Alam Budaya Manusia

Page 33

BUDAYA - 56 pula dari aspek agama, turut memberi andil kepada seseorang untuk dapat mempunyai fungsi sosial. Contohnya adalah peran ulama di masyarakat nelayan. Adalah suatu kewajiban untuk melibatkan peran seorang ulama (panrita) di dalam kegiatan atau pekerjaan mereka. Misalnya, mulai dari pembuatan perahu, sampai hal-hal lain yang bersifat ritual dan mistik, misalnya kuliwa, meminta berkah, tolaq bala, sampai meminta jimat untuk keselamatan. Yang juga berkaitan dengan aspek agama adalah gelar haji atau simbol bahwa seseorang telah menunaikan Rukun Islam. Orang yang bergelar haji statusnya lebih tinggi dari pada yang bukan haji.

Sistem Kekerabatan Dalam kebudayaan Mandar, hubungan kekerabatan terjadi karena keturunan atau hubungan darah dan perkawinan. Kekerabatan karena keturunan diistilahkan “biya-wiya”, hubungannya vertikal dari moyang sampai cucu. Sedang kekerabatan karena perkawinan biasa disebut “sanganaq”. Terjadi karena ada “tomettambeng liwang” (menikah dengan perempuan di luar garis vertikal) atau “tonipettambengngi” (menikah dengan laki-laki di luar hubungan darah). Hubungan ini bersifat horisontal. Dalam kekerabatan ada beberapa istilah, seperti: “luluareq polong posiq” (saudara kandung) yang kemudian terbagi tiga: “luluareq siola indo amaq” (saudara seibu seayah), “luluareq sanggaq siola diamaq” (hanya seayah), dan “luluareq siola kindoq” (hanya seibu). Untuk sepupu disebut “boyang pissang” (sepupu satu kali) biasa disingkat “kali”,

“boyang pindaqdua” (sepupu dua kali) biasa disingkat “pinduq”, dan “boyang pittallung” (sepupu tiga kali) yang disingkat “pintaq”. Meskipun tidak ada istilah untuk sepupu keempat dan seterusnya, tapi bila diketahui masih ada hubungan darah, masih dihitung sebagai kerabat. Biasa disebut saja “sanganaq”. Istilah lainnya yang berkaitan dengan kekerabatan ialah: bapak (“kamaq”, “amma”, “puaq”), ibu (“kindoq”, “uwwaq”, “cacaq”), kakek-nenek (“kanneq”), bibi (“indonaure”), paman (“amanaure”), cucu (“appo”), istri (“baine”), suami (“muane”), mertua (“pasanang”), menantu (“mittu”), ipar dengan ipar (“lago”), mertua dengan mertua (“baiseng”), berpoligami (“misarue”), ayah tiri (“poroama”), ibu tiri (“poroindo”).

Siriq dan Lokkoq Orang Mandar menegaskan penentuan peran dan status seseorang bertumpu pada nilai “lokkoq” dan “siriq”. Kedua sistem nilai itu mengandung segi positif dalam proses dinamika karena ia berfungsi sebagai filter dan motivator dalam pertumbuhan pembangunan sifat manusia yang luhur. Keluhuran sifat manusia (Balanipa) nilainya tidak hanya bertumpu pada elemen “perruqdusang” (‘asal-usul turunan’) dan “pembuluang” (‘warna’, ‘pelapisan sosial karena darah’) tetapi juga sangat ditentukan oleh “abbatirang” (warisan personalitas yang baik’). Kriteria tersebut di atas merupakan dasar penentu untuk mendapatkan predikat manusia “tomalabbiq” (‘bangsawan’). “Tomalabbiq adaq” dan “tomalabbiq “daeng” yang disapa “puang” dan “daeng”,

BUDAYA - 57

Seorang petani yang mengenakan penutup kepala “passappu”.

merupakan simbol dari “tau tongang” dalam alam nyata dan “tau tonganttoangang” dalam alam ideal. Siriq dan lokkoq adalah ungkapan tradisonal di masyarakat Mandar, yang di Bugis diistilahkan “Siriq dan Pesseq”. Dua kata sinonim. Beberapa pengertian “siriq” (1) harga diri atau kehormatan, contoh dalam kalimat “todiang siriqna” ‘orang yang mempunyai harga diri’, (2) segan atau takut, contoh dalam kalimat “masiriqi mangolo lao di punggawa” ‘ia merasa segan (takut) untuk menghadap kepada atasan’, (3) aib, contoh dalam kalimat “dao pipande siriq” ‘janganlah engkau memberi aib pada kami’, dan (4) malu dalam pengertian umum, contoh dalam kalimat “masiriqi landur lao di tau maiqdi” ‘ia merasa malu melewati orang banyak’. “Siriq” terdiri atas (a) “Siriq litaq, siriq

paqbanua” (‘hilang (malu) martabat negeri, hilang (malu) martabat rakyat’). Perasaan demikian disebut “siriq dipomate” (‘hilang (malu) martabat yang mengakibatkan mati’). Tingkatan ini mengakibatkan adanya sanksi sosial berupa hilangnya martabat diri, (b) “Siriq palulluareang, passanganang, pebijan” (‘hilang (malu) martabat keluarga, hilang (malu) martabat sahabat, dan hilang (malu) martabat sanak famili’). Perasaan demikian disebut “siriq dipomate, siriq diposiriq” (‘hilang (malu) martabat yang mengakibatkan mati, hilang (malu) martabat yang mengakibatkan malu besar’). Tingkatan ini mengakibatkan adanya sanksi sosial berupa hilangnya harga diri dan turunnya harga diri di dalam masyarakat. Akibatnya, selain kematian, juga “mappelei banua” ‘meninggalkan negeri asal’, dan (c) “Siriq alawe” (siriq untuk diri sendiri). Perasaan demikian disebut juga “siriq dipomate, siriq diposiriq” (‘hilang (malu) mengakibatkan mati, hilang (malu) mengakibatkan malu besar, dan malu-malu’). Tingkatan itu menimbulkan sanksi sosial hilangnya martabat diri, turunnya harga diri, dan hilangnya muka di masyarakat. Hal itu mengakibatkan kematian, “mappelei banua”, dan mengucilkan diri dalam waktu yang agak lama. “Siriq” mengandung pengertian harga diri dan nilai diri yang menyangkut masyarakat dan lingkungannya. Dalam pandangan nilai budaya menempati suatu posisi paling penting. Menjaga nilai siriq dalam kehidupan dan penghidupan, seseorang akan terhindar dari cacat-cerca orang lain. Mengandung makna: rasa harga


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.