Buku Sumber: Hak Atas Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia

Page 42

gerakan sosial keagamaan, tetapi selalu merupakan – memakai istilah yang diperkenalkan Jeremy Menchik (2016) baru-baru ini– suatu “nasionalisme yang berketuhanan” (Godly nationalism). Menchik memerikannya sebagai suatu komunitas imajiner (mengikuti pemerian nasionalisme yang mahsyur dari Bennedict Anderson) yang “diikat oleh pemahaman ajaran teisme orthodoks yang lazim, dan dimobilisasikan oleh negara bekerja sama dengan lembagalembaga keagamaan dalam masyarakat. Sejauh warga masyarakat percaya pada jalan-jalan menuju Allah yang direstui negara (statesanctioned pathways to God), maka mereka menjadi anggota penuh kelompok keagamaan yang resmi dan menerima perlindungan maupun keuntungan lainnya sebagai warga dari negara. […] Agar suatu nasionalisme berketuhanan dapat bertahan, maka negara harus memberi privilese pada beberapa agama dan mengadili mereka yang dituduh sesat dan menodai agama.” 41 Itu berarti mereka yang tidak mengikuti jalan agama yang direstui negara, atau malah menolaknya sama sekali (“ateis”), tidak mendapat bantuan maupun perlindungan serta keuntungan-keuntungan lain dari negara. Malah mereka bisa dihukum karena terang-terangan mengaku “ateis” di ranah publik dan menyebarkan paham itu. Kajian Menchik itu dapat menjadi optik bagi kita guna memeriksa bagaimana negara melakukan “politik agama” selama ini. Satu hal yang segera mencuat ke permukaan adalah rumusan sila pertama Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” – suatu rumusan yang, sebenarnya, sangat problematis karena dengan sangat mudah berbelok menjadi keyakinan monoteistik, yakni “Tuhan Yang Maha Esa”. Ini dapat dilihat dalam Konstitusi kita. Ayat 1 dari pasal 29 UUD 1945 menegaskan, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha 41

Lihat Menchik (2014). Artikel itu menjadi landasan disertasi Menchik yang kemudian diterbitkan sebagai Islam and Democracy in Indonesia: Tolerance without Liberalism, (Cambridge: Cambridge University Press, 2015), 67. Margaret Scott mengulas buku Menchik dan lainnya dalam esai menarik, “Indonesia: The Battle Over Islam”, dalam The New York Review of Books, 26 Mei 2016. Terima kasih pada Ihsan Ali-Fauzi yang telah mengirimkan edisi elektronik ulasan ini.

42


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.