Laskar Beasiswa PPI Belanda

Page 32

Tiga bulan berlalu, perjalanan hidup saya layaknya seorang musafir. Masih terus bergerak dan berpindah. Belum ada tempat singgah yang nyaman. Saya bertamasya dari satu job fair ke job fair lainnya, dari satu interview ke interview lainnya, dari satu kota ke kota lainnya. Tarik ulur saya lakukan dengan perusahaan-perusahaan dan kami berakhir pada kesimpulan, mungkin kita belum berjodoh. Belum ada surat atau pengumuman baik dari perusahaan atau pun lembaga pemberi beasiswa. Tapi Allah sepertinya mulai menjawab perjalanan langit yang saya mulai gencar lakukan. Deretan permintaan yang saya coba sisipkan di antara rasa kantuk saat saya berpergian jauh, saat hujan turun gerimis atau pun lebat, saat berhadapan dengan minuman manis di setiap kamis, saat bertemu denganNya sesekali di penghujung malam dan saat matahari mulai menyapa embun pagi nampaknya berkolaborasi dengan lantunan lembut doa tulus orang tua di setiap waktu. Nampaknya Allah begitu menyayangi mereka dengan segera memberi kabar bahagia untuk mereka lewat hidup saya. Saya diminta datang untuk menandatangani kontrak kerja di salah satu lembaga filantropi untuk posisi yang jauh berbeda dengan latar belakang pendidikan S1 saya. Pengalaman kerja saya sebelumnya di institusi yang bergerak di bidang budaya dan pengalaman organisasi saya di Unpad dulu tampaknya berperan besar dalam keputusan pihak HR untuk merekrut saya. Doa saya mulai dijawab, Kawan. Tapi lagi-lagi untuk saya seseorang yang penuh pertimbangan, tanda tangan kontrak bukanlah perkara mudah. Butuh satu hari saya berdiskusi panjang lebar dengan orang tua, sekedar meyakinkan diri bahwa keputusan inilah yang terbaik. Menjadi realistis itu gampang-gampang susah. Tak ingin membiarkan saya lemah berlama-lama berpikir tawaran pekerjaan itu, Papa kemudian buka suara, “Mbak, bukankah ini jawaban doa-doa yang kamu panjatkan selama 3 bulan terakhir? Ambil saja, jangan ragu. Walaupun tidak sesempurna seperti yang kamu minta, tapi biarkan Allah Melihat kamu sebagai orang yang bersyukur�. Kira-kira begitulah makna perkataan datar Ayah saya saat itu. Deg. Plass. Yups. Eureka! Inilah alasan kuat yang saya cari. Walaupun berat, lagi-lagi saya tidak ingin menyia-nyiakan kenikmatan yang Dia Kasih. Satu minggu berlalu, saya sudah mulai memasuki hari ke-3 masa percobaan kerja tiga bulan. Selama satu bulan saya masih harus beradaptasi dengan kantor pusat di Bandung. Bulan selanjutnya saya akan pindah ke Jakarta. Siang itu, saya menerima telepon dari nomor yang tidak saya kenal. Saya angkat dan suara perempuan menyapa saya. Beberapa menit kami berbicara, beberapa detik saya terdiam, beberapa kali beliau menanyakan hal yang sama dan akhirnya percakapan kami akhiri dengan kesepakatan untuk bertemu esok hari. Perempuan yang baru saja berbicara dengan saya adalah koordinator bidang akademik Magister Ilmu Lingkungan Unpad. Beliau meminta saya untuk datang ke kampus Unpad esok hari jam 13.00 untuk tanda tangan kontrak. Kontrak? Iya, kontrak lagi, Kawan. Kontrak beasiswa Unggulan Kemdiknas untuk studi S2. Kontrak yang sudah saya lupakan dan ikhlaskan karena tidak ada kabar apapun selama berbulan-bulan saya tunggu. Kontrak yang juga membulatkan niat saya untuk mengambil kesempatan bekerja kali itu. Alhamdulillah. Allah berikan kesempatan lagi pada saya dan ini adalah kenikmatan dariNya, lagi. Dukungan 100 % dari orang tua, restu dari atasan yang sangat paham akan keinginan saya untuk melanjutkan studi dan kontrak kerja yang sebetulnya mengikat saya selama tiga bulan memberikan keyakinan penuh untuk saya segera mendatangi kampus keesokan harinya. Tiga bulan kemudian saya mulai bersiap diri untuk mengikuti perkuliahan, bertepatan dengan berakhirnya kontrak 26


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.