Waspada, Kamis 26 April 2012

Page 17

Opini

B4 TAJUK RENCANA

PSSI Jangan Lagi Berpolitik

R

amadhan Pohan adalah wartawan yang beralih profesi menjadi politisi saat Partai Demokrat lagi naik daun, dan oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) ditunjuk sebagai manajer timnas senior menghadapi berbagai event internasional. Wajar saja kalau banyak pihak tidak setuju, sehingga menimbulkan pro dan kontra. PSSI dinilai masih belum bisa melepaskan dirinya dari ‘’bermain politik’’ sehingga kemelut internal PSSI semakin ribut tak menentu. Keputusan menunjuk Ramadhan sebagai manajer tidak lepas dari keinginan PSSI untuk membentuk timnas yang solid (tangguh). Sayangnya, ‘’track record’’ Ramadhan untuk memajukan sepakbola teramat minim sehingga besar kemungkinan hanya berupa ‘’Angan-angan Pak Belalang’’ belaka. Bahkan, bisa berdampak semakin fatal. Hemat kita, mengangkat manajer tim haruslah dipikirkan betul. Tidak cukup sekadar mau saja dan yang bersangkutan berkomitmen memajukan sepakbola. Sebab, tugas manajer tim sungguh berat. Dia harus bisa menyatukan semua potensi dalam tim. Manajer tim harus mengerti manajemen bola, tahu keinginan pelatih, pemain, dan hal-hal yang terkait dengan non-teknis sehingga tugasnya sangat berat. Ini yang mungkin tak terpikirkan PSSI. Mungkin pula PSSI punya target khusus mengangkat Ramadhan terkait dengan dualisme kepengurusan yang terjadi saat ini. Meskipun tugas awalnya mempersiapkan timnas menghadapi turnamen di Palestina pada 13-24 Mei serta laga persahabatan melawan Inter Milan pada 24-26 Mei dan Liverpool pada bulan Juni, tetap saja membawa nama bendera Merah-Putih sehingga hasilnya jika sampai babak-belur akan mempermalukan nama bangsa. Apalagi kalau timnas yang sama diagendakan mengikuti Piala AFF pada Oktober mendatang. Target harus bisa juara. Sebab, tahun lalu timnas asuhan pelatih Alfred Riedl sukses ke final. Timnas di bawah pelatih Rahmad Darmawan juga sukses ke final SEA Games. Oleh karena itu, PSSI tidak boleh coba-coba dalam membentuk timnas dan mengangkat pelatih serta manajer tim. Seluruh potensi harus dimaksimalkan. Jangan ulangi kesalahan memalukan melawan Bahrain lalu. PSSI dinilai tidak mau belajar dari kesalahan, terutama kekalahan memalukan 10-0 dibantai Bahrain nyadalam kompetisi PPD 2012. Saat itu, pelatih Aji Santoso. Pelatih mengalami kesulitan membentuk timnas tangguh karena pengurus PSSI melarang pemain berkualitas yang bermain di Liga Super Indonesia masuk timnas. Kini, Wakil Sekjen Partai Demokrat itu menggantikan manajer sebelumnya Fery Kodrat yang sudah lebih dulu berkecimpung dalam ranah sepakbola. Selain Fery masih ada Bob Hippy mendampingi Aji Santoso ke Bahrain, namun orang-orang yang sudah lama berkecimpung dalam sepakbola saja gagal total mengharumkan nama baik Indonesia. Apalagi kalau tanpa pengalaman cukup. Intisari Memang tidak ada jaminan kalau dipimpin orang bola pasti berhasil. Namanya permainan kulit bundar. Lihat saja Barcelona menguasai Timnas PSSI sulit berja- silapangan permainan sampai 80 persen (ball posya jika pengurusnya terus session), namun gagal maju ke final Liga Chamdipermalukan Chelsea. Semua pemainnya bermain politik untuk pions hebat, pelatihnya juga hebat mantan pemain kepentingan pribadi dan andal, namun tetap gagal mempertahankan gelar juaranya. kelompok Begitu pula bila timnas dipimpin bukan orang bola, sesekali juga membuat kejutan. Sejumlah tokoh sepakbola Indonesia sukses sebagai pengurus, manajer, bahkan pelatih bukan berlatar belakang bola. Mereka hanya berbekal hobi, namun setelah berkecimpung di sepakbola semua kemampuan dicurahkannya untuk memajukan sepakbola yang diasuhnya dan sukses. Kita sebut saja pelatih Real Madrid Jose Mourinho. Dia bukanlah pemain papan atas. Tidak pernah masuk timnas, tidak pernah main di level klub utama, namun setelah beralih sebagai pelatih Mou sukses besar mengantarkan klubnya, saat melatih Porto, Chelsea, Inter, dan kini Madrid. Untuk dalam negeri kita sebut saja EndangWitarsa, Kamaruddin Panggabean, Amran YS. Jabatan manajer tim di Indonesia tidak sama dengan di Eropa. Manajer tim sebagai pimpinan, bukan melatih pemain di lapangan. Sehingga selalu menimbulkan masalah. Jika manajer timnya mengerti bola selalu mencampuri urusan pelatih. Jika keduanya (manajer tim dan pelatih) memiliki visi dan misi yang sama melihat materi pemain tentunya tidak menimbulkan friksi. Biasanya selalu timbul friksi karena pemain pilihan manajer tim banyak yang beda (tidak sama) dengan pemain pilihan pelatih. Kalau di Eropa jabatan pelatih absolut. Dialah yang bertanggung jawab penuh dalam membentuk tim. Tidak ada yang boleh mencampuri, bahkan pemilik klub pun tidak punya wewenang (hak) terkait teknis dan strategi permainan. Kalau tidak cocok pemilik klub tinggal memberhentikan sang pelatih, dan kasus pelatih diberhentikan di tengah jalan sudah teramat sering terjadi di jagat ini. Paling baru kasus yang menimpa pelatih Chelsea Andre Villas Boas disebabkan timnya selalu kalah. Lalu diganti Roberto Di Matteo, dan dinilai sukses sehingga Chelsea sukses maju ke final Liga Champions dan Piala FA. Tentunya PSSI berhak mengangkat siapa saja menjadi manajer timnas, namun publik juga berhak menilai apakah figur yang diangkat memiliki kompetensi di bidangnya. Janganjangan pengangkatan itu berlatar belakang politik, maka PSSI bisa semakin hancur. Hal yang disebut terakhir santer terdengar sehingga sulit bagi masyarakat pecinta sepakbola berharap timnas PSSI bisa berjaya jika pengurusnya masih terus ‘’bermain politik’’ untuk kepentingan pribadi dan kelompok.+

APA KOMENTAR ANDA SMS 08974718101

Faks 061 4510025

Facebook Smswaspada

+6285270889803 Dir Telkom sibuk bagibagi hadiah utk masyarakat miskin namun beliau tdk ngerti karena ybs bukan karyawan Telkom hanya diangkat oleh BUMN , pada hal pensiunan Telkom lebih parah lagi gaji pensiunan tdk pernah naik cari tambahan narik becak dayung. Hai Dirut perhatikanlah Tkasih Waspada . +6285262631664 Z aman mu kini sudah menanti,, A kan ketulusan dalam perjuangan,, I nsan yang lahir telah berdiri kekar,, N antikan citra demi aceh tercinta,, I nilah negriku,,?? A ku menangis di saat terpaku,, B entangkan kasih dalam termenggu,, D erita dialami belum lagi sembuh,, U ntuk mengkokohkan tiang negeri,, L embar bertabur jadi saksi bisu,, L uapan manusia kini berharap,, A kankah ini menjadi fakta,,?? H ingga negri aceh terlahir jaya.. Puisi ini saya persembahkan untuk kemenangan gubernur aceh ZAINI ABDULLAH & MUZAKKIR MANAF “ZIKIR”. Wassalam, DIDI SEKEDANG 09/04/12, Diralat “ALBA” +6281281992846 Kpd Yg mulia dr.H.Tgk.Zaini-Muzakir,Gubernur pilihan rakyat dgn krja semua pihak baik Tokoh Nasional, Daerah,para Pemuda/i,Mahasiswa dan KPA,PA bekerja merangkul rakyat meyakinkan masyarakat kepemimpin Aceh masa depan mengajak semua pihak utk memilih dr.Tgk.H.Zaini-Muzakir Manaf utk Gubernur Aceh beliau sebagai Nakhoda Kapten sebuah kapal utk menuju Aceh baru yg adil,merata,makmur rakyatnya dan sejahtera penduduknya dan kami mohon ikutilah jejak2 Khalifah Umar Bin Aziz beliau membgn pertanian,perkebunan,irigasi,penternakan dan perikanan semua pelajar dan Mahasiswa bebas biaya pendidikan bila masyarakat berobat kerumah sakit memadai dgn cat tanda penduduk Warga Negara Iraq,rakyat dan pegawai adil dan merata pendapatannya sesuai dgn ke ahlian kerjanya dan benar2 khalifah Umar Bin Aziz pemimpin yg adil lagi bijak sekali dalam memimpin Negara Iraq,harapan semua pihak kpd dr.H.Tgk.Zaini-Muzakir seperti Itu...? +628126329716 HANYA SATU JAM, Aceh yg parah dilanda gempa hanya satu jam Wapres melihat, tapi di Sumut dia ber-hari2 makanya kalau Rakyat Aceh mengatakan Pusat tdk ADIL jangan salahkan Rakyat Aceh ! +6285765200045 As.wr.wb Slam semangat waspada!! Kali ni saya mau berbagi ttg kepedulian cinta Jika kamu mencintai seseorg. Jgn pernah tuk menutup rasa cintamu dngan sikap acuh. “Jika cinta katakan cinta” jgn pernah membohongi perasaanmu, itu sangat menyiksa cintamu sndiri. Jika kamu tidak mngungkapkannya, pasti ap yang kamu cintai slama ni pergi mninggalkan cintamu karena slama ni kamu tlat untuk mengungkapkan cintamu dikarenakan slalu dipendam dlm hati . Jangan pernah takut ditolak cinta. Kita tidak pernah tau sebelum kita melakukannya. “Mengungkapkan cinta lebih indah daripada harus berdiam” So teruslah berjuang dlm menemukan cinta sejatimu.... twitter @djay_astvir13 +6285763327286 Kami secara pribadi memberikan apresiasi dan t.kasih kepada seluruh Karyawan PLN Wil. II/SU yg atas kerja keras mereka menanggulangi kerusakan mesin pasca gempa. SEHINGGA TIDAK TERJADI PEMADAMAN YG BERKEPANJANGAN

WASPADA Kamis 26 April 2012

SumutDalamBayanganEmpatProvinsi Oleh Prof Usman Pelly, Ph.D Hal yang perlu dicacat dalam dimensi kesederajatan ialah bahwa di Sumatera Utara tidak ada kelompok etnik yang dibedakan dalam kelas sosial (stratified ethnic group)

S

eperti diketahui, hampir semua bekas keresidenan di Indonesia semasa pemerintah kolonial Belanda telah mekar menjadi provinsi, terakhir adalah keresidenan Banten dan Bangka Belitung. Karena itu ketika orang mengajukan gagasan provinsi Tapanuli termasuk Nias untuk dimekarkan menjadi sebuah provinsi (2004), dengan rujukansebagaibekassebuahkeresidenan, maka dari segi historis kestrukturan di atas, orang menjadi maklum. Tetapi kenyataan yang terjadi bukan demikian,yanginginmemisahkandiridari provinsi Sumatera Utara dengan memakai nama“ProvinsiTapanuli,” adalah kabupaten-kabupatenyangberadadibagianUtara Tapanuli (Taput, Humbang, Tobasa, Samosir,Tapteng, Dairi, Fak-Fak Bharat dan Sibolga).Sementarakabupaten-kabupaten Tapanuli bagian Selatan termasuk Nias pada waktu peluncuran gagasan Provinsi Tapanuliitusecararesmimenyatakantidak bergabung. Sampai sekarang (2012) perjuangan menggolkan Provinsi Tapanuli initelahberjalan,walaupunbelumberhasil, baik di internal provinsi sendiri maupun di Jakarta. Pemisahan diri dengan membentukprovinsibaru,olehsementarapihak disesalkankarenakebersamaanyangtelah terbinaselamainiatasdasarfalsafahkebhinekaan merupakan tonggak-tonggak demokrasi seakan diabaikan. Tetapi, suatu fenomena sosial politik yang luar biasa telah terjadi.Ternyata perjuangan memekarkan diri yang dipelopori masyarakatTapanuliBagianUtaraini,telah “merangsang” Tapanuli Bagian Selatan untuk memajukan diri membentuk provinsi baru, dengan nama provinsi ”Sumatera Tenggara,” yang terdiri dari Kota Padangsidempuan, KabupatenTapanuli Selatan, Madina, Paluta, Padanglawas, dan Padanglawas Selatan). Ditengarai pula kalau-kalau daerah Asahan dan Labuhanbatu tertarik untuk bergabung (berita ini sayadapatkandaripembicaraanbersemuka dengan berbagai tokoh waktu saya menghadiri“proklamasi” ide pembentukan provinsi ini, bertempat di rumah Alm. DrsBurhanuddinNapitupulu,diJalanKarya Medan, sekitar dua tahun lalu). bara Bupati danwalikotayanghadiryangtergabung dengan bakal provinsi ini, masingmasing memberikan kata sambutan dengan semangat yang berapi-api dan mendapat tepuk tangan yang meriah). Kemudian sesuatu yang mengejutkan pula, bulan yang lalu, tampil dalam

pemberitaan media masa di Medan, bahwa kepulauan Nias (yang terdiri tiga kabupaten dan satu kota Gunungsitoli), siap untuk memekarkan diri menjadi provinsi sendiri. Apa yang menjadi latar belakang yang signifikan dari usaha pemekaran bekaskeresidenanTapanuliini,sangatmenarik untuk dikaji—karena yang muncul itu bukan satu provinsi dari satu bekas keresidenan zaman kolonial, tetapi sampai tiga provinsi, sehingga provinsi di Sumatera Utara nantinya—kalau disetujui pemerintah pusat akan mekar menjadi empat provinsi? Apakah nama provinsi induk yang ditinggalkan itu nantinya akan berganti nama pula, umpamanya menjadi Sumatera Timur kembali, tidak jelas. Yang jelas pada usia Sumatera Utara ke 64 ini dia berada dalam bayangan empat provinsi. Masalah kesederajatan dan keadilan Dua faktor krusial dalam masyarakat multikultural seperti Sumatera Utara adalah (1) Kesederajatan, dan (2) Keadilan. Mungkin, dalam 64 tahun ini Sumut telah memperolehkemajuanspektakulardalam kesederajatan dibandingkan dengan daerah-daerah lain seperti Ambon, Poso atau Kalbar (Pontianak). Beberapa hal yang perlu dicacat dalam dimensi kesederajatan ini ialah bahwa di Sumatera Utara tidak adakelompoketnikyangdibedakandalam kelas sosial (stratified ethnic group),seperti yang terjadi di Amerika Serikat umpamanya. Orang kulit hitam (Black American atau keturunan Afrika yang bermigrasi dahulu sebagai budak), sampai sekarang merekadianggapsebagaikelompoketnikkelas dua,karenakemiskinan,kualitasSDM(terutama pendidikan) dan faktor sosial lainnya. Memang ada anggapan sementara, bahwa orang keturunan Tionghoa di Sumatera Utara, dianggap kelompok etnik kelas satu karena rata-rata memiliki kekayaan dan “kekuasaan” yang lebih besar darikelompoketniklainnya.Tetapiituadalah anggapan,“restan” dari zaman kolonial (Foreign Asiatic Group). Begitu juga secara umum, tidak terdapat polarisasi dikotomis antara etnik asli dan pendatang, kelompok etnik minoritas dan majoritas (dominan). Setiap kelompok etnik saling bergantung (interdependensi). Bahkan dalam bidang kekeluargaan (kinship), perdagangan dan profesi, yang terjadiadalahprosesakulturasidanaliansialiansi strategis. Dengan kata lain tidak ada perasaanuntukbersikapnegatifataupositif terhadap suatu kelompok, seperti kelom-

pok etnik A lebih terhormat dari kelompok etnik B atau C dan sebaliknya. Karena itu jaringansosial(socialnetwork),moralsosial (socialmorality)dansalingpercaya(mutual trust),yangmerupakanmodalsosial,dalam kehidupan sehari hari dapat berkembang dengan baik. Kondisi ini sebenarnya dari segisosialbudayamerupakanprestasiyang cukup gemilang, yang menyebabkan Sumatera Utara (seperti selalu saya kemukakan dalam berbagai seminar) tidak mungkin jadi Ambon atau Poso kedua. Salah satu ilustrasi yang sederhana, umpamanya dalam sebuah jurnal yang diterbitkanolehUnsyiah(1976),dinyatakan bahwa Aceh menyumbang hampir 40 triliun rupiah pertahun (devisa), hasil dari ekspor minyak bumi, gas alam, dan kayu (log). Sedang yang diterima sebagai dana perimbangan dari pusat hanya setengah triliun rupiah. Karena itu wajah pembangunan provinsi ini (dari segala segi) kalau dibandingkandenganprovinsilaindipulau Jawa sangat timpang. Rasa keadilan itu, sungguhpuntidakseluruhnyadapatdibaca dalam kategori fisik, tetapi orang yang merasakan dan punya kesempatan memperbandingkannya dapat segera mengatakan apakah mereka mendapat keadilan atau tidak. Sejak otonomi diberlakukan Aceh mendapatkan dana perimbangan dari pusat sekitar 7,5 triliun rupiah, walaupun minyak bumi dan gas alam Aceh hampir terkuras habis. Di Sumatera Utara, sejak dua dekade ini orang terus berbicara, perlunya keseimbangan pembangunan antara pantai Barat danTimur, serta daerah disepanjang Bukit Barisan, pegunungan yang membelah dua provinsi ini. Bulan yang lalu saya sekeluarga ”pulang kampung,” ziarah ke MuaraTagor-Tamiang (Kotanopan). Kami melintasijalurjalandaratTarutung-Sipirok, melintasi kampung-kampung Pahae Jahe dan Julu sebelum masuk ke Sipirok. Keseluruhanjalandaratinirusakparah,apalagiketikamemasukiAekLotung.Mobilkami macat, beberapa kenderaan harus di sorong karena kandas terbenam dilubang pendakian.Keadaanjalanyangrusakparah ini, menyebabkan kita tidak dapat lagi menikmati“lembah silindung” yang selalu disenandungkan dan kepulan asap geotermal (panas bumi)Tapanuli yang konon terbesar di dunia. Dua belas tahun yang lalu (1999), kami sekeluarga juga melintasi Aek Lotung ini di pagi hari dan macat hampir lima jam. Ketika azan subuh, kami berjalan kaki mengikutisuaraazanuntukturutberjamaah shalat subuh di langgar tepi jalan arah ke Sipirok. Waktu pulang ke mobil yang macat, saya ngobrol dengan tukang jagung bakar yang sedang sibuk mengipas bara jagung yang berjejer melintang, di depan langgar tadi. Saya tanyakan bagaimana komentarnya tentang kerusakan jalan kampungnya itu. Dengan memelas dia

ber-kata dalam logat Sipirok sambil melirik saya“Akh,...beginilahnasibkamiPak,setelah Raja itu pensiun....!” Maksudnya setelah Raja Inal Siregar berhenti sebagai gubernur, maka Aek Lotung yang rusak itu dibiarkan saja. Waktu itu Tengku Rizal Nurdin telah sebulan menggantikan Raja Inal Siregar sebagai gubernur dan saya telah diangkat secara resmi sebagai anggota kelompok ahli(PokAhli)gubernurbersamatujuhcendekiwan lainnya dengan koordinator Dr Polin Pos Pos. Dalam pertemuan dengan Tengku Rizal Nurdin saya sampaikan cerita dengan tukang jagung ini, dan saya harapkanagarbeliausegeramelakukankunjungan kerja ke Tapanuli dan Nias. Dan berbicara mengenai keseimbangan pembangunan. Saya mengatakan bahwa sampai sekarang masyarakat di bekas keresidenanTapanuli masih melihat bapak sebagai ”Gubernur Melayu.” Saya juga menyarankan untuk mengurangi image (pencitraan) sebagai Gubernur Melayu itu agar beliau menghindari untuk sementara menghadiriupacara-upacarasyukurandari kelompok-kelompok Melayu disepanjang pantaiSumateraTimur.Saraninidijalankan beliau, hasilnya image sebagai Gubernur Sumatera Utara berangsur menguat. Apa yang dapat dibaca dari peristiwaperistiwa di atas? Karena adanya rasa ketidakadilan itu orang cendrung menguatkan“tapal batas” antara“kami”dan“mereka” dengan garis-garis etnik dan agama. Garis-garis batas etnik dan agama sangat sensitif dan mudah diekploitisir dalam nuansa politis, “kalau gubernur bukan orang kita, kita tidak akan diperhatikan, kalau gubernur bukan seagama dengan kitasulitmengkomunikasikankepentingan kita,” dst. dst. Dengan menggunakan sentimen etnik kekuatan masal mudah akan diorganisir, dengan sentimen agama kekuatan masal mudah akan pula diligitimasi (disyahkan). Seperti dinyatakan oleh Barth (1969) dan Camplell (1972), konflik etnik dan agama itu“dibuat” dari rasa ketidakadilan (petunjang), bukan sesuatu yang alamiah (natural), tetapi sesuatu yang direkayasa, dengantujuan“gettingmorepowerforsomething ...” (guna mendapatkan kekuasaan untuk suatu tujuan). Dengan kata lain perbedaan etnis dan agama sejatinya tidak otomatis akan menimbulkan konflik, apabila tidak dipolitisir untuk tujuan-tujuan mendapatkan kekuasaan yang lebih yang akandipergunakanuntukmaksud-maksud tertentu. Untuk kasus Sumatera Utara, orang sedang membuat tapal batas dengan menggunakanpengelompokanetnikdanagama, dan siap untuk “berantam” demi “peningkatankesejahteraandankeadilansosial.”Maka pada ultah ke 64 ini Sumut berada dalam bayang-bayang empat provinsi. Penulis adalah Antropolog Unimed Dan UISU.

Mencermati Kegagalan Tata Ruang Oleh Ary A. Samsura Berbagai strategi pemanfaatan ruang dipercaya akan mewujudkan tiga hal sekaligus,yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan sosial,dan perlindungan ekosistem alam

S

epertinya adalah suatu hal yang cukup nyata terlihat bahwa tata ruang di berbagai wilayah dan kota di Indonesia saat ini, termasuk di kota Medan, begitu buruknya. Rencana penataan ruang yang dibuat telah gagal mengarahkan pembangunan agar dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat yang hidup di dalamnya. Terkait permasalahan ini, upaya Wali Kota Medan beberapa waktu lalu untuk meninjau secara langsung dari udara kesemrawutan arah perkembangan pembangunan kota yang kemudian memunculkan komitmen menertibkan kembali pembangunan agar sesuai RTRW kota terbaru, adalah hal yang patut dihargai. Namun penyelesaian persoalan tata ruang di Indonesia pada umumnya dan kotaMedankhususnyatidakhanyaterletak pada lekatnya pengawasan pemerintah untuk memastikan pelaksanaan rencana penataan ruang. Karena permasalahan yang lebih imperatif bisa jadi justru terletak pada isi rencana yang tidak dapat mengatasi konflik pemanfaatan ruang yang tersedia. Bahkanjustrumenambahkonflik pemanfaatanruangdidalamwilayahtersebut. Di samping itu, kurangnya transparansi dan akses publik dalam proses penyusunanrencanatataruangjugasering kali ikut menambah buruknya persoalan penataan ruang. Kesalahan pemerintah (?) Atas berbagai persoalan terkait penataan ruang, pemerintah adalah pihak yang paling empuk untuk dijadikan sasaran disalahkan. Hal ini wajar karena sebagian besarurusanpenataanruangsangatterkait urusan publik, yang tentunya merupakan kewajiban pemerintahlah untuk melaksanakannya. Di samping itu, proses perencanaan kota dan wilayah sendiri dalam prakteknyadapatdiartikansebagai bentuk intervensi pemerintah mewujudkan ambisi pembangunannya. Lebih jauh lagi, upaya melegalisasi rencana penataan ruang kota dan wilayah di Indonesia selalu dilakukan melalui bentuk peraturan resmi yang dikeluarkan pemerintah, baik nasional atau daerah. Sehingga rencana dan penerapannya pada akhirnya dapat dilihat sebagai produk dan tanggung jawab pemerintah. Selanjutnya, pemerintah jugalah yang bertanggungjawab pemberian izin (pem)bangunan untuk menjamin pembangunansesuaiarahanrencanapenataan ruangjugadalampengawasanuntukmenjamin agar pembangunan sesuai izin.

Sementara, pihak-pihak yang terjun langsung dalam penyusunan rencana tata ruang, yaitu mereka yang disebut ahli perencanaanwilayahdankota(planner)— meskipun pada umumnya bekerja pada dan/atau untuk pemerintah, seringkali memberi kesan seolah mereka memiliki jarak dengan pemerintah—terutama dalam implementasi rencana yang dibuatnya. Sehingga ketika suatu produk rencana ternyata justru malah menimbulkan masalah atau konflik dalam pelaksanaannya sehingga penataan ruang tidak dapat terlaksana dengan baik. Maka para ahli tersebut pun banyak yang ikut mengarahkanjaritelunjuknyapadapemerintah. Penyusunan rencana dan implementasinya Secara normatif, sebuah rencana tata ruang selalu diarahkan untuk memberikan kerangka pemanfaatan ruang menyeluruh, yang di dalamnya,berbagai aktivitas pembangunan, baik yang dilakukan publik maupun swasta,dapatberlangsungdenganbaik. Dalam pelaksanaannya, berbagai strategi pemanfaatan ruang yang diwujudkan dalam bentuk struktur kota atau wilayah, dipercaya akan dapat mewujudkan tiga hal sekaligus, yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan sosial, dan perlindungan ekosistem alam. Para ahli perencana ruang (baik secara sadarataupuntidak)sangatpercayabahwa implementasidarirencanatataruangakan terjadi secara alamiah—ketika di dalam sebuah rencana tata ruang terdapat halhalyangdapatdigunakansebagaiinstruksi yangjelasbagisektorpublikuntukmenempatkan investasinya—serta arahan yang tegas bagi sektor swasta untuk dapat melokasikan aktivitasnya. Dalam hal ini yang dibutuhkan hanyalah kesungguhan dari (lagi-lagi) pemerintah untuk mengawal pelaksanaan rencana tata ruang tersebut serta ketaatan sektor swasta (terutama pengembang atau developer) terhadap arahan lokasi pembangunan yang ditetapkan. Namun ada beberapa kenyataan yang

mungkindilupakan,entahdengansengaja ataupun tidak, oleh para ahli perencana kota dan wilayah ketika menyusun sebuah rencana tata ruang—meski (seharusnya) kenyataan tersebut sangat disadari keberadaannya oleh mereka. Adalah kenyataan bahwa perencana tidak pernah bekerja dalam ruang netral dan bebas nilai dimana setiappihakyangterkaitdapattertampung aspirasinya dengan baik dalam sebuah produk rencana tata ruang. Di samping itu, perencana dan rencana yang dihasilkannya tentunya tidak akan pernah dan tidak mungkin bisa lepas dari isu politik, ekonomidansosial.Sehinggasetiappendekatan digunakan, meski terlihat sangat teknis dan rasional sekalipun, dapat saja disambut dengan baik suatu pihak namun ditolak pihak lain atas pertimbangan dari berbagai isu tersebut. Terkait hal itu, tak dapat disangkal lagi bahwa pihak swasta, terutama investor, pengusaha, dan pengembang properti memiliki kekuatan cukup dominan membentuk “wajah” kota dan wilayah, yaitu modal. Di lain pihak, masyarakat umum juga memiliki kepentinganjugakekuatan yang sangat besar dalam untuk menentukan arah pembangunan, yaitu massa, yang dapat digunakan menolak produk rencana terutama ketika tidak sesuai harapan mereka. Dengan adanyaberbagaikenyataan ini, maka pemahaman terhadap dinamika politik, ekonomi dan pasar, juga sosial dan budaya masyarakat menjadi keharusan dalam upaya penyusunan sebuah rencana tata ruang. Dan ketika pemahaman itu tidak ada ataupun tidak tercermin dengan nyata dalamrencanapenataanruangdanproses penyusunanya, maka akan sangat sulit menjalankan perannya sebagai alat mengawal jalannya pembangunan.

Terutama tiga yang disebutkan sebelumnya,yaitu:pemerintah,swasta,danmasyarakat. Hasil komunikasi dan negosiasi tersebut tidak hanya menentukan apa yang seharusnya terkandung dalam suatu rencana tata ruang tapi juga bagaimana suatu rencana dapat dilaksanakan serta apa saja yang diperlukan dan dapat dilakukan untuk melaksanakannya. Karena itu, sebuah rencana tata ruang pada akhirnya adalah suatu bentuk harmonisasi dari daya dukung pihak-pihak tadi dengan daya dukung fisik ruang yang ada. Dan ketika para perencanahanyamampumemahamidan mengakomodasi daya dukung fisik ruang secara teknis tanpa mampu memperhitungkan daya dukung pihak-pihak tersebut. Maka wajar saja apabila sebuah rencana akan sulit diwujudkan atau hanya mampu dijadikan sebagai penambah isi rak buku.

Tantangan bagi para ahli Para ahli perencana wilayah dan kota tidak dapat lagi menganggap proses perencanaan tata ruang dapat semata dilakukan dengan pendekatan bersifat teknokratis. Di samping itu, para ahli perencana wilayah dan kota juga tidak dapat lagimenjadikanimplementasidarirencana tata ruang sebagai sesuatu yang berada di luar tanggung jawabnya. Perencana wilayah dan kota harus dapat menyadari bahwa perencanaan tata ruang adalah sebuah proses komunikasi dan negosiasi yang berketerusan antar berbagai pihak yang terlibat dalam pemanfaatan ruang.

* Plt Gubsu: Pelihara semangat Kartini - Termasuk semangat terus bersama 2013

Penulis adalah Staf Peneliti Radboud University Nijmegen, Belanda, Saat Ini Sedang Melakukan Studi Doktoral Di Tempat Yang Sama Untuk Bidang Manajemen Pemanfaatan Ruang Kota (Urban Land-Use Management).

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ dengan disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim adalah karya orisinil, belum/tidak diterbitkan di Media manapun.Tulisan menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH

* 221 SPBU di Sumut belum jual Pertamax - Makanya jangan dipaksakan * 1.320 ha sawah di Sergai terancam kekeringan - Terlalu sibuk, lupa dengan sawah,he...he...he

oel

D Wak


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.