lagi ada polisi yang menunggu laporan/pengaduan. Juga memiliki kreativitas dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, menjadi penertib,

daerah memulai kegiatan pemerintahan dan pelayanan sejak awal tahun. Upaya ini akan berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi daerah yang tidak hanya menunjukkan peningkatan di akhir tahun melainkan merata dalam satu tahun. Peningkatan PAD menjadi indikator kemandirian pendanaan daerah dengan seminimal mungkin membebani masyarakat. Sedangkan indikator pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan, dan inflasi adalah indikator dari kesuksesan daerah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada di daerah yang berupa anggaran, sumber daya manusia, sistim, dan potensi lainnya. Penilaian kinerja tersebut dilakukan terhadap 524 daerah provinsi/kabupaten/kota dari aspek kinerja keuangan dan kinerja ekonomi secara terpisah. Selanjutnya dilakukan penggabungan nilai dan pembobotan selayaknya menetapkan indeks prestasi mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi. Hasil penilaian dapat menunjukkan ranking 1 sampai dengan ranking 524. Suatu daerah dapat unggul dalam dua kinerja yaitu keuangan dan ekonomi, bisa

juga unggul hanya dalam satu kinerja, keuangan atau ekonomi saja, namun akumulasinya tetap menunjukkan indeks prestasi yang lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Kriteria yang ditetapkan untuk mengukur daerah berprestasi bukanlan standar yang mudah untuk dicapai, melainkan memerlukan ketangguhan, kesungguhan, dan konsistensi untuk mewujudkannya. Penghargaan ini dimaksudkan sebagai wujud apresiasi kepada daerah yang telah menunjukkan prestasinya dan pendorong daerah lain untuk berbuat hal yang sama. Implikasi dari penghargaan ini adalah pemberian dana insentif yang berkisar antara Rp 18 miliar sampai Rp 38 miliar, sesuai dengan ranking prestasinya, suatu jumlah yang tidak sedikit untuk tambahan pendapatan APBD. Secara nasional dana insentif daerah tersebut dalam APBN 2010 mencapai lebih dari Rp 1,2 triliun. Khusus untuk pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Utara sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.07/ 2009 terdapat empat entitas Pemerintah-

pengayom dan pelayan sebagai upaya untuk mewujudkan masyakarat yang tenteram dan damai. Dengan demikian, tantangan demokratisasi di tubuh Polri pada masa konsolidasi ini adalah kerjasama kemitraan yang diperankan oleh polisi sebagai penertib, pengayom dan pelayan yang hanya dapat diwujudkan di bawah kepemimpinan Kapolri yang memiliki kapasitas dan kapabilitas memadai, serta integritas moral yang tinggi. Polri yang demokratis dan berwibawa baru dapat terwujud jika dipimpin oleh Kapolri baru yang selama perjalanan kariernya tidak pernah menganggu dan menindas masyakarat, serta tidak pernah bertingkah seolah-olah sebagai majikan. Penutup Masalah kronis Polri saat ini adalah statusnya‘sebagai alat negara’ sangat rentan dimaknai ‘sebagai alat kekuasaan’ oleh anggotanya yang masih berorintasi kekuasaan dan materi. “Tangis dan darah yang masih mengalir di kantor polisi” seperti yang dirisaukan oleh Kapolda Sumut menunjukkanbetapaPolri‘sebagaialatpenegakhukum’ belum“mendarah-daging” di seluruh anggotanya. Kultur lama yang memandang kekuasaansebagai‘powerover’,danintervensipolitik yang disebabkan oleh nilai strategis dan pengaruhnya dalam politik ditengarai sebagai penyebab utama demoralisasi Polri. Namun kerjasama kemitraan sebagai peta jalan menuju ‘pemolisian demokratis’ bukanlah utopia. Keinginan kedua belah pihak untuk menciptakan rasa aman dan damai menegaskan bahwa kemitraan abadi yang dilandasi oleh kejujuran dan toleransi bukanlah anganangan belaka. Kerjasama kemitraan akan menjadi kenyataan bila Polri sebagai alat penegak hukum diadaptasikan secara fungsional oleh Kapolri baru yang tidak cacat moral. Penulis adalah Pengamat Sosial Politik

an yang mendapatkan Dana Insentif Daerah yaitu Pemprovsu, Pemkab. Labuhan Batu, Pemkab. Simalungun dan Pemko Binjai. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya dapat memberikan sanksi atau punishment kepada daerah. Namun juga bisa memberikan penghargaan atau reward yang dapat dipandang sebagai salah satu upaya pemerintah bersama DPR RI untuk mendorong mewujudkan clean government dan good governance, yang diharapkan akan menjadi tradisi baru mulai tahun 2010. Bagi daerah-daerah yang belum berkesempatan memperoleh DID pada Tahun Anggaran 2010 masih terbuka peluang untuk memperolehnya pada tahun-tahun berikutnya. Kuncinya terletak pada itikad baik untuk senantiasa bersungguh-sungguh dan konsisten merencanakan, melaksanakan, mempertanggungjawabkan dan melaporkan pengelolaan keuangan daerahnya secara transparan dan akuntabel. Penulis adalah Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.