KKP & SIPPO gelar FBM, genjot ekspor agar dan karagina di Eropa Reporter : Ibnu Siena | Sabtu, 24 September 2016 14:41 
KKP dan SIPPO kembali gelar FBM. Š2016 Merdeka.com/Ibnusiena Merdeka.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Swiss Import Promotion Program (SIPPO) kembali menggelar acara tahunan bertajuk Foreign Buyers Mission (FBM). Kegiatan acara ini bertujuan untuk mempertemukan pelaku usaha pengolahan rumput laut Indonesia dengan buyers dari negara-negara Eropa. Direktur Akses Pasar dan Promosi KKP, Innes Rahmania mengatakan tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan olahan rumput laut dalam negeri. "Tujuan utama penyelenggaraan kegiatan ini untuk meningkatkan nilai tambah produk olahan rumput laut dalam negeri, terutama agar dan karaginan," Innes Rahmania, Direktur Akses Pasar dan Promosi KKP, di Jakarta, Sabtu (24/9). Indonesia, berdasarkan data trademap tahun 2016, merupakan pemasok rumput laut terbesar
kedua untuk konsumsi dan non-konsumsi rumput laut. Sedangkan produksi agar hanya di peringkat ketujuh dan ke delapan untuk karaginan. Produksi rumput laut Indonesia pada 2015 mencapai 11,3 juta ton, dan dalam lima tahun terakhir nilainya berkisar 200 juta dollar per tahun. Hasil ekspor tersebut didominasi oleh rumput laut kering, sementara agar dan karaginan yang sedang menjadi fokus KKP hanya 25%. Adapun para buyer (pembeli) terdiri dari 8 orang dan 6 perusahaan yang berasal dari Jerman, Swiss, Rusia, Inggris dan, Iran yang akan dimitrakan dengan beberapa perusahaan di Indonesia seperti PT Agar Swallow, PT Galic Arthabahari, PT Hydrocolloid, PT Agarindo Bogatama, PT Gumindo Perkasa Industri, PT Algalindo Perdana, PT Indoseaweed, PT Surya Indoalgas, dan PT Biocollid. Produksi rumput laut baik di Indonesia maupun di dunia kerap menjadi sorotan lantaran dampak lingkungan yang dihasilkan. Hal tersebut juga menjadikan pemberitaan dunia terhadap lingkungan di Indonesia kurang sedap. Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) KPP Berny Subki segera membantahnya dan mengatakan pemberitaan tersebut tidak berdasarkan data. "Mungkin orang yang memberitakan itu belum pernah ke Indonesia. Produksi rumput laut tidak akan bisa kalau sekitarnya tidak bersih. (Pemberitaan) Itu harus berdasarkan data, jangan sampai mengganggu industri yang sedang berjalan," tuturnya.
KKP Gelar Forum Bisnis Dengan Pengusaha Eropa Redaksi 24 September, 2016 Tidak ada Komentar Jakarta ( Berita ) : Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar acara forum bisnis terkait komoditas rumput laut dan olahannya yang mempertemukan pengolah rumput laut dalam negeri dengan pengusaha dari negara-negara di benua Eropa. “FBM atau Foreign Buyer Mission merupakan kerja sama antara KKP dan Swiss Import Promotion Program atau SIPPO yang bertujuan mempertemukan pelaku usaha pengolahan rumput laut Indonesia dengan buyers dari Eropa dalam rangka meningkatkan ekspor,� kata Direktur Akses Pasar dan Promosi KKP Innes Rahmania di Jakarta, Sabtu [24/09] Dia memaparkan kegiatan tahunan yang telah berjalan empat kali sejak tahun 2013 itu juga bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk olahan rumput laut di dalam negeri. Sedangkan sejumlah pihak pembeli yang hadir dalam acara forum bisnis tersebut serta siap untuk berbisnis di Indonesia antara lain berasal dari importir karaginan dan agar antara lain dari Jerman, Swiss, Rusia dan Inggris. Adapun perusahaan Indonesia yang akan dimitrakan dalam bisnis komoditas tersebut adalah PT Agar Swallow, PT Galic Arthabahari, PT Hydrocolloid, PT Agarindo Bogatama, PT Gumindo Perkasa Industri, PT Indoking, PT Wahyu Putra Bimasakti, PT Cahaya Cemerlang, PT Algalindo Perdana, PT Indoseaweed, PT Surya Indoalgas, dan PT Java Biocolloid. Selain itu, para pengusaha dari Eropa itu juga akan mengunjungi Demfarm rumput laut jenis Gracilaria yang merupakan proyek Smartfish kerja sama antara Unido dan KKP di Talakar, Sulawesi Selatan. Kunjungan lainnya adalah ke Balai Perikanan Budidaya Laut (BPPL) Lombok juga dalam rangka menyakinkan industri pengolahan rumput laut nasional didukung pasokan bibit yang baik dan bermutu. Berdasarkan data KKP, produksi rumput laut Indonesia pada tahun 2015 mencapai 11,3 juta ton. Nilai ekspor produk rumput laut selama lima tahun terakhir berkisar 200 juta dolar AS per tahun. Dari jumlah tersebut, ternyata masih didominasi oleh produk rumput laut kering, sementara produk olahan seperti agar dan karaginan hanya sekitar 25 persen. “Dengan adanya FBM diharapkan permintaan rumput laut olahan seperti agar dan karaginan dapat meningkat sehingga diharapkan dapat memotivasi tumbuhnya industri pengolahan rumput laut di Indonesia,� ucapnya. Dia mengingatkan bahwa dampak positif yang signifikan dari hal tersebut adalah berkembangnya usaha budidaya rumput laut di hulu dan hilir yang diperkirakan menyerap ratusan ribu orang dalam industri pengolahan. (ant )
Tepis Kampanye Hitam Rumput Laut Indonesia 2 Google +0 1 0 1 0
TINGKATKAN KOMODITAS: Diskusi tentang melawan kampanye hitam tentang rumput laut. (Foto: Nelly Situmorang/indopos)
BISNIS | Uploader WSA
Rate This
INDOPOS.CO.ID- Budidaya rumput laut Indonesia sempat tergunjang karena kampanye hitam dari Amerika yang mengatakan rumput laut asal Indonesia mengandung zat yang mengakibatkan kanker. Sontak pemberitaan yang sempat memanas sebulan terakhir membuat petani Indonesia khawatir. Mengingat Indonesia sebagai suplier rumput laut terbesar dunia. Tak sulit untuk membangun atau memulihkan image tersebut. Pasalnya, tak berapa lama kemudian, foreign buyer mission (FBM) bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan KKP dan Swiss Import Promotion Program (SIPPO) langsung mempertemukan pelaku usaha pengolahan rumput laut Indonesia dengan buyers dari Eropa dalam rangka meningkatkan ekspor produk perikanan.
“Kita bisa membuktikan berita miring atau kampanye negatif tersebut lewat penelitian. Sekarang zaman sudah canggih, tidak perlu percaya dulu dengan isu yang kebenarannya belum pasti,” ujar Project Manager Fish dan Seafood SIPPO Juliana Klose, di Jakarta, akhir pekan lalu. Lebih lanjut Juliana Klose mengatakan para buyer dari berbagai negara di Eropa turun langsung ke lapangan lokasi budidaya rumput laut di Indonesia. Kegiatan buyer mission KKP – SIPPO mulai Sabtu 24/9) lalu hingga – 28 September 2016. Tujuan utama penyelenggaraan kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan nilai tambah produk olahan rumput laut di dalam negeri. Kedatangan para buyer turun langsung ke lapangan bukan yang kali pertama. Sejak 2013 lalu, kegiatan serupa sudah dilakukan sebanyak empat kali. Buyer yang akan datang dan siap melakukan bisnis di Indonesia berjumlah 8 orang dari 6 perusahaan importir karaginan dan agar dari negara-negara Jerman, Swiss, Rusia, Inggris dan Iran. “Mereka yang datang ini ada dua yang baru kali pertama, dan ada yang sudah dua sampai tiga kali,” ulas Juliana. Perusahaan Indonesia yang dimitrakan adalah PT. Agar Swallow, PT. Galic Arthabahari, PT. Hydrocolloid, PT. Agarindo Bogatama, PT. Gumindo Perkasa Industri (Jakarta, Jawa Barat dan Banten), PT. Indoking (Sumatera Utara), PT. Wahyu Putra Bimasakti and PT. Cahaya Cemerlang (Sulawesi Selatan), serta PT. Algalindo Perdana, PT. Indoseaweed, PT. Surya Indoalgas, dan PT. Java Biocolloid (Jawa Timur). Selain itu, para buyers juga akan mengunjungi Demfarm rumput laut jenis Gracilaria yang bawah proyek Smartfish kerja sama UNIDO dan KKP di Takalar, dan Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok meyakinkan buyers bahwa industri pengolahan rumput laut di Indonesia didukung pasokan bibit Gracilaria dan Cottonii yang baik dan bermutu. Menurut Sekretaris Ditjen Penguatan Daya Saing (Sesdit PDS) KKP Berny A Subki mengatakan produksi rumput laut Indonesia pada tahun 2015 mencapai 11,3 juta ton. Nilai ekspor produk rumput laut selama 5 tahun terakhir berkisar USD 200 juta per tahun dan masih didominasi oleh produk rumput laut kering, sementara agar dan karaginan hanya sekitar 25 persen. Dengan adanya FBM diharapkan permintaan rumput laut olahan seperti agar dan karaginan dapat meningkat sehingga diharapkan dapat memotivasi tumbuhnya industri pengolahan rumput laut di Indonesia. “Upaya yang sekarang ditekankan dan terus kita lakukan adalah mengurangi ekspor rumput laut glondongan. Sebisa mungkin yang diekspor sudah dalam bentuk olahan sehingga nilai tambah tertingal di dalam negeri,” ujar Berny Subki. Pada kesempatan yang sama, Direktur Akses Pasar dan Promosi, Innes Rahmania mengatakan, Indonesia merupakan pemasok utama dunia untuk komoditas rumput laut. Lima negara pemasok rumput laut terbesar
dunia adalah Indonesia, Korea Selatan, Chili, China dan Irlandia. Berdasarkan data Trademap (2016), ekspor rumput laut Indonesia pada untuk konsumsi menempati peringkat ke-2 dunia, untuk non-konsumsi berada di peringkat ke-2, sedangkan ekspor produk agar Indonesia berada di peringkat ke-7, dan karaginan berada di peringkat ke-8. “Program buyer mission ini kami harapkan dapat menjadi salah satu faktor untuk menunjang keberhasilan pencapaian target ekspor produk agar dan karaginan,� ujar wanita berkerudung tersebut. (nel) - See more at: http://indopos.co.id/tepis-kampanye-hitam-rumput-lautindonesia/#sthash.6wDKkc7K.dpuf
UNIDO to develop tempe, seaweed industries in Indonesia 
Stefani Ribka thejakartapost.com Jakarta | Mon, May 16 2016 | 05:10
pm
A seller cooks
tempe crackers in Purwokerto, Central Java, on Dec. 28, 2015. (JP/Agus Maryono)
Topics The United Nations Industrial Development Organization ( UNIDO ) and Indonesia’s Industry Ministry have proposed supporting the tempe ( fermented soybean ) and seaweed industries to help undernourished people in marginalized areas and elevate their economic condition. The programs are two out of eight programs being proposed by UNIDO and Indonesia under the UNIDO-Indonesia Country Program 2016-2020 to donor countries and
institutions including Austria, China, Finland, India, Italy, Japan, South Korea, Norway, Switzerland, the United States, the World Bank, the European Union, the Global Environment Facility and the Montreal Protocol. Achmad Sigit Dwiwahjono, the ministry’s director general for international industrial access development and security, said the seaweed development would be carried out in Sumenep, East Java. “We have the natural resources but their processed products are not internationally certified yet so we need to do this for the seaweed industry so they can go international by improving their business and linking up with good traders,” he said on the sidelines of the UNIDO-Indonesia Country Program 2016-2020 document signing ceremony at the Industry Ministry in Jakarta on Monday. The development of tempe, meanwhile, will be encouraged in various marginalized areas nation-wide to improve the nutrition of residents. Besides seaweed and tempe, there are six other projects related to green industrial practices that are also being proposed. All the projects are set to run until 2020 with committed funds of US$40 million from UN countries. UNIDO seeks to ensure that industrial development in the world goes hand-in-hand with poverty reduction and environmental sustainability. ( dmr )
Kerjakan 13 Proyek Rp528 Miliar Kemenperin Kerja Sama UNIDO Senin, 16 Mei 2016
RI-UNIDO Sepakati Kerjasama Industri Senilai US$ 40 Juta SENIN, 16 MEI 2016 | 16:16 WIB
Menteri Perindustrian, Saleh Husin. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian selaku National Focal Point menandatangani kerja sama bilateral dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), khususnya di bidang industri senilai 40 juta Dollar AS atau Rp 582 miliar untuk Country Programme for Indonesia 2016-2020. "Proyek-proyek dalam program tersebut diharapkan sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 dan Kebijakan Pengembangan Industri Nasional 2015-2019," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin di Jakarta, Senin, 16 Mei 2016.
Adapun nilai proyek tersebut akan membiayai delapan proyek yang masih dikembangkan dalam "Country Programme for Indonesia", yakni pengembangan rumput laut, pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) bidang pembuatan tempe, penggunaan energi efisien untuk IKM dan memperkenalkan teknik ramah lungkungan dalam proses industri mettalurgical. Kemudian, mendukung program percepatan pengurangan merkuri di pertambangan Gunung Botak Artinasal, pengembangan program ramah lingkungan untuk industri busa, pelatihan untuk industri otomotif dan pengembangan kerja sama untuk kawasan industri. Penandatanganan tersebut juga termasuk pembiayaan lima proyek yang sudah teralokasikan sebesar 17,4 juta dollar AS dan sedang berjalan, yakni untuk meningkatkan nilai perikanan di Indonesia, mempromosikan efisiensi energi unyuk industri dan memperkenalkan polychlorinated biphenyl (PCB) terkait lingkungan. Selain itu, program Resource Efficient Cleaner Production (RECP) dan pembaruan energi. Menurut Saleh, proyek-proyek tersebut perlu didukung dengan komunikasi yang insentif seluruh stakeholders terkait, perwakilan UNIDO Indonesia, kementerian/lembaga dan pelaku usaha industri dengan memperkuat dukungan Sumber Daya Manusia yang memadai. "Kami mengharapkan lima proyek yang sedang berjalan dapat terus ditingkatkan pengembangannya dan delapan proyek yang sudah dilaporkan dapat diusahakan dengan segera donor country nya oleh UNIDO sehingga proyek-proyek tersebut dapat segera diimplementasikan di Indonesia," ujar Saleh. Pada kesempatan tersebut, Menteri Saleh menandatangani nota kesepahaman bersama Direktur Jenderal UNIDO Li Yong di depan perwakilan UNIDO Jakarta Shadia Yousif Hajarabi di Kantor Kemenperin, Jakarta.
Indonesia-UNIDO tandatangani kesepakatan senilai Rp528 miliar Senin, 16 Mei 2016 15:16 WIB | 2.437 Views
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Menteri Perindustrian Saleh Husin (kanan) bersama Direktur Jenderal United Nations Industrial Development Organization Li Yong saat memberi keterangan pers di Jakarta, Senin. (ANTARA News/ Sella Panduarsa Gareta)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian selaku National Focal Point menandatangani kerja sama bilateral dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), khususnya di bidang industri senilai 40 juta dollar AS atau rp582 miliar untuk Country Programme for Indonesia 2016-2020.
"Proyek-proyek dalam program tersebut diharapkan sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 dan Kebijakan Pengembangan Industri Nasional 2015-2019," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin di Jakarta, Senin.
Adapun nilai proyek tersebut akan membiayai delapan proyek yang masih dikembangkan dalam "Country Programme for Indonesia", yakni pengembangan rumput laut,
pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) bidang pembuatan tempe, penggunaan energi efisien untuk IKM dan memperkenalkan teknik ramah lungkungan dalam proses industri mettalurgical.
Kemudian, mendukung program percepatan pengurangan merkuri di pertambangan Gunung Botak Artinasal, pengembangan program ramah lingkungan untuk industri busa, pelatihan untuk industri otomotif dan pengembangan kerja sama untuk kawasan industri.
Penandatanganan tersebut juga termasuk pembiayaan lima proyek yang sudah teralokasikan sebesar 17,4 juta dollar AS dan sedang berjalan, yakni untuk meningkatkan nilai perikanan di Indonesia, mempromosikan efisiensi energi unyuk industri dan memperkenalkan polychlorinated biphenyl (PCB) terkait lingkungan.
Selain itu, program Resource Efficient Cleaner Production (RECP) dan pembaruan energi.
Menurut Saleh, proyek-proyek tersebut perlu didukung dengan komunikasi yang insentif seluruh stakeholders terkait, perwakilan UNIDO Indonesia, kementerian/lembaga dan pelaku usaha industri dengan memperkuat dukungan Sumber Daya Manusia yang memadai.
"Kami mengharapkan lima proyek yang sedang berjalan dapat terus ditingkatkan pengembangannya dan delapan proyek yang sudah dilaporkan dapat diusahakan dengan segera donor country nya oleh UNIDO sehingga proyek-proyek tersebut dapat segera diimplementasikan di Indonesia," ujar Saleh.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Saleh menandatangani nota kesepahaman bersama Direktur Jenderal UNIDO Li Yong di depan perwakilan UNIDO Jakarta Shadia Yousif Hajarabi di Kantor Kemenperin, Jakarta. Editor: Aditia Maruli
JAKARTA (Pos Kota) – Mengerjakan 13 proyek industri senilai 40 juta dolar AS atau setara Rp 528 miliar dengan merujuk nilai tukar rupiah terhadap dollar AS Rp 13.200, Kementerian Perindustrian melakukan kerja sama dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Komitmen itu ditandai dengan penandatanganan UNIDO-Indonesia Country Programme 2016-2020 oleh Menteri Perindustrian RI Saleh Husin dengan Dirjen UNIDO Li Yong di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (16/5). “Saat ini, lima proyek sedang berjalan dan sudah menelan dana sekitar Rp 230 miliar atau 17,48 juta dolar AS. Sedangkan delapan proyek lainnya akan dikembangkan,� kata Menperin. Lima proyek itu meliputi program peningkatan kapasitas industri perikanan, efisiensi penggunaan energi di sektor industri, pengenalan manajemen pengolahan limbah industri, efisiensi sumber daya dan produksi bersih, serta pemanfaatan energi terbarukan. Ke depan, lanjutnya, delapan proyek yang akan dikembangkan yaitu peningkatan nilai tambah produksi rumput laut di Sumenep, Jawa Timur, peningkatan produksi industri tempe untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat Indonesia. Lantas, mempromosikan efisiensi energi pada industri kecil dan menengah di Indonesia; memperkenalkan Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental
Practices (BEP) pada proses pemanasan termal dalam industri logam di Eurocopter South East Asia (ESEA). Selanjutnya, program percepatan dalam mengurangi penggunaan merkuri pada area pertambangan Gunung Botak, Maluku; meningkatkan penerapan Environmental Performance in the Extruded and Expanded industri busa; memberikan pelatihan untuk perawatan alat berat dan kendaraan niaga; serta kerjasama promosi antar zona industri. Pada kesempatan itu hadir juga Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono serta Perwakilan UNIDO Jakarta Shadia Yousif Hajarabi. Menurut Menperin, proyek-proyek dalam UNIDO Country Program itu sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 dan Kebijakan Pengembangan Industri Nasional tahun 2015-2019. “Diharapkan komitmen donor country untuk proyek-proyek tersebut perlu didukung dengan komunikasi yang intensif seluruh stakeholders terkait,” tuturnya. Sepuluh Besar Dirjen UNIDO Li Yong mengakui, Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan positif, bahkan pada saat tahun-tahun krisis finansial global yaitu ketika kondisi ekonomi kebanyakan negara-negara maju mengalami penurunan. “Berdasarkan laporan UNIDO, saat ini Indonesia berhasil mencapai rangking 10 besar negara industri manufaktur di dunia atau top ten manufacturers of the world,” ujarnya. Berdasarkan laporan statistik berjudul “International Yearbook of Industrial Statistics 2016”, industri manufaktur di Indonesia dilaporkan telah memberikan kontribusi hampir seperempat bagian dari GDP nasional. Indonesia telah menjadi negara anggota UNIDO sejak tanggal 21 Januari 1980 dan secara resmi menjadi negara anggota setelah dilakukannya ratifikasi perjanjian kerjasama UNIDO pada tanggal 10 November 1980. UNIDO Country Office Indonesia memiliki mandat menyediakan bimbingan bagi negara berkembang untuk menyelenggarakan proses industrialisasi yang ramah lingkungan, efisien, dan tepat guna. Perwakilan UNIDO untuk Indonesia ini memiliki prioritas empat bidang tematik: Poverty Reduction (Including Trade Capacity); Energy for All; Environment and Clean Production; serta Partnership and Sustainable Development. Keempat bidang tematik tersebut sejalan dengan berbagai proyek yang telah diidentifikasi ke dalam UNIDO – Indonesia Country Programme sebagaimana sesuai
dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 dan Kebijakan Pengembangan Industri Nasional (KPIN) 2015-2019. (Tri/win)
-+