Swara Kita, 14 Desember 2011

Page 13

RABU 14 DESEMBER 2011

SWARA KAMI

SWARA ANDA

Ketika harga melambung tinggi

Kemajuan di atas kertas

ENYAHKAN resah hari ini. Tapi, resah tak mau pergi. Salah urus negeri ini sudah sampai di ubun-ubun. Kelangkaan sudah menjadi pemandangan yang memusingkan dibarengi barisan memanjang dari antrian kekurangan energi yang menderas di banyak lokasi. Krisis yang berulang. Jejak lelah dan macet, rombongan bergerombol memenuhi jalan-jalan serta lapangan terbuka meneriakkan serapah. Berapa banyak yang siap menunggu di persimpangan tunggu? Berapa banyak manusia yang mau saja dijemur dan siap diguyur hujan. Orasi berisi janji, katanya berjuang untuk semua golongan dan siapa saja. Betapa umbar basi ini tidak terbukti sama sekali, sekian lama keberingasan sistem datang membodohi rakyat dan mengaku mau menjunjung tinggi keadilan yang sudah kehilangan jejak mencari bukti-bukti. Sorak menggema, mengalun sampai jauh ke segala pelosok. Di masa yang sudah lewat teriak sistem mendesak hati. “Kami memohon maaf kepada semua atas segala kesalahan masa silam yang masih menjalar sampai hari ini. Rakyat di sini untuk memilih sesuai kebutuhan dan sesuai kata hati yang terbeli. Kita di sini agar ketika tiba waktu, kami yang mendukung program rakyat akan menang.” Sekarang rakyat menuntut semua janji. Kapan rakyat didukung? Kapan program bagi rakyat tidak ditunda lagi dan bersyarat tidak membebani? Cuma janji yang belum terlaksana, selain kata-kata sombong yang berulangulang tanpa pernah dievaluasi. Berdesak-desakan menunggu yang tak pasti, harganya-pun semakin melambung tinggi. Namun, pesta mesti digelar. Irama menghentak semakin keras dan cemas. Sudah kita temukan betapa kepenatan terhadap sistem memuncak, berjuta maaf berteriak sinting, menyembah-nyembah seperti butuh, betapa rakyat yang dulunya diusir ke sana ke mari seperti lalat, hari ini masih saja dirayu janji. Semua mengaku yang terbaik dan menyebut mau berkawan. Namun, yang ada, rakyat dikawinkan dengan kegalauan bodoh, kemudian di lain waktu rakyat diperkosa beramai-ramai oleh sistem dan kebijakan yang bertopeng hukum. Diusap-usap, mekar dari kata yang tak bertumbuh, tapi otonomi marak dibahas dan tentu semua jadi suka dengan berbagai selentingan kabar. Hakhak kita terjagal oleh ketidaktahuan, dan bahwa kita pun layak menuntut negara karena pelayanan publiknya masih tidak becus. Korupsi yang merajalela dibidik, jangan-jangan sebab ada krisis energi dan krisis janji menyusul krisis harga diri, sehingga apa saja boleh padam dalam bimbang. Karena setiap saat energi boleh padam di lokasi-lokasi yang tidak berpengaruh pada pengambilan kebijakan. Inilah sehingga orang-orang bilang energi itu memang mahal. Tidak ada batas usia, semua masuk kategori yang baik-baik saja. Dan bila pemadaman energi tanpa pemberitahuan, itu adalah soal biasa saja. Padahal banyak peralatan dan sarana yang terpengaruh oleh pemadaman tiba-tiba. Ada tarif yang sudah diskenariokan malah sudah mulai dijalankan tanpa sosialisasi, namun dengan berbagai trik. Mereka yang tak tahu, tentu menganggap ini hal biasa. Karena yang didengus hanyalah yang sudah ditaruh di depan hidung. Kemalasan yang bersumber dari sistem yang membuat kita enggan mengkritisi. Mungkin karena belum merupakan kebutuhan, kabar gembira juga nantinya padam oleh waktu. Episode yang akan menyusul sudah terbaca. Bencana berkesinambungan serta kepanikan yang menggusar. Inti api sudah dinyalakan, dan siap-siap membakar siapa saja. Lihatlah damai yang diumbar berkali-kali sebagai perbantahan yang bertahan dalam isi hati demokrasi yang tidak ada tempat berpijaknya. Khotbah-khotbah demokrasi mengumumkan pengikisan kesalahan masa silam. Namun prilaku tak mendukung, oleh sebab itu demokrasi dipertanyakan lagi. Demokrasi telah menyilaukan sebagian kalangan. Mereka tidak menyadari bahwa sistem seperti membawa belati terhunus berlumur racun yang akan ditusukkan ke jantungnya sendiri. Kemelaratan yang tak juga mau pergi, serta kemiskinan yang jadi jualan di setiap proposal. Lalu nurani yang sudah sering membohongi dan dibohongi. Berapa tanya yang kau siapkan untuk menantang masa depan? Urutkan tiap butirnya di atas teori ini, lalu tentukan pilihanmu. Di balik itu skenario politis tertutup di kolong meja. Segala negosiasi menunggu berapa banyak kesejahteraan bagi hati dan diri sendiri sementara dibungkus rapi sebagai hadiah kedaulatan rakyat yang digiring ke ladang pembantaian teori. Kapan harga-harga boleh dikendalikan secara benar dan tak menyusahkan orang banyak hanya karena kepentingan para penimbun dan mereka yang bermain di lumpur issue? Lihatlah barisan yang tak bosan menunggu, walau selalu mendengus kesal dan kurang puas sebab ada begitu banyak keperluan juga yang terbantai hanya karena pesta ujung tahun yang memang selalu bikin pusing sejuta keliling. Mengharap mendung kering, tapi angin selalu menghentar issue yang lebih santer ke meja makan. Pergulatan politik. Skenario pembungkaman. Bakar diri. Demokrasi dan berbagai teori yang selalu membuat harga-harga semakin tak terjangkau. Mungkin menunggu sedikit lebih sabar, merelakan hari ini dengan segala konsekuensinya. Besok mungkin kita boleh mendapat yang lebih murah namun bermutu. Tunggu saja.

Redaksi REDAKSI menerima tulisan dalam bentuk opini, cerita, puisi atau apa saja. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengurangi makna yang dikandung tulisan itu. Kirimkan tulisan anda ke: redaksi@swarakita-manado.com atau langsung di antar ke redaksi d/a: Mega Smart VIII No.7 Kawasan Mega Mas Boulevard Manado Telp: 0431 841060, Fax: 0431 841071

ABAD REVOLUSI I:

Abad siapa? Milenium siapa? (2) Aijaz Ahmad Takenfrom: ArusBawah SAMA bisa dimengertinya, orang bisa mengatakan bahwa abad ini dibentuk sebagai segi tiga oleh kekuasaan imperialis di satu sisi, dan perjuangan menentang kekuasaannya pada sisi lain, yang dilancarkannya, utamanya oleh kekuatankekuatan sosialisme dan pembebasan nasional. Tidak satu-pun dari kekuatan-kekuatan ini berasal dari abad ke-20. Sejarah kapitalisme kolonialis merentang sepanjang setengah milenium, dan tak satupun rakyat yang disapu-bersih oleh kolonialisme tanpa melakukan perjuangan; dalam pengertian ini antikolonialisme itu sama tuanya dengan kolonialisme itu sendiri. Dan, sejumlah gagasan awal tentang sosialisme muncul pada akhir abad ke18, di dalam kawah Revolusi Prancis. Karena itu gagasan sosialisme itu sama

tuanya dengan gagasan tentang revolusi itu sendiri, dalam pengertian modern; dan, pada pertengahan abad ke-19, Marx dan Engels telah mulai merumuskan teori tentang revolusi proletariat yang diwarisi oleh abad ke-20. Akan tetapi, semua kekuatan ini – kapitalisme dan kolonialisme, serta sosialisme dan pembebasan nasional anti-kolonial – mengalami perubahan besar-besaran selama abad ke-20. Mengingat beberapa rinciannya memberi kita perspektif yang baik tentang perubahan-perubahan yang sangat penting ini. Partai-partai massa kelas buruh memang muncul di Eropa pada perempat terakhir abad ke-19, dan pada dasawarsa 1920-an partaipartai itu telah menduduki posisi-posisi penting di Parlemen, bahkan memenangkan pluralitas suara di negeri-negeri seperti Jerman, Austria, Belgia, Swedia, Norwegia, Findlandia, Italia, dan Negeri Belanda. Akan tetapi Revolusi Bol-

shevik adalah peristiwa kunci yang mengajukan persoalan perubahan revolusioner pada agenda di sejumlah negeri. Kombinasi partai-partai massa kelas buruh dan kemungkinan revolusi di seluruh benua [Eropa] inilah yang menghasilkan gejala fasisme. Tidak mengherankan bahwa fasisme paling ganas di empat negeri ini – Spanyol, Jerman, Italia, dan Austria – yang gerakan buruhnya paling kuat. Juga tidak mengejutkan bahwa kecenderungan-kecenderungan fasistis Kanan Jauh terus menjadi kecenderungan yang tepat waktu di zaman imperialisme sepanjang abad ini pada tingkat global. Tetapi Revolusi Bolshevik juga mengubah politik sosialis dari gejala Eropa menjadi gejala internasional, gejala global. Transformasi ini disebabkan oleh lima faktor. Bahwa pemutusan revolusioner pertama kali terjadi di masyarakat Russia yang umumnya agraris menghasilkan peruba-

han besar dalam teori revolusi, menempatkan persekutuan buruh-petani sebagai prasyarat bagi politik proletariat, yang dengan demikian membuka jalan bagi kaum tani untuk muncul sebagai kekuatan revolusioner. Semua revolusi yang meletus sesudah Revolusi Bolshevik terjadi di masyarakat yang umumnya petani. Kedua, teori Bolshevik, seperti yang dikemukakan oleh Lenin dan kawan-kawannya, serta menentang semua arus pemikiran borjuis Eropa, mengakui keabsahan persoalan nasional dan kolonial, yang dengan demikian mengakui perlunya perang pembebasan nasional di seluruh Asia, Afrika, Amerika Latin dan di sudut-sudut Eropa sendiri. Semua revolusi sosialis sesudahnya punya hubungan intrinsik dengan nasionalisme revolusioner dan anti-imperialisme, sedang politik komunis punya pengaruh yang besar pada banyak gerakan nasionalis, dari India sampai Afrika

Selatan. Ketiga, Komunis Internasional (Komintern) selama dua dasawarsa atau lebih merupakan tempat banyak orang revolusioner belajar mengenai teori dan praktek revolusi sosialis dan sebagai forum kaum militan dari seluruh dunia untuk belajar satu sama lain secara langsung, dengan sedikit halangan bahasa, ras, wilayah atau agama. Keempat, teori dan praktek sosialisme menjunjung tinggi gagasan bahwa perubahan revolusioner diperlukan tidak hanya oleh kelaskelas yang terbentuk di wilayah pemilikan dan produksi – dengan kata lain, buruh dan petani – tetapi juga oleh seluruh kelompok sosial yang menghadapi berbagai macam penindasan:

(bersambung)

Pembantaian Ribuan Orang Oleh Westerling Di Sulawesi Selatan

11 Desember harus diperingati secara Nasional (1) Oleh : Jozef B. Kalengkongan Penulis Mantan Wartawan Perang Komando Daerah Pertempuan Sulawesi Selatan Tenggara (KDPSST) PERISTIWA sejarah berdarah yang dialami oleh anak-anak bangsa di Sulawesi Selatan pada tanggal 11 Desember 1946, sepertinya mulai terlupakan. Sampai dengan sekitar tahun limapuluhan peristiwa 11 Desember tersebut, setiap tahun diperingati dengan berbagai cara, bukan saja di Sulawesi Selatan tapi di seluruh Indonesia, baik dengan mengingatkan lewat tulisan di media cetak, maupun dalam bentuk

penyelenggaraan seminar dan pertemuan serta ziarah ke makam-makam korban. Kini, sebuah angkatan generasi Bangsa sedang melenyap karena faktor usia. Generasi pengganti, sebagai penerus harus selalu diberi pengetahuan dan dimotifasi agar terhindar dari kemungkinan sikap acuh terhadap suatu peristiwa besar sejarah bangsa. Agar setiap kenangan terhadap peristiwa sejarah bangsa akan me-

numbuh-suburkan semangat juang patriotik serta meningkatkan penghayatan kepada kemanusiaan yang adil dan beradab. Peristiwa 11 Desember secara umum orang menyebutnya sebagai hari dimulainya pembantaian, pembunuhan serta penghilangan paksa yang secara ganas dilakukan oleh seorang militer kolonialis Belanda berpangkat Kapten bernama lengkap Raymond Piere Paul Westerling yang juga dijuluki sebagai si Turki karena ia dilahirkan di Istambul Turki. Peristiwa 11 Desember 1946 ini lazimnya orang menyebut sebagai hari “Korban 40.000 Jiwa di

Sulawesi Selatan”. Bahwa tentang jumlah angka korban 40.000 ini sampai saat ini masih terus dipersoalkan, ada pro dan kontranya. Karena memang belum ada data pasti yang secara akurat dilakukan. Tapi masalah utama pada bangsa Indonesia, bertalian dengan peristiwa tersebut bukanlah pada benar tidaknya angka 40.000 itu, tapi justeru pada kenyataan yang sebenarnya bahwa ada anak bangsa yang secara sadis telah dibantai oleh Kapten R.P.P. Westerling dengan Pasukan Khususnya Detasemen Tempur yang sangat terkenal dengan dengan keganasan dan kebengisannya.

Terlebih terhadap generasi penerus bangsa kiranya perlu dibekali dengan penjelasan dan pengetahuan bahwa peristiwa 11 Desember 1946, bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri. Tapi peristiwa itu sebuah mata rantai kejadian sejarah sebagai pembiasan diproklamasikannya Negara Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.

(bersambung)

CERITA di atas lembar-lembar pemberitaan, kemajuan dan peningkatan terus terjadi. Sebab tiap tahun anggaran sudah “pasti” selalu dikucurkan. Tahun 2011 ini akan berakhir. Tahun besok sudah menanti dengan anggaran yang baru lagi. Tentu anggaran bagi revitalisasi di semua sektor pada tahun ini sudah meningkat, seperti yang sosialisasikan oleh penyelenggara negara. Ada realita kenaikan harga pangan, dan itu juga sudah terjadi di daerah kita. Pertanyaannya, bagaimana dengan geliat revitalisasi pertanian di daerah kita? Kepala daerah beberapa waktu lalu saat mengadakan penyuluhan bagi penyuluh pertanian di daerah ini, sudah meminta kepada bupati dan walikota, supaya mengagendakan kedatangan gubernur di daerah, tentunya untuk urusan pertanian. Apakah ini sudah dilakukan? Sebab janji Kepala Daerah bahwa beliau akan menyisihkan waktu ke lahan pertanian. “Di sana kita mendengar langsung keluh-kesah dari petani. Antarkan saya ke daerah yang daerah pertanian kurang baik hasil pertaniannya, maka kita akan jadi tahu apa yang menjadi kendala dengan hasil pertanian itu,” kata Gubernur ketika pertemuan saat itu di ruang Huyula, Kantor Gubernur Sulut. Ini tentunya harus kembali diingatkan supaya, minimal, ada perhatian dari pemerintah untuk sektor pertanian di daerah kita. Jangan kita hanya terpaku pada issue peningkatan di atas kertas yang tak pernah jadi realita, sementara sektor-sektor yang disebut-sebut itu ternyata hanya sebuah teori. Sejurus dengan geliat di daerah, Kepala Negara, pada saat dilantik untuk periode pemerintahan 2009 – 2014 sudah mengumumkan begitu banyak janji bagi masyarakat luas. Coba kita kembali mengingat apa yang sudah ia sampaikan waktu lalu. Pada Agustus 2005 dan Agustus 2006, beliau pernah menyampaikan dalam pidato kenegaraan yang mana fokus program pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran melalui pembangunan infrastruktur dan revitalisasi pertanian, perikanan, serta kehutanan. Nah, seperti yang ia sampaikan, bahwa dalam revitalisasi pertanian target yang ingin dicapai adalah meningkatkan produksi beras sebesar 2 juta ton pada tahun lalu, dan akan terus ditingkatkan. Dari produksi gabah kering giling sebesar 54,66 juta ton pada 2006 menjadi 58,18 juta ton pada 2007. Hal ini didukung oleh kenaikan anggaran Departemen Pertanian sebesar Rp2,5 triliun, dari 6,2 triliun rupiah pada 2006 menjadi 8,7 triliun rupiah pada 2007. Spesifikasi dari kenaikan anggaran Departemen Pertanian tersebut antara lain, 1 triliun rupiah untuk subsidi benih, 745 miliar rupiah untuk jaminan kredit petani kecil, 500 miliar rupiah untuk subsidi bunga bagi petani kecil, dan sisanya lagi untuk peningkatan penyuluhan. Target pemerintah dalam produksi beras tahun-tahun yang sudah lewat tampaknya baik, minimal untuk memacu dan memotivasi Departemen Pertanian, yang implementasinya di daerah-daerah tentunya dinas pertanian dan institusi yang terkait dengan bidang itu boleh bekerja maksimal untuk mendukung upaya revitalisasi. Hanya memang kondisi ini harus terus ditingkatkan, mengingat saat ini justru negara kita dan beberapa negara di dunia sementara mengalami krisis pangan. Kemajuan jangan hanya pengumuman di atas kertas berita saja, mudah-mudahan semua masyarakat dapat menikmatinya.

E.K.S. Mapanget

KOMISARIS UTAMA: Ina Eryana. KOMISARIS: Christianus H. DIREKTUR UTAMA: Meilany Mongilala. DIREKTUR/PEMIMPIN REDAKSI: Hendra Zoenardjy. MANAGER UMUM/WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Michael Towoliu. REDAKTUR PELAKSANA: Ronald Rompas. KOORDINATOR LIPUTAN: Donny Wungow. KOORDINATOR BIDANG: Glenly Bagawie. MUSYAWARAH REDAKSI: Hendra Zoenardjy, Ronald Rompas, Donny Wungow, Glenly Bagawie. REDAKTUR: Glenly Bagawie, Tonny Mait, Daniel Kaligis, Finda Muhtar. REPORTER: Deddy Wakkary, Hanny Rais, Verdynan Manoppo. BIROBIRO: Glenly Bagawie (TOMOHON), Rommy Kaunang (MINAHASA), Rusdianto Rantesalu (MINUT), Servi Maradia (MINSEL), Stenly Lumempouw (MITRA), Wolter Pangalila (BITUNG), Sam Daleda (SANGIHE-TALAUD), Stenly Gaghunting (SITARO), Junaidi Amra (KOTAMOBAGU-BOLSEL-BOLTIM-BOLMONG-BOLMUT). KONTRIBUTOR: Heintje Mandagi (JAKARTA), Syaiful W Harahap (KHUSUS KESEHATAN). FOTOGRAFER: Bobby Rambing, KOORDINATOR ARTISTIK: Fajrin Haryanto. STAF ARTISTIK: Richard Tamara, Vecky Sentinuwo, Bobby Rambing. SEKRETARIS REDAKSI: Angelia Natasia Herline. MANAGER IKLAN: Herry Bagau, KOORDINATOR IKLAN: Stembri F Legi. TRAFFIC ADVERTISING: Aldo Larioh. SPECIAL AGENT: Debby Ch Lende. STAF IKLAN: Denny Moningka, Hervy Sumarandak, Malik Thaib, Romel Najoan,Lucy Dien, Didik Agusprianto. ADMINISTRASI IKLAN: Nancy Bertha. KOLEKTOR IKLAN: Brami Mogea. DESAIN GRAFIS: Raditha Yunika. MANAGER PEMASARAN: Noldy Poluan. STAF PEMASARAN: Meisisco Gaghana. ATDISTRIBUSI: Jendra (Minahasa, Tondano, Tomohon), Sterfi Lumangkun (Bitung), Alfrits Samolah (Minahasa), Marchel Wowor, Denny Poluan, Steven Manengkey. (Manado), Ivent Mamentiwalo (Bolmong Raya, Sitaro, Sangihe). PACKING: Samiun Hulantu. TIM PENGEMBANGAN: Juan Saraun. KOLEKTOR PEMASARAN: Reinold Welong, ADMINISTRASI: Lisa Wuisan. STAF UMUM: Deydi Mokoginta. SEKRETARIS/BENDAHARA PERUSAHAAN: Nancy Bertha. PENERBIT : PT. Sulut Lestari Press, PERCETAKAN: PT. Manado Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) HARGA Langganan: Rp. 45.000,-/bulan (luar kota tambah ongkos kirim) TARIF Iklan: Rp. 6000/mm kolom (BW), Rp.12000/mm Kolom (FC), ALAMAT: Mega Smart VIII No.7 Kawasan Mega Mas Boulevard Manado, Telp (0431) 841060, Fax: (0431) 841071 PERCETAKAN: Jl. AA Maramis, Kairagi, Manado. Telp (0431) 812777


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.