Waspada, Jumat 24 Agustus 2012

Page 23

Mimbar Jumat

WASPADA Jumat 24 Agustus 2012

Berbuat Kebajikan Dan Silaturrahim ’’Attikullah wa-attikul Rasul.’’ Kita diperintah untuk mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya, serta menjadikan Rasulullah SAW sebagai teladan dalam hidup dan kehidupan kita di dunia. Rasulullah SAW dalam satu sabdanya bertanya: ’’Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan puasa?’’ para sahabat menjawab, ’’Tentu ya Rasulullah.’’ Sesuatu yang cepat mendatangkan kebaikan adalah balasan (pahala) orang yang berbuat kebajikan dan menghubungkan silaturrahim. Sedangkan yang paling cepat mendatangkan kejahatan ialah balasan (siksaan) orang yang berbuat jahat dan memutuskan hubungan kekeluargaan.’’ (HR Ibnu Majah). Rasulullah SAW kemudian menjelaskan perlunya silaturrahim dengan cara mendamaikan orang yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua itu) adalah amal shaleh yang besar pahalanya. Momentum hari raya ini paling pas untuk menyambung dan menjalin silaturrahim. Kepada teman atau saudara dekat maupun teman dan saudara jauh. Barang siapa ingin diperpanjangkan usianya dan diberbanyak rezekinya hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan (silaturrahim).’’ (HR Bukhari – Muslim). Pertanyaannya: Sejauh manakah kita sudah memahami makna ukhuwah islamiyah? Dari sinilah Rasulullah SAW mengawali amanah kerasulannya. Betapa Rasul menyadari bahwa penyempurnaan akhlak pada hakikatnya adalah mengubah karakter dasar manusia. Karakter akan berubah seiring dengan munculnya kesadaran setiap orang akan jati dirinya. Ten tu saja masih ada perbuatan Rasululah SAW yang mestinya dapat kita contoh, di antaranya: 1. Menghubungkan tali silaturahmi kepada orang yang telah memutuskan silaturahmi dengan engkau, 2. Memberikan sesuatu (hadiah) kepada orang yang tidak pernah memberi sesuatu kepada orang yang tidak pernah memberi sesuatu kepada engkau, 3. Hendaklah engkau bersabar kepada orang yang menganggap engkau orang bodoh.’’ (HR Hakim). (Abdullah Gymnastiar, Refleksi Manajemen Qolbu, 2003, MQ Publishing, Bandung).

Rahasia Di Balik Puasa Dr Suhrawardi K Lubis, SH., Sp.N.,MH Wakil Ketua PWM-SU Dan Dosen Pascasajana UMSU

T

ulisan ini dimulai dengan suatu pertanyaan, kenapa kita mesti puasa? Lazimnya, banyak yang menjawab umat Islam mesti puasa disebabkan karena ibadah puasa merupakan ibadah yang diwajibkan Allah SWT kepada umat Islam sebagaimana disampaikan dalam Alquran Surat al-Baqarah ayat 185 yang artinya “Hai orangorang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Selain jawaban di atas, banyak juga yang menjawab bahwa puasa merupakan rukun Islam yang keempat. Karena itu, puasa harus dijalankan (kecuali ada hal-hal yang membolehkan ia tidak puasa, seperti sakit dan dalam perjalanan). Sebab apabila tidak menjalankan puasa berarti rukun Islam tidak lengkap, dengan demikian identitas sebagai seorang Islam tidak terpenuhi. Dengan demikian, berarti ia tidak Islam. Kedua-dua jawaban di atas memang benar. Cuma saja, apabila seseorang menjalankan ibadah puasa hanya semata-mata karena kewajiban dan Rukun Islam, maka ibadah puasa yang dijalani akan dirasakan sebagai suatu keterpaksaan. Apabila sesuatu aktivitas ibadah ataupun suatu pekerjaan dijalani hanya berdasarkan kewajiban keterpaksaan semata, maka aktivitas ibadah dan pekerjaan tersebut akan dirasakan sebagai suatu beban yang memberatkan dan melaksanakannya pun dirasakan sebagai suatu keterpaksaan belaka. Namun, apabila suatu ibadah dan pekerjaan dilakukan dengan kesadaran dan keikhlasan yang tinggi dan bahkan dipandang sebagai suatu keperluan dan kebutuhan hidup, aktivitas ibadah dan pekerjaan tersebut akan dijalani dengan kegembiraan dan senang hati tanpa ada suatu beban atau paksaan. Aktivitas ibadah dan pekerjaan yang dijalani tanpa beban akan dirasakan sebagai suatu kenikmatan dan kebahagian tersendiri. Untuk itu, dalam tulisan ini akan dicoba diuraikan rahasiarahasia yang ada dibalik ibadah puasa tersebut. Hikmah Puasa Kalau dilakukan analisis tentang rahasiarahasia yang ada di balik amalan ibadah puasa, tentu banyak sekali hikmah yang diperoleh, baik hikmah untuk pembentukan karakter maupun hikmah yang bersifat fisik. Diantara hikmah-hikmah tersebut seperti dikemukakan Ahmad AlJurjawi, yaitu sebagai rasa syukur kepada Allah, mendidik untuk amanah, menekan karakter setan yang ada dalam diri, puasa itu menyehatkan, mengendalikan nafsu syahwat dan menumbuhkan rasa empati terhadap fakir miskin. Hikmah pertama.Ibadah Puasa dijalani sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diterima. Nikmat yang diterima dari Allah SWT tentu jumlahnya tidak terhingga. Karena banyaknya nikmat yang diterima, manusia tidak sanggup menghitung. Tidak usah jauh-jauh, coba saja hitung satu persatu jumlah anggota tubuh yang dimiliki, pastilah tidak akan dapat dihitung. Apalagi lagi nikmat akal fikiran yang dimiliki manusia. Bayangkan, orang yang hanya berukuran dua meter dapat membangun gedung ratusan tingkat. Bahkan dapat membuat pesawat terbang bertingkat yang sanggup terbang antar benua untuk membawa penumpang hingga ratusan dan bahkan ribuan orang. Begitu luar biasanya nikmat yang diberikan Allah kepada manusia. Bahkan melebihi nikmat yang diberikan kepada makhluk lainnya. Karena itu, wajar kalau manusia bersyukur atas nikmat tersebut dan apabila tidak mau mensyukuri nikmat yang diberikan Allah dengan cara berpuasa, berarti tergolong orang yang tidak mau berterima kasih atau kufur nikmat.

Hikmah kedua. Dengan puasa Allah SWT mendidik umat Islam dapat memelihara dan menjalankan amanah. Sebab, dalam menjalanani ibadah puasa, tidak seorangpun yang tahu seseorang itu berpuasa selain Allah dan dirinya sendiri. Sebenarnya, kalau minum dan makanpun orang lain tidak akan mengetahuinya, hanya saja berarti ia menghianati amanah. Dalam kaitan ini, ibadah puasa bertujuan untuk melatih diri dan berlaku amanah/jujur terhadap setiap amanah yang diberikan, baik amanah Allah SWT, amanah negara, amanah rakyat, amanah organisasi atau amanah yang diberikan oleh siapapun. Hikmah ketiga. Dalam diri manusia ada dua karakter yang berbeda, yaitu karakter setan dan karakter malaikat. Karakter setan cendrung me-nyebabkan manusia berbuat maksiat dan dosa, bahkan bisa jadi berprilaku seperti binatang (babi, anjing, kera, labalaba) bahkan balhum adhol (melebihi prilaku binatang). Kenapa balhum adhol, karena harimau apabila membunuh mangsanya, langsung diterkam dan mati. Sedangkan manusia, dimulai dengan merampok hartanya, kemudian memperkosa, selanjutnya dibunuhnya, kemudian baru dimutilasi. Tentulah perilaku seperti ini merupakan karakter setan yang melebihi perilaku binatang. Sebaliknya krakter Malaikat selalu taat kepada Allah SWT. tanpa reserve. Nah, melalui ibadah puasa ini, umat Islam berusaha menekan karakter setan yang ada dalam dirinya, dengan cara mengembangkan krakter malaikat. Hikmah keempat. Puasa membuat sehat, karena perut merupakan sumber penyakit. Jika seseorang mampu menjaga yang masuk ke dalam perut, maka ia akan sehat. Adapun alasan puasa menyehatkan adalah: 1. puasa memberi kesempatan beristirahat kepada sistem pencernaan. 2. Memberi kesempatan kepada sel dan jaringan tubuh untuk memperbaharui diri, zat sisa dan radikal bebas dan sisa proses metabolisme akan keluar dari tubuh (puasa merupakan servis gratis tubuh), 3. Puasa akan membentuk sel-sel baru, karena pada saat rasa lapar waktu puasa, tubuh bereaksi melahap sel-sel rusak, dan diganti dengan sel-sel baru. Jadi puasa ibarat dokter bedah. Untuk itu, jangan anggap rasa lapar itu sebagai suatu penderitaan, karena puasa akan menimbulkan manfaat yang besar. 4. Puasa memurnikan racun, melalui ginjal, paru-paru, kelenjer dan kulit. Cadangan lemak yang ada dalam tubuh akan diubah menjadi energi. 5. Puasa dapat menambah jumlah sel darah putih untuk kekebalan tubuh dan 6. Berpuasa dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Hikmah kelima. Puasa mengendalikan nafsu syahwat. Rasululullah SAW menyuruh anak muda untuk menikah, tapi kalau belum mampu solusinya diminta untuk berpuasa. Kenapa berpuasa? Sebab, dengan menjalani ritual puasa, hawa nafsu akan mudah untuk dikendalikan. Hikmah keenam. Puasa dapat menumbuhkan rasa empati terhadap penderitaan orang miskin. Dengan puasa dapat dirasakan bagaimana laparnya orang-orang yang jarang makan disebabkan kemiskinannya. Dengan puasa, diharapkan hati akan lembut, sehingga dia tidak kikir, tidak pelit dan mau berbagi dan memperhatikan orang-orang miskin yang ada di sekelilingnya. Konon Nabi Yusuf a.s tidak akan makan sebelum merasa sangat lapar, ini dilakukan Nabi Yusuf sebagai cara untuk selalu ingat kepada fakir miskin. Sebaliknya, orang yang tidak pernah merasa lapar tentu tidak akan memiliki empati kepada kepentingan fakir miskin. Sebab perutnya selalu kenyang. Apabila perut selalu kenyang, lazimnya akan melahirkan sikap egois dan tidak peduli terhadap penderitaan orang lain yang ada di sekelilingnya.

Puasa memurnikan racun, melalui ginjal, paru-paru, kelenjer dan kulit. Cadangan lemak dalam tubuh diubah menjadi energi. Puasa juga dapat menambah jumlah sel darah putih untuk kekebalan tubuh.

B9

Etos Berbagi: Bercermin Pada Akhlak Nabi Muhammad SAW Oleh Azhari Akmal Tarigan Staf Pengajar Fakultas Syari’ah IAIN.SU Medan dan Koordinator Tim Penulis Tafsir UTS

M

enyangkut kepribadian Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang sering disampaikan para muballigh dan ustaz dalam ceramah-ceramah maulidnya, ada beberapa hal yang menurut saya perlu kita kaji kembali. Pertama, Nabi Muhammad disebut sebagai orang yang miskin. Tidaklah mengherankan ada ustaz yang mengajarkan do’a kepada jama’ahnya yang disinyalir sebagai do’anya Nabi Muhammad SAW, “ya Allah hidupkanlah aku menjadi orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin dan kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin. Tidak mengherankan, cerita tentang Nabi adalah cerita kemiskinan dan kefakiran. Kedua, Nabi Muhammad diklaim sebagai orang yang ummi (tidak mampu membaca dan menulis). Berangkat dari logika berpikir seperti ini, keotentikan Alquran dikaitkan dengan ke ummian nabi Muhammad SAW. tentu kita akan bertanya, apakah kalau Nabi itu pintar lalu kita ragu dengan keorisinilan Alquran ?. Ketiga, Nabi Muhammad adalah contoh bagaimana syari’at poligami ditegakkan. Tentu tidak ada yang tahu pasti berapa sebenarnya kekayaan Nabi Muhammad SAW sebelum menikah dengan Khadijah. Namun yang jelas, sebelum menikah, Nabi adalah pekerja keras dan tangguh. Beliau pernah menjadi seorang penggembala dan juga sebagai mudharib yang melakukan kerjasama bisnis dengan sahib al-mal; Khadijah alKubra. Susah diterima akal jika Nabi Muhammad tidak memiliki harta dari usaha-usaha yang dilakukannya. Yang jelas ketika Nabi melamar Khadijah, jumlah mahar yang diserahkannya 20 ekor unta muda di tambah dengan 12 uqiyah (ons) emas. Suatu jumlah mahar yang cukup besar jika dikonversi ke mata uang kita saat ini. Andai Nabi miskin, mungkinkah ia dapat membayar mahar yang sedemikian besar ? Dari mana Nabi mendapatkan harta ? peninggalan orang tuanya, pemberian pamannya atau warisan kakeknya, agaknya pendapat tersebut sulit diterima. Argumentasi yang dapat diterima akal adalah, Nabi Muhammad memperolehnya dari usahanya sendiri terutama ketika ia

membangun kerjasama bisnis dengan Khadijah. Ketika Nabi mengajarkan bahwa tangan yang di atas lebih mulia dari tangan yang di bawah, tentu nabi harus menjadi teladan bagaimana menjadi orang kaya agar dapat memberi (tangan di atas) kepada yang miskin. Besar kemungkinan nabi “menabung” dari hasil kerja keras yang dilakukannya saat itu. Tidak ada data yang dapat dipastikan berapa jumlah kekayaan Nabi Muhammad SAW setelah menikah dengan Khadijah. Informasi yang kita terima adalah, Nabi Muhammad selalu menafkahkan hartanya untuk jalan Allah (fi sabilillah). Nabi Muhammad sering membagibagikan harta, onta, tanah kepada sahabat-sahabatnya yang miskin kala itu. kisah Tsa’labah yang miskin yang diberi Nabi beberapa ekor kambing contoh yang paling dekat untuk menjelaskan kekayaan Nabi Muhammad SAW. Jika Nabi Muhammad SAW adalah orang kaya, sebenarnya tidak ada yang mengherankan di sini. Sebagaimana yang dicatatkan oleh Ali Syu’aibi sebagaimana yang dikutip Syafi’i Antonio di dalam bukunya, Super Leader Super Manager, yang membagi kekayaan Nabi Muhammad kepada tiga macam. Pertama, yang dijadikan Allah SWT sebagai fai’ (harta yang ditinggalkan musuh) untuk Rasul dan kaum muslim tan-pa harus melewati pertempuran. Banyak contoh sejarah, misalnya orang Yahudi yang meninggalkan hartanya dengan konvensasi keselamatan dari Islam ketika mereka meninggalkan Madinah. Ketiga, al-shafi harta yang dipilih Rasul dari harta ghanimah (harta hasil rampasan perang) sebelum dibagikan kepada tentara Islam. Ketiga, al-sahm yaitu beberapa bagian di luar seperlima yang merupakan hak Rasul sebagaimana yang diamanatkan Alquran. Ketiga bentuk penerimaan Rasul di atas belum termasuk lagi hartaharta yang diberikan orang lain kepadanya. Contoh yang populer adalah tanah Fadak (daerah otonomi pemerintahan Yahudi di Hijaz). Tanah ini menjadi milik Nabi Muhammad setelah diserahkan orang Yahudi kepada Nabi tanpa melalui perang. Mereka meninggalkan Fa-

Kedermawan tidak akan menyebabkan kemiskinan. Sebaliknya, kedermawanan merupakan jalan yang a k a n m e n gh a n ta r k ita menjadi makhluk yang berkelimpahan. dak dan meminta jaminan kepada Nabi agar dapat keluar dari wilayah Islam dengan aman. Bahkan Nabi pernah menerima 90.000 dirham dari seseorang, namun ia memba-gikan seluruhnya kepada umat Islam sampai uangnya habis. Tidak kalah menariknya, Nabi juga banyak menerima harta sebagai hadiah dari hubungan baiknya dengan pihak luar. Contohnya, Nabi pernah menerima harta dari Muqauqis, Al-Haris bin Abi Syamr al-Ghassani dan sebagainya. Tidak tanggung-tanggung, terkadang mereka memberikan budak perempuan dan laki-laki, emas, pakaian, keledai, kuda dan se-bagainya. Karya Syu’aibi yang ber-judul, Muhammad Seorang Milyuner ? dengan cukup baik menjelaskan bagaimana memperoleh kekayaannya. Tidak berlebihan jika disebut Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin yang kaya. Di samping fakta-fakta yang telah diberikan oleh Syu’aibi di atas, ajaran Islam tentang ekonomi juga dapat menjadi bukti kekayaan Nabi Muhammad SAW. Lihat saja dalam mu’amalah Islam, ajaran ekonominya tetap bermuara pada pemberdayaan orang miskin, apakah lewat institusi mudharabah, musyarakah, qardh, ataupun lewat institusi sosial lainnya seperti zakat, infaq, sadaqah, waqf, hadiah, hibah dan lainnya. Intinya dari sisi ajaran, Islam mendorong umatnya untuk menjadi orang kaya, dan Nabi adalah contoh ideal bagaimana menjadi orang kaya yang baik. Bedanya dengan kebanyakan orang kaya saat ini adalah, Nabi tidak pernah memanfa’atkan kekayaannya untuk kesenangan dirinya sendiri. ketika ia meninggal dunia, yang ditinggalkannya hanyalah Alquran dan Hadis sebagai pedoman umat Islam. Ia tidak mewariskan harta kepada keluarganya dan ummatnya. Ia juga tidak mewariskan hutang piutang. Namun yang pasti ia me-

wariskan satu pelajaran penting kaitannya dengan harta. Sejatinya, harta yang berlimpah ha-ruslah digunakan untuk membantu orang lain. Kesenangan memiliki harta bukan pada menikmatinya tetapi bagaimana harta yang dimiliki juga dapat dinikmati orang lain. Orang dapat mengambil manfaat dari apa yang kita miliki. Kenikmatan sejati sesungguhnya pada memberi bukan ketika menerima atau menikmati. Satu hal yang harus disadari adalah, kedermawan tidak akan menyebabkan kemiskinan. Sebaliknya, kedermawanan merupakan jalan yang akan menghantar kita menjadi makhluk yang berkelimpahan. Orang yang selalu membagi hartanya buat orang lain, apakah untuk orang miskin, orang-orang yang lemah, korban bencana, dan siapa saja yang membutuhkan, sesungguhnya ia sedang mengambil kunci surga. Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa kunci surga itu selalu bersama orang-orang miskin. Artinya, orang yang menginginkan surga maka jalan yang harus ditempuhnya adalah selalu bersama orang miskin. Makna selalu bersama orang miskin bukan dalam makna jarak. Lebih dari itu makna dekat adalah mengayomi. Pada saat orang miskin merasakan lapar, kita hadir untuk memberinya makan. Pada saat orang miskin sakit, kita datang untuk memberinya obat. Pada saat orang miskin kedinginan, maka kita datang memberinya selimut. Sekali lagi, apapun yang kita berikan untuk orang miskin tidak akan pernah memiskinkan kita. Jika disadari, infaq dan sadaqah, hakikatnya adalah harta yang kita pinjamkan kepada Allah, pastilah Allah akan menggantinya. Tidak saja memberikan apa yang telah kita berikan tetapi juga akan melipatgandakan apa yang telah kita berikan itu. Semoga.

Akhlak Makan Minum Pada Lebaran Oleh Ahmad Taufik Nasution, SAg, MPd.I Dosen STAIS, Wakil Kepala Sekolah SMAN.1 B.Purba Deliserdang

D

i bulan Syawal ini, hendaknya orang yang setelah berpuasa Ramadhan dapat bersikap santun terhadap makanan (kue-kue, minuman dan sejenisnya). Makan dan minum yang berlebihan tidak saja tidak santun tapi melenceng dari tujuan puasa selama satu bulan—ingat, esensi puasa adalah pengendalian nafsu. Makanan dan minuman yang merupakan sumber kehidupan manusia juga merupakan “benda-benda” yang dapat merespon sikap manusia, karenanya diakhir Syawal dan menjelang bulan Syawal kita kembali melihat bagaimana sikap (akhlak) terhadap makanan dan minuman. Mungkin Anda tidak percaya apabila dikatakan bahwa makanan dapat merespons sikap manusia. Hasil percobaan yang dilakukan sebuah keluarga di Jepang—yang dikisahkan seorang ilmuan yang bernama Masaru Emoto membuat sikap Anda bisa berubah terhadap makanan. Sebuah anggota keluarga memasukkan nasi ke dalam dua buah botol. Kemudian menuliskan kata “terima kasih” pada sehelai kertas, lalu menempelkan kertas itu pada botol yang pertama, dan kata “bodoh” pada botol yang kedua. Setiap hari anggota keluarga mengucapkan kata-kata itu pada botol, selama sebulan. Hasilnya, nasi pada botol pertama terjadi fermentasi dengan aroma khas dan bewarna kuning, sedangkan botol kedua beroma basi berwarna hitam. Tulisan ini dimuat Masaru dalam buku The Massage from Water, dan beberapa keluarga di Jepang mencobanya. Ternyata mereka menceritakan dengan hasil yang sama dari keluarga di atas. Ada juga yang melakukan variasi dengan menambah botol ke tiga. Pada botol itu tidak diucapkan kata apa-apa. Hasilnya, nasi pada botol ketiga tersebut lebih hitam dan busuk. Boleh jadi hasil itu menunjukkan, lebih baik dicaci dari pada tidak dihiraukan sama sekali. Masaru juga melakukan penelitian terhadap air, melalui mikroskop dan kamera foto kecepatan tinggi selama hampir dua bulan dengan temannya, Kazuya. Seorang ilmuan di bidang terapan. Pada air diucapkan kata-kata tertentu, gambar dan musik. Se-

lanjutnya air itu dimasukkan ke dalam beberapa cawan kecil kemudian dibekukan 25 derajat celcius. Selanjutnya, air es itu dilihat melalui mikroskop. lalu difoto dengan kamera kecepatan tinggi, hasilnya menunjukkan butiranbutiran gambar kristal yang berbeda-beda. Pada penelitian berikutnya, mereka mengambil air, memasukkannya ke dalam dua botol. Pada botol pertama ditulis kata “cinta dan terima kasih” Pada botol yang kedua ditulis “kamu bodoh”,

dupkan pada ayat di atas berasal dari akar kata hayyun; hidup. Dari akar kata ini berkembang hayatun; hidup atau nyawa dan kata hayaa; hujan atau subur. Dari katakata itu dan turunan-turunan katanya mengandung makna bahwa setiap yang hidup pasti bernyawa dan berkembang biak (subur). Kata hayyun ini digunakan Alquran tidak saja untuk makhluk tertentu tapi juga pada seluruh makhluk biokimiawi yang hidup di dunia. Dengan demikian air menjadi sumber kehidupan

Rasulullah SAW mengajarkan membasuh tangan dengan air sebelum makan, mengucapkan “Allahumma barik fih; Ya Allah berkahilah pada air ini.” Kemudian ketika makanan dihadapan kita, lalu memakannya, dengan membaca, “Allahumma bariklana fima razaqtana waqina azabannar.” Setelah makan membaca doa lagi. Lalu dianjurkan berwudhu’ dengan air. kemudian kata-kata itu diucapkan pada air. Setelah itu dilakukan penelitian pada mikroskop, hasilnya air yang diucapkan “terima kasih,” airnya membentuk kristal persegi enam indah menawan, sedangkan air yang ditulis kata “kamu bodoh” berbentuk tidak beraturan. Ini membuktikan bahwa air ternyata bisa merespons apa yang kita ucapkan lakukan padanya. Air Sumber Kehidupan Alquran berbicara dengan jelas pada beberapa ayat yang menegaskan bahwa air sebagai sumber kehidupan, di antaranya diterangkan bahwa air menghidupkan berbagai buahbuahan (tumbuhan) di bumi sebagai rezeki bagi manusia (baca QS. Ibrahim/14: 32). Pada ayat lain menerangkan bahwa air sebagai minuman untuk makhluk hidup agar mereka bisa bertahan hidup (baca QS. Al-Furqan: 48-49). Jelasnya itu berbunyi: “..agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar kami memberi minum dengan air itu sebagaian besar dari makhluk kami, binatang-binantang ternak dan manusia yang banyak.” Kalimat linuhyiya; menghi-

makhluk—itu sebabnya manusia sulit bahkan tidak bisa hidup pada planet lain, karena disana tidak terdapat air. Bahkan, diri manusia 70 % terdiri dari unsur air. Hasil penelitian Masaru, selaras dengan Alquran, bahkan Alquran lebih jauh menerangkan bahwa air sebagai sumber kehidupan. Secara tersirat hasil penelitian Emuro menerangkan kepada kita bahwa Alquran ingin berbicara air sebagai sumber kehidupan yang bergerak dan dapat merespon tindakan bahkan sikap manusia. Akhlak Makanan & Minuman Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita setiap membasuh tangan dengan air sebelum makan mengucapkan “Allahumma barik fih; Ya Allah berkahilah pada air ini.” Kemudian ketika makanan dihadapan kita, lalu memakannya, dengan membaca, “Allahumma bariklana fima razaqtana waqina azabannar.” Setelah makan membaca doa lagi. Lalu dianjurkan berwudhu’ dengan air. Sebuah sikap yang santun dan berakhlak dengan air. Mengapa Nabi melakukan seperti itu padahal tidak pernah melakukan

penelitian seperti Masaru. Ini suatu bukti Nabi melakukan itu atas perintah dari Allah Sang Pencipta air. Akhlak Nabi terhadap makanan dan minuman tidak sampai di situ saja, dalam makan Beliau selalu menggunakan tangan kanan, dengan menggunakan beberapa jari tangan, agar makanan yang masuk sedikit demi sedikit. Beliau, mengambil makanan dari yang paling pinggir—jika Beliau makan dengan orang lain, mengambil makanan yang dekat dengan Beliau. Setelah makan beliau membersihkan makanan sehingga tidak tersisa—sampai-sampai piring tempat Nabi makan, bersih sebagaimana sebelum diletakan makanan, selanjutnya Beliau menjilat-jilat jarinya, agar tidak tersisa sedikit makanan pun pada jarinya—karena boleh jadi keberkahan itu ada pada makanan yang terakhir. Kemudian Beliau minum seteguk demi seteguk. Sebuah sikap yang demikian santun untuk kita teladani. Ternyata makanan dan minuman (air) harus kita sikapi dengan kata-kata (bacaan doa) yang santun, agar air memberi respons yang positip bagi kita. Doa bagi air sangat penting—khususnya sebelum minum, agar kristal dalam air berubah menjadi kristal yang berbentuk segi enam dan dapat bereaksi positif bagi kita. Suara-suara dan kata yang baik dapat mempengaruhi racun dalam air dan merubah menjadi air yang baik untuk kita minum. Selanjutnya air itu bisa bereaksi di dalam tubuh dengan positif. Sehingga memberi manfaat bagi kita seperti membawa racun dari dalam tubuh, lalu mengeluarkannya ketika kita membuang “air kecil”. Kata-kata “terima kasih dan cinta” pada air dapat direspon dengan baik, apalagi doa-doa yang diajarkan Allah kepada Nabi tentunya akan lebih baik lagi manfaatnya. Itu sebabnya kenapa Nabi ketika mengobati penyakit salah seorang sahabat, menggunakan air putih, Beliau membacakan surah Al-Fatiha—ummul Quran pada air itu, ternyata sahabat itu dapat sembuh atas izin Allah melaui air itu. Sekarang peristiwa itu harus dipahami bukan sesuatu yang abstrak tapi sesuatu yang realistis karena kaca mata ilmu pengetahuan sudah dapat melihatnya.Wallahu’alam.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.