B A B
4 KPI: Antara Amputasi Kewenangan dan Tirani Regulator
U
ndang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) yang lahir pada era reformasi dapat dikatakan sebagai salah satu produk hukum yang demokratis. UU Penyiaran ini berusaha meletakkan prinsip-prinsip dasar sistem penyiaran demokratis dengan mendorong sistem penyiaran yang lebih terdesentralisasi. Dengan demikian, UU Penyiaran ini hendak menggeser dominasi negara yang sudah berlangsung selama kurang lebih tiga dekade, menggeser dari sentralisasi ke desentralisasi, dari otoritarianisme ke demokrasi.1 Sebagai usaha membangun sistem penyiaran yang demokratis, peran negara dalam hal regulasi media haruslah seminimal mungkin. Sebaliknya, peran negara harus lebih diletakkan dalam kerangka mendorong lembaga penyiaran publik dan komunitas demi menÂjaga keberagaman isi siaran. Untuk itulah, dibentuk Komisi PeÂnyiaran Indonesia (KPI) yang pada dasarnya diharapkan sebagai satu-satunya lembaga independen yang mempunyai wewenang un-
1
Lihat, misalnya, tulisan Amir Effendi Siregar 2008. “Regulasi, Peta, dan Perkembangan Media: Melawan Monopoli dan Mencegah Oligopoli Serta Membangun Keanekaragaman� Jurnal Sosial Demokrasi Vol 3 No. 1 Juli-September 2010.