Waspada, Jumat 21 Januari 2011

Page 15

Opini

WASPADA Jumat 21 Januari 2011

TAJUK RENCANA

Kasus Bahasa Batak

Panja Mafia Pajak Jangan Seperti Pansus Century

G

edung DPR RI bakal menjadi tontonan rakyat lagi dengan terbentuknya Panja Mafia Pajak diketuai Tjatur Sabto Edy. Bahkan, Panja Senin (24/ 1) sudah memanggil Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo terkait kasus Gayus untuk dimintai keterangan. Panja juga menyiapkan pemanggilan mantan Kapolri Jenderal (purn) Bambang Hendarso Danuri dll yang dipastikan jauh lebih banyak mengetahui kasus penyelewengan dan korupsi yang terjadi di Dirjen Pajak. Adalah hak DPR RI untuk membentuk Panja, sekalipun masyarakat melihat pembentukan Panja Mafia Pajak tidak memberi manfaat besar bagi penuntasan kasusnya. Mengapa banyak yang pesimis? Jawabnya, dalam kasus Bank Century tahun lalu pun DPR RI membentuk Pansus, tapi hasilnya benar-benar mengecewakan masyarakat. Hanya menjadi wacana dan sinetron semata, tidak ditindaklanjuti secara hukum. Uang habis rakyat kecewa! Jadi, wajar saja kalau banyak yang pesimis dengan pembentukan Panja Mafia Hukum terkait kasus GayusTambunan yang sudah divonis pengadilan dengan hukuman tujuh tahun penjara plus denda Rp300 juta. Soal ringannya hukuman Gayus membuat banyak pihak geleng-geleng kepala. Harusnya dihukum berat. Kalau tidak hukuman mati setidaknya seumur hidup, atau sama dengan tuntutan jaksa 20 tahun penjara. Namun hakim yang mengadili perkara Gayus hanya memvonis tujuh tahun. Ada apa dengan putusan hakim? Apakah ada pihak yang sengaja mensetting atau merekayasa, atau melakukan intervensi pada hakim? Hemat kita, hakim yang mengadili Gayus memiliki kredibilitas lumayan, terlebih lagi kalau melihat kejelian hakim ketua Albertina Ho asal Ambon yang tegas dan cermat, detail, mengorek keterangan dari semua pihak terkait perkara agar tidak salah dalam menjatuhkan vonis. Albertina HO,51, alumni FH Gajah Mada, Yogyakarta tahun 1979, dikenal teguh dalam pendirian, menolak menerima tamu di rumahnya—kecuali di kantor—karena tak ingin bermasalah. Hingga kini, Albertina Ho masih tinggal di Intisari rumah dinas, hidup sederhana karena berasal dari keluarga sederhana. Ia sendiri pernah bekerja sebagai penjaga warung membantu Hukuman mati bagi keluarganya semasa sekolah. Vonis rendah tujuh tahun karena kesakorupsi kelas kakap, lahan jaksa yang hanya menjerat Gayus dalam seumur hidup, atau mini- satu perkara korupsi dan penyelewengan pajak PT SAT. Dalam kasus PT SAT itu, majelis mal 15 tahun paling hakim menilai Gayus terbukti korupsi dan menyalahgunakan kewenangannya sebagai rendah. pegawai pajak. Akibat perbuatan Gayus negara dirugikan Rp 570 juta. Sedangkan kasus aset Rp 28 miliar, hakim Albertina Ho menyatakan dugaan suap dari Grup Bakrie dibuktikan dulu. Jadi, tidaklah aneh vonis hakim rendah buat Gayus karena pidana yang disangkakan oleh polisi dan jaksa hanya terkait kasus PT SAT yang tergolong kecil. Ini menjadi pelajaran untuk jaksamengusut kasus Gayus Cs yang besar nanti. Kalau saja Gayus dijerat dengan kasus-kasus kakap yang konon mencapai 151 kasus pajak lainnya, termasuk kasus tiga perusahaan Grup Bakrie: KPC, Arutmin, dan Bumi Resources, juga kasus Freeport, pastilah Gayus akan dihukum berat—jika terbukti. Sebab, kerugian negara bisa mencapai triliun rupiah, melibatkan banyak pegawai pajak hingga atasan Gayus lain, termasuk kemungkinan ‘’big fish’’ di jajaran Dirjen Pajak, bahkan Menteri Keuangan diduga terlibat. Kita berharap kasus Gayus ini bisa menguak kasus korupsi lainnya yang jauh lebih besar. Tapi, harapan itu terpulang dari keseriusan aparat penegak hukum kita, seperti Kapolri, Jaksa Agung, KPK, juga Presiden RI. Jika mereka serius menyikat seluruh koruptor kelas kakap, bangsa ini segera maju dan rakyatnya sejahtera, sekalipun bakal terjadi ‘’keguncangan’’ luar biasa di tahun awalnya. Tapi baik untuk bangsa ke depan. Syaratnya? Jatuhkan vonis berat pada semua koruptor agar menimbulkan efek jera di pemerintahan dan masyarakat. Kita tahu hukuman untuk pelaku korupsi sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Di UU itu hanya ada satu pasal yang mengatur hukuman mati, yakni Pasal 2 Ayat 2, di mana korupsi yang dilakukan saat negara dalam bahaya, krisis, ada bencana nasional, bisa dijatuhi hukuman mati. Kalau terima suap ancaman pidananya tidak sampai hukuman mati tapi dapat diberi hukuman maksimal. Belajarlah ke negara maju, bahkan China sukses dalam hal pemberantasan korupsi. Pejabat negara di negeri ‘’Tirai Bambu’’ itu takut korupsi karena hukumannya tegas dan berat. Korupsi dalam jumlah besar dan berdampak bagi rakyat banyak dihukum mati. Sangat beda dengan hukuman koruptor di Indonesia. Paling diganjar lima tahunan (pukul rata), setelah dijalani duapertiga plus remisi langsung keluar penjara bahkan bebas. Sehingga pelaku korupsi tidak pernah takut, semakin berkembang biak sudah bagaikan gurita mencengkeram mangsa, ibarat penyakit sudah sampai stadium terminal (mematikan). Melihat masih banyak Gayus-Gayus lainnya, momentum kekecewaan terhadap rendahnya vonis Gayus Tambunan, harus dapat dimanfaatkan. Panja DPR RI ‘’okeoke’’ saja, tapi jangan berharap banyak karena memang sudah ada bukti sebelumnya Pansus Century berakhir antiklimaks. Lebih baik KPK yang ambil alih.+

APA KOMENTAR ANDA SMS 081265134674

Faks 061 4510025

Email komentar@waspada.co.id

+6281396987022 Penangkapan PSK, gelandangan dan pengemis di Tanjungbalai tanpa pembinaan dan solusi kongkrit adalah mubazirkan uang rakyat. +6281361537242 Di Deli Serdang, rekrut pemain bola harus nyuap pengurus SMPE Jutaan RPH. Gajinya disunat pengurus. makanya PSDS hancur padahal banyak yang potensial. semoga tidak demikian di daerah lain. +6281361442341 MHN perhatian serius untuk menindak Kepsek,SMA N1 Sei Kepayang,Kab. Asahan, Atas ketidak tegasan Y Pada guru-guru yang MLS datang yang malas masuk kelas,kami sangat berharap pada bapak Bupati Asahan yang baru ini. Karena kami berharap sekali pada lembaga formal yang satu- satunya ada di tiga kecamatan. +6285262496920 Yth bapak Kapolre s Asahan, daerah Pulau Bandring tepatnya bengkel urut dan Bunut Barat tepatny a jln kelotok rawan maling rum ah, dalam minggu ini daerah bengkel urut dalam satu malam kehilangan dua kereta dan enam hp dalam satu malam, besoknya Bunut Barat jln kelotok kehi langan dua hp dalam satu malam, saya sebagai war ga setempat merasa resa dan was2,tolong pak anggota bapak di tempatkan di titik rawan yang saya sebutkan terutama pada tengah malam, terima kasih. +6281361442341 Mohon perhatian serius kepada Kanwil Kemenag Sumut, atas banyaknya kepala sekolah yang menyalah gunakan dana BOS, DAU,yang memberikan hak hak pada guru. +6281375843777 Bapak Bupati Taput yth tolong di peringati dokter mata RSU Swadana Tarutung tidak displin sering mangkir, bikin janji tidak tepat kami selaku pasien sangat kecewa kinerja RSU Taput. Atas perhatian bapak kami ucapkan trimakasih +6285261360527 Content: Musibah bagi orang-orang yang meninggalkan Shalat setiap waktu SUBUH: Diya akan disiksa selama 60 thn didalam neraka DZHUR: Dosanya seperti membunuh 1000 jiwa org Islam ASHAR: Dosanya seperti meruntuhkn Ka’bah MGRIB: Dosanya seperti berzina dengan ibu(jk laki2)/ berzina dgn bpk(jk wanita) ISYA: Allah tidak ridha ia hidup dibumi, & disuruh agar ia mencari bumi lain. Barang siapa yg meyebarkan sms ini sebanyak2 nya, maka percayalah anda akan memperoleh pahala karena secara tdk langsung telah mengingatkan kepada sesama manusia +6285261360527 Content: Pak Wali & jajaran Pemko Medan,apakah tdk malu memiliki Stadion Teladan? Stadion yang dulu kebanggaan kota Medan & mempunyai sejarah yang besar kini hilang sudah. Stadionnya seperti tidak terurus. Apalah gunanya membuat taman disekitar stadion,lebih bagus Stadionnya yang direnovasi. Tamannya pun dibuat asal jadi. Gimana ini pak dengan janji Bapak....

B5

Oleh Prof Amrin Saragih, PhD, MA Bagian dua (Habis)

Orang Batak muslim cenderung kurang bertahan atau kurang mempertahankan budaya dan resam Batak

S

ibeth (1991: 11) membagi bahasa yang digunakan orang Batak ke dalam tiga kelompok utama, yakni kelompok Angkola/Mandailing dan Toba di selatan, Pakpak/Dairi dan Karo di utara dan Simalungun di timur laut. Pengelompokan ini lebih bersifat geografis daripada lingustik. Berdasarkan kesalingterpahamannya sebagai kriteria linguistik bahasa yang digunakan oleh subsuku Batak dapat diurutkan dalam satu kontinum yang menunjukkan bahasa itu dapat merupakan dialek sampai bahasa yang berdiri sendiri. Di satu ujung kontinum itu terletak bahasa Angkola/Mandailing dan di ujung yang satu lagi bahasa Pakpak/Dairi seperti ditampilkan pada Figura 1. Tidak terdapat kesalingterpahaman antara penutur bahasa Angkola/Mandailing dan Pakpak/Dairi. Fakta ini meyakinkan bahwa kedua bahasa itu merupakan bahasa yang berbeda. Di antara kedua ujung kontinum itu terletak bahasa subsuku Toba. Sesudah itu terletak bahasa Simalungun dan kemudian bahasa subsuku Karo yang dekatdengan bahasa Pakpak/Dairi. Terdapat kesalingterpahaman antara penutur bahasa Angkola/Mandailing, Toba dan Simalungun. Dengan kata lain, jika penutur bahasa Angkola/Mandailing mengatakan sesuatu makna ucapannya masih dipahami orang Toba dan Simalungun. Hal ini berarti bahasa ketiga subsuku itu masih merupakan dialek bahasa yang sama. Terdapat kesalingterpahaman antara orang Simalungun dan Karo, yang menguatkan bahwa bahasa Simalungun dan Karo masih berkerabat. Dengan kata lain, kedua bahasa itu merupakan dialek. Selanjutnya, penutur bahasa Karo juga dipahami oleh orang Pakpak/ Dairi. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Karo dan Pakpak/Dairi masih merupakan dialek. Akan tetapi, jelas hampir tidak tedapat kesalingterpahaman antara Angkola/Mandailing atau Toba di satu sisi dan Karo atau Pakpak/Dairi. Hal ini menguatkan bahwa bahasa Angkola/Mandailing atau Toba sudah merupakan bahasa yang terpisah dari Karo atau Pakpak/Dairi. Kontinum sepertiditampilkan dalam Figura 1 juga menunjukkan jarak relatif bahasa yang digunakan subsuku Batak berdasarkan kesalingterpahaman. Dua faktor berdampak terhadap kebertahanan bahasa orang Batak. Pertama terkait dengan karakter atau temperamen subsuku Batak itu dan yang satu lagi amalan keyakinan atau agama. Sementara faktor pertama bersifat sosial, yang satu lagi bersifat individu. Karakter dan temperamen mempengaruhi intensitas ikatan kelompok, yang akhirnya berdampak pada pemertahanan amalan warisan budaya, termasuk kebertahanan bahasa. Walaupun memiliki dasar budaya yang sama, masing-masing subsuku Batak memiliki karakter dan temperamen sendiri. Subsuku Angkola/

Mandailing danToba yang tekait erat secara budaya dan geografis memiliki ikatan kelompok yang kuat. Dengan kata lain, kedua subsuku itu memilikikebersamaankelompokyangkuat. Hal ini membuat mereka mempertahankan warisan budaya termasuk kebertahanan bahasa. Akan tetapi, keduanya berbeda juga dalam karakter dan temperamen. Subsuku Angkola/Mandailing dikenal sebagai orang yang lembut dan berbicara berirama sementara subsukuToba cenderung keras dan berterus terang. Orang Tobadikenalberbicaraapa adanya sementara Angkola/Mandailing cenderung menyembunyikan sesuatu di balik ucapannya yang halus. Subsuku Simalungun, Karo dan Pakpak/Dairi dikenalsebagaisentimental dan tenang. Ketiganya memiliki ikatan kelompok yang kurang kuat. Hal ini membuat mereka lentur dan penuh toleransi kepada yang lain. Subsuku Simalungun merupakanyangpalinglemah dalam ikatan kelompoknya di antara ketiganya dengan urutan sebagai Karo— Pakpak/Dairi—Simalungun berdasarkan intensitas dari terkuat ke yang terlemah. Wilayah permukiman Simalungun telah dimasuki Toba. Juga dipahami bahwa lebih banyak orang bukan Simalungun, seperti Toba dan Jawa berdiam di daerah Simalungun daripada orang Simalungun sendiri. Simalungunlah yang paling adaptif dari ketiga subsuku itu. Toleransi, kelenturan dan keteradaptasian orang Siamalungun terealisasi dalam sikap mereka terhadap pendatang. Misalnya, ketika orang Toba datang ke daerah Simalungun, orang Simalungun menggunakan Bahasa Batak Toba bukannya Bahasa Simalungun. Karena hormatnya kepada tetangganya (Toba dan Karo), orang Simalungun biasanya menguasai Bahasa Toba, Karo, dan Simalungun. Sejumlah orang Simalungun juga dapat menggunakan dialek Angkola/ Mandailing. Karakter dan temperamen subsuku Batak itu telah mempengaruhi sikap mereka terhadap bahasa mereka. Secara khusus sikap itu telah berdampak terhadap kebertahanan terhadap bahasa mereka. Tingkat kebertahanan bahasa subsuku Batak diringkas dan ditampilkan dalam Figura 2. Seperti ditampilkan dalam Figura 2 Toba terletak di satu ujung kontinum, yang menunjukkan Toba memiliki kebertahan-

an bahasa yang sangat kuat. Simalungun dengan kebertahanan bahasanya yang sangat lemah terletak di ujung yang lain kontinum itu. Di antara kedua ujung kontinum itu terletak Pak-pak/dairi, Karo dan Angkola/Mandai-ling. Orang Karo memiliki kebertahanan yang lebih kuat dari Pakpak/Dairi. Fakta menunjukkan bahwa permukiman Karo dan Pakpak/Dairi telah dimasuki Toba. Orang Toba di daerah Pakpak/Dairi cenderung menggunakan bahasa mereka sendiri tetapi yang tinggal di Karo menggunakan Bahasa Karo. Subsuku Mandailing cenderung eksklusif dalam budaya dan sering mengatakan mereka bukan orang Batak lagi tetapi orang Mandailing saja. Kebanyakan Mandailing adalah muslim dan dengan begitu mereka menyebut diri mereka bukan Batak. Orang Batak muslim cenderung kurang bertahan atau kurang mempertahankan budaya dan resam Batak. Mereka cenderung kompromi dalam pelak-sanaan warisan Batak termasuk dalam kebertahanan Bahasa Batak. Ada dua sebab mengapa hal ini terjadi. Perta-ma orang Batak yangsudahmasukIslam cenderung kuat dan ingin memurnikan ajaran Islam dalam hidup mereka. Merekasangatmeyakini Allah SubahanaWataala, TuhanYang Maha Kuasa dan mengesakan Allah. Dampaknyaadalahmereka tidak lagi melaksanakan budaya dan warisan Batak jika amalan budaya dan warisan itu bertentangan dengan ajaran atau aqidah Islam. Dengan kata lain, mereka melaksanakan budaya Batak hanya jika tindakan budaya itu sejalan atau mendukung ajaran Islam termasukdalampemakaianbahasa. Ucapan atau kata yang terkait dengan animisme tidak lagi digunakan Batak muslim karena ucapan itu bertentangan dan menurunkan kadar ajaran Islam. Kedua, Islam di Sumatra disampaikan dan disebarkan dalam Bahasa Melayuatau Bahasa Indonesia. Pelajar di madrasah, maktab, atau sekolah Islam diajari Islam dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian, anak-anak dan remaja fasih menggunakan Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia dan kurang lancar berbahasa Batak. Karena mereka nampak enggan menggunakan Bahasa Batak, sering dikatakan di kalangan orang Batak bahwa Batak muslim itu bukan lagi orang Batak karena mereka cenderung mengamalkan budaya Melayu dan berbahasa Melayu atau berbahasa Indonesia. Batak Kristen dan pemeluk agama tradisional menyindir saudara mereka yang muslim sudah menjadi orang Melayu. Hal ini diperkuat lagi dengan perbuatan mereka yang sering tidak terkait lagi dengan budaya Batak. Misalnya, Batak muslim cenderung bernama atau memberi nama anak mereka dengan nama Arab atau bernuansa Arab. Beberapa orang

Batak muslim bahkan tidak mencantumkan marga mereka lagi. Jadi, dampak agama pada penutur Bahasa Batak yang bergama Islam adalah menurunnya kebertahanan Bahasa Batak. Berlawanan dengan keadaan Batak muslim, Batak Kristen memiliki kebertahanan bahasa yang lebih kuat. Kebertahanan Bahasa Batak yang terkuat di antara Batak Kristen disebabkan oleh dua hal. Pertama, banyak amalan budaya dan ritual Batak tidak bertentangan dengan ajaran Kristen atau tidak dilarang dalam ajaran Kristen dan terus diamalkan oleh orang Batak Kristen. Sebagai contoh, menari dalam pesta adat untuk orang meninggal yang dikenal sebagai pesta adat sayur matua, yang biasa dilakukan ketika orang Batak masih animisme, terus dilakukan orang Batak Kristen. Dari ketiga keyakinan atau agama itu, pemeluk agama tradisional Batak memiliki tingkat kebertahanan Bahasa Batak yang terkuat. Ini diikuti oleh Batak Kristen. Batak muslim memiliki kebertahanan bahasa yang paling rendah. Dengan demikian amalan dan praktik agama memiliki dampak terhadap kebertahanan Bahasa Batak seperti diringkas dan ditampilkan dalam Figura 6. Kesimpulan Satu dari 746 bahasa daerah di Indonesia adalah Bahasa Batak. Kebijakan bahasa nasional menetapkan secara seimbang atau proporsional fungsi dan peran tiga kelompok bahasa, yakni Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Bahasa Batak memiliki kebertahanan yang tingkatnya bervariasi berdasarkan ciri budaya, karakter, dan temperamen subsuku Angkola/Mandailing, Toba, Simalungun, Karo and Pakpak/ Dairi. Amalan agama juga mempengaruhi kebertahanan Bahasa Batak. Orang Batak yang memiliki kebertahanan bahasa yang kuat terhadap Bahasa Batak cenderung enggan dan menampik implementasi kebijakan bahasa nasional. Sebaliknya, orang Batak dengan tingkat kebertahanan Bahasa Batak terendah cenderung mendukung dan bermanfaat untuk kebijakan bahasa nasional. Akan tetapi, mereka yang tinggal di kota cenderung moderat dan merupakan harapan untuk mendukung kebijakan bahasa nasional secara proporsional. Kedua kelompok dengan kebertahanan Bahasa Batak yang terkuat atau terlemah memiliki resiko penurunan sikap positif terhadap kelompok bahasa yang lain. Yang diharapkan adalah orang Batak yang moderat dan proporsional dalam mendukung pengembangan ketiga kelompok bahasa itu sesuai dengan kbijakan bahasa nasional. Disarankan agar Pusat Bahasa mempertimbangkan tingkat kebertahanan bahasa ini dalam menerapkan kebijakan bahasa nasional. Penulis adalah Kepala Balai Bahasa Medan dan Guru Besar Universitas Negeri Medan

SBY (Pilih) Pahlawan Atau Pecundang Oleh Sofyan Harahap Bagai‘’makan buah simalakama’’dimakan mati bapak,tak dimakan mati ibu. Sama-sama berisiko.

S

elamat–dalambahasaBatak:Horas— kita ucapkan kepada Presiden Susilo BambangYudhoyono (SBY) dan Ibu AniYudhoyono,istriSBYyangsemakinsanter digadang-gadang partainya bakal menggantikan posisi SBY pada Pilpres 2014, tentunya atas gelar kehormatan seba-gai warga Batak, saat meresmikan TB Silalahi Center dan Museum Batak di Balige, Taput. Kalau SBY mendapat marga Siregar sekaligus gelar ‘’Patuan Sorimulia Raja’’. Patuan merupakan gelar kehormatan tertinggi di kalangan etnis Batak Mandailing, dalam bahasa Indonesia artinya Paduka Tuan. Sori berarti memberikan kemakmuran,keteladanandankenyamanan.Mulia sama dengan dihormati. Raja artinya pimpinan dalam acara adat. Sedangkan Ibu Ani diberi marga Pohan berikut gelar ‘’Naduma Harungguan Hasayangan’’ yang artinya permaisuri dan penyayang kepada sesama. Rasanya tidak kreatif terus mendebatkanapakahgelartersebutcukupprestisebuat SBY dan istrinya atau tidak, karena sesungguhnya masyarakat atau rakyat membutuhkan pemimpin bangsa yang tidak hanya popular dengan sederet gelar akademis dan gelar adat maupun etnis semata. Kita doakan saja mudah-mudahan saja gelar tersebut dapat meninggikan semangat dan tondinya SBY, agar ia mampu mengatasi permasalahanbangsayangsemakinkronisdiberbagai bidang, baik politik, hukum, sosial, ekonomi dll, seperti kritik pedas para tokoh lintas agamadanbanyaktokohmasyarakatlainnya seputar melemahnya kinerja pemerintahan belakangan ini, terutama hancurnya kredibilitasdibidangpenegakanhukumdengan terungkapnyakasusLapindo,Century,Gayus Tambunan dll. Potensi besar SBY Saya pribadi senang dengan kemampuandanpotensiyangdimilikiSBY,terutama saat ia berbicara. Penampilan dan sudut pandangnya elegan, luas dan tajam. Secara langsung dalam beberapa seminar nasional saya berusaha cermat menga-matinya, ternyata memang kemampuan SBY di atas rata-rata para akademisi, teru-tama dalam memaparkan gagasan, memberi interpretasi terkait perkem-bangan terbaru, analisis, kesimpulan, dan solusi. Saya pun termasuk intens mengikuti perjalanan karir SBY sejak masih aktif di militer. Saat menjabat Kepala Staf Territorial (Kaster) berpangkat Letjen TNI tahun 1997. Tentu saja saya masih ingat dan merasa beruntung bisa ngobrol dengan pimpinan tempat saya bekerja, Bunda Hj Ani Idrus (almarhumah) di ruang kerja yang penuh dengan

buku.BundalahyangmengatakanSBYbakal menjadi pemimpin di negeri ini kelak, meski nama SBY belum begitu popular dalam ingatan Bunda, di mana beliau karena faktor usia lanjut, berulang-ulang salah menyebut nama SBY. Apalagi nama SBY masih asing (saat itu) dan terbilang panjang pula. Atasan SBY, petinggi TNI masa itu, seperti Feisal Tanjung,Wiranto, Prabowo, Hartono dll lebih banyak diekspose media massa. Namun Bunda Ani Idrus punya‘’feeling’’ tepat kalau SBY lah yang bertubuh tinggi tegap kelak menjadi pemimpin bangsa Indonesia, dan semua itu (terbukti) menjadi kenyataan. Setelah menjabat menteri dan Presiden beberapa kali saya diberi kesempatan berdialoglangsung—terkaitpolitikdansolusi konflik Aceh— sehingga menambah keyakinan dalam diri saya bahwa sosok SBY cukup cerdas, sangat dinanti-nantikan oleh seluruh rakyat Indonesia untuk membenahi‘’carutmarut’’permasalahanbangsayangtakhentihentinya dilanda ‘’puting beliung’’ politik pasca reformasi 1998, masa pemerintahan BJ Habibie, beralih ke Presiden Abrurrahman Wahid, digantikan Megawati, sampai SBY memasuki periode kedua. Pahlawan atau pecundang Kalau melihat perkembangan terjadi belakangan ini, rasanya wajar semakin banyak rakyat kecewa pada kinerja pemerintahSBY-Boediono.Sayang,karenapotensi besar yang dimiliki SBY ternyata tidak mampu dimanfaatkan dan dioptimalkan bagi kemaslahatan masyarakat, bangsa, dan negara.Padahal,denganbesarnyadukungan rakyat yang memilihnya (60 persen) saat Pilpres 2009, seharusnya SBY bisa berbuat banyak dalam membenahi ‘’kebobrokan’’, terlebih lagi dalam konteks meluasnya kasus korupsi yang ‘’menjangkiti’’ seluruh departemen baik di pusat maupun daerah-daerah bagaikan virus penyakit mematikan mendera kehidupan rakyat kecil (wong cilik). Kondisi semakin kronisnya permasalahan bangsa tanpa adanya upaya nyata melakukan pembenahan, terutama di sektor penegakan hukum, membuat saya semula tidak yakin dan tidak menganggap penting pertemuan sejumlah tokoh lintas agama di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah kawasan Menteng, Jakarta. Ya, paling sama saja dengan kritik yang dilontarkan elemen masyarakat lain, termasuk LSM. Tak lebih sekadar kritik yang ‘’masuk kuping kiri ke luar kuping kanan’’. Tapi, melihat keberanian para tokoh lintas agama dalam membuat kesimpulan, terus terang saya angkat topi (salut).Ternyata, para tokoh lintas agama malah kompak dan

berani sekali dalam membuat ‘’kejutan’’ menyimpulkan sejumlah ‘’dosa besar’’ pemerintah saat ini. Tidak tanggung-tanggung jumlahnya, mencapai 18 poin yang merekasebutsebagai‘’kebohongan’’pemerintah SBY sehingga tak ayal membuat, para pendukung dan loyalis SBY‘’kepanasan’’, termasuk para menteri dan kader partainya. Kini, Presiden SBY pun dihadapkan pada dua pilihan.Tak ubahnya seperti‘’memakan buah simalakama’’, dimakan mati bapak, tak dimakan mati ibu. Jika mau dianggap sebagai Presiden RI berhasil, diapresiasi publik, maka SBY harus tegas dalam menegakkan supremasi hukum, serius mensejahterakan rakyat, dengan menja-lankan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Dan pasti ada risiko karena banyak menjadi korban. Atau, SBY (bisa) dicap sebagai mantan Presiden RI yang memiliki ‘’track record’ buruk (pecundang) di mata rakyat? Imej itu akan terbentuk bila ia tidakmengubah manajemen peme-rintahannya dengan tetap mengabaikan tuntutan para tokoh lintas agama. Masyarakat —sebagaimana juga saya— patut bersyukur atas keberanian para tokoh lintas agama dalam menyuarakan fakta dan kebenaran. Mereka adalah mantan Ketua UmumPPMuhammadiyahSyafiiMaarifdan Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah). Juga tokoh Nahdlatul Ulama (NU) SalahuddinWahid. Merekalah yang memberi pernyataan terbuka, lugas, seputar ‘’kebohongan’’ pemerintah SBY pada Senin 11 Januari 2011. Tokoh lainnya Andreas A Yewangoe, Bikkhu Pannyavaro, Mgr D Situmorong, I Nyoman Udayana Sangging, Franz Magnis-Suseno dan Romo Benny S. Tentusajarakyat(wongcilik)pantasresah dan gelisah melihat model pemerintahan dan ketidaktegasan SBY dalam memimpin sebuah bangsa yang begitu besar potensi dan kemampuan sumber daya alamnya melimpah, namun begitu besar pula jumlah rakyatnya yang hidup miskin. Sehingga tidak hanyadidalamnegeribanyakpendudukkota hidup di bawah kolong jembatan, sampaisampai di luar negeri pun paraTKI kita hidup di bawah jembatan jalan di kota Madinah. KitaberharapPresidenSBYdan‘’ringsatu’’nya tidak hanya serius dalam membantah temuan 18 kebohongan tokoh lintas agama, tapi juga serius dalam menin-daklanjutinya dengan kerja keras, tegas. Pasti ada yang menjadi korban jika 12 instruksi Presiden SBY benar-benar dijalankan/tuntas sampai ke aktor intelektual (dalang). Kesimpulan Tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin menurun. Itu terbukti dengan turun tangannya secara langsung para tokoh lintas agama, menyuarakan hati nurani rakyat, membuka ‘’borok dan bobrok’’ pemerintah berbohong. Tentu, ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah wajib disahuti dengan cepat oleh Presiden SBY. Positif jika instruksi Presiden

SBY dilaksanakan dengan tuntas oleh bawahannya. Sebaliknya, citra SBY bisa hancur berkeping-keping, bahkan dianggap sebagai ‘’pecundang’’ jika ia gagal meningkatkan kinerja pemerintahan, sehingga kemiskinan dan kesenjangan semakin melebar. Kemampuan, performa, citra dan popularitas SBY dapat kembali mencuat, bahkan bisa menjadikan dirinya sebagai pahlawan bangsa jika dapat menyikapinya dengan tegas dan berani menegakkan hukum sebagai panglima. Berani menindak menteri yang salah, menindak tegas jajaran Satgas Pembe-rantasan Mafia Hukum, Polri dan Kejaksaan yang mempermainkan hukum, serta berani mundur jika merasa gagal. Tak pelak lagi, SBY tak punya pilihan lain, harus‘’fight’’ menjawab ketidakpuasan masyarakat yang semakin tinggi, tidak lagi mengulangkesalahansebagaitokoh‘’peragu’’ dan ‘’kompromis’’ agar kelak dikenang sebagai pahlawan, bukan pecundang.** Penulis adalah wartawan Waspada

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * DPRDSU: Pemerintah mampu ambil alih Inalum - Kalau tak mampu baru awak heran * Ratusan Kades di Sergai resah - Mulai tak terperhatikan kayaknya * Walikota Tg Balai tak tegas masalah sampah - Jangan sepele masalah sampah

oel

D Wak


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.